Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pengumpulan Data Letak dan Luas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2010 dan bertempat di KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah berupa data sekunder, yang bersumber dari buku RPKH dan buku register risalah hutan. Adapun peralatan yang digunakan untuk menunjang penelitian ini antara lain : kalkulator dan seperangkat alat komputer.

3.3 Pengumpulan Data

Data utama yang diperlukan mencakup : 1. Hasil risalah hutan yang dimuat dalam buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan RPKH lima periode terakhir 1964-1973, 1974-1983, 1984-1993, 1994-2003, 2004-2013. 2. Data perubahan kelas hutan 1984-2010. 3. Data keamanan pada beberapa tahun terakhir. Selain data utama diperlukan juga data penunjang, mencakup data keadaan umum fisik dan sosial wilayah KPH Kedu Selatan data tersebut di atas dikumpulkan dari kantor KPH Kedu Selatan, Seksi Perencanaan Hutan II Yogyakarta, BKPH Gombong Selatan.

3.4 Analisis Data

Identifikasi gangguan hutan bertujuan untuk melihat gangguan hutan yang terjadi pada setiap jangka perusahaan. Data yang diperlukan adalah data gangguan hutan yang terjadi di KPH Kedu Selatan pada setiap jangka perusahaan kemudian gangguan terbesar yang terjadi pada setiap jangka tersebut merupakan gangguan hutan yang sangat mempengaruhi dalam perubahan luasan kelas hutan. 3.4.1 Faktor Koreksi Dalam melakukan prediksi struktur kelas hutan dan produksi tebangan A.2 pada kelas perusahaan Jati untuk jangka kedepan, maka diperlukan beberapa faktor koreksi sebagai berikut : 1. Faktor koreksi tingkat kelestarian kelas hutan FK.1 Faktor koreksi tingkat kelestarian kelas hutan FK.1 adalah angka koreksi kelas hutan produktif untuk jangka yang akan datang yang antara lain diakibatkan oleh pencurianpenjarahan dan kegagalan tanaman untuk digunakan sebagai angka koreksi dalam memprediksi struktur kelas hutan untuk jangka berikutnya. Angka ini berfungsi untuk mengkoreksi luas kelas hutan produktif pada jangka berikutnya dengan cara mengalikan FK.1 dengan luas per KU pada bagan tebang jangka ke dua. Dengan cara ini akan diperoleh komposisi kelas hutan jangka berikutnya yang telah memperhitungkan angka kelestarian per KU setelah dikurangi angka kerusakan per KU. Metode penetapan FK.1 menggunakan tahapan perhitungan sebagai berikut : a. Perhitungan persen perubahan per KU Melakukan perhitungan persen perubahan per KU yang merupakan rata-rata dengan menggunakan data pada interval waktu yang konstan interval 10 tahun sebagai berikut : perubahan jangka 1-jangka 2 = Luas jangka 1- Luas jangka 2 x 100 Luas jangka 1 b. Penetapan persen tingkat kelestarian Untuk mengetahui besarnya tingkat kelestarian, maka dilakukan dengan menggunakan data kegiatan pengelolaan jangka lalu, baik penanaman rutin maupun tebangan A.2 dengan rincian sebagai berikut : TL = 1 – K ; K = a – b + c x 100 ; b = B - b0 + b’ - b” a Keterangan : TL = Tingkat Kelestarian K = Angka Kerusakan a = Jumlah luas hutan produktif pada awal jangka b = Jumlah luas hutan produktif pada saat ini b0 = Tambahan hutan produktif akibat perubahan kelas perusahaan b’ = Luas tanaman dalam jangka lalu atau periode tertentu pada jangka berjalan b” = Luas tebangan A dalam jangka lalu atau periode tertentu pada jangka berjalan c = Tanaman rutin jangka lalu B = Jumlah luas hutan produktif hasil risalah baru 2. Faktor koreksi penambahan tanaman kelas umur I FK.2 FK.2 adalah angka prediksi penambahan KU I untuk jangka yang akan datang dengan mempertimbangkan kerusakan hutan pencurian, kegagalan tanaman, dan lain-lain, luas kelas hutan tidak produktif dan kemampuan perusahaan dalam pembuatan tanaman. FK.2 merupakan persentase perbandingan antara nilai rata-rata realisasi tanaman pada suatu jangka terhadap rata-rata luas kerusakan pada jangka sebelumnya ditambah dengan luas tebangan rutin pada jangka berjalan dan luas tanah tidak produktif TK dan TJBK di awal jangka. Penerapan FK.2 dalam memprediksi penambahan tanaman KU I, dengan tahapan sebagai berikut : a. Mengkoreksi struktur KU jangka lalu dengan angka kerusakan masing- masing KU 1-FK.1 b. Menjumlahkan seluruh KU yang telah terkoreksi seperti pada langkah di atas a ditambah dengan bekas tebangan A.2, setelah dikurangi perubahan KU IV-VI yang menjadi MR dan ditambah lagi dengan luas TK dan TJBK di awal jangka c. Hasil penjumlahan di atas dikalikan dengan FK.2, maka hasilnya ditetapkan sebagai penambahan tanaman jati untuk jangka awal. 3. Faktor koreksi penambahan miskin riap FK.3 FK.3 adalah angka prediksi luas miskin riap MR untuk jangka waktu yang akan datang dengan memperhitungkan perbandingan luas MR pada jangka lalu. Pada umumnya, timbulnya MR disebabkan oleh kerawanan hutan. Penetapan FK.3 dalam memprediksi penambahan Miskin Riap MR, dengan tahapan sebagi berikut : 1. Menjumlahkan KU IV-VI pada awal jangka lalu, dengan asumsi bahwa KU efektif yang dapat menjadi MR adalah KU IV-VI 2. Hasil penjumlahan di atas dikalikan dengan FK.3 dan hasil tersebut diasumsikan sebagai luas MR yang akan didapat pada jangka berikutnya. 3.4.2 Asumsi-asumsi Dalam proses prediksi, asumsi-asumsi yang digunakan, yaitu : 1. Aturan selama periode proyeksi mengikuti aturan yang berlaku saat ini 2. Tidak ada perubahan kebijakan yang berpengaruh signifikan dalam pengelolaan hutan.

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas

Wilayah kerja KPH Kedu Selatan secara geografis terletak antara 109 o 16’- 110 o 08’ Bujur Timur dan 07 o 22’-07 o 53’ Lintang Selatan. Kelas Perusahaan Jati berada di Bagian Hutan Gombong Selatan yang terletak antara 109 o 23’-109 o 49’ Bujur Timur dan 07 o 39’-07 o 46’ Lintang Selatan dengan ketinggian tempat bervariasi mulai dari 0 mdpl sampai 500 mdpl. Pembagian wilayah kerja menurut Bagian Hutan dapat dilihat dari Tabel 1 berikut : Tabel 1 Pembagian wilayah kerja KPH Kedu Selatan Propinsi KPH Bagian Hutan BH Luas ha Jawa Tengah Kedu Selatan Gombong Selatan 4.263,94 Gombong Utara 12.329,57 Wadaslintang 17.462,44 Mindangan Sapuran 10.665,80 Jumlah 44.721,75 Sumber : Buku Evaluasi Potensi Sumber Daya Hutan tahun 2008 Berdasarkan letak geofrafisnya kawasan hutan KPH Kedu Selatan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah Utara : KPH Kedu Utara, Sungai Ijo dan Sungai Luk Ulo b. Sebelah Timur : Sungai Luk Ulo dan DIY c. Sebelah Selatan : Pantai Selatan Pulau Jawa Samudra Indonesia d. Sebelah Barat : KPH Banyumas Timur dan Sungai Ijo Berdasarkan pembagian administrasi pemerintahan, KPH Kedu Selatan meliputi wilayah Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Kebumen, BH Gombong Selatan terletak di Kabupaten Kebumen. 4.1.1 Tanah Keadaan tanah di wilayah BKPH Gombong Selatan terdiri dari beberapa jenis tanah sesuai dengan jenis batuan induk yang menyusunnya serta pengaruh dari proses pembentukan tanah itu sendiri. Pengaruh dari angin laut dan laut itu sendiri menyebabkan ada perbedaan yang nyata dari jenis tanah untuk wilayah kerja BH. Gombong Selatan. Jenis tanah, bahan induk dan fisiografipenampakan luarnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jenis tanah pada wilayah kerja BH. Gombong Selatan No. Macam tanah Fisiografi 1 Alluvial kelabu kekuningan Dataran 2 Litosol Bukit Lipatan 3 Grumosol, Regusol, dan Mediteran Bukit Lipatan Sumber Data : Buku RPKH KPH Kedu Selatan jangka 2004-2013 4.1.2 Hidrologi Daerah aliran sungai atau DAS didefinisikan sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber- sumber air lainnya yang penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum-hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah PP. 33 tahun 1970 pasal 1, ayat 13. Kelas Perusahaan Jati di Bagian Hutan Gombong Selatan termasuk wilayah daerah aliran sungai DAS Ijo dan DAS Telomoyo. 4.1.3 Iklim Berdasarkan data curah hujan rata-rata dari tahun 1998-2002 iklim untuk wilayah Bagian Hutan Gombong Selatan yang berada dalam wilayah Kabupaten Kebumen stasiun pengamatan Merden, kaligending, Sikayu, dan Gombong menurut Oldeman termasuk agroklimat zona C 5-6 bulan basah berturut-turut dan masuk dalam sub divisi 2 periode kering 2-3 bulan dengan masa tanam 9-10 bulan artinya apabila akan melakukan penanaman sepanjang tahun perlu perencanaan yang lebih teliti. Apabila menurut klasifikasi Schimidt dan Ferguson 1951, tipe iklimnya termasuk tipe B dengan nilai Q sebesar 18,6 . 4.1.4 Topografi Bagian Hutan Gombong Selatan merupakan daerah yang memiliki hamparan kawasan karst.Kawasan karst merupakan perbukitan batu gamping dengan bentuk yang sangat khas yaitu berupa tonjolan-tonjolan bukit-bukit kecil. Pada kawasan karst berkembang juga doline, gua-gua dan sungai bawah tanah.Kawasan karst dikategorikan sebagai kawasan yang sensitif terhadap perubahan lingkungan environmental sensitive area. Kenampakan morfologi karst di Bagian Hutan Gombong Selatan memiliki ketinggian antara 50-400 meter dari permukaan laut.Morfologi karst mempunyai ciri-ciri yang sangat khas yang dapat diamati di daerah kegiatan yaitu adanya bentukan positif dan negatif. Kenampakan positif berupa bukit-bukit kerucut dengan penyebaran memanjang dari utara ke selatan. Bentukan negatif yang terletak di antara bukit-bukit kerucut dengan bentuk membulat sampai elips tersebar di daerah kegiatan inventarisasi yaitu doline, uvala, dan polje. Bentukan positif dan negatif mendominasi morfologi kawasan karst ini dan bentukan samacam inilah yang mencirikan kawasan karst daerah tropik, sehingga kawasan karst Gombong Selatan ini dapat digolongkan tropical karst. Kenampakan karst di Gombong Selatan merupakan bagian rangkaian pegunungan selatan yang terpisah dari pegunungan selatan yang terletak di Jawa Barat. Penyebaran gua di RPH Redisari pada bagian timur dan RPH Tebo pada bagian barat, memanjang dari utara sampai selatan dengan arah gua umumnya relative menghadap barat-timur. KPH Kedu Selatan memiliki jumlah gua terbanyak untuk wilayah Unit I Jawa Tengah. Berdasarkan hasil identifikasi dan penataan mulut gua wilayah karst, kerjasama Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah dengan yayasan Acintya Cunyata Yogyakarta tahun 1997 terdapat 123 gua dan terdapat pula sumber mata air.

4.2 Kondisi Sosial Ekonomi