mendorong  proses  pembangunan  daerah  melalui  penyediaan  lapangan kerja  yang  lebih  banyak  dan  tingkat  pendapatan  perkapita  yang  lebih
tinggi. Alokasi  investasi  pemerintah  ke  daerah  lebih  banyak  ditentukan
oleh  sistem  pemerintah  daerah  yang  dianut.  Bila  sistem  pemerintahan daerah  yang  dianut  bersifat  sentralistik,  maka  alokasi  dana  pemerintah
akan  cenderung  lebih  banyak  dialokasikan  pada  pemerintah  pusat, sehingga ketimpangan pembangunan antar daerah akan cenderung tinggi.
2.3.2  Dampak Ketimpangan Antar Wilayah
Ketimpangan  antar  wilayah  tidak  bisa  dipandang  sebelah  mata  sebagai suatu  masalah  yang  sederhana.  Ketimpangan  antara  wilayah  yang  ekstrim  akan
menimbulkan beberapa masalah diantara : 1.  Ketimpangan  antar  wilayah  dipandang  sebagai  hal  yang  tidak  adil.
Konsentrasi  pembangunan  pada  masa  lalu  yang  lebih  menfokuskan pembangunan  di  Pulau  Jawa  sehingga  mengabaikan  pembangunan  di
wilayah luar Jawa akan menimbulkan rasa ketidakadilan di sebagian besar masyarakat  di  luar  Jawa.    Jika  hal  ini  terus  menerus  dibiarkan  akan
mengancam kesatuan dan persatuan Indonesia sebagai suatu negara. 2.  Ketimpangan  yang terjadi antar wilayah akan menimbulkan ancaman bagi
stabilitas  dan  keamanan  negara.  Gerakan  separatis  yang  menginginkan untuk merdeka atau untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia  adalah  suatu  contoh  betapa  pentingnya  ketimpangan  antar wilayah harus menjadi perhatian Pemerintah. Hal ini terjadi terutama pada
wilayah  dengan  kekayaan  alam  yang  melimpah  namun  tetap  memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah.
2.4 Dana Bagi Hasil
Dana  bagi  hasil  DBH  merupakan  hak  daerah  atas  pengelolaan  sumber- sumber  penerimaan  negara  yang  dihasilkan  dari  masing-masing  daerah,  yang
besarnya  atas  daerah  penghasil  by  origin  yang  didasarkan  atas  ketentuan perundangan  yang  berlaku.  Secara  garis  besar  DBH  terdiri  atas  DBH  perpajakan
dan DBH sumber daya alam SDA. Sumber-sumber penerimaan perpajakan yang dibagihasilkan  meliputi  pajak  penghasilan  pph  pasal  21  dan  pasal  2529  orang
pribadi,  pajak  bumi  dan  bangunan  PBB,  dan  bea  perolehan  hak  atas  tanah  dan bangunan  BPHTB.  Sementara  itu,  sumber-sumber  penerimaan  SDA  yang
dibagihasilkan  adalah  pertambangan  minyak  bumi,  pertambangan  gas  bumi, pertambangan panas bumi,  pertambangan umum, kehutanan dan perikanan.
Berdasarkan PP Nomor 115 tahun 2000, bagian daerah dari PPh, baik PPh pasal 21 maupun PPh pasal 2529 orang pribadi ditetapkan masing-masing sebesar
20  persen  dari  penerimaannya.  Dua  puluh  persen  bagian  daerah  tersebut  terdiri dari 8 persen bagian propinsi dan 12 persen bagian kabupatenkota. Pengalokasian
bagian penerimaan  pemerintah  daerah
kepada masing-masing  daerah
kabupatenkota  diatur  berdasarkan  usulan  gubernur  dengan  mempertimbangkan berbagai  faktor  lainnya  yang  relevan  dalam  rangka  pemerataan.  Sementara  itu,
sesuai  dengan  PP  Nomor  16  tahun  2000,  bagian  daerah  dari  PBB  ditetapkan  90 persen, sedangkan sisanya  sebesar 10 persen  yang merupakan  bagian pemerintah
pusat, seluruhnya juga sudah dikembalikan kepada daerah. Dari bagian sebesar 90 persen  tersebut,  10  persen  merupakan  upah  pungut,  yang  sebagian  merupakan
bagian  pemerintah  pusat.  Berdasarkan  perhitungan  tersebut,  maka  bagian pemerintah  daerah  dari  penerimaan  PBB  diperkirakan  mencapai  95.7  persen.
Sementara  itu,  bagian  dari  dari  BPHTB,  berdasarkan  UU  nomor  25  tahun  1999 ditetapkan  sebesar  80  persen,  sedangkan  sisanya  sebesar  20  persen  yang
merupakan  bagian  pemerintah  pusat,  juga  seluruhnya  sudah  dikembalikan  ke daerah.
Dalam  undang-undang  tersebut  juga  diatur  mengenai  besarnya  bagian daerah  dari  penerimaan  SDA  minyak  bumi  dan  gas  alam  migas,  yang  masing-
masing ditetapkan sebesar 15 persen dan 30 persen dari penerimaan bersih setelah dikurangi  komponen  pajak  dan  biaya-biaya  lainnya  yang  merupakan  faktor
pengurang. Sesuai  dengan  ketentuan  Pasal  14  huruf  e dan  huruf  f dan  Pasal  106  ayat
1 UU Nomor 33 Tahun 2004, mulai tahun 2009 alokasi untuk daerah dari bagi hasil pertambangan  minyak  bumi  dan  gas  bumi,  ditetapkan  masing-masing  15,5
persen  dan  30,5  persen  dari  penerimaannya  setelah  dikurangi  komponen  pajak dan pungutan lainnya.
2.5 Daerah Penghasil Migas