LATAR BELAKANG Kajian mutu minyak sawit kasar dan analisis karakterisrik olein serta stearin sebagai hasil fraksinasinya

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan di sektor pertanian dan pangan. Beberapa indikator perkembangan bisnis kelapa sawit yang dapat dilihat antara lain peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit dan peningkatan produksi minyak sawit mentah. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan, produksi minyak sawit kasar atau crude palm oil CPO Indonesia pada tahun 2010 mencapai 19.8 juta ton dengan luas areal kelapa sawit 8.4 juta hektar yang tersebar hampir di seluruh provinsi di wilayah Indonesia. Sedangkan untuk total ekspor produk kelapa sawit dan turunannya pada tahun 2009 mencapai 21.2 juta ton dengan nilai US 11.6 milyar. Besarnya produksi minyak sawit Indonesia diikuti dengan terjadinya keragaman kualitas minyak sawit yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit PKS di Indonesia. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, perbedaan varietas kelapa sawit, tingkat kematangan buah sawit yang diolah, dan proses pemanasan di unit pengolahan kelapa sawit. Selain itu, infrakstruktur kebun yang tidak baik dan cuaca buruk menyebabkan buah menginap restan, dan dapat menyebabkan penurunan kualitas CPO Hasibuan Harijanto 2004. Selain parameter kimia yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional BSN dalam dokumen SNI 01-2901-2006, parameter mutu yang menjadi perhatian dalam perdagangan CPO di pasaran internasional yaitu kandungan karoten dan nilai Deterioration of Bleachability Index DOBI. Pada tahun 2007 BSN bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia GAPKI telah melakukan karakterisasi CPO dari 181 pabrik kelapa sawit PKS di Indonesia, yang menunjukkan bahwa kadar karoten pada CPO Indonesia berkisar 400-700 ppm dan membuktikan bahwa kadar karoten pada sebagian CPO Indonesia belum sesuai dengan persyaratan Codex Alimentarius Commision CAC 2003. Standar CAC 2003 yang digunakan sebagai acuan dalam perdagangan internasional menetapkan bahwa persyaratan kadar karoten CPO 500-2000 ppm sebagaimana tercantum dalam Codex Standard for Named Vegetable Oils CODEX STAN 210 Amended 2003, 2005 Hasibuan Harijanto 2004. Nilai DOBI pada beberapa CPO di Indonesia berada di bawah 2.8. Nilai DOBI minimal yang ditetapkan oleh kebanyakan negara tujuan ekspor sebesar 2.8, nilai ini berdasarkan ketentuan dalam Codex Alimentarius Commision. Dengan demikian nilai DOBI CPO Indonesia masih dibawah standar dan dianggap memiliki mutu yang kurang baik Anonim 2004. Salah satu keunggulan yang dimiliki minyak sawit yaitu tingginya kandungan karotenoid yang dimilikinya. Minyak sawit kasar memiliki kandungan karoten sekitar 500-700 ppm Mustapa et al . 2010. Karoten terutama dari jenis β-karoten merupakan prekursor vitamin A dalam metabolisme tubuh manusia, senyawa antikanker, dapat mencegah penuaan dini dan penyakit kardiovaskuler, menanggulangi kebutaan akibat xeropthalmia, pemusnah radikal bebas, mengurangi penyakit degeneratif, meningkatkan kekebalan tubuh, dan dapat menurunkan atherosclerosis. Karena begitu banyak manfaatnya, karotenoid pada minyak sawit hendaknya dipertahankan dengan mengubah minyak sawit menjadi beberapa produk, seperti minyak kaya karotenoid, konsentrat karotenoid atau zat pewarna yang aman. Di Indonesia, sebagian besar produk olahan dari karotenoid masih diimpor dan harganya relatif mahal. Tahap bleaching dalam pemurnian minyak sawit konvensional dapat mendegradasi karotenoid dalam minyak sawit karena digunakannya bleaching earth yang dapat menjerap karotenoid. Beberapa koreksi dilakukan di 2 tahap-tahap pemurnian minyak sawit, terutama dengan penghilangan tahap bleaching. Koreksi ini menghasilkan minyak sawit yang kaya karotenoid, yang dikenal sebagai minyak sawit merah red palm oil . Minyak sawit merah adalah minyak sawit yang diperoleh tanpa melalui proses pemucatan bleaching dengan tujuan mempertahankan kadar karotenoid yang terkandung di dalamnya. Minyak sawit kasar dapat difraksinasi menjadi dua fraksi. Fraksi cair yang dikenal dengan olein dan fraksi padat atau disebut juga stearin. Fraksi olein sering digunakan sebagai minyak goreng sedangkan fraksi stearin dimanfaatkan menjadi margarin. Fraksi olein yang diperoleh memiliki kandungan karoten yang lebih tinggi dibanding pada fraksi stearin. Hal ini disebabkan karena karoten diduga lebih bersifat polar daripada trigliserida. Asam lemak tidak jenuh mempunyai kepolaran yang lebih tinggi dibandingkan asam lemak jenuh sehingga karoten yang mempunyai ikatan rangkap lebih mudah larut dalam olein yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh Casiday Frey 2001. Fraksinasi minyak sawit dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu fraksinasi kering, fraksinasi basah, dan fraksinasi dengan menggunakan pelarut. Fraksinasi kering lebih disukai karena biaya operasionalnya lebih rendah, tekniknya lebih sederhana, ramah lingkungan, dan menghasilkan yield olein paling tinggi diantara metode fraksinasi lain O’Brien 2000. Fraksinasi kering dilakukan melalui dua tahap, yaitu kristalisasi dan separasi. Selain keberhasilan proses kristalisasi, kondisi separasi yang optimum juga penting agar efisiensi fraksinasi tercapai O’Brien 2000. Untuk memperoleh minyak sawit merah proses fraksinasi dilakukan setelah CPO terlebih dahulu dimurnikan atau dalam bentuk neutralized deodorized red palm oil NDRPO. Produksi minyak sawit merah akan lebih efisien jika CPO terlebih dahulu difraksinasi kemudian dimurnikan. Apabila CPO dimurnikan terlebih dahulu baru kemudian difraksinasi akan membutuhkan energi dan bahan kimia yang lebih besar dibanding jika CPO terlebih dahulu difraksinasi karena masih terdapat stearin yang sebenarnya menjadi bahan samping dalam pembuatan minyak sawit merah. Di lain pihak proses fraksinasi pada CPO lebih sulit dilakukan karena CPO masih mengandung komponen-komponen minor berupa getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, karbohidrat, air, dan resin. Komponen minor tersebut dapat mengganggu proses pemisahan olein dan stearin Ketaren 1986. Oleh karena itu penentuan kondisi proses fraksinasi CPO penting untuk dilakukan untuk memperoleh olein dan stearin dengan karakteristik terbaik. Adapun parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas fraksi yang dihasilkan meliputi bilangan iod, kandungan karoten, dan slip melting point.

B. TUJUAN