9
D. FRAKSINASI DAN KRISTALISASI
Menurut Gunstone dan Padley 1997, fraksinasi merupakan proses thermomechanical di mana bahan dasar dipisahkan menjadi dua atau lebih fraksi. Proses ini dilakukan dalam dua tahap,
yaitu proses kristalisasi dengan cara mengatur kondisi suhu dan filtrasi dengan penyaringan. Proses fraksinasi dijelaskan oleh Winarno 1997 dengan mekanisme dimana lemak
didinginkan sehingga menyebabkan hilangnya panas dan memperlambat gerakan molekul. Jarak antar molekul menjadi lebih kecil. Pada jarak tertentu terjadi gaya van der Waals dimana radikal
asam lemak saling bertumpuk membentuk kristal yang spesifik tergantung jenis asam lemaknya dan terjadilah pemisahan. Fraksi kristal yang diperoleh mempunyai titik leleh yang lebih tinggi
daripada fraksi cair Moran Rajah 1994.
Mekanisme pembentukan kristal karena penurunan suhu diawali dengan melambatnya gerakan termal molekul-molekul minyak karena hilangnya panas. Kondisi ini menyebabkan jarak
antara molekul-molekulnya lebih kecil. Jika jarak antara molekul tersebut mencapai 5 Å, maka akan timbul gaya tarik menarik antar molekul yang disebut gaya van der Waals. Akibatnya,
asam-asam lemak dalam molekul minyak akan tersusun berjajar dan saling bertumpuk serta berikatan membentuk kristal. Kristal-kristal yang terbentuk ini berbeda sifat dan titik lelehnya.
Fardiaz et al. 1992 menambahkan bahwa gaya tarik menarik pada pembentukan kristal minyak tidak hanya oleh gaya van der Waals, tetapi juga karena adanya ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen
dapat menyebabkan molekul-molekul tertarik satu sama lain. Apabila rantai molekul minyak cukup panjang, maka daya tarik kumulatif dapat menyebabkan asam-asam lemak dalam molekul
minyak berjejer secara paralel membentuk kristal.
Pemadatan lemak akibat proses kristalisasi merupakan proses yang tidak sederhana. Parameter-parameter proses seperti suhu, gaya geser, agitasi, dan laju aliran produk sangat
menentukan terjadinya kristalisasi Man et al. 1989. Faktor-faktor tersebut juga menentukan bentuk struktur kristalin produk berlemak. Proses kristalisasi dari larutan membutuhkan kondisi
lewat jenuh supersaturation, dilanjutkan dengan kondisi lewat dingin supercooling, sehingga akan terjadi pembentukan inti nucleation dan pertumbuhan kristal crystal growth Lawler
Dimick 2002.
Proses kristalisasi mempunyai tahap yang berlanjut secara simultan. Tahap pertama adalah pembentukan partikel kecil, yang disebut dengan inti nucleid. Pembentukan inti terjadi saat
beberapa molekul lemak berkumpul membentuk agregat dan energi potensialnya turun sampai nilai minimum. Tahap kedua dalam proses kristalisasi adalah pertumbuhan inti. Inti kristal dapat
tumbuh menjadi kristal bila probabilitas molekul lemak untuk teradsorpsi di permukaan inti kristal cukup besar. Semakin besar agregat yang terbentuk, semakin rendah energi potensialnya dan
probabilitas untuk mengadsorpsi molekul lemak semakin besar. Minyak yang mengalami kristalisasi membentuk molekul yang rigid, beraturan, dan berbentuk tiga dimensi Fardiaz et al.
1992.
Kristalisasi terjadi dalam dua tahap, yaitu pendinginan cairan atau triasilgliserol yang dilelehkan untuk memicu terbentuknya inti kristal, yang memiliki bentuk dan ukuran tertentu yang
akan menentukan efisiensi separasi Krishnamurthy Kellens 1996. Suhu, waktu proses, dan pengadukan menjadi tiga faktor mendasar dalam pembentukan dan timbulnya sifat kristal Pahan
2007. Penurunan suhu menyebabkan komponen yang memiliki titik leleh tinggi menjadi super jenuh sehingga terpisah dari fase larutan. Pengadukan selama proses kristalisasi memfasilitasi
pembentukan kristal-kristal kecil. Selanjutnya, suhu rendah akan menyebabkan pengendapan yang meningkatkan pembentukan kristal-kristal yang lebih panjang Pahan 2007.
10 Kristalisasi dilakukan untuk membentuk struktur kristalin pada triasilgliserol yang
membuatnya padat solid. Ada tiga jenis strutur kristalin yang dikenal, yaitu struktur heksagonal bentuk kristal
, orthorhombic bentuk ’, dan triclinic bentuk Krishnamurthy Kellens
1996. Bentuk adalah bentuk yang tidak stabil dan bentuk merupakan bentuk yang paling
stabil. Namun tidak semua minyak atau lemak kristalnya stabil pada bentuk beta. Ada minyak atau lemak yang stabil pada bentuk kristal
’, seperti minyak sawit lebih stabil pada bentuk kristal ’.
Ketiga jenis struktur kristal ini berbeda dalam hal tingkat kristalisasi, stabilitas kristal yang dibentuk, dan energi aktivasi. Struktur heksagonal memiliki energi aktivasi terendah, tingkat
kristalisasi tertinggi, namun stabilitas kristal terendah. Stabilitas kristal struktur triclinic bentuk
paling tinggi diantara struktur lain namun tingkat kristalisasinya paling rendah dan energi aktivasinya paling tinggi. Struktur orthorhombic bentuk
’ memiliki tingkat kristalisasi, stabilitas
kristal, dan energi aktivasi yang medium Krishnamurthy Kellens 1996. Kristalisasi ditujukan untuk membentuk struktur kristalin orthorhombic bentuk
’ melalui
kontrol suhu dan pengadukan. Minyak sawit dipanaskan pada suhu 75 °C. Setelah itu kehomogenannya dijaga pada suhu 70 °C sebelum dikristalkan. Prinsipnya adalah menghancurkan
kristal yang terlanjur ada dan mengarahkan proses pada lingkungan crystallizer yang terkendali Pahan 2007. Minyak sawit didinginkan hingga suhu 5-10°C sambil dilakukan agitasi terkontrol
lalu dijaga selama beberapa waktu minimal 6 jam untuk memulai pembentukan dan stabilisasi kristal. Setelah stabilisasi, suhu minyak secara normal akan naik hingga sekitar 15 °C sehingga
menurunkan viskositasnya dan memudahakan separasi Krishnamurthy Kellens 1996.
Menurut Timms 1997, desain optimal untuk proses kristalisasi yang mencukupi harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Permukaan pendinginan cooling surface yang mencukupi, dengan ukuran tangki vessel
pada umumnya 2 m
2
m
3
; 3 – 4 m
2
m
3
2. Perbedaan suhu antara media pendingin dengan minyak tidak boleh terlalu besar, maksimal
3
o
C dan dianjurkan 1
o
C, walaupun perbedaan suhu ini dapat terjadi lebih tinggi pada periode awal pendinginan sebelum proses kristalisasi mulai terjadi, dan sangat bermanfaat
bila perbedaan suhu dapat divariasikan secara sistematis. 3.
Agitasi yang lambat namun efektif untuk membantu proses transfer panas dan mempertahankan suhu yang seragam, namun tetap dapat mencegah terjadinya kerusakan
pada kristal. 4.
Pendinginan yang lambat untuk menjamin bahwa proses kristalisasi terjadi pada kondisi yang sedekat mungkin dengan kondisi kesetimbangan. Waktu kristalisasi pada proses fraksinasi
pada umumnya dilakukan selama 10 – 30 jam.
Menurut Che dan Swe 1995 pendinginan yang relatif cepat akan menghasilkan kristal yang lebih kecil dan seragam dibandingkan bila pendinginan dilakukan pada laju lambat. Bila pada
lemak terlalu banyak kristal-kristal kecil dari tipe kristal α, struktur lemak akan menjadi terlalu
rapat. Kapiler antar padatan akan menyempit, dan mengakibatkan kristal-kristal saling mengunci dengan cairan yang ada disekelilingnya. Pendinginan yang terlalu lama akan memperlambat
pembentukan kristal yang disebabkan oleh penurunan energi potensial yang tidak secara tiba-tiba. Bentuk kristal yang dihasilkan adalah bentuk seperti jarum halus dengan bentuk polimorfis beta
intermediet Oh et al. 1990. Kristal yang terlalu halus dan terlalu kecil dapat mengakibatkan pemisahan tidak efisien Tirtaux 1990.
Menurut Hamilton 1995, minyak sawit kasar berbentuk semipadat pada suhu 25 ºC. Minyak sawit yang disimpan di tempat dingin pada suhu 5-7 ºC dapat terpisah menjadi fraksi
padat stearin dan fraksi cair olein. Pahan 2007 mengemukakan bahwa fraksinasi minyak
11 sawit dapat terjadi karena trigliserida di dalam minyak sawit memiliki titik leleh yang berbeda.
Pada suhu tertentu, trigliserida yang mempunyai titik leleh lebih rendah akan mengkristal menjadi padatan sehingga memisahkan minyak sawit menjadi fraksi cair olein dan fraksi padat stearin.
Menurut Choo et al. 1989, fraksinasi minyak kelapa sawit dapat menghasilkan olein sebesar 70-80 dan stearin 20-30. Olein merupakan triasilgliserol yang bertitik leleh rendah dan
mengandumg asam oleat dengan kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan stearin. Olein dan stearin mempunyai komposisi asam lemak yang berbeda.
Pemisahan olein dan stearin dalam minyak sawit cukup sulit karena minyak memiliki viskositas yang tinggi. Metode yang biasa digunakan dalam proses pemisahan stearin dan olein
yaitu dry fractination, lanza fractination lipofraksinasi, dan fraksinasi menggunakan pelarut. Menurut Moran dan Rajah 1994, fraksinasi kering dry fractination biasa dilakukan secara semi
kontinyu pada minyak yang dimurnikan. Proses ini tidak membutuhkan bahan kimia tetapi minyak dihomogenkan pada suhu 70 ºC. Dry fractination biasanya menghasilkan olein sebanyak70-75.
Lanza fractination fraksinasi deterjen biasanya dilakukan pada minyak sawit kasar.
Minyak didinginkan pada crystallizer dengan pendingin air untuk mendapatkan kristal dari gliserida dengan titik leleh tinggi. Ketika suhu yang diinginkan tercapai, massa yang mengkristal
dicampur dengan larutan deterjen yang mengandung 0.5 natrium lauril sulfat dan MgSO
4
sebagai elektrolit. Pemisahan berlangsung dalam suspensi cair. Kemudian dilakukan sentrifugasi agar fraksi olein dan fraksi stearin terpisah. Fraksi olein kemudian dicuci dengan air panas untuk
menghilangkan sisa deterjen lalu dikeringkan dengan vacuum dryer. Olein yang diperoleh mencapai 80 Moran Rajah 1994.
Solvent fractination merupakan fraksinasi menggunakan pelarut. Proses ini relatif mahal
karena terjadi penyusutan jumlah pelarut, memerlukan perlengkapan untuk recovery pelarut, membutuhkan suhu rendah, dan membutuhkan penanganan untuk mencegah bahaya pelarut yang
digunakan. Pelarut yang biasa digunakan adalah heksana atau aseton. Minyak harus dilarutkan dalam pelarut diikuti dengan pendinginan sehingga suhu yang diinginkan tercapai untuk
mendapatkan kristal yang diinginkan. Proses ini biasanya digunakan untuk mendapatkan produk bernilai tinggi, seperti mentega coklat atau mendapatkan lemak tertentu berdasarkan titik lelehnya
Moran Rajah 1994.
Fraksinasi kering adalah metode yang paling sering diaplikasikan secara komersial. Fraksinasi kering dilakukan melalui dua tahap, yaitu kristalisasi dan separasi O’Brien 2000.
Kristalisasi dilakukan untuk menghilangkan asilgliserol yang memiliki titik leleh tinggi yang menyebabkan minyak menjadi keruh dan lebih kental pada suhu rendah. Separasi dilakukan untuk
memisahkan kristal fraksi padat dari fraksi cair minyak sawit.
Setelah proses kristalisasi, dilakukan proses separasi untuk memisahkan fraksi olein dan stearin minyak sawit. Proses separasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu filtrasi dengan sistem
vakum atau tekanan, sentrifugasi, dan dekantasi. Setelah proses separasi maka akan diperoleh dua fraksi minyak sawit, yaitu fraksi padat
dinamakan stearin dan fraksi cair dinamakan olein. Fraksi olein berwarna merah sedangkan fraksi stearin berwarna kuning pucat. Warna merah pada olein disebabkan oleh kandungan karotenoid
yang terlarut di dalamnya sedangkan fraksi stearin hanya sedikit mengandung karotenoid.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan kristal stearin adalah suhu awal minyak, suhu akhir fraksinasi, kecepatan pendinginan, dan metode separasi. Variabel tersebut mempengaruhi
ukuran dan bentuk kristal, kecepatan filtrasi, perolehan olein dan stearin, solid fat content, titik leleh, profil asam lemak dari fraksi cair dan fraksi padat kristal.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. ALAT DAN BAHAN