Gambar 7 Rata-rata retensi senyawa boron pada masing-masing konsentrasi larutan bahan pengawet.
Dari segi retensi dibandingkan dengan kontrol dapat disimpulkan bahwa perlakuan pengawetan secara rendaman dingin menggunakan boron dengan
konsentrasi 5, 10 dan 15 ternyata kurang cocok diterapkan pada kayu durian. Pada kayu manii, perlakuan yang cocok adalah menggunakan konsentrasi
sebesar 10 dan 15; sedangkan pada kayu petai hanya dengan konsentrasi sebesar 15.
4.3 Penetrasi Bahan Pengawet
Hasil perhitungan nilai penetrasi senyawa boron ke dalam masing-masing jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 8. Data lengkap hasil perhitungan
disajikan pada Lampiran 3. Hasil analisis sidik ragam atau ANOVA Lampiran 9 menunjukkan bahwa hanya konsentrasi larutan bahan pengawet yang berpengaruh
nyata terhadap nilai penetrasi, sedangkan jenis kayu dan interaksi antara jenis kayu dengan konsentrasi larutan bahan pengawet tidak. Hasil uji lanjut Duncan
Lampiran 13 menunjukkan bahwa bahan pengawet dengan konsentrasi 15 menghasilkan nilai penetrasi yang terdalam dibandingkan dengan konsentrasi
larutan bahan pengawet lainnya.
20 40
60 80
100
P e
n e
tr a
si
5 12.28
24.87 17.53
26.27 10
44.68 25.97
41.75 30.79
15 97.70
99.54 99.07
97.66 Rata-rata
51.55 50.13
52.78 51.57
Karet Kontrol Durian
Manii Petai
Gambar 8 Penetrasi senyawa boron pada masing-masing jenis kayu dan konsentrasi larutan.
Dari Gambar 8 diketahui bahwa rata-rata penetrasi senyawa boron ke dalam empat jenis kayu yang diteliti relatif sama, yaitu antara 50,13 pada kayu
durian hingga 52,78 kayu manii. Penetrasi senyawa boron ke dalam kayu karet dan petai masing-masing sebesar 51,55 karet dan 51,57 petai.
Berdasarkan Smith dan Tambiyin 1970 dalam Wahyudi at al. 2007 maka keempat jenis kayu yang diteliti memiliki tingkat keterawetan treatability yang
sama, yaitu tergolong sedang moderately resistant. Menurut Bowyer et al. 2003, kerapatan kayu berhubungan langsung
dengan porositas. Semakin porous kayu, semakin mudah ditembus oleh bahan pengawet. Pendapat tersebut tidak berlaku pada penelitian ini, karena meskipun
keempat jenis kayu memiliki nilai kerapatan yang berbeda-beda 0,58 gcm
3
pada kayu karet, 0,36 gcm
3
kayu durian, 0,35 gcm
3
kayu manii dan 0,59 gcm
3
kayu petai Rahayu et al. 2009,
hasil penelitian memperlihatkan bahwa kerapatan kayu tidak berpengaruh terhadap penetrasi. Menurut Hunt dan Garrat 1986,
dalam spesies-spesies yang berbeda tidak ada korelasi yang signifikan antara kerapatan kayu dengan penetrasi. Penetrasi lebih dipengaruhi oleh kondisi dan
proporsi masing-masing sel penyusun kayu. Dari Gambar 8 dapat diketahui bahwa penetrasi terdalam pada masing-
masing jenis kayu dihasilkan oleh larutan bahan pengawet dengan konsentrasi 15 yang memiliki viskositas yang lebih tinggi lebih kental dibandingkan
larutan bahan pengawet yang lebih encer konsentrasi 5 dan 10. Hal ini menandakan bahwa viskositas larutan bahan pengawet 15 tersebut masih
mampu untuk menembus dan masuk ke dalam kayu. Rendahnya penetrasi yang dihasilkan oleh larutan bahan pengawet yang
lebih encer terkait dengan jumlah bahan aktif yang diikat oleh komponen dinding sel. Meskipun lebih mudah masuk karena lebih encer, namun karena jumlah
bahan aktifnya sedikit, maka saat diuji dengan pereaksi warna hanya bagian pinggir permukaan contoh uji yang berubah, sedangkan bagian tengahnya tidak
meskipun ditembus oleh larutan bahan pengawet. Yang berubah warna menandakan adanya senyawa aktif boron, sedangkan yang tidak menandakan
hanya pelarut air tanpa boron. Pada kayu durian Gambar 8, penetrasi senyawa boron yang dihasilkan
oleh larutan bahan pengawet berkonsentrasi 5 dan 10 relatif sama. Anomali ini diduga terkait dengan adanya faktor lain yang menghambat masuknya bahan
pengawet ke dalam kayu. Menurut Hunt dan Garrat 1986, isi rongga sel terutama tilosis dan padatan berwarna di dalam sel pembuluh dan kristal kalsium
okasalat di dalam sel jari-jari dapat mempengaruhi dalamnya penetrasi. Keberadaan tilosis, padatan berwarna dan kristal meskipun dalam satu jenis bisa
berbeda Bowyer et al. 2003. Gambar 9 memuat rata-rata penetrasi bahan pengawet pada masing-masing
jenis kayu, sedangkan Gambar 10 memuat rata-rata penetrasi pada berbagai tingkat konsentrasi larutan.
51.55 50.13
52.78 51.57
20 40
60 80
100
Karet Kontrol Durian
Manii Petai
P e
n e
tr a
si
Gambar 9 Rata-rata penetrasi bahan pengawet pada masing-masing jenis kayu.
20.24 35.80
98.50
20 40
60 80
100
Konsentrasi 5 Konsentrasi 10
Konsentrasi 15
P e
n e
tr a
si
Gambar 10 Rata-rata penetrasi bahan pengawet pada masing-masing konsentrasi. Dari segi penetrasi dibandingkan dengan kontrol dapat disimpulkan bahwa
perlakuan pengawetan secara rendaman dingin menggunakan boron dengan konsentrasi 15 ternyata cocok diterapkan pada keempat jenis kayu karena
memberikan nilai penetrasi terdalam. Khusus untuk kayu durian, tidak perlu menggunakan larutan dengan konsentrasi 10 karena perlakuan dengan
konsentrasi 5 sudah mampu menghasilkan nilai penetrasi yang setara, sehingga lebih hemat.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN