Bahaya yang dapat disebabkan dari penggunaan senyawa ini adalah dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung, kerongkongan dan paru-paru, serta
bersifat racun jika termakan atau terserap melalui luka.
2.6 Retensi dan Penetrasi
Hunt dan Garratt 1986 menyatakan bahwa efektifitas suatu metode pengawetan kayu baru dapat ditentukan setelah kayu awetan digunakan hingga
rusak. Karena membutuhkan waktu yang lama, maka keefektifan suatu proses pengawetan dinilai dari retensi dan penetrasi bahan pengawet yang digunakan.
Retensi adalah banyaknya bahan pengawet yang tertinggal di dalam kayu, sedangkan penetrasi adalah dalamnya bahan pengawet yang masuk ke dalam
kayu. Retensi dinyatakan dalam kgm
3
, sedangkan penetrasi dinyatakan dalam satuan dimensi cm atau mm atau persen SNI 03-5010.1-1999.
Retensi minimum yang dibutuhkan agar kayu terlindung dari faktor perusak biologis disebut batas racun toxic limit. Dalam prakteknya, nilai retensi harus
lebih tinggi dari batas racun karena konsentrasi bahan pengawet yang sudah masuk ke dalam kayu cenderung berkurang, apalagi bagi bahan pengawet yang
mudah menguap Hunt dan Garratt 1986. Penetrasi dan retensi juga dipengaruhi oleh struktur anatomi kayu, persiapan
kayu sebelum diawetkan, metode pengawetan termasuk lamanya proses pengawetan, serta jenis dan konsentrasi bahan pengawet. Struktur anatomi kayu
yang mempengaruhinya adalah jumlah, ukuran dan kondisi dari sel serat sel serabut pada kayu daun lebar atau sel trakeida pada kayu konifer dan pori sel
pembuluh, serta keberadaan saluran antarsel. Persiapan yang dimaksudkan antara lain pengulitan, pengeringan, sizing dan boring, dan incising. Metode pengawetan
yang berbeda akan menghasilkan nilai penetrasi dan retensi yang berbeda pula. Pengawetan dengan tekanan akan menghasilkan nilai penetrasi dan retensi yang
lebih baik dibandingkan dengan yang tanpa tekanan. Masing-masing jenis bahan pengawet dan konsentrasinya juga menghasilkan nilai penetrasi dan retensi yang
berbeda-beda. Dalam kondisi pengawetan yang sama, retensi dan penetrasi yang lebih baik diperoleh dengan menggunakan bahan pengawet larut air daripada
bahan pengawet minyaklarut minyak.
2.7 Kayu Durian
Durian Durio zibethinus Murr. masuk ke dalam Famili Bombacaceae. Nama daerahnya antara lain adalah duren, deureuyan, duriat, duiang, duhuian.
Menurut Pandit dan Kurniawan 2008, ciri anatomi kayu durian adalah bagian teras coklat merah jika masih segar dan menjadi coklat kelabu atau coklat semu
lembayung saat kering, bagian gubal putih dan dapat dibedakan dengan jelas dari bagian terasnya. Tekstur kayu agak kasar dan merata, arah serat lurus berpadu,
permukaan kayu agak licin dan mengkilap, kesan raba agak licin sampai licin dan kekerasan agak lunak sampai agak keras. Kayu durian berpori tata baur, soliter
dan berganda radial 2-3 pori, umumnya agak besar dengan frekuensi sangat jarang atau jarang, kadang-kadang berisi endapan putih dan memiliki bidang perforasi
sederhana. Parenkimanya apotrakeal jarang, berupa garis-garis tengensial pendek diantara jari-jari atau dalam bentuk jala. Jari-jarinya sangat sempit sampai lebar,
jarang sampai agak jarang, pendek sampai agak pendek. Menurut Wahyudi et al. 2007, kayu durian termasuk ke dalam Kelas Kuat
IV-V dan Kelas Keterawetan III sukar. Berat jenis BJ kayu 0,36 Rahayu et al. 2009. Kayunya mudah dikupas untuk dibuat finir. Kayu cepat menjadi kering
tanpa cacat, tetapi papan tipis cenderung untuk menjadi cekung. Kegunaan kayu ini adalah sebagai bahan bangunan di bawah atap, rangka pintu dan jendela,
perabot rumah tangga sederhana termasuk lemari, lantai, dinding, sekat ruangan, kayu lapis, peti, sandal kayu, peti jenazah dan bagian kapal.
2.8 Kayu Karet
Kayu karet Hevea brasiliensis termasuk dalam Famili Euphorbiaceae. Di Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan, tumbuhan ini banyak ditanam sebagai
tanaman perkebunan besar dan perkebunan rakyat untuk tujuan produksi getah Boerhendy Agustina 2006. Bila telah mencapai umur 25-30 tahun, pohon ini
perlu diremajakan karena sudah tidak ekonomis untuk disadap. Kayu karet memiliki jari-jari agak sempit 30-50 µ, jarang sampai agak
lebar 50-100 µ dan tingginya sekitar 1,8 mm. Pembuluhnya baur, soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-4 pori terkadang mencapai 5-8 pori dengan
diameter agak kecil 100-200 µ sampai agak besar 200-300 µ dan jumlah pori sekitar 3-4mm. BJ kayu tergolong sedang berkisar 0,55-0,70 dengan rata-rata