BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan pasar tradisional mulai tersaingi atau bahkan tergeser oleh adanya bisnis eceran modern. Bisnis eceran
atau biasa disebut dengan pedagang eceran semakin terasa keberadaannya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Berbagai macam pusat perbelanjaan eceran
bermunculan dengan bermacam bentuk dan ukuran. Salah satu bentuk pusat perbelanjaan eceran adalah department store Suryandari, 2003.
Department store merupakan salah satu jenis toko pengecer ritel yang menyediakan variasi produk belanja dan produk-produk khusus secara luas,
termasuk pakaian, kosmetik, peralatan rumah tangga, alat-alat rumah tangga dan mebel. Pembelian biasanya dilakukan di masing-masing bagian yang diperlakukan
sebagai pusat pembelian terpisah agar ekonomis dalam promosi, pembelian, pelayanan, dan pengawasan. Masing-masing bagian biasanya dikepalai oleh
seorang buyer, yang tidak saja memilih produk dagangan untuk bagiannya tetapi juga bertanggung jawab atas keseluruhan promosi dan personil Lamb, Hair dan
McDaniel, 2001. Suatu department store menyediakan berbagai macam produk secara luas.
Hal ini menjadi salah satu daya tarik department store sehingga banyak konsumen yang berbelanja di department store Richert, Meyer dan Haines, 1962.
Pembelanja department store akan lebih konsen terhadap kualitas dari barang
Universitas Sumatera Utara
dagangan, derajat kemudahan berbelanja, dan kepuasan setelah transaksi Lamb, Hair dan McDaniel, 2001.
Proses pengambilan keputusan membeli khususnya dalam hal jumlah pencarian informasi yang dilakukan oleh konsumen berhubungan dengan tipe toko
dimana konsumen berbelanja. Pembeli di department store lebih memiliki pengetahuan, memiliki lebih banyak pengalaman, membaca lebih banyak
mengenai produk yang akan dibeli, mengunjungi lebih banyak toko dan mencari saran dari teman atau orang-orang di sekitarnya Loudon dan Bitta, 1984.
Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang
ditawarkan. Stanton 1997 mengemukakan keputusan membeli sebagai proses dalam pembelian nyata setelah melalui tahap-tahap sebelumnya. Setelah
melakukan evaluasi atas sejumlah alternatif maka konsumen dapat memutuskan apakah suatu produk akan dibeli atau diputuskan untuk tidak dibeli sama sekali.
Awater dalam setiadi, 2003 mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai kegiatan mengumpulkan informasi tentang alternatif yang relevan dan
membuat pilihan yang sesuai. Proses keputusan konsumen merupakan hal penting yang dilakukan
konsumen dalam membeli suatu produk. Hal ini dikarenakan dalam proses tersebut memuat berbagai langkah yang terjadi secara berurutan sebelum
konsumen mengambil keputusan Engel, 1994. Proses pengambilan keputusan melibatkan tiga tahapan, antara lain : input,
proses, dan output. Tahapan input mempengaruhi rekognisi terhadap kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
produk dan terdiri dari dua sumber utama, yaitu usaha pemasaran perusahaan produk, tempat, harga, dan promosi dan pengaruh sosioekternal konsumen
keluarga, teman, tetangga, kelas sosial, budaya. Tahapan proses fokus terhadap bagaimana konsumen membuat keputusan yang mencakup faktor psikologis
motivasi, persepsi, belajar, kepribadian, dan sikap. Mempengaruhi rekognisi terhadap kebutuhan, pencarian alternatif sebelum pembelian, dan evaluasi
alternatif. Tahapan output merupakan pembelian dan perilaku setelah pembelian Schiffman dan Kanuk, 2004.
Secara umum, konsumen mengikuti proses pengambilan keputusan ketika membeli suatu produk. Tahapan proses pengambilan keputusan membeli antara
lain : pengenalan kebutuhaan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan membeli, konsumsi, dan perilaku pascapembelian Engel, 1995.
Proses pengambilan keputusan pembelian suatu barang atau jasa akan melibatkan berbagai pihak, sesuai dengan peran masing-masing. Peran yang
dilakukan tersebut antara lain: Initiator, adalah individu yang mempunyai inisiatif pembelian barang tertentu; Influencer, adalah individu yang berpengaruh terhadap
keputusan membeli. Informasi mengenai kriteria yang diberikan akan dipertimbangkan baik secara sengaja atau tidak; Decider, adalah yang
memutuskan apakah akan membeli atau tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya; Buyer, adalah individu yang melakukan transaksi pembelian
sesungguhnya; User, yaitu individu yang menggunakan produk atau jasa yang dibeli Loudon dan Bitta, 1993.
