Karakteristik Beberapa Jenis Ikan Pelagis

18 Ikan tongkol Euthynnus spp hidup pada suhu 20 – 22 o C dengan salinitas dalam kisaran 32,21–34,40 o oo , tersebar di perairan Kalimantan, Sumatera, pantai India, Filipina dan sebelah selatan Australia, sebelah barat Afrika Barat, Jepang, sebelah barat Hawai dan perairan pantai Pasific – Amerika. Ikan tongkol memiliki panjang tubuh mencapai 80 cm dan umumnya 30 – 50 cm. Jenis tongkol lainnya adalah axuis thazard, hidup di daerah pantai, lepas pantai perairan Indonesia dan berkelompok besar, panjangnya mencapai 50 cm, umumnya 25 – 40 cm. Tenggiri scomberomorus lineolatus, habitatnya di seluruh perairan pantai sehingga daerah penangkapan ikan tenggiri di perairan pantai, pada salinitas 34,21–34,60 o oo . Tenggiri tersebar di seluruh perairan Indonesia, Sumatera, Jaut Jawa. Perairan Indo-Pasifik, Teluk Benggala, Laut Cina Selatan dan India. Semua jenis tongkol dan tenggiri bersifat karnivora makan ikan–ikan kecil, cumi-cumi dan predator serta merupakan ikan perenang cepat. Pada umumnya ketiga jenis ikan tersebut ditangkap saat gelombang dan angin sedang. Ikan layang decapterus spp. bersifat stenohaline, hidup secara berkelompok pada kedalaman 20 – 25 meter , menghendaki perairan yang jernih dan merupakan ikan karnivora plankton, crustacea. Sebarannya di Indonesia terdapat di perairan Ambon, Ternate, Laut Jawa. Selar atau bentong selar cromenopthalmus hidup berkelompok di perairan pantai yang hangat sampai kedalaman 80 m. Ikan ini bersifat karnivora makan ikan kecil, crustacea, panjang mencapai 30 cm, umumnya 20 cm. Tersebar di Sumatera, Nias, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Sulawesi, Ambon, Seram, Laut Merah, Natal, Zanzibar, Madagaskar, Muskat, India, Cina, Jepang, Formosa, Filipina, sampai perairan tropis Australia. Waktu siang dan malam, keadaan cuaca sedang, pada kedalaman 20 –25 m dan berjarak 1 – 3 mil. Linting 1994 menyatakan bahwa, informasi tentang musim ikan merupakan satu di antara unsur penunjang pengembangan usaha perikanan. Yang dimaksud dengan musim ikan adalah melimpahnya hasil tangkapan yang diperoleh dan didaratkan di suatu wilayah tanpa ada hubungan langsung dengan kelimpahan stok ikan yang ada di suatu perairan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa musim ikan dicirikan oleh tingginya hasil tangkapan dan bukan oleh tingginya indeks kelimpahan stok. Dari data yang diperoleh di TPI Bau-Bau 19 Sulawesi Tenggara, dapat diketahui bahwa beberapa jenis ikan ekonomis yang menonjol memperlihatkan fluktuasi hasil tangkapan bulanan. Fluktuasi hasil tangkapan secara rinci menunjukkan pola yang sedikit berbeda satu sama lain. Produksi rata-rata ikan layang selama periode 1985 – 1992 berkisar antara 65,7 – 191, 8 ton. Musim ikan layang dicirikan oleh tingginya produksi bulanan yang melebihi 100 tonbulan dan terjadi selepas puncak musim barat Februari sampai dengan Mei dan mulai puncak musim timur sampai dengan Oktober. Ikan layang yang didaratkan terdiri atas jenis layang biasa dan jenis layang berukuran besar dari jenis Decapterus himimulatus . Ikan selar atau megalaspis cordyla, hidup di perairan pantai sampai kedalaman 60 m dan berkelompok, dari perairan tropis yang suhunya hangat. Panjang tubuh ikan ini mencapai 40 cm dan umumnya 30 cm. Sebaran ikan ini di Laut Jawa, Sulawesi, Sumatera, Selat Karimata, Bali, Sumbawa dan Ambon, Madagaskar, Teluk Bengala, Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Formosa, Filipina, Samoa, dan Hawaii. Selar kuning caranx leptolepis banyak ditemukan hidup di perairan pantai sampai kedalaman 25 m dan hidup berkelompok. Ikan ini bersifat karnivora makan ikan-ikan kecil, udang-udangan dan pada umumnya berukuran 15 cm. Ikan ini tersebar di daerah Sumatera Bangka, Belitung, Selat Karimata, Laut Jawa dan Selat Makasar. Ikan ini ditangkap pada kedalaman 20–25 m dan berjarak 25–30 km dari pantai dengan waktu penangkapan menjelang subuh. Kuweh caranx sexfaciathus hidup di perairan dangkal dan pantai, hidup berkelompok, dan termasuk ikan karnivora ikan kecil, crustacea, panjangnya mencapai 40 cm umumnya 20 – 30 cm. Ikan ini dijumpai di perairan pantai seluruh Indonesia, Nias, sepanjang pantai Laut Cina Selatan, Filipina, Cina, Formosa sampai ke perairan tropis Australia. Kuweh jenis lain yaitu alectis indicus , hidup di perairan pantai yang dangkal sampai kedalaman 20 – 25 m, termasuk ikan karnivora makan crustacea, ikan kecil dan hidup berkelompok. Jenis ikan ini, panjangnya mencapai 75 cm dan umumnya 40 cm, terdapat di perairan Sumatera, Laut Jawa, Bangka, Kalimantan dan Sulawesi, Teluk Benggala, Teluk Siam, Pantai Cina Selatan sampai perairan tropis Australia. Ikan ini tertangkap pada kedalaman 20 m dan berjarak 2–4 mil dari pantai. 20 Kembung laki-laki atau banyar rastelliger kanagurta, hidup di perairan pantai dan lepas pantai dengan suhu 22 – 24 o C, kedalaman 8 – 15 meter yang perairannya berkadar garam tinggi dan hidup berkelompok. Bersifat karnivora, dengan panjang mencapai 35 cm dan umumnya 20 –25 cm. Ikan ini terdapat hampir di seluruh perairan Indonesia dengan konsentrasi terbesar di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Laut Jawa, Selat Malaka, Arafuru, Teluk Siam. Kembung perempuan rastelliger neglectus, hidup di perairan neritik, mendekati pantai dan membentuk kelompok besar. Bersifat karnivora plankton, diatom, copepoda, mengalami migrasi yang dipengaruhi oleh suhu, salinitas, makanan dan arus. Panjangnya mencapai 30 cm dan umumnya 15 – 20 cm. Ikan ini banyak terdapat di perairan Kalimantan, Sumatera Barat, Laut Jawa, Selat Malaka, Muna, Buton, dan Arafuru. Zainuddin 2007 menyatakan bahwa, ikan kembung di perairan Sulawesi Selatan mempunyai hubungan yang signifikan antara hasil tangkapan dengan faktor oseanografi yaitu SPL, salinitas dan kecepatan arus. Ini berarti bahwa dengan ketiga faktor oseanografi tersebut, pada tingkat akurasi tertentu hasil tangkapan ikan kembung dapat diprediksi dengan persamaan. Sedangkan uji signifikansi parameter menunjukkan bahwa SPL dan kecepatan arus memberi kontribusi yang lebih nyata dalam menjelaskan variasi hasil tangkapan. Hasil pengukuran SPL yang diperoleh selama penelitian di Kabupaten Bantaeng berkisar 29°C - 31°C. Kebanyakan upaya penangkapan gillnet dilakukan pada kisaran suhu 29 - 29,5° C, yang sesuai dengan penangkapan ikan kembung. Hal ini menunjukkan bahwa faktor SPL secara statistik berpengaruh nyata terhadap variasi jumlah hasil tangkapan. Hal ini berarti bahwa variabel SPL memegang peran penting dalam memprediksi hasil tangkapan ikan kembung. Ikan lemuru termasuk jenis ikan stenohaline, pada umumnya hidup pada kedalaman 70 – 200 meter di perairan dengan salinitas 30 o oo . Berdasarkan penelitian yang dilakukan Merta dan Badaruddin 1992 dalam Yusuf 2000, diketahui bahwa ikan lemuru di Selat Bali hanya terdapat di paparan saja baik paparan Jawa maupun Bali pada kedalaman kurang dari 200 m. Pada siang hari ikan ini membentuk kelompok yang padat pada kedalaman sekitar 70 m. Sebagian besar dari jenis-jenis ikan lemuru yang tertangkap di sebagian perairan Indonesia 21 dan sekitarnya adalah sardinella fimbriata, sardinella gibbosa, sardinella sirm. Khusus di Selat Bali, sardinella yang dominan adalah sardinella longiceps. Pet 1997 menyatakan bahwa, puncak hasil tangkapan ikan lemuru di Selat Madura dan Selat Bali tercatat mulai awal musim hujan sekitar November dan Desember, sedangkan di Samudera Hindia terjadi pada musim kemarau mulai bulan Juli sampai Oktober. Kondisi menunjukkan bahwa aktivitas reproduksi ikan Sardinella di Selat Madura terjadi pada bulan November dan Desember, dan diperkirakan mengalami perkembangan sampai mencapai ukuran panjang sekitar 12 cm, 17 cm dan 19 cm masing-masing pada tahun pertama, kedua, dan ketiga. Lumban Gaol 2004 menyatakan bahwa lemuru merupakan pemakan plankton, namun hubungan antara fitoplankton dan lemuru di Selat Bali sampai saat ini belum diketahui secara pasti karena keterbatasan data plankton dari hasil pengukuran secara langsung. Namun demikian, citra satelit penginderaan jauh dapat memberikan informasi dan kontribusi tentang hubungan antara konsentrasi klorofil-a dan kelimpahan lemuru. Pasaribu et al 2004 menyatakan bahwa, eksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil di lepas pantai Laut Jawa telah dilakukan sejak tiga puluh tahun terakhir. Alat tangkap jaring yang dipergunakan terdiri dari beberapa macam, namun ikan yang didaratkan umumnya dilakukan dengan alat tangkap purse seine. Tangkapan ikan paling tinggi didominasi oleh ikan jenis scads deapterus spp., jack mackarel rastrellin ger spp dan sardines sardinella spp.. Analisis upaya yang didasarkan pada data statistik perikanan Pekalongan Jawa Tengah yang merupakan pangkalan perikanan utama dengan alat tangkap purse seine dalam periode tahun 1976 sampai 2000 menunjukkan bahwa, jumlah hasil tangkapan cenderung meningkat sebanding dengan jumlah perahukapal motor. Secara hirarkis, ikan pelagis kecil di Laut Jawa dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu ikan pelagis yang tertangkap oleh purse seine besar di wilayah laut lepas, dan ikan pelagis yang tertangkap oleh mini purse seine di perairan dekat pantai. Penyebaran ikan pelagis kecil juga ditemukan di sisi timur dari Selat Makassar dan sekitar Laut Cina Selatan. Patir at al 1995 membagi ikan pelagis kecil menjadi tiga tipe populasi yaitu : 22 a. Oceanic, yang tertangkap ketika air laut dari Laut Banda masuk ke Laut Jawa selama musim monsun tenggara antara Agustus dampai November. b. Neritic, yang tertangkap sepanjang tahun. c. Coastal, yang tertangkap sepanjang tahun dalam jumlah yang sedikit. Habitat ikan pelagis juga banyak dipengaruhi oleh suhu perairan yang menjadi tempat hidupnya. Pengaruh suhu secara vertikal diantaranya terlihat pada saat suhu perairan tiba-tiba mengalami kenaikan cukup tajam akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh ikan, sehingga kebutuhan oksigen pada ikan juga meningkat. Di sisi lain, kenaikan suhu justru akan menurunkan tingkat kelarutan oksigen. Kondisi ini biasa terjadi pada siang hari dan akan menyebabkan ikan lebih suka berada di lapisan lebih dalam dibandingkan di permukaan. Kepekaan beberapa jenis ikan pelagis terhadap suhu, kedalaman, salinitas, dan kecerahan air laut yang menjadi habitatnya. Penelitian hubungan antara SPL dan kandungan klorofil-a berdasarkan data Aqua Modis untuk pengkajian pendugaan hasil tangkapan ikan pelagis besar tongkol Dan cakalang di perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode Juli 2002 – Desember 2006, rata-rata SPL tertinggi terjadi pada bulan April 2003 yakni sebesar 30,35 o C. Dengan kondisi suhu tersebut hasil produksi ikan yang diperoleh adalah sebesar 6,142 ton. Sedangkan rata-rata SPL terendah terjadi pada bulan Agustus 2006 yakni sebesar 25,64 o C, dengan hasil produksi ikan yang diperoleh adalah sebesar 65,195 ton. Produksi hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2002 sebesar 220 ton, dengan kondisi SPL adalah 26,65 o C. Sedangkan berdasarkan kandungan klorofil-a, pada periode Juli 2002 – Desember 2006, rata-rata kandungan klorofil-a tertinggi terjadi pada bulan September 2006 yakni sebesar 1.0177 mgm 3 . Dengan kondisi kandungan klorofil-a tersebut hasil produksi ikan yang diperoleh adalah sebesar 145,5 ton, sedangkan rata-rata kandungan klorofil-a terendah terjadi pada bulan Januari 2003 yakni sebesar 0.1083 mgm3 dengan hasil produksi ikan yang diperoleh adalah sebesar 17,321 ton. Produksi hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2002 sebesar 220 ton, dengan kandungan klorofil-a adalah 0.3201 mgm 3 . 23

2.3 Data Penginderaan Jauh untuk Penangkapan Ikan

Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk kelautan dikembangkan dengan alasan : i penggunaan sensor baru dengan meningkatkan resolusi spektral dan spasial yang dapat mengamatimengukur parameter oseanografi dengan lebih teliti; ii kemudahan dalam mengakses data; iii kemampuan mengolah dan mendisseminasikan data melalui sistem pengolahan digital; iv meningkatnya kepedulian dari pengguna dalam memanfaatkan keunggulan dari teknologi penginderaan jauh Maryani, 2003. Sumedi 2008, melakukan penelitian dengan membandingkan lokasi penangkapan ikan dengan SPL dan kandungan klorofil-a yang dihitung dengan menggunakan data MODIS. Dengan mengadopsi metode yang biasa dilakukan di LAPAN, prediksi zona potensi penangkapan ikan dilakukan dengan analisis overlay antara citra kantur SPL dengan citra kontur kandungan klorofil-a. Titik- titik perpotongan antara kontur SPL dan kontur klorofil-a, dipredikasi sebagai zona potensi penangkapan ikan pelagis. Hasil penelitian yang dilakukan menujukkan bahwa ikan-ikan pelagis kecil tembang, kembung, layang dan cakalang cenderung tertangkap di perairan dengan suhu dalam selang 26 – 29 C dan konsentrasi klorofil-a 0,5 – 2,5 mgm 3 . Di sisi lain, pemahaman tentang interaksi antara lingkungan oseanografi dengan organisme laut masih sangat minim dan sangat sulit untuk meneliti atau mengamati melalui kegiatan eksperimen. Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh sangat penting untuk memecahkan masalah perikanan untuk mengetahui hubungan antara lingkungan oseanografi dengan penyebaran dan kelimpahan sumberdaya ikan Santos, 2000. Berdasarkan hasil uji coba penggunaan data suhu permukaan laut yang diperoleh dari data NOAA-AVHRR dalam penentuan zona yang potensial untuk penangkapan ikan yang dilakukan oleh Narendra 1993, dibuat grafik antara jarak dari titik dengan daerah yang diduga sebagai lokasi berkumpulnya ikan dengan hasil tangkapan tersebut nampak bahwa pada posisi yang ditunjuk mendapatkan hasil yang paling tinggi. Pada uji coba dilakukan klasifikasi antara jarak setiap 5 km dalam bentuk lingkaran dari titik yang ditunjuk, sehingga pendugaan dibuat dalam bentuk lingkaran dengan jari-jari 5 km, dan dikembangkan dengan jari-jari 10 km, 15 km dan 20 km Gambar 2. Hasil penelitian yang dilakukan di 24 Samudera Hindia menunjukkan bahwa, hasil tangkapan tertinggi berada tepat pada titik tengah lingkaran dengan tangkapan lebih dari 600 kg. Hasil tangkapan kedua berada dalam radius 5 km dengan tangkapan 250 kg – 300 kg. Uji coba penangkapan dalam radius 10 km menghasilkan 150 kg – 250 kg, dan dalam radius terluar yaitu 15 km menghasilkan tangkapan sekitar 25 kg. Gambar 2 Korelasi antara jarak dari titik pusat zona potensi penangkapan ikan dengan hasil tangkapan ikan.

2.4 Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia

Dengan memperhatikan sebaran daerah penangkapan ikan, karakteristik bio- ekologi dan oseanografi, wilayah perairan Indonesia dibagi kedalam 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP sebagaimana Gambar 3. Pembagian wilayah perairan Indonesia menjadi 11 WPP sebagai berikut : 1 Selat Malaka, WPP571; 2 Samudera Hindia A, WPP572; 3 Samudera Hindia B, WPP573; 4 Laut Cina Selatan, Laut Natuna dan Selat Karimata, WPP711; 5 Laut Jawa, WPP712; 6 Selat Makassar dan laut Flores, WPP713; 7 Laut Banda WPP714; 8 Laut Arafura dan Laut Aru, WPP715; 9 Laut Maluku, Laut Seram dan Teluk Tomini, WPP716; 10 Laut Sulawesi dan Laut Halmahera, WPP717; 11 Samudera Pasifik, WPP718. WPP Laut Jawa WPP 712 berupakan bagian dari paparan Hasil Tangkapan Kg Jarak dari Titik Pusat