penduduk yang lulus SMU terhadap penurunan kemiskinan di Indonesia menunjukkan hasil yang relatif sama dengan penelitian yang dilakukan pada
penelitian ini kecuali persamaan 2. Dari hasil analisis diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus SMU berhubungan negatif
dengan kemiskinan di daerah penghasil migas. Sementara itu variabel populasi dari hasil penelitian ini mempunyai hubungan yang positif dengan peningkatan
kemiskian di daerah. Perbedaan kedua penelitian ini disebabkan karena adanya perbedaan waktu penelitian, lokasi penelitian dan variabel yang digunakan dalam
penelitian ini. Pada penelitian ini selain variabel yang digunakan oleh Siregar dan Wahyuniati ditambahkan pula variabel lain yaitu variabel dana bagi hasil dan
pengeluaran kesehatan. Perbedaan terjadi pada hasil analisis mengenai pengaruh dana
perimbangan dalam hal ini dana bagi hasil. Pada penelitian ini diketahui bahwa pengaruh DBH mempunyai arah yang negatif terhadap kemiskinan sementara
pada penelitian yang dilakukan Skira 2006 justru mempunyai arah yang positif. Perbedaan ini sesungguhnya bukan suatu perbedaan melainkan merupakan
kesamaan karena indikator yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat kemiskinan berbeda. Pada penelitian di kabupaten penghasil migas
indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah persentase orang yang berada dibawah garis kemiskinan sementara dalam penelitian Skira
digunakan indikator Indeks Pembangunan Manusia IPM.
5.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketimpangan Pendapatan
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu upah minimum regional UMR, ekspor EKSPOR, investasi INVESTASI dana bagi hasil
DBH, dan dana alokasi umum DAU serta variabel tidak bebas yaitu indeks ketimpangan wilayah CV. Penyusunan model data panel dilakukan dalam dua
tahap. Pertama, membandingkan fixed effects model dengan random effects model. Kedua, membuat estimasi model atau persamaan dengan menentukan koefisien
masing-masing variabel bebas. Software yang dipergunakan dalam pengolahan data penelitian adalah Eviews 6.0.
Penentuan model yang sesuai ditetapkan dengan uji Hausman. Statistik Uji Hausman mengikuti distribusi statistik Chi Square dengan degree of freedom
sebanyak jumlah variabel bebas dari model. Uji kesesuaian model data panel dengan fixed effects dan random effects menggunakan Uji Hausman menunjukkan
nilai p-value
2
prob. 0,05, dengan demikian fixed effects model lebih sesuai digunakan Lampiran 7.
Persamaan pada Tabel 10, menghasilkan nilai R
2
sebesar 0.8829 yang berarti bahwa pengaruh upah minimum regional, ekspor, investasi, dana bagi hasil
dan dana alokasi umum terhadap variabel tidak bebas ketimpangan pendapatan sebesar 88.29 persen sedang sisanya sebesar 11.71 persen lainnya dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak masuk dalam model. Hasil pengujian pengaruh variabel bebas secara serempak terhadap
varaiabel tidak bebas dengan menggunakan uji F menunjukkan nilai F hitung sebesar 18.85 jauh lebih besar dibandingkan dengan F tabel yang mencapai nilai
2.44. Secara keseluruhan dari hasil uji F diketahui bahwa variabel upah minimum regional, ekspor, investasi, dana bagi hasil dan dana alokasi umum signifikan
berpengaruh terhadap variabel kemiskinan. Tabel 10 Uji Signifikansi Variabel Bebas pada Persamaan Ketimpangan
Pendapatan Kabupaten Penghasil Migas 2002-2007
Variable Coefficient
Std. Error t-Statistic
Prob. C
0.447059 0.024337
18.36983 0.0000
UMR ribu Rp 0.000159
3.41E-05 4.652260
0.0001 EKSPOR juta Rp
1.69E-08 6.68E-09
2.531313 0.0168
INVESTASI juta Rp -1.25E-06
3.53E-07 -3.525166
0.0014 DAU juta Rp
-4.50E-09 1.95E-09
-2.304731 0.0283
DBH juta Rp 9.40E-09
6.06E-09 1.552803
0.1310
R
2
0.882918 Adjusted R
2
0.836085 F-statistic
18.85251 ProbF-stat
0.00000
Sumber : Data diolah, 2009. Hasil analisis data panel terlihat bahwa variabel upah minimum regional,
ekspor signifikan berpengaruh secara positif terhadap ketimpangan pendapatan dengan nilai koefisien secara berturut-turut sebesar 0.000159 dan 1.69E-08.
Sedangkan variabel investasi dan dana alokasi umum berhubungan secara negatif terhadap ketimpangan pendapatan dengan nilai koefisien berturut-turut sebesar
-1.25E-06 dan -4.50E-09. Sementara variabel dana bagi hasil tidak signifikan mempengaruhi ketimpangan pendapatan.
Variabel upah minimum regional UMR signifikan mempengaruhi ketimpangan pendapatan dengan koefisien bertanda positif yang berarti bahwa
peningkatan upah minimum regional akan meningkatkan ketimpangan antar wilayah. Hasil juga menunjukkan bahwa peningkatan 1 unit upah minimum
regional akan meningkatkan sebesar 0.000159 unit ketimpangan pendapatan dengan kata lain peningkatan upah minimum regional sebesar Rp 1 juta akan
meningkatkan ketimpangan pendapatan sebesar 0.159 poin angka indeks. Suatu daerah dengan tingkat upah yang lebih tinggi akan menjadi
dorongan bagi terjadinya migrasiperpindahan tenaga kerja masuk ke wilayah tersebut, sebaliknya daerah dengan tingkat upah yang relatif rendah akan menjadi
dorongan bagi tenaga kerja di wilayah tersebut untuk melakukan
migrasiperpindahan keluar dari wilayah tersebut McCann, 2001. Menurut Williamson salah satu sebab terjadinya ketimpangan antar
wilayah karena adanya perpindahan tenaga kerjalabor migration. Perpindahan tenaga kerja yang seperti ini akan menguntungkan daerah yang kaya dan
cenderung merugikan daerah yang miskin. Lebih dari itu, human capital yang berharga cenderung mengalir keluar dari daerah miskin ke daerah kaya yang
membuat sumber-sumber regional perkapita yang dimiliki akan lebih pincang dan ketidaksamaan akan lebih besar.
Variabel ekspor signifikan mempengaruhi ketimpangan pendapatan dengan koefisien bertanda positif yang berarti bahwa peningkatan ekspor akan
meningkatkan ketimpangan antar wilayah. Peningkatan 1 unit ekspor akan meningkatkan ketimpangan pendapatan sebesar 1.69E-08 atau dengan kata lain
peningkatan sebesar Rp 1 trilyun maka akan meningkatkan ketimpangan pendapatan sebesar 0.02 poin angka indeks. Hasil penelitian ini berbeda dengan
hipotesa dimana peningkatan ekspor akan menurunkan tingkat ketimpangan pendapatan antar wilayah.
Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa dapat mendorong terjadinya peningkatan ketimpangan antar wilayah. Mobilitas barang dan jasa ini meliputi
kegiatan perdagangan antar daerah ekspor dan migrasi penduduk. Alasannya adalah karena bila mobilitas tersebut kurang lancar maka kelebihan produksi suatu
daerah tidak dapat dijual ke daerah lain yang membutuhkan. Akibatnya ketimpangan antar wilayah akan cenderung tinggi karena kelebihan suatu daerah
tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang membutuhkan, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya. Karena itu tidaklah
mengherankan bilamana, ketimpangan antar wilayah akan cenderung tinggi pada negara sedang berkembang dimana mobilitas barang dan jasa ekspor kurang
lancar dan masih terdapatnya beberapa daerah yang terisolir Syafrizal, 2008. Hasil penelitian yang berbeda dengan hipotesa dapat dimaklumi karena
pada umumnya ekspor kabupaten penghasil migas lebih didominasi oleh komoditas minyak dan gas bumi sehingga semakin besar ekspor maka akan
semakin meningkatkan ketimpangan pendapatan antar wilayah. Struktur ekonomi yang sangat berbeda antar kabupaten di daerah penghasil migas dimana terdapat
satu daerah yang memiliki potensi migas yang sangat berlimpah sementara ada daerah lain yang tidak memiliki potensi migas sama sekali membuat ketimpangan
antar wilayah semakin besar. Seperti diketahui bahwa kabupaten penghasil migas memiliki struktur ekonomi yang sangat beragam. Sebagai contoh Kabupaten
Bengkalis dan Kabupaten Indragiri Hulu yang sama-sama berada di Provinsi Riau memiliki struktur ekonomi yang jauh berbeda. Kabupaten Bengkalis memiliki
struktur ekonomi yang 84 persennya dikuasai oleh sektor pertambangan migas sedangkan Kabupaten Indragiri Hulu sekitar 50 persen struktur ekonominya
didominasi oleh sektor pertanian. Hasil produksi dari kegiatan ekonomi yang berbeda tentunya membuat
nilai ekspor dari kedua daerah tersebut jauh berbeda. Perbedaan nilai ekspor yang besar antar kedua daerah tersebut membuat ketimpangan pendapatan juga
semakin besar. Implikasi dari kondisi ini adalah perlunya peran pemerintah pusat dan daerah untuk lebih mengembangkan potensi unggulan dari masing-masing
daerah sehingga perbedaan pendapatan antar wilayah yang selama ini terjadi dapat dikurangi. Langkah yang dapat dilakukan pemerintah antara lain dengan cara
meningkatkan investasi baik asing maupun dalam negeri di sektor-sektor non pertambangan seperti sektor perkebunan, kehutanan, listik, konstruksi maupun
perdagangan dan jasa.
Variabel investasi mempengaruhi signifikan ketimpangan pendapatan antar wilayah dengan koefisien bertanda negatif yang berarti bahwa peningkatan
investasi akan menurunkan ketimpangan antar wilayah. Peningkatan 1 unit investasi akan mengurangi ketimpangan pendapatan sebesar -1.25E-06 atau
dengan kata lain peningkatan Rp 1 trilyun investasi akan mengurangi ketimpangan pendapatan sebesar 0.001 poin angka indeks. Hal ini sesuai dengan
hipotesa yang ada bahwa kurangnya investasi berarti kurangnya kapitalmodal yang dimiliki oleh daerah sehingga akan semakin meningkatkan kesenjangan di
daerah tersebut. Investasi merupakan suatu faktor yang krusial bagi kelangsungan proses
pembangunan ekonomi dalam melakukan produksi barang dan jasa. Untuk keperluan kegiatan tersebut perlu dibangun pabrik, gedung, perkantoran, mesin
dan alat-alat produksi, infrastruktur, alat transportasi dan komunikasi dan sebagainya. Untuk pengandaan semua itu diperlukan investasi.
Dengan adanya kegiatan produksi, maka terciptalah kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat, yang selanjutnya menciptkan peningkatan
permintaan di pasar. Pasar yang berkembang dan juga volume kegiatan produksi, kesempatan kerja dan pendapatan meningkat dan seterusnya, maka terciptalah
pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi dari Harrod-Domar yang
menerangkan bahwa adanya korelasi positif antara investasi dan laju pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat dikatakan dengan adanya investasi maka pertumbuhan
ekonomi dapat ditingkatkan yang pada akhirnya akan mengurangi kesenjangan antar wilayah.
Selain itu jika kita lihat penyebaran investasi di daerah penghasil seperti Provinsi Kalimantan Timur lebih banyak ditujukan ke sektor bukan pertambangan
migas seperti sektor perkebunan, industri, perdagangan dan jasa lainnya. Kondisi ini membuat kabupaten bukan penghasil migas yang sebelumnya
tertinggal oleh daerah penghasil migas dengan adanya investasi mampu mengimbangi tingkat pendapatan kabupaten penghasil migas Tabel 11.
Tabel 11 Penanaman Modal Asing Menurut sektor di Provinsi
Kalimantan Timur tahun 2007
No Sektor
Jumlah Proyek
Investasi ribu US
Tenaga Kerja
1 Perkebunan
11 157.311
13.397 2
Kehutanan 1
2.000 355
3 Industri Makanan
14 104.688
3587 4
Industri Kimia 1
251.800 -
5 Industri Kertas
2 3.508.970
4.206 6
Industri Kayu 3
64.238 1.249
7 Industri lainnya
2 7.275
133 8
Kontruksi 1
3.508 197
9 Pertambangan
3 3.700
194 10
Perdagangan 18
13.474 655
11 Listrik
1 7.680
22 12
Jasa Lainnya 35
177.896 1.477
Total 92
4.302.543 25.683
Sumber : Badan Promosi dan Investasi Daerah Provinsi Kalimantan Timur
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel dana alokasi umum DAU signifikan mempengaruhi ketimpangan dengan koefisein bertanda negatif yang
berarti bahwa peningkatan dana alokasi umum akan menurunkan ketimpangan antar wilayah . Peningkatan dana alokasi umum sebesar 1 unit akan menurunkan
ketimpangan pendapatan sebesar 4.50E-09 atau dengan kata lain peningkatan dana alokasi umum sebesar Rp 1 trilyun akan menurunkan ketimpangan
pendapatan sebesar 0.004 poin angka indeks. Hasil ini sesuai dengan hipotesa awal dimana peningkatan DAU akan menurunkan ketimpangan pendapatan antar
wilayah. Pemberian Dana Alokasi Umum bertujuan untuk mengurangi kesenjangan
antara kebutuhan pengeluaran dan kapasitas fiskal pemerintah daerah. Tujuannya agar pemerintah kabupatenkota mampu menyediakan layanan masyarakat yang
sudah didesentralisasikan, dalam hal kualitas maupun kuantitas, dengan mempertimbangkan perbedaan kondisi sosial ekonomi masyarakat di seluruh
wilayah Indonesia. Ketimpangan pembangunan antar daerah terutama kesenjangan antar
kabupaten di daerah penghasil migas terlihat sangat nyata dengan diberikan dana bagi hasil sumber daya alam. Agar kesenjangan yang ada tidak terus menjadi
semakin besar maka untuk mengimbanginya diberikanlah dana alokasi umum.
Hal ini dimaksudkan agar daerah dengan sumber daya alam yang terbatas mampu mengimbangi daerah yang relatif kaya dengan sumber daya alam.
Variabel dana bagi hasil DBH tidak signifikan mempengaruhi ketimpangan pendapatan. Hasil yang tidak signifikan ini diduga karena dana bagi
hasil dalam persamaan ini merupakan dana bagi hasil provinsi sehingga tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Penggunaan data pada level provinsi
ini karena keterbatasan data untuk variabel ekspor dan investasi yang hanya tersedia pada level provinsi sehingga untuk variabel lainnya UMR, dana bagi
hasil dan dana alokasi umum mengikuti level kedua variabel tersebut. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syateri 2005
yang melakukan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan antar wilayah di Provinsi Bengkulu menyimpulkan bahwa investasi berpengaruh negatif
terhadap ketimpangan antar wilayah. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada saat ini. Selain itu dari penelitian yang dilakukan oleh Syateri
diketahui bahwa dana perimbangan berpengaruh positif terhadap ketimpangan antar wilayah.
Perbedaan terjadi pada dana perimbangan daerah dimana pada penelitian ini dana perimbangan yang diikutkan dalam model dibagi menjadi 2 yaitu dana
bagi hasil dan dana alokasi umum. Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa dana bagi hasil berpengaruh positif terhadap ketimpangan antar wilayah
sedangkan dana alokasi umum berpengaruh negatif terhadap ketimpangan antar wilayah. Perbedaan yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan tersebut
disebabkan karena oleh adanya perbedaan waktu dan cakupan wilayah penelitian serta penggunaan variabel yang bervariasi misalnya adanya pemisahan variabel
dana perimbangan antara variabel dana bagi hasil dan dana alokasi umum serta penggunaan variabel ekspor dan upah minimum regional dalam penelitian ini.
5.4 Peran Dana Bagi Hasil terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan