KARAKTER FISIKO KIMIA MINYAK SAWIT KASAR

5

4. Ekstraksi

Ekstraksi minyak dilakukan menggunakan screw press yang terintegrasi langsung dengan alat pelumat digester. Pada tahap ini dihasilkan dua produk yaitu 1 campuran antara minyak, air, dan benda padat lainnya; 2 Padatan berupa serat mesokarp buah sawit dan biji sawit hasil pemisahan dari buah.

5. Pemurnian minyak

Proses ini bertujuan untuk memperoleh minyak sebanyak-banyaknya dan menghasilkan CPO dengan kadar asam lemak bebas, kadar air, dan kadar kotoran yang sesuai dengan standar. Minyak kasar yang berasal dari hasil ekstraksi memiliki komposisi rata-rata 66 minyak, 24 air, dan 10 padatan bukan minyak nonoily solids. Karena tingginya proporsi padatan yang masih terdapat pada minyak maka harus dilakukan penambahan air panas agar padatan tersebut larut dengan air. Kemudian minyak disaring untuk memisahkan padatan tersebut. Selanjutnya minyak kasar dimasukkan ke dalam tangki yang berfungsi sebagai tempat penampungan minyak sawit kasar sementara sebelum mengalami proses pemurnian yang lebih lanjut. Minyak berada pada lapisan atas dipompakan menuju continuous settling tank CST sedangkan kotoran yang masih mengandung sekitar 10 minyak dialirkan ke parit untuk dikumpulkan kembali ke dalam main settling tank. Di dalam CST minyak dipisahkan dari kotoran dengan cara pengendapan. Fraksi berat akan bergerak ke bawah tank sedangkan fraksi ringan akan bergerak menuju ke atas. Suhu berpengaruh terhadap viskositas minyak. Semakin tinggi suhu minyak semakin kecil viskositasnya. Untuk mempermudah pemisahan minyak dari kotoran dan air maka viskositas minyak diperkecil, salah satu caranya dengan pemanasan. Berdasarkan viskositas maka suhu yang paling tepat digunakan suhu lebih besar dari 90 °C.

6. Pengering hampa

Pada pengering hampa air dikeluarkan dengan sistem pengkabutan minyak di dalam ruang hampa sampai air tersisa 0.1. Suhu minyak yang masuk antara 90 – 95°C dengan tekanan vakum 30 bar. Minyak terhisap ke dalam tabung hampa melalui nozzle sampai seperti kabut. Uap air terhisap oleh ejector dan masuk ke dalam kondensor secara bertahap dan akhirnya ditampung.

7. Penyimpanan minyak sawit kasar

Minyak hasil produksi yang akan dipasarkan ditampung dalam tangki timbun. Bagian dalam tangki timbun umumnya dilapisi dengan bahan yang terbuat dari epoksi untuk mencegah kontaminasi logam besi yang berasal dari bahan tangki timbun. Suhu tangki timbun dikontrol pada suhu antara 32-40°C. Suhu ini cukup untuk meminimalkan kerusakan akibat pemanasan dan mampu mencegah minyak memadat.

C. KARAKTER FISIKO KIMIA MINYAK SAWIT KASAR

Seperti minyak lain pada umumnya, minyak sawit juga disusun oleh trigliserida. Lebih dari 95 minyak sawit disusun oleh campuran trigliserida dan sisanya adalah komponen minor seperti karotenoid, tokoperol, alkohol alifatik, sterol dan lain-lain. Trigliserida tersusun atas tiga asam lemak. Asam lemak dominan yang terdapat pada minyak sawit adalah asam lemak palmitat Hart 2003. Sifat fisiko-kimia minyak sawit kasar CPO meliputi warna, bau dan flavour, kelarutan, polimorphism, titik didih boiling point, titik pelunakan, slip melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan turbidity point, titik asap, titik nyala dan titik api Ketaren 1986. Sifat fisiko-kimia tersebut sangat penting untuk menentukan kualitas CPO selain dapat juga digunakan 6 untuk informasi dalam pengolahan lebih lanjut. Nilai sifat fisiko kimia CPO dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Sifat Fisiko Kimia CPO Sifat Fisiko Kimia Nilai Trigliserida 95 Asam lemak bebas 5-10 Warna 5¼ lovibond cell Merah orange Kelembaban dan impurities 0.15-3.0 Bilangan peroksida 1-5.0 meqkg Bilangan anisidin 2-6 meqkg Kadar β-karoten 500-700 ppm Kadar fosfor 10-20 ppm Kadar besi 4-10 ppm Kadar tokoferol 600-1000 ppm Digliserida 2-6 Bilangan asam 6.9 mg KOHg minyak Bilangan penyabunan 224-249 mg KOHg minyak Bilangan iod wijs 44-54 Titik leleh 21-24 °C Indeks refraksi 36.0-37.5 Sumber : Ketaren 1986 Minyak sawit memiliki dua komponen asam lemak terbesar yaitu asam palmitat dan asam oleat. Kandungan asam palmitat pada kelapa sawit sebesar 39-45, sedangkan asam oleat sebesar 37- 44 Ketaren 2008. Kandungan asam palmitat yang tinggi membuat minyak sawit tahan terhadap oksidasi dibanding jenis minyak nabati lain. Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan panjang rantai C 18 dan memiliki satu ikatan rangkap. Titik leleh asam oleat lebih rendah dibandingkan asam palmitat yaitu 14 °C. Kandungan asam lemak minyak kelapa sawit dan titik lelehnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Asam Lemak pada CPO dan Titik lelehnya Jenis Asam lemak Komposisi Titik leleh °C Asam kaprat C10:0 1-3 31.5 Asam laurat C12:0 0-1 44 Asam miristat C14:0 0.9-1.5 58 Asam palmitat C16:0 39.2-45.8 64 Asam stearat C18:0 3.7-5.1 70 Asam oleat C18:1 37.4-44.1 14 Asam linoleat C18:2 8.7- 12.5 -11 Asamlinoleat C18:3 0-0.6 -9 Sumber : Ketaren 2008 7 Bau dan flavour dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak seperti alkana yang mempunyai jumlah atom C antara empat dan tujuh, senyawa trans-2-alkena dengan jumlah atom C antara lima dan delapan, senyawa 2-alkil furan dengan jumlah atom C sebanyak satu, dua, empat dan lima, serta hidrocarbon alifatik dan aromatik. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaannya beta ionone Ketaren 1986. Menurut Choo et at. 1989 CPO terdiri dari gliserida yang tersusun oleh asam lemak. Komponen utamanya adalah trigliserida dengan sebagian kecil digliserida dan monogliserida. CPO juga mengandung komponen minor lain seperti asam lemak bebas dan komponen non trigliserida. Komponen non trigliserida pada CPO menyebabkan bau dan rasa tidak enak pada minyak, berpengaruh terhadap warna minyak, dan mempercepat proses ketengikan minyak. Oleh karena itu komponen non triglserida pada minyak dapat mempersingkat umur simpan minyak. CPO berbentuk semi padat pada suhu kamar, hal ini disebabkan karena tingkat kejenuhan CPO yang mencapai 50. Minyak sawit memiliki ketahanan yang baik terhadap panas dan oksidasi dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga minyak sawit sangat baik sebagai bahan baku minyak goreng Hariyadi 2010. CPO berwarna jingga kemerah-merahan disebabkan oleh pigmen karoten yang larut dalam minyak. Kandungan karoten pada minyak sawit dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak dari jenis tenera kurang lebih 500-700 ppm Ketaren 1986. Menurut Hasibuan dan Harianto 2008, kandungan karoten minyak sawit pada pabrik kelapa sawit PKS yang ada di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan memiliki konsentrasi yang berbeda-beda. Kandungan karoten pada masing- masing PKS tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan Karoten pada CPO di Storage Tank dari 9 PKS Nama PKS Kadar Karoten ppm PKS A 513 PKS B 486 PKS C 584 PKS D 509 PKS E 564 PKS F 547 PKS G 526 PKS H 637 PKS I 590 Sumber : Hasibuan dan Harijanto 2008 Keterangan : PKS A, PKS B, PKS C berlokasi di Sumatera Utara. PKS D dan PKS E berlokasi di Sumatera Barat. PKS F dan PKS G berlokasi di Sumatera Selatan. PKS H dan PKS I berlokasi di Kalimantan Selatan. Menurut Ong et al. 1995, karakteristik fisik dasar minyak sawit mencakup berat jenis density, panas jenis specific heat, panas lebur heat of fusion, dan kekentalan viscosity. 8 Karakteristik empiris minyak sawit antara lain titik leleh melting point, dan kandungan lemak padat solid fat content, serta fase polimorfisme lemak sawit. Densitas minyak sawit berguna di dalam penentuan berat bahan khususnya untuk keperluan ekspor. Suhu berpengaruh pada densitas minyak, dimana suhu yang semakin tinggi akan menurunkan nilai densitas minyak sawit Ong et al. 1995. Data densitas minyak sawit yang telah dimurnikan refined bleached deodorized palm oilRBDPO pada beberapa suhu dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Densitas RBDPO Suhu °C Densitas kgm 3 50 891 75 874 100 857 200 789 Sumber : Ong et al. 1995 Menurut Ong et al. 1995, pada kondisi cair, panas jenis C p akan sedikit meningkat dengan bertambahnya berat molekul tetapi sedikit menurun dengan meningkatnya bilangan iod. Secara praktis, panas jenis minyak, termasuk minyak sawit dapat dihitung dengan Persamaan 1. C p = 0.47 + 0.0073 T kkalkg dimana T adalah suhu minyak °C. Titik leleh minyak sawit berada dalam kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik leleh yang berbeda-beda Ketaren 1986. Ong et al. 1995 mengemukakan bahwa titik leleh minyak sawit ditentukan dengan metode slip melting point SMP. Suatu survey di Malaysia telah berhasil mengetahui kisaran nilai SMP dari CPO yaitu antara 30.8-37.6 o C. Nilai SMP RBDPO sedikit mengalami peningkatan yaitu menjadi 34.0-39.0 o C. Minyak sawit terdiri dari dua fraksi yaitu fraksi olein dan stearin. Stearin merupakan fraksi yang lebih padat, dan merupakan co-product yang diperoleh dari minyak sawit bersama-sama dengan fraksi olein. Stearin memiliki slip melting point pada kisaran 46-56 o C, sedangkan olein pada kisaran 13-23 o C. Hal ini menunjukkan bahwa stearin memiliki slip melting point yang lebih tinggi dan akan berada dalam bentuk padat pada suhu kamar Pantzaris 1994. Basiron 2005 mengungkapkan bahwa struktur TAG minyak sawit sangat menentukan karakteristik fisik minyak sawit tersebut. Titik leleh TAG dan sifat kristalisasi minyak sawit ditentukan oleh struktur dan posisi asam lemak di dalamnya. Sifat minyak sawit yang semi padat pada suhu kamar disebabkan oleh kandungan fraksi oleo dengan kandungan dua asam lemak jenuh oleo-disaturated fraction. Pada minyak sawit juga terkandung pecahan dari TAG yang diketahui sangat mempengaruhi sifat kristalisasi minyak sawit. 1 9

D. FRAKSINASI DAN KRISTALISASI