Gambar 2 Pengawetan contoh uji dengan rendaman dingin. Setelah penimbangan contoh uji untuk retensi selesai, dilanjutkan dengan
pengukuran penetrasi: contoh uji diangin-anginkan selama dua minggu hingga mencapai kondisi kering udara, lalu dipotong melintang menjadi empat bagian
yang sama. Pada permukaan lintang yang akan diuji penetrasinya mula-mula disemprotkan pereaksi I yang terdiri dari 5 curcuma dalam alkohol dan
dibiarkan mengering selama 3-5 menit. Kemudian pada penampang lintang yang sudah kering tersebut disemprotkan pereaksi II yang terdiri dari 20 ml HCl yang
diencerkan dengan alkohol menjadi 100 ml lalu dijenuhkan dengan asam salisilat. Adanya bahan pengawet ditandai dengan perubahan warna penampang lintang
contoh uji dari kuning menjadi merah. Pembuatan perekasi I dan II mengikuti Abdurrohim dan Djarwanto 2000.
Penetrasi diukur dengan cara: gambaran penampang lintang sisi ABCD pada Gambar 3 dipindahkan ke atas plastik transparan, lalu diukur kedalaman
masuknya bahan pengawet mm menggunakan kertas milimeter. Dari nilai penetrasi, klasifikasi tingkat keterawetan kayu dapat ditentukan Tabel 4.
Tabel 4 Kelas keterawetan kayu
Kelas Keterawetan
Dalamnya Penetrasi
I Mudah permeable
90 II
Sedang moderately resistant 50 - 90
III Sukar resistant
10 - 50 IV
Sangat sukar extremely resistant 10
Sumber: Smith dan Tambiyin 1970 dalam Wahyudi et al. 2007
Wadah Stiker
Contoh uji Larutan
Pemberat
Gambar 3 Cara pengukuran penetrasi. a = Bagian yang ditembus oleh bahan pengawet dan b = Bagian yang tidak ditembus oleh bahan pengawet.
Nilai penetrasi senyawa boron dihitung menggunakan rumus:
P = L
1
L x 100
Dimana : P
= Penetrasi L
1
= Luas permukaan yang berwarna a, cm
2
L = Luas total permukaan contoh uji segi empat ABCD, cm
2
3.5 Analisis data
Data yang dihasilkan dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2007 dan vSPSS 16. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL Rancangan
Acak Lengkap faktorial dengan 2 faktor, yaitu faktor A jenis kayu yaitu durian, karet, manii dan petai dan faktor B konsentrasi bahan pengawet yaitu 5, 10,
dan 15, masing-masing dengan 3 kali ulangan. Model rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mattjik dan Sumertajaya 2002:
Y
ijk
= µ + α
i
+ β
j
+ αβ
ij
+ ɛ
ijk
Dimana: Y
ijk
= Nilai pengamatan pada pengaruh utama jenis kayu taraf ke-i, konsentrasi bahan pengawet taraf ke-j dan ulangan ke-k
µ = Rataan umum
α
i
= Pengaruh utama jenis kayu ke-i i = 1, 2, 3, 4 β
j
= Pengaruh utama konsentrasi bahan pengawet ke-j j = 1, 2, 3 αβ
ij
= Interaksi pengaruh utama jenis kayu ke-i dengan konsentrasi bahan pengawet ke-j
ɛ
ijk
= Pengaruh acak menyebar normal
D B
A
C a
b
40 cm
10
B
D A
C
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keawetan Alami
Hasil perhitungan kehilangan berat ke empat jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 4. Data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran 1
. Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa kayu karet kontrol memiliki persentase
kehilangan berat sebesar 25,89. Persentase kehilangan berat kayu durian dan manii lebih tinggi dibandingkan dengan persentase kehilangan berat kayu karet,
sedangkan persentase kehilangan berat kayu petai lebih rendah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kayu durian dan manii memiliki tingkat keawetan alami
yang lebih rendah dibandingkan dengan kayu karet, sedangkan kayu petai lebih tinggi. Persentase kehilangan berat kayu durian, manii dan petai masing-
masingnya sebesar 27,76, 56,86 dan 16,35.
25.89 27.76
56.86
16.35
10 20
30 40
50 60
Karet Kontrol Durian
Manii Petai
K e
h il
a n
g a
n B
e r
a t
Gambar 4 Persentase kehilangan berat pada masing-masing jenis kayu. Berdasarkan ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah Tabel 3,
secara umum dapat dikatakan bahwa semua jenis kayu yang diteliti memiliki ketahanan alami yang rendah: buruk hingga sangat buruk. Kayu petai dengan
kehilangan berat sebesar 16,35 masuk ke dalam Kelas Awet IV buruk, sedangkan karet, durian dan manii dengan kehilangan berat sebesar 25,89,
27,76 dan 56,86 masuk ke dalam Kelas Awet V sangat buruk.
Kelas Awet V 18,95-31,89
Kelas Awet IV 10,96-18,94