i. Tanaman jati merana TJM
Keadaan anak kelas hutan ini termasuk tanaman-tanaman jati yang gagal, yang hampir mati atau yang sudah mati, yang dikarenakan
penanaman yang tidak baik, pemeliharaan, dan perlindungan yang kurang.
ii. Hutan alam jati merana HAJM
Anak kelas hutan ini meliputi hutan alam jati yang pertumbuhannya tidak baik, disebabkan oleh tempat tumbuh kondisi tanah.
b. Tanaman jenis kayu lain TJKL Kelas hutan ini meliputi semua tanaman jenis kayu selain jati yang
dapat dianggap produktif. Ditanam dengan maksud pada waktunya diambil hasilnya, baik berupa kayu maupun hasil hutan lainnya.
c. Hutan lindung terbatas HLT Pemisahan anak petak dilakukan jika dalam sesuatu petak terdapat berbagai
kelas hutan kelas umur ataupun dalam satu kelas hutan terdapat perbedaan yang besar dalam bonita atau kepadatan bidang dasar, maka petak itu dibagi atas anak
petak sepanjang pembagian tersebut diperlukan. Batas anak petak dibuat sesederhana mungkin mengikuti bentuk lapangan dan sejauh mungkin
mempergunakan batas alam. Kerapatan bidang dasar adalah perbandingan antara bidang dasar hasil sampling dengan bidang dasar yang terdapat dalam tabel
tegakan.
2.4 Konsep Hutan Normal
Dalam pengelolaan hutan agar pengelolaan itu efisien dan terencana dengan baik maka harus ada keadaan hutan yang ideal untuk dijadikan standar. Keadaan
hutan yang standar sering disebut keadaan hutan yang normal. Menurut Meyer et al. 1961, Tegakan Hutan Normal adalah tegakan hutan
yang mempunyai sebaran kelas umur normal, riap normal, dan volume normal. Sedangkan menurut Osmaston 1968 hutan normal adalah hutan yang secara
praktis dapat mempertahankan derajat kesempurnaan yang dapat dicapai dalam semua bidang untuk memenuhi keputusan dari tujuan manajemen.
Luas ha
KU I
II III
IV V dsb
… Gambar 1 Hubungan luas dengan kelas umur pada konsep hutan normal.
Vol m3
KU Gambar 2 Hubungan volume dengan kelas umur pada konsep hutan normal.
Gambar 1 menunjukkan konsep hutan normal dimana masing-masing kelas umur memiliki luasan yang sama dan berurutan sehingga hasil setiap tahunnya
sama sedangkan Gambar 2 menunjukkan hubungan volume dengan kelas umur pada konsep hutan normal.
Osmaston 1968 menyatakan bahwa faktor-faktor dasar dari kenormalan suatu hutan mempunyai persyaratan :
1. Struktur dan komposisi hutan sesuai dengan lingkungannya atau faktor
tempat tumbuh.
2. Tegakan terdiri dari kelas umur dan ukuran yang sedemikian rupa
sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimal baik tangible maupun intangible.
3. Organisasi yang memadai dan sesuai dengan tujuan manajemen.
2.5 Gangguan Hutan
Gangguan hutan merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kerusakan hutan dari waktu ke waktu yang juga
mempengaruhi besar kecilnya degradasi hutan yang ada. Gangguan hutan berasal dari campur tangan manusia yang salah dalam mengelola hutan sehingga akan
mempengaruhi peningkatan kerusakan yang ada pada kawasan hutan Hanggumantoro 2007.
Dalam pengelolaan hutan jati di Pulau Jawa, penyebab kerusakan potensial dapat bersumber dari dua aspek yakni yang berhubungan dengan karakteristik
ekosistem dan masyarakat sekitar hutan. Hutan jati mempunyai ciri ekosistem yang khas diantaranya adalah ditata menurut kelas umur, ditanam sejenis dan
berdaur panjang. Sebagai hutan musim, jati menggugurkan daun pada musim kemarau. Hutan tanaman jati dengan ciri ekosistem tersebut mempunyai peluang
lebih besar terhadap perkembangan kerusakan oleh hama dan penyakit serta kebakaran. Beberapa interaksi yang potensial menimbulkan dampak kerusakan
adalah yang berhubungan dengan perkembangan ternak rakyat, kebutuhan lahan garapan, dan tuntutan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas.
Gangguan hutan ada yang mengakibatkan terjadinya perubahan kelas hutan seperti kelas umur berubah menjadi Tanaman Jati Bertumbuh Kurang TJBK,
Miskin Riap MR bahkan menjadi Tanah Kosong TK. Biasanya di dalam memproyeksikan struktur kelas hutan untuk jangka perencanaan 10 tahun
berikutnya, dilakukan dengan cara menggeser luasan setiap KU menjadi KU setingkat di atasnya. Dengan adanya gangguan hutan maka harus ada faktor
koreksi yang dimasukkan sebagai koreksi terhadap luasan suatu kelas hutan yang akan berpindah menjadi kelas hutan lainnya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian