2.2.1.Jenis- jenis abu terbang
Menurut American Society for Testing and Materials ASTM C618, pembagian abu terbang dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu abu terbang kelas C dan abu terbang
kelas F. Abu terbang kelas F didapatkan dari pembakaran batubara antrasit dan bituminous, sedangkan abu terbang kelas C didapatkan dari pembakaran batubara
lignit dan subbituminus ASTM C618.
Pembakaran dari batubara antrasit dan bituminous yang lebih kuat dan lebih tua akan menghasilkan abu terbang kelas F. Abu terbang jenis ini mengandung kurang
dari 10 kapur CaO . Abu terbang kelas F membutuhkan agen penyemenan cementing agent , seperti misalnya semen Portland, kapur, dan dengan adanya air
untuk bereaksi dan menghasilkan senyawa semen.
Pembakaran dari batubara lignit dan subbituminus yang lebih muda akan menghasilkan abu terbang kelas C, yang memiliki sifat penyemenan sendiri self-
cementing , yang dengan penambahan air, abu terbang kelas C akan mengeras dan semakin kuat. Abu terbang kelas C mengandung lebih dari 20
CaOhttp:en.wikipedia.orgwikiFly_ash.
2.2.2. Komposisi kimia dan karakteristik abu terbang
Ukuran dan bentuk karakteristik dari partikel abu terbang sangat bergantung pada tempat asal dan kesamaan dari batubara, derajat penghancuran sebelum dibakar,
pembakaran yang merata dan sistem padat, berlubang atau bola. Pembakaran batubara dapat menghasilkan abu terbang dengan berbagai macam warna, hal ini sangat
bergantung pada suhu di dalam tungku pada saat pembakaran. Proses pembakaran ini memiliki peranan paling penting terhadap mutu abu terbang yang dihasilkan. Abu
terbang akan berwarna kehitam-hitaman apabila suhu pada saat pembakaran kurang dari 1000
o
C pembakaran tidak sempurna dan akan berwarna abu-abu apabila pembakaran tersebut dilakukan pada suhu 1000
o
C pembakaran sempurna. Perbedaan ini disebabkan adanya kandungan karbon yang belum terbakar .
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Komposisi kimia dari batubara dan abu terbang hasil pembakaran batubara
U n
su r Ma
k ro
Unsur Batubara Abu
terbang Unsur
Batubara Abu
terbang Al
1,65 15,0
C 73,2
4,3
Ca 0,14
1,2 Fe
0,51 4,7
K 0,17
1,5 Mg
0,08 0,7
N 1,6
0,3 Na
0,04 0,4
P 0,01
0,10 S
0,7 0,1
Si
2,82 25,7
Ti
0,08 0,8
U ns
ur r
eni k
m
g kg
As 3,7
34 B
43 163
Ba 158
1438 Cd
0,10 0,9
Co 5,8
52 Cr
14,4 131
Cu 16,6
151 Ga
2,0 18
Hg
0,16 0,23
La
7,6 69
Mn 46
415 Mo
3,0 27
Ni
11 98
Pb
8,5 77
Rb 9,2
84 Se
2,2 13
Sr 107
971 Th
2,9 26
U 1,5
13 V
29 262
Y -
-
Zn
24 218
Tripathi.S.M.,2003
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Dampak abu terbang terhadap lingkungan
Sisa hasil pembakaran batubara menghasilkan abu terbang dan abu dasar. Persentase abu yang dihasilkan adalah abu terbang 80-90 dan abu dasar 10-20. Butiran
abu terbang jauh lebih kecil daripada abu dasar, sehingga lebih berpotensi menimbulkan pencemaran udara, sedangkan abu dasar masih mempunyai nilai kalori,
sehingga masih dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan bakar.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999, abu batubara diklasifikasikan sebagai limbah B-3
sehingga penanganannya harus memenuhi kaidah-kaidah tersebut. Penanganan yang direkomendasikan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 dan Peraturan
Pemerintah nomor 85 tahun 1999 adalah solidifikasi dimana dengan proses tersebut limbah B-3 dalam abu batubara dapat menjadi stabil dan dapat dimanfaatkan sebagai
produk yang aman bagi kesehatan dan lingkungan.
Pemanfaatan limbah B-3 adalah kegiatan penggunaan kembali reuse, daur ulang recycle, dan perolehan kembali recovery yang bertujuan untuk mengubah
limbah B-3 menjadi produk yang dapat digunakan dan harus aman terhadap lingkungan.
• Reuse adalah penggunaan kembali limbah B-3 dengan tujuan yang sama tanpa
melalui proses tambahan secara fisika, kimia, biologi, ataupun secara termal. •
Recycle adalah proses mendaur ulang komponen-komponen yang bermanfaat, melalui proses tambahan secara fisika, kimia, biologi, atau secara termal untuk
menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang berbeda •
Recovery adalah perolehan kembali komponen- komponen yang bermanfaat secara fisika, kimia, biologi, ataupun secara termal
Limbah bahan berbahaya dan Beracun B-3 adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup
lainnya, Penghasil limbah B-3 tidak boleh membuang limbah B-3 yang dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
tersebut secara langsung ke media lingkungan tanpa pengelolaan terlebih dahulu, dan juga tidak boleh melakukan pengenceran untuk maksud menurunkan konsentrasi
racun dan zat berbahaya B-3, karena pada hakekatnya pengenceran tidak mengurangi beban pencemaran yang ada, dan tetap sama dengan sebelum dilakukan pengenceran.
Pengenceran tidak akan menghilangkan sifat berbahaya dan beracunnya limbah B-3 tersebut.
Proses pengolahan limbah B-3 dapat sengan cara fisika dan kimia, insenerasi, dan solidifikasi stabilisasi. Proses pengolahan secara fisika dan kimia dimaksudkan
untuk mengurangi sifat racun dalam limbah B-3 menjadi tidak berbahaya lagi. Proses pengolahan secara insenerasi dimaksudkan untuk menghancurkan limbah B-3 dengan
cara pemanasan pada suhu yang tinggi untuk dijadikan senyawa yang mempunyai sifat tidak mengandung B-3 lagi. Proses solidifikasi stabilisasi pada prinsipnya adalah
mengubah sifat fisika dan kimia limbah dengan cara menambahkan bahan mengikat cement untuk membentuk senyawa dengan struktur yang kompak, agar pergerakan
limbah B-3 terbatasi, daya larut diperkecil sehingga daya racunnya berkurang sebelum limbah B-3 tersebut dimanfaatkan kembali. Munir, 2008
2.3. Elemen mayor,minor, dan elemen renik dalam abu terbang serta analisisnya