24
menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa tepat dan biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat.
Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk mengetahui tentang : a. Tingkat kepadatan lalat
b. Sumber-sumber tempat berkembang biaknya lalat c. Jenis-jenis lalat
Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang berdekatan dengan kehidupan kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia, antara
lain Depkes RI, 1992 : a. Pemukiman penduduk
b. Tempat-tempat umum pasar, terminal, rumah makan, hotel, dan sebagainya. c. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Sementara TPS sampah yang berdekatan
dengan pemukiman. d. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Akhir TPA sampah yang berdekatan dengan
pemukiman. Untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat di suatu wilayah dilakukan dengan
cara mengukur angka kepadatan lalat. Pengukuran populasi lalat hendaknya dapat dilakukan pada :
- Setiap kali dilakukan pengendalian lalat sebelum dan sesudah - Memonitoring secara berkala, yang dilakukan sedikitnya 3 bulan sekali.
2.6. Fly-grill
Universitas Sumatera Utara
25
Fly-grill dapat dibuat dari bilah-bilah kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya
1cm dengan panjang masing-masing 80 cm sebanyak 16-24 buah dan dicat warna putih. Bilah-bilah yang telah disiapkan dibentuk berjajar dengan jarak 1-2 cm pada
kerangka kayu yang telah disiapkan dan pemasangan bilah kayu pada kerangka sebaiknya memakai sekrup sehingga dapat dibongkar pasang. Fly-grill dipakai untuk
mengukur kepadatan lalat dengan cara meletakkan Fly-grill ditempat yang akan diukur kepadatan lalatnya, lalu dihitung jumlah lalat yang hinggap diatas fly-grill itu
dengan menggunakan alat penghitung hand counter selama 30 detik. Sedikitnya pada setiap lokasi dilakukan 10 kali perhitungan kemudian dari 5 kali hasil
perhitungan lalat yang tertinggi dibuar rata-ratanya dan dicatat dalam kartu hasil perhitungan Depkes RI, 1991.
Angka rata-rata itu merupakan petunjuk indeks populasi pada satu lokasi tertentu. Sedangkan sebagai interpretasi hasil pengukuran indeks populasi lalat pada
setiap lokasi atau blok grill adalah sebagai berikut : a.
0 – 2 : rendah atau tidak menjadi masalah b.
3 – 5 : sedang dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-
tempat berkembang biakan lalat . c.
6 – 20 : tinggipadat dan perlu pengamanan terhadap tempat-tempat berkembangbiakan lalat dan bila mungkin direncanakan
upaya pengendaliannya.
Universitas Sumatera Utara
26
d. 21 : sangat tinggisangat padat dan perlu dilakukan
pengamanan terhadap tempat-tempat berkembangbiaknya
lalat dan tindakan pengendalian lalat Depkes RI, 1991. Adapun bentuk fly grill dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1. Fly Grill
2.7. Pengertian Limbah Padat
Limbah padat adalah sesuatu yang tidak terpakai dan berbentuk padatan atau semipadatan. Limbah padat merupakan campuran dari berbagai bahan, baik yang
tidak berbahaya seperti sisa makana maupun yang berbahaya seperti limbah bahan berbahaya dan beracun B
3
yang berawal dari industri Mubarak dan Chayatin, 2009
2.7.1. Jenis-jenis sampah
Menurut Notoatmodjo 2007, jenis-jenis sampah ialah : a. Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya :
- Sampah an-organik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya : logambesi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya.
- Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya : sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
27
b. Sampah berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar - Sampah yang mudah terbakar, misalnya karet, kertas, kayu, dan sebagainya.
- Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng bekas, besilogam bekas, dan sebagainya.
c. Sampah berdasarkan karakteristiknya - Garbage, yaitu jenis sampah hasil pengolahanpembuatan makanan yang umumnya
mudah membusuk yang berasal dari rumah tangga, pasar, restoran, hotel, dan sebagainya.
- Rabish, sampah yang berasal dari perkantoran baik yang mudah terbakar maupun yang tidak mudah terbakar.
- Ashes Abu, yaitu sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar, termasuk abu rokok.
- Sampah jalanan steet sweeping, yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan. - Sampah industri.