Universitas Sumatera Utara
Proses pengambilan keputusan konsumen tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
konsumen, antara lain faktor budaya, faktor sosial, faktor individu dan faktor psikologis. Faktor budaya mencakup budaya dan nilai, subbudaya dan kelas
sosial. Faktor sosial menunjukkan interaksi sosial antara konsumen dan sekelompok orang yang memiliki pengaruh, seperti pada referensi kelompok,
opini para pemimpin dan para anggota keluarga. Faktor individu mencakup jenis kelamin, umur, keluarga dan daur hidup keluarga, pribadi, konsep hidup, serta
gaya hidup. Faktor psikologis menentukan bagaimana menerima dan berinteraksi dengan lingkungan dan berpengaruh pada keputusan yang diambil oleh
konsumen. Faktor psikologis mencakup persepsi, motivasi, pembelajaran, keyakinan dan sikap Lamb, Hair dan McDaniel, 2001.
Kottler 1997 menyatakan bahwa ada dua kepentingan utama yang diperhatikan oleh konsumen dalam memutuskan pembelian suatu produk, antara
lain: Pertama, keputusan pada ketersediaan dan kegunaan suatu produk. Konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu produk, jika produk yang
ditawarkan tersebut tersedia dan bermanfaat baginya. Kedua, keputusan pada hubungan dari produk atau jasa. Konsumen akan memutuskan untuk membeli
suatu produk jika produk tersebut mempunyai hubungan dengan yang diinginkan konsumen.
Rangsangan dalam toko juga memiliki pengaruh terhadap keputusan membeli. Menurut Assael 1998 rangsangan dalam toko merupakan hal yang
penting dalam mempengaruhi keputusan membeli yang dilakukan oleh konsumen
Universitas Sumatera Utara
khususnya untuk pembelian yang tidak direncanakan. Hal ini menunjukkan bahwa situasi yang baik dalam toko dapat mempengaruhi konsumen dalam membuat
keputusan untuk melakukan pembelian. Dengan kata lain, situasi yang baik dapat menjadikan suatu rangsangan bagi konsumen untuk melakukan pembelian.
Lingkungan dalam toko memiliki peran yang sangat penting untuk menarik minat konsumen mengunjungi toko. Di samping itu, suasana dalam toko
yang baik dan menyenangkan ditambah dengan adanya pelayanan yang memuaskan akan melekat di benak konsumen yang berbelanja. Melalui
penyebaran informasi dari mulut ke mulut citra toko store image akan menjadi positif dan semakin baik di mata konsumen sehingga semakin besar pula
kemungkinan akan terjadi pembelian-pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya oleh konsumen. Konsumen yang memasuki toko memiliki kesan
tersendiri terhadap toko. Misalnya kesan terhadap harga produk, pelayanan yang diberikan oleh karyawan atau kesan terhadap barang yang ada. Setiap toko
berusaha untuk menciptakan citra yang baik di mata konsumen, karena citra konsumen terhadap toko pada akhirnya akan menimbulkan penilaian konsumen
akan keberadaan toko tersebut Wiyanto, 2002. Citra toko dianggap sebagai salah satu aset yang berharga bagi sebuah
usaha. Menurut Simamora 2003 seperti produk, sebuah toko juga mempunyai kepribadian. Bahkan beberapa toko mempunyai citra yang sangat jelas dalam
benak konsumen. Dengan kata lain citra toko adalah kepribadian sebuah toko. Kepribadian atau citra toko menggambarkan apa yang dilihat dan dirasakan oleh
konsumen terhadap toko tertentu. Citra toko dengan sendirinya akan mampu
Universitas Sumatera Utara
mendiferensiasikan sebuah toko sehingga positioning toko menjadi jelas. Positioning ini merupakan sebuah daya tarik bagi konsumen sehingga mau
berkunjung ke sebuah toko. Penciptaan citra toko menjadi penting karena berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh
Simamora 2003 bagi konsumen, kepribadian ini juga mewakili suatu gambaran yang utuh atas retailer. Oleh karena itu retailer harus mampu mengetahui dan
merancang apa yang mereka ingin konsumen lihat dan rasakan. Citra toko merupakan salah satu alat yang terpenting bagi retailer untuk menarik dan
memenuhi kepuasan konsumen. Konsumen menilai sebuah toko berdasarkan pengalaman mereka atas produk yang dijajakan oleh toko tersebut. Citra toko
memungkinkan beberapa toko akan membekas dalam ingatan konsumen. Kesan ini bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu kesan positif dan kesan negatif.
Menciptakan kesan positif konsumen terhadap suatu toko merupakan hal yang sangat penting. Dengan semakin maraknya bisnis ritel di Indonesia, maka
persaingan yang ketat di bisnis ritel tidak dapat terelakkan. Hal ini disebabkan semakin banyaknya bisnis ritel luar negeri yang memasuki pasar domestik.
Masuknya bisnis ritel dari luar negeri yang dikelola secara profesional menuntut bisnis ritel domestik untuk dikelola secara profesional agar mampu bersaing
dalam melayani konsumen. Persaingan untuk memperebutkan konsumen di bisnis ritel pun semakin ketat dengan semakin banyaknya pusat perbelanjaan domestik
yang bermunculan, pusat-pusat perbelanjaan harus bekerja sekeras mungkin untuk menarik konsumen dari pusat perbelanjaan lain sehingga diperlukan strategi yang
jitu untuk memperebutkan konsumen. Salah satu strategi agar suatu ritel mampu
Universitas Sumatera Utara
bersaing adalah dengan membangun citra yang baik di mata konsumen maupun publik, karena citra dapat mempengaruhi proses pembelian suatu produk atau jasa.
