Retensi dan Penetrasi TINJAUAN PUSTAKA

2.10 Kayu Petai

Petai Parkia speciosa atau P. timoriana DC Merr. adalah salah satu tanaman asli dari Malaysia, Brunei, Indonesia dan Semenanjung Thailand. Pohon dapat mencapai tinggi 50 cm dengan permukaan kulit batang halus berwarna coklat kemerahan. Daun majemuk menyirip ganda dua bipinnate. Tanaman ini sering ditanam mulai dari dataran rendah hingga ke ketinggian 1.500 m dpl, namun tumbuh optimal pada ketinggian 500-1000 m dpl Abdurrohim 2007. Bagian terasnya putih kekuning-kuningan, sedangkan bagian gubalnya hampir putih sehingga sukar untuk dibedakan. Corak kayu polos, tekstur agak kasar, arah serat agak berpadu, permukaan kayu mengkilap dan memiliki tingkat kekerasan yang lunak. Lingkar tumbuh agak jelas, ditandai dengan adanya lapisan-lapisan yang berbeda kepadatannya dan ketebalan dinding seratnya. Pori- pori tata baur, 68 soliter, ada juga yang berganda radial 2-3 sel dan yang bergerombol, panjang 246±12 µm, noktah antar jari-jari serupa dengan noktah antar pembuluh dan tidak bertilosis ataupun endapan lain. Parenkimnya selubung hingga bersayap kecil, sebagian konfluen, 2-4 sel per utas, rata-rata 387±48 µm. Serat kayu memiliki noktah sederhana, dengan panjang 1455±51 µm, diameter 27,6±1,8 µm dan tebal dinding ±3,3 µm. Tidak dijumpai adanya saluran interseluler maupun silika Abdurrohim 2007. Menurut Oey Djoen seng 1990, kayu petai memiliki BJ minimum 0,35 dan maksimum 0,53 dengan rata-rata 0,45 serta termasuk ke dalam Kelas Awet V dan Kelas Kuat III-V. Menurut Wahyudi et al. 2007, kayu petai masuk Kelas Keterawetan I mudah. Dari kelas awet dan kelas kuatnya, maka kayu petai tidak cocok untuk kayu konstruksi dengan pembebanan yang besar, tetapi dapat digunakan untuk bangunan ringan sementara, kayu pertukangan, meubel, kabinet, moulding, perlengkapan interior, pelapis, cetakan beton, peti krat, korek api, usungan, sumpit, pelampung jala, pulp dan kertas, serta kayu energi.

BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2010 sampai Januari 2011 di Laboratorium Sifat Dasar, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan di Arboretum Fakultas Kehutanan IPB.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah 4 jenis kayu rakyat yaitu durian, karet, manii dan petai, yang berasal dari salah satu usaha penggergajian kayu di daerah Cinangneng, Bogor dan boron sebagai bahan pengawet yang dibeli di pasaran. Umur pohon tidak diketahui, namun diameter masing-masing pohon sekitar 25 cm. Bahan-bahan lainnya adalah bahan-bahan kimia untuk uji penetrasi berupa ekstrak curcuma, alkohol, asam klorida HCl, aquades dan asam salisilat serta cat kayu. Alat-alat yang digunakan adalah timbangan, kaliper, kuas cat, isolasi, gunting, wadah larutan, gelas piala, alat pengaduk, alat penyemprot, kertas mili meter dan plastik transparan.

3.3 Pengujian Keawetan Alami

Keawetan alami kayu diuji dengan melakukan uji kubur mengikuti prosedur sebagaimana American Society for Testing and Materials ASTM D 1756 2008 dengan kayu karet sebagai kontrol Gambar 1. Pengujian dilakukan di Arboretum Fakultas Kehutanan IPB selama tiga bulan, dengan jarak tanam antar contoh uji adalah 30 cm dan antar baris 60 cm. Peletakan contoh uji dilakukan secara acak dengan kedalaman penanaman contoh antara 25 cm sampai 30 cm. Contoh uji yang digunakan berupa potongan kayu berukuran 2 x 2 x 45 cm 3 , dalam kondisi kering udara KA 18, tanpa cacat dan sudah dihaluskan bagian permukaannya. Masing-masing jenis kayu diulang sebanyak 3 kali.