tersebut secara langsung ke media lingkungan tanpa pengelolaan terlebih dahulu, dan juga tidak boleh melakukan pengenceran untuk maksud menurunkan konsentrasi
racun dan zat berbahaya B-3, karena pada hakekatnya pengenceran tidak mengurangi beban pencemaran yang ada, dan tetap sama dengan sebelum dilakukan pengenceran.
Pengenceran tidak akan menghilangkan sifat berbahaya dan beracunnya limbah B-3 tersebut.
Proses pengolahan limbah B-3 dapat sengan cara fisika dan kimia, insenerasi, dan solidifikasi stabilisasi. Proses pengolahan secara fisika dan kimia dimaksudkan
untuk mengurangi sifat racun dalam limbah B-3 menjadi tidak berbahaya lagi. Proses pengolahan secara insenerasi dimaksudkan untuk menghancurkan limbah B-3 dengan
cara pemanasan pada suhu yang tinggi untuk dijadikan senyawa yang mempunyai sifat tidak mengandung B-3 lagi. Proses solidifikasi stabilisasi pada prinsipnya adalah
mengubah sifat fisika dan kimia limbah dengan cara menambahkan bahan mengikat cement untuk membentuk senyawa dengan struktur yang kompak, agar pergerakan
limbah B-3 terbatasi, daya larut diperkecil sehingga daya racunnya berkurang sebelum limbah B-3 tersebut dimanfaatkan kembali. Munir, 2008
2.3. Elemen mayor,minor, dan elemen renik dalam abu terbang serta analisisnya
Unsur mayor dalam batubara adalah Al, Si, K, Na, Ca, Mg, Fe, P dan Ti.Haraldsson,2004. Oksida mayor yang terdapat pada abu terbang adalah SiO
2
, Al
2
O
3
, CaO, dan Fe
2
O Bingol.D,2004. Elemen renik yang terkandung dalam abu
terbang adalah As, Ba, Cr, Hg, Mo, Ni, Pb, Se, V dan Cu Brown W dan elemen minor yang terdapat dalam abu terbang adalah Cd, Co, Mn, Sb, dan
ZnHaraldsson,2004.
Analisis unsur makro membutuhkan analisis residu abu pada temperatur tinggi, sama seperti penentuan unsur utama dalam batu- batuan silikat. Berdasarkan
penelitian yang telah ada, penentuan kadar elemen dalam abu batubara dapat dilakukan dengan cara membakar sampel, dan kemudian ditambahkan litium
tetraborat yang diikuti dengan metode analisis dengan Spektrofotometri Serapan Atom SSA. Umumnya, elemen dari abu terbang batubara adalah Si, Al, Fe, Ti, Ca, Mg,
Universitas Sumatera Utara
Na, K, P, dan S. Penggunaan metode pembakaran campuran telah dibahas sebelumnya, penggunaan litium metaborat untuk abu terbang dengan kadar silika yang
tinggi, dan pencampuran dengan litium tetraborat apabila abu terbang mengandung oksida besi yang tinggi.
Metode spektrofotometri serapan atom adalah metode yang paling umum digunakan dalam analisa abu terbang, tetapi hanya dapat menentukan satu elemen
dalam setiap penentuan. Penentuan multi-elemen menggunakan Inductively coupled plasma- atomic emission spectrometry ICP-AES telah dibahas, sehingga untuk
analisis semua elemen- elemen yang terkandung dalam abu terbang batubara dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dibanding metode SSA Lindahl, 1998.
Penentuan elemen renik dalam abu terbang hanya dapat ditentukan apabila elemen renik yang terkandung tidak mengalami penguapan selama proses pengabuan.
Pembakaran untuk penentuan elemen ini dapat dilakukan pada suhu 500
o
C, untuk penentuan kadar Be, Cu, Cr, Mn, Ni, V, Pb, dan Zn dengan spektrofotometri serapan
atom. Walaupun dengan metode SSA nyala dapat diperoleh hasil yang memuaskan untuk penentuan kadar elemen- elemen yang telah disebutkan diatas, tetapi banyak
abu batubara yang mengandung kadar Pb dan V dengan jumlah yang lebih rendah sehingga kuantisasinya menjadi susah dan tidak akurat. Metode alternatif lain untuk
penentuan elemen renik dalam abu terbang digunakan ICP-OES, dengan tingkat ketelitian yang tinggi, dan waktu yang diperlukan untuk analisa dengan ICP-AES
lebih singkat, sehingga dapat menghemat waktu analisa Lindahl,1998.
Apabila komponen anorganik yang terkandung dalam batubara tidak menguap selama proses pengabuan, maka penentuan kadar elemen dalam abu terbang dengan
cara diatas dapat dilakukan. Tetapi untuk beberapa elemen seperti Na, Sn dan Cd akan
menguap selama proses pengabuan. Oleh karena itu, digunakan metode wet ashing
pengabuan basah , dengan menggunakan campuran dari asam perklorat HClO
4
dan asam pekat lainnya untuk melarutkan, wet ashing akan mengurangi menguapnya
komponen renik, mayor, dan minor, tetapi pada umumnya laboratorium untuk analisis batubara menghindari penggunaan perklorat, karena asam perklorat merupakan bahan
yang amat berbahaya. Penggunaan dari campuran nitrat-asam perklorat dan bom
Universitas Sumatera Utara
oksigen dalam analisis batubara akan mengeliminasi hilangnya kuantisasi elemen akibat adanya penguapan dari preparasi sampel Lindahl,1998.
Penentuan Alumina dan Silika dapat ditentukan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom, dan digunakan pelarut HF
3
-H
3
BO
3
untuk mencegah adanya gangguan dari komponen mayor lainnya. Campuran dari HF
3
-H
3
BO
3
juga meningkatkan sinyal absorpsi silika yang relatif pada sistem udara. Metode ini
menunjukkan ketelitian dan keakuratannya untuk senyawa batu-batuan Brecque, 1979.
Penentuan elemen mayor dan minor, dapat dilakukan dengan cara destruksi basah dalam kondisi tertutup dengan variasi pelarut dari HNO
3
, H
2
O
2
, HF, HCl, dan HClO
4
yang dipanaskan dengan microwave, dengan atau tanpa netralisasi dengan H
3
BO
3
. Destruksi dengan HNO
3
H
2
O
2
HF diikuti dengan netralisasi dengan H
3
BO
3
untuk penentuan elemen mayor, dan destruksi dengan HNO
3
H
2
O
2
HF untuk penentuan elemen minor Haraldsson, 2004.
Metode penetuan kadar Cr, Pb, Zn, Co, Ni, dan Mn dapat diketahui dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom. Sampel abu terbang kering
0.3 g dicampurkan dengan 5mL HNO
3
dan 2ml HF, yang kemudian dilebur pada suhu 180
o
C. Hasil leburan kemudian disaring, dan filtrat yang diperoleh diencerkan dalam labu takar 50mL, yang kemudian dianalisis dengan SSA untuk mengetahui
kandungan kadar logam dalam abu terbang Sushil,S. 2005
Analisa elemen yang terkandung pada abu terbang umumnya dipersiapkan dengan menggunakan metode destruksi dengan asam kuat. Untuk sampel anorganik,
batu-batuan, hasil tambang, tanah, dan mineral umumnya menggunakan asam kuat dan campuran beberapa asam yang paling sesuai dengan jenis logam yang ingin
dianalisa. Campuran sampel dengan asam nitrat, perklorat, dan HF didihkan hingga kering dan terbentuk butiran- butiran putih, didinginkan, dan kemudian diencerkan.
Untuk kelarutan yang lebih tinggi, campuran asam kuat dan agen pengoksidasi HF dapat digunakan. Asam sulfat dengan hidrogen peroksida merupakan salah satu
contoh pengoksidasi yang kuat Mitra,S.2003.
Universitas Sumatera Utara
SSA dapat digunakan untuk penentuan logam Cd, Co, Cr, Cu, Mn, Ni, Pb, V, dan Zn secara kuantitatif. Destruksi dengan menggunakan asam nitrat dan akuaregia
dan pemanasan dalam microwave menghasilkan kelarutan yang kurang sempurna dari sampel. Tingkat kelarutan yang tinggi dan lebih baik dihasilkan ketika sejumlah kecil
HF ditambahkan pada sampel. Marco,A.2007
2.4. Toksinitas logam Kobalt dan Nikel