- Bangkai binatang dead animal. - Bangkai kendaraan abandoned vehicle
- Sampah pembangunan construction waste
2.7.2. Sumber-sumber sampah
Adapun sumber-sumber sampah sebagai berikut Notoatmodjo, 2007. a. Sampah yang berasal dari pemukiman
Universitas Sumatera Utara
28
Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti : sisa makanan, kertasplastik
pembungkus makanan, daun, dan lain-lain. b. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik,
botol, daun, dan sebagainya. c. Sampah yang berasal dari perkantoran
Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering, dan
mudah terbakar.
d. Sampah yang berasal dari jalan raya Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari kertas,
kardus, debu, batu-batuan, pasir, daun, palstik, dan sebagainya. e. Sampah yang berasal dari industri
Sampah dari proses industri ini misalnya sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, kaleng, dan sebagainya.
f. Sampah yang berasal dari pertanianperkebunan Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sis
sayur-mayur, dan sebagainya. g. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan
Universitas Sumatera Utara
29
Sampah ini dapat berupa kotoran ternak, sisa makanan ternak, bangkai binatang, dan sebagainya.
2.8. Pengaruh Pengelolaan Limbah Padat
Limbah padat dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terutama bila mengandung mikroorganisme patogen ataupun bahan berbahaya dan beracun. Pada
proses pembusukan, pembakaran, dan pembuangan limbah padat biasanya menghasilkan gas-gas yang dapat mengganggu kesehatan maupun mengganggu
estetika. Limbah padat yang tidak disimpan dengan baik dapat menjadi sarang vektor penyakit seperti tikus dan lalat. Vektor ini dapat menyebarkan penyakit pada manusia
Mubarak dan Chayatin, 2009. Menurut Kusnoputranto 1996, pengaruh pengelolaan limbah padat terbagi
atas pengaruh positif dan negatif.
2.8.1. Pengaruh Positif dari Pengelolaan Limbah Padat
Pengelolaan limbah padat sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif terhadap masyarakat serta lingkungannya.
Manfaat positif tersebut dapat berupa Kusnoputranto, 1996 : 1.
Sampah dipergunakan untuk menimbun tanah yang kurang baik tanah rendah, rawa-rawa, dll.
2. Pemanfaatan sampah untuk pupuk sangat bermanfaat untuk menyuburkan tanah
serta memperbaiki kondisi tanah.
Universitas Sumatera Utara
30
3. Sampah dapat juga dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, dengan melalui
proses pengolahan yang telah ditentukan lebih dahulu sebelum diberikan kepada ternak.
4. Sampah ataupun benda-benda yang dibuang dapat diambil kembali untuk
dimanfaatkan lagi untuk kegunaan yang lain. Ataupun bahan-bahan yang ada dalam sampah diambil kembali untuk diolah secara fisik, kimia dan biologi
sehingga menghasilkn barang-barang baru untuk kebutuhan hidup manusia. Manfaat lain adalah :
1. Berkurangnya tempat untuk berkembang biaknya serangga dan binatang pengerat
sehingga dengan demikian diharapkan kepadatan populasi vektor-vektor penyakit berkurang.
2. Berkurangnya incidence penyakit-penyakit yang erat hubungannya dengan
pengelolaan sampah misalnya penyakit jamur, penyakit-penyakit yang penularannya melalui serangga misalnya penyakit saluran pencernaan dan lain-
lain. 3.
Keadaan estetik lingkungan udara, air, tanah lebih saniter sehingga menumbuhkan kegairahan hidup masyarakat, serta adanya rasa nyaman.
4. Keadaan lingkungan yang saniter akan dapat mencerminkan keadaan sosial
budaya terutama terhadap touris-touris luar negeri.
2.8.2. Pengaruh Negatif dari Pengelolaan Limbah Padat
Universitas Sumatera Utara
31
Pengelolaan limbah padat sampah yang kurang baik akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap masyarakat dan lingkungannya. Adapun pengaruh-
pengaruh tersebut sebagai berikut Kusnoputranto, 1996 .
2.8.2.1. Terhadap Kesehatan
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menyediakan tempat yang baik bagi vektor-vektor penyakit yaitu serangga dan binatang-binatang pengerat untuk
mencari makanan dan berkembang biak dengan cepat sehingga mengakibatkan incidence penyakit tertentu.
1. Penyakit saluran pencernaan diare, kholera, thypus dll dapat meningkatkan
angka kesakitan karena banyaknya lalat yang hidup berkembang biak dilingkungannya, terutama ditempat-tempat sampah.
2. Penyakit demam berdarah dapat meningkat karena banyaknya vektor penyakit
Aedes Aegipty yang hidup berkembang biak dilingkungan yang pengelolaan sampahnya kurang baik banyak kaleng-kaleng dengan genangan air.
3. Banyaknya incidence penyakit jamur penyakit kulit atau parasit-parasit lain
dimasyarakat yang penyebab penyakitnya hidup dan berkembang biak ditempat pengumpulan dan pembuangan sampah yang kurang baik. Penularannya baik
secara langsung maupun tidak langsung. 4.
Adanya penyakit-penyakit yang ditularkan melalui binatang, misalnya Taenia cacing pita. Hal ini dapat terjadi bila sampah untuk makanan ternak tidak melalui
pengolahan yang telah ditentukan sehingga sisa-sisa makananpotongan garbage
Universitas Sumatera Utara
32
yang masih mengandung bibit penyakit ikut terus didalam mata rantai penularan sapi, babi.
5. Potongan besi, kaleng, seng serta pecahan-pecahan beling dapat menyebakan
kasus kecelakaan pada pekerja atau masyarakat.
2.8.2.2. Terhadap Lingkungan
1. pengelolaan sampah yang kurang baik akan menyebabkan estetika lingkungan
yang kurang sedap dipandang mata. 2.
Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme menghasilkan gas-gas tertentu yang dapat menyebabkan timbulnya bau busuk. Apabila kualitas bau busuk
tersebut cukup tinggi, maka dapat mengganggu estetika serta kesegaran udara lingkungan masyarakat.
3. Adanya debu-debu yang beterbangan, dapat mengganggu penglihatan serta
pernapasan. 4.
Apabila terjadi proses pembakaran dari sampah sengaja ataupun tidak maka asapnya dapat mengganggu pernapasan, penglihatan dan penurunan kualitas udara
karena ada asap di udara. 5.
Apabila konsentrasi debu, asap, gas-gas yang timbul karena pengelolaan sampah padat telah melewati standard kualitas udara maka dapat pula terjadi peristiwa
pencemaran udara. 6.
Kebakaran sampah dapat menyebabkan kebakaran yang lebih luas serta dapat juga mengenaimembakar harta benda pnduduk sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
33
7. Pembungan sampah ke saluran-saluran akan menyebabkan estetika yang
terganggu, menyebakan pendangkalan saluran serta mengurangi kemampuan daya aliran saluran, sehingga pengerukan seyogyanya harus dilakukan.
8. Apabila musim hujan tiba maka saluran yang daya alirannya sudh menurun akan
terjadi luapan dari air hujan yang harus di alirkan sehingga banjir tak dapat dihindari lagi.
9. Pembuangan sampah ke selokan-selokan atau badan-badan air akan menyebabkan
terjadinya pengotoran badan-badan air tersebut juga hasil-hasil dekomposisi biologis yang berupa cairan-cairan organik juga dapat mengotori bahkan
mencemari air permukaan ataupun air tanah dangkal.
2.8.2.3. Terhadap Keadaan Sosial Masyarakat
1. Pengelolaan sampah yang kurang baik pada suatu masyarakat akan dapat
mencerminkan status keadaan sosial masyarakat di daerah tersebut. 2.
Keadaan lingkungan yang kurang saniter, kurang estetika akan menurunkan hasrat orang laintouris untuk berkunjung ke daerah tersebut.
3. Dapat menyebabkan perselisihan pada suatu daerah karena pengelolaan sampah
yang kurang baik, misalnya adanya timbulan-timbulan sampah yang mngganggu penduduk sekitar maka dapat terjadi perselisihan antara pembuang sampah dengan
penduduk sekitarnya.
2.8.2.4. Terhadap Perekonomian DaerahNasional
1. Pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan banyaknya tenaga kerja
produktif yang menderita sakit atau gairah kerja yang berkurang, serta
Universitas Sumatera Utara
34
kenyamanan dan ketentraman hidup berkurang maka produksi daerah atau negara juga dapat menurun.
2. Banyaknya penduduk yang tidak sehat dan terjadi kerusakan lingkungan akan
memerlukan pengobatan dan perbaikan lingkungan yang artinya diperlukan dana dana untuk perbaikan dan pelaksanaan program pengobatan yang semestinya dapat
dialihkan pada sektor-sektor produktif yang lain. 3.
Penelolaan sampah yang kurang baik akan dapat merusak lingkungan, menurunkan kualitas lingkungan dan sumber alam, sehingga menurunkan mutu
produksi yang berasal dari sumber alam tersebut. 4.
Pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan kemacetan-kemacetan lalu lintas, sehingga menghambat transportasi barang dan jasa.
2.9. Pengelolaan Limbah Padat
Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbunan, penyimpanan sementara, pengumpulan,
pemindahanpengangkutan, pemprosesan, dan pembuangan sampah dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat seperti
teknik engineering, perlindungan alam conversation, keindahan dan pertimbangan-pertimbangan lingkungan lainnya Mubarak dan Chayatin, 2009.
Menurut Mubarak 2009, tahap pengelolaan sampah padat, yaitu : 1.
Tahap pengumpulan dan penyimpanan Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tahap pengumpulan dan penyimpanan.
Pertama, penyimpanan sementara Notoadmodjo, 2007 meliputi:
Universitas Sumatera Utara
35
a. Konstruksinya kuat agar tidak mudah bocor.
b. Tidak berserakan sampahnya.
c. Mempunyai tutup, mudah dibuka.
d. Dikosongkan isinya serta dibersihkan, sangat dianjurkan agar tutup sampah
ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan. e.
Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh satu orang.
Kedua, untuk membangun suatu depo, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain dibangun di atas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan
setinggi kendaraan pengakut sampah, memiliki dua pintu, dan memiliki dua ventilasi. Ada kran air untuk membersihkan, tidak menjadi tempat tinggalsarang lalat dan
tikus, serta mudah dijangkau oleh masyarakat. Ketiga, pengumpulan sampah padat dilakukan dengan dua metode, yaitu
a. Sistem duet
Tempat smpah kering dan basah. b.
Sistem trio Tempat sampah basah, kering dan tidak mudah terbakar.
2. Tahap Pengangkutan
Cara pengangkutan di daerah perkotaan dengan pedesaan berbeda. Di kota umumnya ada petugas khusus yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
setempat yang didukung oleh partisipasi masyarakat penghasil sampah, khususnya
Universitas Sumatera Utara
36
menyangkut pembiayaan. Sedangkan di daerah pedesaan umumnya dapat dikelola oleh masing-masing keluarga.
3. Tahap pengelolaan dan pemusnahan
Tahapan ini dapat dilakukan dengan dua metode. a.
Metode yang memuaskan Sanitary landfill ditanam, yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang
di tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah. Incenerator dibakar, yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di
dalam tungku pembakaran khusus. Composting dijadikan pupuk, mengelola sampah menjadi pupuk kompos
khususnya sampah organik daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain yang mudah membusuk. Tahap-tahap dalam pembutan kompos dimulai dengan
memisahkan benda-benda yang tidak dapat dipakai sebagai pupuk, penghancuran sampah menjadi partikel-partikel yang kecil, penyampuran sampah dengan
memerhatikan kadar karbon dan nitrogen yang paling baik, penempatan sampah dalam galian tanah yang tidak begitu dalam, serta pembolak-balikan sampah 4-5
kali selama 15-21 hari agar pupuk dapat terbentuk dengan baik.
b. Metode yang tidak memuaskan
Open dumping yaitu pembuangan sampah yang dilakukan secara terbuka. Hal ini akan menjadi masalah jika sampah yang dihasilkan adalah sampah organik
Universitas Sumatera Utara
37
yang membusuk dapat menimbulkan gangguan pembaun dan estetika serta menjadi sumber penularan penyakit.
Dumping in water, yaitu pembuangan sampah ke dalam air. Hal ini akan dapat mengganggu rusaknya ekosistem air, air akan menjadi kotor, warnanya
berubah, dan menimbulkan sumber penyakit yang ditularkan melalui air water borne disease.
Burning on premisesindividual inceneration, yaitu pembakaran sampah dilakukan di rumah-rumah tangga.
2.10. Pengertian Diare