Kayu Manii Kayu Petai

0,61 dan dilihat dari sifat fisis dan mekanisnya, kayu karet tergolong kayu dengan Kelas Kuat II-III dan Kelas Awet IV Martawijaya et al. 2005. Menurut Wahyudi et al. 2007 kayu karet masuk ke dalam Kelas Keterawetan II sedang. Menurut Pandit Kurniawan 2008, kayu karet banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan perabot rumah tangga, kayu olahan seperti panel dinding, bingkai gambar atau lukisan, lantai parket, inti papan blok, palet, peti wadah, peti jenazah, vinir, kayu lamina untuk tangga, kerangka pintu dan jendela.

2.9 Kayu Manii

Manii berasal dari Famili Rhamnaceae dengan nama latin Maesopsis eminii Engl. Jenis ini tumbuh alami dari Kenya sampai Liberia antara 8° LU dan 6° LS. Jenis ini lebih banyak ditemukan dalam ekozona antara hutan dan sabana dan merupakan jenis yang banyak tumbuh pada areal hutan yang terganggu ekosistemnya. Pada habitat alaminya, tanaman ini tumbuh di dataran rendah sampai di ketinggian 1.800 m dpl. Pada penanaman, biasanya ditanam di dataran rendah dan tumbuh baik pada ketinggian 600-900 m dpl dengan curah hujan 1200-3600 mmtahun dan musim kering sampai 4 bulan Joker 2002. Manii merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan serbaguna. Berkekuatan sedang sampai kuat sehingga dapat digunakan untuk konstruksi, kotak dan tiang, serta banyak ditanam sebagai sumber kayu bakar. Daunnya digunakan untuk pakan ternak karena kandungan bahan keringnya mencapai 35 dan dapat dicerna dengan baik. Pulp dari kayu ini sebanding dengan pulp dari jenis kayu keras pada umumnya. Pada pola agroforestry selain untuk pengendali erosi, manii juga ditanam sebagai penaung coklat, kopi, kapulaga dan teh. Walaupun merupakan koloni yang agresif di areal semak dan di areal hutan yang terganggu, jenis ini kurang dapat bersaing dengan alang-alang Joker 2002. Menurut Abdurachman dan Hadjib 2006, kayu manii tergolong ke dalam Kelas Kuat III dan Kelas Awet III-IV. Menurut Wahyudi et al. 2007, kayu manii tergolong Kelas Keterawetan II sedang. Kerapatan kayu manii sebesar 0,4 gcm 3 , dengan rata-rata nilai MOE dan MOR masing-masingnya sebesar 52.600 kgcm 2 dan 484 kgcm 2 .

2.10 Kayu Petai

Petai Parkia speciosa atau P. timoriana DC Merr. adalah salah satu tanaman asli dari Malaysia, Brunei, Indonesia dan Semenanjung Thailand. Pohon dapat mencapai tinggi 50 cm dengan permukaan kulit batang halus berwarna coklat kemerahan. Daun majemuk menyirip ganda dua bipinnate. Tanaman ini sering ditanam mulai dari dataran rendah hingga ke ketinggian 1.500 m dpl, namun tumbuh optimal pada ketinggian 500-1000 m dpl Abdurrohim 2007. Bagian terasnya putih kekuning-kuningan, sedangkan bagian gubalnya hampir putih sehingga sukar untuk dibedakan. Corak kayu polos, tekstur agak kasar, arah serat agak berpadu, permukaan kayu mengkilap dan memiliki tingkat kekerasan yang lunak. Lingkar tumbuh agak jelas, ditandai dengan adanya lapisan-lapisan yang berbeda kepadatannya dan ketebalan dinding seratnya. Pori- pori tata baur, 68 soliter, ada juga yang berganda radial 2-3 sel dan yang bergerombol, panjang 246±12 µm, noktah antar jari-jari serupa dengan noktah antar pembuluh dan tidak bertilosis ataupun endapan lain. Parenkimnya selubung hingga bersayap kecil, sebagian konfluen, 2-4 sel per utas, rata-rata 387±48 µm. Serat kayu memiliki noktah sederhana, dengan panjang 1455±51 µm, diameter 27,6±1,8 µm dan tebal dinding ±3,3 µm. Tidak dijumpai adanya saluran interseluler maupun silika Abdurrohim 2007. Menurut Oey Djoen seng 1990, kayu petai memiliki BJ minimum 0,35 dan maksimum 0,53 dengan rata-rata 0,45 serta termasuk ke dalam Kelas Awet V dan Kelas Kuat III-V. Menurut Wahyudi et al. 2007, kayu petai masuk Kelas Keterawetan I mudah. Dari kelas awet dan kelas kuatnya, maka kayu petai tidak cocok untuk kayu konstruksi dengan pembebanan yang besar, tetapi dapat digunakan untuk bangunan ringan sementara, kayu pertukangan, meubel, kabinet, moulding, perlengkapan interior, pelapis, cetakan beton, peti krat, korek api, usungan, sumpit, pelampung jala, pulp dan kertas, serta kayu energi.

BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2010 sampai Januari 2011 di Laboratorium Sifat Dasar, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan di Arboretum Fakultas Kehutanan IPB.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah 4 jenis kayu rakyat yaitu durian, karet, manii dan petai, yang berasal dari salah satu usaha penggergajian kayu di daerah Cinangneng, Bogor dan boron sebagai bahan pengawet yang dibeli di pasaran. Umur pohon tidak diketahui, namun diameter masing-masing pohon sekitar 25 cm. Bahan-bahan lainnya adalah bahan-bahan kimia untuk uji penetrasi berupa ekstrak curcuma, alkohol, asam klorida HCl, aquades dan asam salisilat serta cat kayu. Alat-alat yang digunakan adalah timbangan, kaliper, kuas cat, isolasi, gunting, wadah larutan, gelas piala, alat pengaduk, alat penyemprot, kertas mili meter dan plastik transparan.

3.3 Pengujian Keawetan Alami

Keawetan alami kayu diuji dengan melakukan uji kubur mengikuti prosedur sebagaimana American Society for Testing and Materials ASTM D 1756 2008 dengan kayu karet sebagai kontrol Gambar 1. Pengujian dilakukan di Arboretum Fakultas Kehutanan IPB selama tiga bulan, dengan jarak tanam antar contoh uji adalah 30 cm dan antar baris 60 cm. Peletakan contoh uji dilakukan secara acak dengan kedalaman penanaman contoh antara 25 cm sampai 30 cm. Contoh uji yang digunakan berupa potongan kayu berukuran 2 x 2 x 45 cm 3 , dalam kondisi kering udara KA 18, tanpa cacat dan sudah dihaluskan bagian permukaannya. Masing-masing jenis kayu diulang sebanyak 3 kali.