Daerah Penghasil Migas Daerah Tertinggal Kerangka Penelitian

persen dan 30,5 persen dari penerimaannya setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.

2.5 Daerah Penghasil Migas

Definisi daerah penghasil migas adalah daerah dimana terdapat penerimaan negara dari migas atau daerah dimana terdapat lapangansumur yang berproduksi dan ada produk yang dijual lifting. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2009 Penggolongan daerah penghasil migas ditetapkan sebagai berikut:  Daerah 0 - 4 mil laut kabupatenkota,  Daerah 4 - 12 mil laut propinsi  Daerah 12 mil laut pemerintah pusat.

2.6 Daerah Tertinggal

Daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional dan berpenduduk yang relatif tertinggal. Penetapan daerah tertinggal menggunakan pendekatan penghitungan 6 enam kriteria dasar yaitu: perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, prasarana infrastruktur, kemampuan keuangan lokal celah fiskal, aksesibilitas dan karakteristik daerah Meneg PDT, 2005.

2.7 Penelitian Terdahulu

2.7.1 Penelitian tentang Pertumbuhan Ekonomi

Brojonegoro 2001 dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa dengan dana bagi hasil sumber daya alam maka daerah kaya seperti Kalimantan Timur, Riau dan Aceh akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Sedangkan daerah seperti Papua tidak terpengaruh secara signifikan pertumbuhannya dengan transfer dana bagi hasil SDA. Liu dalam Haryanto, 2006 menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa desentralisasi fiskal memiliki efek positif dan signifikan didalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di China. Penelitian lain juga dilakukan oleh Faisal 2002 dengan menggunakan data panel di 26 propinsi di Indonesia periode pengamatan 1995 sampai dengan 1999. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal memiliki dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya tingkat propinsi di Indonesia. Haryanto 2006, dalam penelitian dengan menggunakan data kabupaten seluruh Indonesia pada periode waktu 2001 sampai 2004 meneliti pengaruh variabel pendidikan, pengangguran, ketimpangan daerah, infrastruktur, jumlah penduduk dan keterbukaan daerah serta indikator desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari penelitiannya, disimpulkan bahwa variabel pendidikan, ketimpangan wilayah, jumlah penduduk dan infrastruktur mempengaruhi secara postif pertumbuhan ekonomi. Sedangkan variabel pengangguran signifikan negatif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Selain itu diketahui bahwa indikator pendapatan asli daerah terbukti positif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sari 2006, dalam penelitiannya mengamati pengaruh perkembangan perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi regional di 30 propinsi pada periode 1987-2002. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel tabungan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

2.7.2 Penelitian tentang Kemiskinan

Balisacan et al 2003 melakukan studi mengenai pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan di Indonesia dan apa yang ditunjukkan oleh data subnational. Hasil penelitian ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan memiliki hubungan yang kuat untuk tingkat agregat. Penelitian menggunakan metode data panel dengan menggunakan data 285 kabupaten kota. Skira 2006 melakukan penelitian yang bertujuan menganalisa hubungan antara desentralisasi fiskal dan kemiskinan di 200 Negara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa regresi data panel dengan membentuk model hubungan antara dana perimbangan daerah dan kemiskinan dengan menggunakan Indeks Pembangunan Manusia sebagai variabel proksinya. Variabel lain yang digunakan dalam model ini antara lain pengeluaran Sosial untuk masyarkat miskin, gini ratio, PDB perkapita , kepadatan penduduk, tingkat kelahiran dan persentase penduduk yang lulus sekolah dasar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana perimbangan daerah, pengeluaran sosial untuk masyarakat miskin, PDB perkapita dan kepadatan penduduk dan persentase penduduk yang lulus sekolah dasar memberikan dampak yang positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Sementara itu Gini ratio dan tingkat kelahiran berdampak negative terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Siregar dan Wahyuniarti 2008 dalam penelitiannya mengamati pengaruh pertumbuhan ekonomi dan variabel-variabel lain seperti share sektor pertanian dan industri dalam PDRB, populasi, inflasi, jumlah penduduk yang lulus SMP, SMU, dan Diploma berdampak terhadap penurunan kemiskinan di 26 propinsi antara tahun 1995-2005 dengan menggunakan metode data panel. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi, share sektor pertanian dalam PDRB, share sektor industri dalam PDRB, jumlah penduduk yang lulus SMP, SMU dan Diploma berhubungan negatif dengan jumlah kemiskinan. Sedangkan variabel populasi dan inflasi berhubungan positif dengan kemiskinan. Zulfachri 2006 dalam penelitiannya mengamati pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan terhadap kemiskinan di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi berganda. Hasil penelitian ini memberikan hasil bahwa pertumbuhan ekonomi mendorong perlambatan laju pertumbuhan kemiskinan, sebaliknya ketidakmerataan pendapatan akan meningkatkan laju pertumbuhan kemiskinan. Alawi 2006 melakukan penelitian pengaruh anggaran belanja pembangunan daerah terhadap kemiskinan dengan menggunakan model regresi data panel sebagai alat analisa. Penelitian yang dilakukan menggunakan data seluruh kabupaten dan kota yang berada di wilayah propinsi Jawa Tengah tahun 2002-2004. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa alokasi pengeluaran untuk human capital investment belum mampu mengurangi tingkat kemiskinan dan kedalaman kemiskinan, walaupun tingkat keparahan kemiskinan dapat dikurangi. Sementara itu, alokasi pengeluaran untuk kepentingan menyediakan jaminan sosial telah berhasil memperbaiki tingkat kemiskinan, kedalam kemiskinan dan keparahan kemiskinan. Fatma 2005 dalam penelitiannya mengamati pengaruh inflasi dan pengangguran terhadap kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan analisa regresi data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh searah dan signifikan terhadap Head Count Index, Poverty Gap Index dan Distributionally Sensitive Index. Pengangguran berpengaruh searah terhadap Head Count Index dan Poverty Gap Index tapi berpengaruh tidak searah terhadap Distributionally Sensitive Index.

2.7.3 Penelitian tentang Ketimpangan Antar Wilayah

LPEM-UI 2001, dalam penelitian mengamati dampak dana bagi hasil sumber daya alam SDA dan dana alokasi umum terhadap ketimpangan pendapatan di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana bagi hasil SDA memberi dampak yang buruk terhadap disparitas pendapatan antar daerah sementara dana alokasi umum cukup efektif mengurangi disparitas antar daerah. Syateri 2005, dalam penelitiannya mengamati pengaruh investasi, jumlah tenaga kerja, sumbangan pemerintah pusat dan pengeluaran konsumsi rumah tangga terhadap kesenjangan antar kabupatenkota di Propinsi Bengkulu. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel investasi dan tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap kesenjangan antara wilayah. Sementara itu, variabel sumbangan pemerintah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Esmara dalam Syateri, 2005 yang melakukan studi analisis tentang kesenjangan antar daerah dengan melihat koefisien disparitas Williamson dengan menggunakan data PDRB perkapita dari tahun 1968-1972. Secara umum disimpulkan bahwa dengan menggunakan PDRB dengan migas, kesenjangan antar daerah jauh lebih tinggi dibandingkan PDRB tanpa migas dan selama periode ini baik tanpa migas maupun dengan migas kesenjangan antar daerah cenderung meningkat. Uppai dan Handoko 1986 menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa pertumbuhan ekonomi cenderung menurunkan kesenjangan pendapatan antar daerah dalam kurun waktu 1976-1980, dengan pengecualian tahun 1979. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Karneo dan Rietveldt 1987 dengan menambah perhitungan koefisien disparitas Williamson, yaitu tahun 1975, 1982 dan 1983 menunjukkan adanya kecenderungan kesejangan pendapatan regional yang menaik. Akita dan Lukman dalam Syateri, 2005 dalam penelitiannya mengenai ketidakseimbangan pendapatan antar propinsi di Indonesia dengan menggunakan data PDB non migas perkapita periode tahun 1975-1992 menemukan bahwa koefisien disparitas indeks Williamson nyaris stabil, setelah melalui perubahan yang signifikan terhadap strukturnya. Peranan sektor tersier sangat besar, meskipun dalam waktu berikutnya cenderung menurun. Sedangkan share Gross Domestic Product GDP sektor sekunder mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi besarnya koefisien kesenjangan. Selanjutnya Garcia dan Soelistianingsih dalam Syateri, 2005 melakukan penelitian tentang terjadinya perbedaan pendapatan propinsi-propinsi di Indonesia yang disebabkan oleh rendahnya indikator kesehatan dan angka melek huruf masayarakat pedesaan dan propinsi-propinsi miskin. Rendahnya indikator kedua aspek tersebut merupakan penyumbang terbesar pada tingkat kesenjangan regional di Indonesia.

2.8 Kerangka Penelitian

Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diwujudkan dalam bentuk pembagian dana alokasi umum, dana bagi hasil dan dana alokasi khusus bagi pemerintah daerah provinsi dan kabupatenkota. Khusus bagi daerah penghasil migas, pemerintah daerah setempat memperoleh dana bagi hasil sumber daya alam minyak dan gas bumi DBH SDA migas. Besarnya dana bagi hasil yang diterima dan pengalokasian APBD untuk pengeluaran yang berbeda-beda antar masing-masing Pemerintah Daerah memberikan dampak berbeda pula pada pencapaian tingkat kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi di tiap daerah. Penelitian ini ingin melihat bagaimana struktur perekonomian kabupaten penghasil migas secara umum, dampak migas terhadap ketimpangan pendapatan serta mengamati variabel-variabel yang terkait dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Selain itu pada penelitian ini juga ingin dilihat tingkat kemajuan dalam pembangunan daerah menurut tipologi Klassen. Tentunya kemajuan yang dicapai oleh tiap daerah berbeda satu dengan yang lain. Hal ini tidak terlepas dari besarnya sumber-sumber pendapatan daerah dalam APBD dimana salah satu diantaranya dana bagi hasil. Seberapa jauh ketimpangan pembangunan antar daerah penghasil migas akan dilihat dalam penelitian ini dengan menghitung indeks Williamson Gambar 2. Gambar 2 . Kerangka Penelitian Desentralisasi Fiskal Pemerintah daerah Daerah bukan penghasil migas Penerimaan Daerah  PAD  DAU, DAK, DBH non migas  Pinjaman Daerah  Lain-lain Penerimaan yang sah Daerah Penghasil Migas Variabel penelitian yang digunakan Penerimaan Daerah  PAD  DAU, DAK  DBH  Pinjaman Daerah  Lain-lain Penerimaan yang sah Pengeluaran daerah menurut penggunaan  Kesehatan, Pendidikan, Pelayanan Umum, Ketertiban dan Ketentraman, Ekonomi, Lingkungan Hidup, Perumahan dan fasilitas umum, Pariwisata dan budaya, Perlindungan Sosial Analisa Ekonometrik Analisa Tipologi Klassen Analisa Deskriptif Karakteristik daerah Indeks Williamson Dampak DBH terhadap : Pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan Klasifikasi daerah Ketimpangan pendapatan antar daerah pertumbuhan, kemiskinan Hasil penelitian dan pembahasan Kesimpulan dan Saran --------- : Masalah yang dibahas

III. METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari dari publikasi-publikasi yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik, BPS Provinsi, BPS Kabupaten, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Bank Indonesia. Selain itu penelitian ini juga memanfaatkan sumber-sumber literatur dan jurnal yang berkaitan dengan objek penelitian Analisis Deskriptif Analisis ini dipergunakan untuk memberi gambaran terkini kondisi sosial ekonomi kabupaten penghasil migas seperti struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan dengan bantuan grafik dan tabel. Tipologi Klassen Gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah merupakan analisis yang cukup penting untuk melihat kondisi perekonomian suatu daerah. Dengan melihat pola dan struktur pertumbuhan ekonomi akan dapat terlihat bagaimana potensi relatif perekonomian suatu daerah baik secara agregat maupun secara sektoral terhadap daerah lain sekitarnya. Pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah oleh para ahli ekonomi biasanya digunakan analisis tipologi Klassen. Alat analisis ini didasarkan pada dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita di suatu daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan perkapita sebagai sumbu horizontal. Menurut Sjafrizal 2008 melalui alat analisis ini dapat diperoleh empat klasifikasi daerah yang masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda, yaitu: