Penelitian tentang Ketimpangan Antar Wilayah

Sementara itu, alokasi pengeluaran untuk kepentingan menyediakan jaminan sosial telah berhasil memperbaiki tingkat kemiskinan, kedalam kemiskinan dan keparahan kemiskinan. Fatma 2005 dalam penelitiannya mengamati pengaruh inflasi dan pengangguran terhadap kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan analisa regresi data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh searah dan signifikan terhadap Head Count Index, Poverty Gap Index dan Distributionally Sensitive Index. Pengangguran berpengaruh searah terhadap Head Count Index dan Poverty Gap Index tapi berpengaruh tidak searah terhadap Distributionally Sensitive Index.

2.7.3 Penelitian tentang Ketimpangan Antar Wilayah

LPEM-UI 2001, dalam penelitian mengamati dampak dana bagi hasil sumber daya alam SDA dan dana alokasi umum terhadap ketimpangan pendapatan di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana bagi hasil SDA memberi dampak yang buruk terhadap disparitas pendapatan antar daerah sementara dana alokasi umum cukup efektif mengurangi disparitas antar daerah. Syateri 2005, dalam penelitiannya mengamati pengaruh investasi, jumlah tenaga kerja, sumbangan pemerintah pusat dan pengeluaran konsumsi rumah tangga terhadap kesenjangan antar kabupatenkota di Propinsi Bengkulu. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel investasi dan tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap kesenjangan antara wilayah. Sementara itu, variabel sumbangan pemerintah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Esmara dalam Syateri, 2005 yang melakukan studi analisis tentang kesenjangan antar daerah dengan melihat koefisien disparitas Williamson dengan menggunakan data PDRB perkapita dari tahun 1968-1972. Secara umum disimpulkan bahwa dengan menggunakan PDRB dengan migas, kesenjangan antar daerah jauh lebih tinggi dibandingkan PDRB tanpa migas dan selama periode ini baik tanpa migas maupun dengan migas kesenjangan antar daerah cenderung meningkat. Uppai dan Handoko 1986 menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa pertumbuhan ekonomi cenderung menurunkan kesenjangan pendapatan antar daerah dalam kurun waktu 1976-1980, dengan pengecualian tahun 1979. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Karneo dan Rietveldt 1987 dengan menambah perhitungan koefisien disparitas Williamson, yaitu tahun 1975, 1982 dan 1983 menunjukkan adanya kecenderungan kesejangan pendapatan regional yang menaik. Akita dan Lukman dalam Syateri, 2005 dalam penelitiannya mengenai ketidakseimbangan pendapatan antar propinsi di Indonesia dengan menggunakan data PDB non migas perkapita periode tahun 1975-1992 menemukan bahwa koefisien disparitas indeks Williamson nyaris stabil, setelah melalui perubahan yang signifikan terhadap strukturnya. Peranan sektor tersier sangat besar, meskipun dalam waktu berikutnya cenderung menurun. Sedangkan share Gross Domestic Product GDP sektor sekunder mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi besarnya koefisien kesenjangan. Selanjutnya Garcia dan Soelistianingsih dalam Syateri, 2005 melakukan penelitian tentang terjadinya perbedaan pendapatan propinsi-propinsi di Indonesia yang disebabkan oleh rendahnya indikator kesehatan dan angka melek huruf masayarakat pedesaan dan propinsi-propinsi miskin. Rendahnya indikator kedua aspek tersebut merupakan penyumbang terbesar pada tingkat kesenjangan regional di Indonesia.

2.8 Kerangka Penelitian