Oleh karena itu, citra menjadi faktor penting bagi keberhasilan pemasaran Suryandari, 2003. Dengan kondisi kompetitif ini, maka retailer harus mampu
menerapkan strategi ritel yang tepat. Salah satu strategi yang dapat dipergunakan adalah membangun citra toko. Citra toko di mata pengunjung dapat menjadi
stimuli untuk masuk ke dalam toko, yang berlanjut pada proses interaksi hingga pembelian Kusumowidagdo, 2005.
Citra suatu toko merupakan faktor fungsional dan faktor psikologis yang dirasakan oleh konsumen ketika berada di dalam toko Loudan dan Bitta, 1993.
Citra atau image merupakan hal yang penting bagi perusahaan, khususnya sebuah toko. Defenisi tentang citra toko yang lebih luas dikemukakan oleh Martineu
dalam Engel, Blackwell dan Miniard, 1995 yaitu cara sebuah toko didefenisikan di benak pembeli, sebagian oleh kualitas fungsionalnya dan sebagian lagi oleh
pancaran cahaya atribut psikologis. Citra department store dapat didefinisikan sebagai suatu kesan yang dimiliki oleh konsumen maupun publik terhadap suatu
department store sebagai suatu refleksi atas evaluasi department store yang bersangkutan.
Konsumen mempunyai kriteria evaluasi toko tertentu dalam pikiran konsumen dan membandingkan persepsi mereka pada karakteristik toko dan
sebagai hasil dari proses ini, toko dikategorikan dengan dapat diterima cocok dan tidak dapat diterima tidak cocok Loudon dan Bitta, 1993.
Universitas Sumatera Utara
Atribusi sebuah toko merupakan hal yang sangat penting. Ketika konsumen membuat keputusan pemilihan toko, hal ini tergantung pada tipe toko.
Atribusi suatu toko dapat membangkitkan minat konsumen untuk mengunjungi suatu toko. Minat berkunjung adalah keinginan seseorang untuk mendatangi suatu
tempat tertentu yang dapat memberikan kepuasan pada konsumen, atau paling tidak minat berkunjung menunjukkan intensitas dari sebuah keinginan dan rasa
penasaran pada diri seseorang. Minat berkunjung perlu mendapatkan perhatian karena untuk sebuah department store, maka kunjungan konsumen adalah awal
dari sebuah transaksi pembelian yang dilakukan konsumen. Jika sebuah department store mampu memberikan daya tarik tertentu pada konsumen
sehingga minat berkunjung konsumen semakin kuat, maka kemungkinan realisasi pembelian yang dilakukan konsumen semakin besar. Hal ini dikemukakan oleh
Mish dalam Handoko, 2006. Penentu pemilihan toko berhubungan dengan citra toko store image yang
dipengaruhi oleh kuatnya penarik. Akibatnya, pedagang membutuhkan pengertian tentang kriteria evaluasi konsumen yang digunakan dalam memilih toko, seberapa
penting masing-masing kriteria, citra konsumen tentang toko, dan bagaimana citra tersebut dibandingkan dengan citra ideal dan citra kompetitor Loudon dan Bitta,
1993. Karakteristik pembeli mempengaruhi citra toko. Citra toko pada gilirannya mempengaruhi pilihan toko dan produk akhirnya adalah pembelian pada toko
tersebut. Jika pengalaman masa lalu memuaskan, maka pilihannya akan bersifat kebiasaan, kecuali jika faktor-faktor lain telah berubah semenjak kunjungan
terakhir Engel, Blackwell, Miniard, 1995 .
Universitas Sumatera Utara
Dodds, Monroe dan Grewal dalam Schiffman dan Kanuk, 2004 menyatakan bahwa citra toko yang baik di mata konsumen menciptakan nama
toko yang baik pula. Citra toko merupakan persepsi terhadap toko. Jika persepsi konsumen positif terhadap toko maka akan menciptakan penerimaan kualitas yang
berlanjut kepada penerimaan nilai dan produk akhirnya adalah keinginan untuk membeli. Grewal dalam Heijen dan Verhagen, 2003 menyatakan bahwa terdapat
hubungan positif antara citra toko dan keputusan membeli. Kahl dalam Engel, 1995 menyatakan bahwa kelas sosial mempengaruhi
keputusan membeli. Ada beberapa aspek yang menentukan kelas sosial, antara lain : pekerjaan, pendidikan dan pendapatan. Orang yang berada pada status sosial
yang sama cenderung untuk berbagi keyakinan, nilai dan cara bertindak di antara sesama mereka serta memiliki perasaan yang lebih dekat. Nilai, keyakinan, dan
interaksi yang berkembang berpengaruh pada perilaku konsumen. Kelas sosial memprediksi bagaimana dan dimana seseorang akan berbelanja.
Berdasarkan pendapat
di atas peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sebagai
responden karena dipandang dari segi pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor demografis yang mempengaruhi keputusan membeli.
B. RUMUSAN MASALAH