SPL, klorofil-a, angin, gelombang, dan arus

101 penangkapan ikan, sebaliknya Laut Jawa sangat diperngaruhi oleh angin dari arah barat sehingga menghambat kegiatan penangkapan ikan. Sebaran SPL pada bulan Januari mengalami peningkatan dari sebelumnya sehingga thermal front terjadi dalam kisaran 28 o - 30 o C. Kenaikan suhu dalam periode tersebut yang dihitung berdasarkan data satelit NOAA-AVHRR ini sejalan dengan hasil pengamatan lapangan yang menunjukkan nilai kisaran suhu 28,5 o – 29,0 o C. Sebagaimana bulan sebelumnya, arus air laut mayoritas dari arah barat dan kadang-kadang dari utara dengan kecepatan maksimum 0,19 mdetik dan kecepatan rata-rata 0,07 mdetik Santos, 2005. Hasil perolehan SPL dan pengukuran suhu tersebut juga sesuai dengan hasil pengukuran oleh Bintoro 2002 bahwa suhu di permukaan berada pada kisaran 28,5 o – 28,88 o C. Kandungan khlorofil-a secara umum berada dalam kisaran 0,1 – 0,8 mgm 3 . Angin yang dominan datang dari arah barat dan barat laut tidak banyak mempengaruhi Selat Madura sehingga sangat memungkinkan bagi nelayan Situbondo untuk melakukan penangkapan ikan dengan penuh selama bulan Januari. Sebaliknya, kondisi angin dan gelombang di Laut Jawa dan Laut Flores masih seperti bulan sebelumnya sehingga menimbulkan kesulitan bagi kegiatan penangkapan ikan. Sebaran SPL Selat Madura berdasarkan data NOAA-AVHRR pada bulan Februari yang merupakan akhir musim barat mengalami perubahan dibandingkan bulan Januari. Suhu terendah mengalami penurunan dari 28 o C menjadi 27 o C, sedangkan suhu tertinggi mengalami peningkatan dari 30 o C menjadi 31 o C, sehingga Thermal front terjadi dalam kisaran SPL 27 o – 31 o C. Nilai kisaran SPL hasil perhitungan menggunakan data satelit NOAA-AVHRR ini sesuai dengan hasil pengukuran lapangan di stasiun Oyong Sampang yang menunjukkan suhu dalam kisaran 28,5 o – 29,0 o C, dengan arus air laut mayoritas dari arah timur dan kadang-kadang dari utara dan selatan dengan kecepatan maksimum 0,19 mdetik dan rata-rata dengan kecepatan 0,07 mdetik Santos, 2005. Hasil pengukuran di beberapa stasiun pengamatan menunjukkan bahwa suhu permukaan berada pada kisaran 28,0 o – 29,0 o C Bintoro, 2002. Konsentrasi klorofil-a yang berada pada kisaran 0,3 – 0,5 mgm 3 menunjukkan kesuburan perairan Selat Madura lebih tinggi dibandingkan di perairan Laut Jawa dan Laut Bali dengan kandungan 102 klorofil-a yang lebih rendah yaitu 0,2 – 0,4 mgm 3 . Kecepatan angin dan ketinggian gelombang yang dominan datang dari arah barat dan barat laut, memberikan kemungkinan bagi nelayan Situbondo untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di Selat Madura selama bulan Februari. Kondisi oseanografi di perairan Selat Madura pada bulan Maret yang merupakan bulan pertama musim peralihan pertama, mengalami perubahan dibandingkan bulan terahir musim barat. Thermal front terjadi pada pertemuan antara massa air dalam kisaran SPL 28 o - 32 o C. Konsentrasi klorofil-a di Selat Madura mengalami peningkatan terutama mulai dari bagian tengah hingga bagian timur dengan kisaran 0,4 – 1,0 mgm 3 . Kisaran SPL berdasarkan data NOAA- AVHRR berkorelasi dengan hasil pengukuran suhu lapangan pada bulan Maret 2003 di beberapa stasiun Oyong yang berada dalam kisaran 28,0 o – 28,5 o C Santos, 2005, sementara hasil pengukuran oleh Bintoro 2002 diketahui bahwa suhu permukaan dalam kisaran 28,0 o – 29,0 o C. Di sisi lain, hasil pengukuran klorofil-a di perairan Selat Bali yang dilakukan pada bulan yang sama tahun 1975, menunjukkan nilai lebih tinggi yaitu 0,13 – 0,40 mgm 3 Ilahude, 1978. Thermal front di Laut Jawa terjadi pada pertemuan massa air yang berada dalam kisaran suhu lebih tinggi, demikian juga konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa dan Laut Bali mengalami sedikit peningkatan dibandingkan pada akhir musim barat yaitu pada kisaran 0,2 – 0,5 mgm 3 . Konsentrasi klorofil-a di perairan Laut Jawa bagian timur khususnya antara Pulau Raas dan Pulau Kangean didominasi oleh kisaran 0,4 – 1,0 mgm 3 . Kecepatan dan ketinggian angin dominan di Selat Madura yang datang dari barat dan barat laut memberi peluang bagi nelayan Situbondo untuk melakukan penangkapan ikan, sebaliknya angin di Laut Jawa yang datang dari arah utara dan barat sangat menghambat kegiatan penangkapan ikan di Laut Jawa bagian timur sebelah utara Kepulauan Madura. Kondisi oseanografi Selat Madura pada bulan April yang merupakan bulan kedua musim peralihan pertama, menunjukkan keadaan yang bervariasi. SPL beberapa lokasi di perairan Selat Madura berada dalam kisaran 27 o – 29 o C, lokasi-lokasi lainnya mempunyai kisaran lebih tinggi yaitu 30 o – 32 o C. Nilai kisaran SPL hasil perhitungan menggunakan data NOAA-AVHRR ini sesuai dengan hasil pengukuran lapangan pada beberapa stasiun di selatan Sampang 103 yaitu dalam kisaran 29,5 o – 30,0 o C Santos, 2005, sedang di beberapa lokasi lainnya berada dalam kisaran 28,0 o – 29,0 o C Bintoro, 2002. Hasil pengamatan SPL berdasarkan data NOAA-AVHRR yang menunjukkan suhu tinggi sejalan dengan penelitian Sulistya 2007, yang menyatakan bahwa suhu tertinggi Laut Jawa termasuk Selat Madura diantaranya terjadi pada bulan April. SPL Selat Madura umumnya berada pada kisaran lebih rendah dibandingkan di Laut Jawa, sehingga thermal front di Selat Madura juga terjadi pada suhu lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Hasil pengamatan SPL di Selat Madura menggunakan data NOAA-AVHRR sebanding dengan hasil pengukuran suhu di Selat Makassar dengan kisaran 28,2 – 30,0 o C Soegiharto, 1976. Konsentrasi klorofil-a di Selat Madura sedikit mengalami penurunan walaupun beberapa lokasi mengalami peningkatan, sebaliknya di Pulau Jawa dan Laut Bali sedikit mengalami peningkatan terutama di perairan timur Pulau Raas dan sekitar Pulau Kangean. Selat Madura sudah mulai dipengaruhi oleh angin dan gelombang yang berubah- ubah yaitu dari arah timur, barat dan utara, sedangkan Laut Jawa sudah dipengaruhi oleh angin dari arah timur, tenggara, dan barat laut. Nelayan Situbondo dapat melakukan penangkapan ikan selama bulan April karena kondisi angin dan gelombang mayoritas cukup baik untuk kegiatan penangkapan ikan, namun nelayan tradisionil atau nelayan dengan perahukapal motor ukuran kecil yang berpangkalan di Pondok Mimbo harus mulai memperhatikan perubahan angin dan gelombang yang datang dari timur dan tenggara. Kondisi oseanografi Selat Madura pada bulan Mei yang merupakan akhir musim peralihan pertama, menunjukkan mulai adanya pengaruh musim timur yang semakin kuat. Berdasarkan data satelit NOAA-AVHRR bahwa sebaran SPL di perairan Selat Madura pada bulan Mei pada kisaran 29 o – 31 o C, sesuai dengan hasil pengukuran lapangan yang menunjukkan suhu dalam kisaran 29,0 o – 29,5 o C Santos, 2005, juga dengan hasil pengukuran suhu rata-rata yaitu 28,36 o C Bintoro, 2002. Hasil pengamatan SPL menggunakan data NOAA-AVHRR juga relatif sama dengan hasil pengukuran di lapangan yang dilakukan Soegiharto 1976 bahwa SPL di perairan Selat Madura berada dalam kisaran 29,2 – 30,2 o C, dengan suhu terendah berada di sisi antara timur laut Pondok Mimbo membentang ke utara sampai perairan selatan Raas dan suhu tertinggi terdapat di sebelah utara 104 Tanjung Pecinan membentang ke utara sampai perairan antara Sumenep dan Pamekasan Soegiharto, 1976. Thermal front di perairan Selat Madura berada dalam kondisi yang sangat subur, ditandai dengan tingginya konsentrasi klorofil-a yang berada pada kisaran 0,4 – 1,5 mgm 3 , lebih tinggi dari perairan Laut Jawa bagian timur yang berada pada kisaran 0,2 – 0,5 mgm 3 . Tingginya konsentrasi klorofil-a di Selat Madura diduga disebabkan oleh gerakan massa air yang memiliki kesuburan tinggi dari Selat Bali dan Laut Bali yang didorong oleh angin dari arah timur dan tenggara. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan bahwa angin dominan di Selat Madura datang dari arah timur dan selatan, sedangkan angin di Laut Jawa datang dari arah timur dan tenggara. Karena kecepatan angin sewaktu-waktu dapat mencapai kecepatan lebih dari 17 knot dan gelombang diatas 1,5 m, nelayan Situbondo terutama yang berpangkalan di PPI Pondok Mimbo sudah harus mulai berhati-hati dalam melakukan penangkapan ikan. Hal ini juga dapat dibuktikan pada saat uji coba penerapan ZPPI di Situbondo pada bulan Mei, banyak nelayan Pondok Mimbo yang tidak bersedia melakukan penangkapan, namun nelayan Besuki yang menggunakan perahukapal motor 20 GT ke atas masih bersedia melakukan kegiatan penangkapan ikan antara utara Besuki dan Tanjung Pecinan. Kondisi ini juga didukung oleh hasil pengamatan gelombang pada stasiun pengamatan Oyong bahwa ketinggian gelombang rata- rata mulai mengalami peningkatan berada di atas 0,5 meter dibandingkan sebelumnya berada di bawah 0,5 meter Santos, 2005. Kondisi oseanografi perairan Selat Madura pada bulan Juni yang merupakan awal musim timur, dipengaruhi oleh angin dari arah timur dan tenggara. Thermal front terjadi pada SPL yang lebih tinggi dari sebelumnya yaitu dalam kisaran 29 o – 31 o C. Di sisi lain konsentrasi klorofil-a cukup tinggi yaitu pada kisaran 0,5 – 1,5 mgm 3 , lebih tinggi dibandingkan konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa dan Laut Bali yang berada pada kisaran 0,2 – 0,5 mgm 3 . Nilai kisaran SPL hasil perhitungan menggunakan data satelit NOAA-AVHRR ini masih sesuai dengan hasil pengukuran lapangan di perairan selatan Sampang yang menunjukkan suhu dalam kisaran 28,5 o – 29,0 o C. Arus laut mempunyai kecepatan maksimum 0,20 mdetik dan kecepatan rata-rata 0,07 mdetik, dengan arah yang berubah-ubah dari timur, utara dan barat Santos, 2005. Klorofil-a yang tinggi 0,6 – 3,0 mgm 3 105 sebagai indikator perairan yang subur juga terdapat di sekitar Kepulauan Kangean dan sebelah timur pulau Raas. Sejalan dengan datangnya angin dari arah timur dan selatan yang kadang–kadang mengganggu kegiatan penangkapan ikan karena kecepatannya dapat mencapai lebih dari 17 knot dengan gelombang mencapai ketinggian lebih dari 1,5 meter, sehingga cukup menyulitkan penangkapan ikan oleh nelayan Situbondo terutama dari PPI Pondok Mimbo. Kondisi oseanogafi di Selat Madura pada bulan Juli khususnya SPL hampir sama dengan bulan sebelumnya yaitu dalam kisaran 29 o – 31 o C. Thermal front di perairan Selat Madura bagian timur terjadi pada pertemuan massa air dengan SPL dalam selang 29 o - 30 o C. Suhu hasil pengukuran lapangan menunjukkan terjadinya penurunan yaitu dalam kisaran 28,0 o – 28,5 o C. Hasil pengukuran menujukkan menunjukkan bahwa kecepatan arus laut tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan sebelumnya yaitu maksimum 0,20 mdetik dan rata-rata 0,07 mdetik, dengan arah dominan dari timur Santos, 2005. Konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Madura lebih tinggi dibandingkan Laut Jawa 0,4 – 1,5 mgm 3 dan perairan bagian utara Selat Bali dan Laut Bali 0,2 – 0,4 mgm 3 . Hasil pengukuran klorofil-a di perairan Selat Bali yang dilakukan pada bulan yang sama tahun 1973, menunjukkan nilai lebih tinggi yaitu 0,31 – 2,85 mgm 3 Ilahude, 1978. Konsentrasi klorofil-a yang tinggi di perairan sebelah timur Pulau Raas mengalami pergeseran lebih ke arah timur dari bulan sebelumnya. Angin dari arah timur dan tenggara dengan kecepatan lebih dari 17 knot semakin mendominasi perairan Selat Madura, dan menimbulkan gelombang dengan ketinggian lebih dari 1,5 meter. Kecepatan angin dan ketinggian gelombang selama bulan Juli sangat berpengaruh bagi kegiatan penangkapan ikan di Selat Madura, sehingga nelayan Situbondo terutama yang berpangkalan di PPI Pondok Mimbo mayoritas tidak dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan. Kondisi oseanografi Selat Madura pada bulan Agustus yang merupakan bulan terakhir musim timur, thermal front terjadi dalam kisaran SPL 28 o - 31 o C, sesuai dengan hasil pengukuran lapangan yang menunjukkan suhu dalam kisaran 27,5 o – 28,0 o C Santos, 2005. Pengukuran di stasiun pengamatan Oyong menunjukkan bahwa arus air mempunyai kecepatan dan arah dominan sama dengan bulan sebelumnya yaitu kecepatan maksimum 0,20 mdetik dan rata-rata 106 0,07 mdetik, dengan arah dominan dari timur. Kisaran SPL di Selat Madura berdasarkan satelit NOAA juga masih sesuai dengan hasil pengukuran di lapangan yang dilakukan pada bulan Agustus tahun 1975 bahwa sebaran mendatar berada dalam kisaran 28,0 – 28,8 o C dengan suhu terendah terdapat di perairan antara Pondok Mimbo hingga Pulau Raas, sedangkan suhu tertinggi terdapat di perairan sebelah utara Besuki Soegiharto A, 1976. Sebaran SPL ini juga masih sesuai dengan hasil pengamatan oleh Tangdom 2005, yang menyatakan bahwa SPL di bagian selatan dari Selat Makassar adalah 29 o C . Thermal front banyak terjadi di perairan sebelah timur hingga timur laut Pondok Mimbo dengan konsentrasi klorofil-a 0,4 – 1,0 mgm 3 . Pergerakan massa air dari arah Laut Flores menyebabkan pengayaan klorofil-a di Laut Jawa 0,4 – 1,5 mgm 3 dan di Laut Bali 0,3 – 0,5 mgm 3 serta di perairan antara Pulau Raas dan Pulau Kangean 2,0 – 3,0 mgm 3 sehingga menjadi perairan yang potensial untuk penangkapan ikan. Namun demikian, angin timur yang mencapai kecepatan lebih dari 17 knot dan gelombang lebih dari 1,5 meter semakin dominan dan menghambat kegiatan penangkapan ikan terutama di perairan Selat Madura bagian timur. Kondisi ini diperkuat dengan hasil pengamatan lapangan bahwa ketinggian gelombang rata- rata pada bulan Agustus berada dalam kisaran 1,0 - 1,5 meter, sedangkan gelombang maksimum berada dalam kisaran 2,5 – 3,0 meter Santos, 2005. Bulan Agustus merupakan masa yang sulit bagi nelayan Situbondo terutama dari Pondok Mimbo karena angin yang dominan dari arah timur mempunyai kecepatan lebih dari 17 knot dan ketinggian gelombang rata-rata lebih dari 1,5 meter. Kondisi kecepatan angin dan ketinggian seperti ini menyebabkan terjadinya musim paceklik ikan bagi nelayan dari PPI Pondok Mimbo. Kondisi oseanografi Selat Madura pada awal musim peralihan kedua yaitu bulan September masih dipengaruhi oleh angin dan gelombang dari timur. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan data satelit NOAA-AVHRR bahwa nilai SPL Selat Madura dalam kisaran 28 o – 32 o C, sehingga thermal front terjadi pada pertemuan massa air dengan suhu dalam kisaran tersebut. Hasil pengukuran lapangan pada beberapa stasiun pengamatan di selatan Sampang menunjukkan terjadinya peningkatan SPL, namun masih dalam kisaran 27,5 o – 28,0 o C Santos, 2005. Konsentrasi klorofil-a yang sangat tinggi terjadi pada perairan sebelah 107 timur Pulau Raas dan sebelah utara Kepulauan Kangean 2,0 – 3,0 mgm 3 , diduga disebabkan oleh pergerakan massa air dari Laut Flores. Angin dari timur, selatan dan tenggara mencapai kecepatan lebih tinggi dari 17 knot dan gelombang dengan ketinggian mencapai di atas 1,5 meter sangat menghambat kegiatan penangkapan ikan, sehingga nelayan Situbondo khususnya nelayan Pondok Mimbo masih menghadapi kesulitan dan masa paceklik yang lebih berat. Kondisi oseanografi Selat Madura pada bulan Oktober, memunjukan SPL berada dalam kisaran 27 o - 31 o C. Sebaran suhu ini sesuai dengan hasil pengukuran lapangan pada beberapa stasiun yang menunjukkan suhu rata-rata adalah 28,5 o C Santos, 2005. Konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa dan Laut Bali mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Konsentrasi klorofil-a yang sangat tinggi 1,5 – 3,0 mgm 3 terdapat pada perairan yang lebih luas di sebelah timur Pulau Raas dan sekitar Kepulauan Kangean. Angin dan gelombang di Selat Madura yang dominan datang dari timur dan tenggara, frekuensi dan kecepatannya sudah mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, menunjukkan mulai terdapat situasi yang menguntungkan bagi kegiatan penagkapan ikan. Kondisi ini diperkuat dengan hasil pengamatan lapangan bahwa ketinggian gelombang rata-rata pada bulan Oktober berada dalam kisaran 0,5 – 1 meter Santos, 2005. Kondisi angin dan gelombang bulan Oktober menunjukkan bahwa nelayan Situbondo khususnya dari Pondok Mimbo sudah dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan, terutama yang menggunakan perahukapal motor diatas 10 GT, sedangkan nelayan tradisionil terutama yang menggunakan perahu layar atau perahukapal motor sampai ukuran 10 GT harus berhati-hati karena angin kadang-kadang mencapai 17 knot dan gelombang yang mencapai 1,5 meter. Kondisi oseanografi Selat Madura pada bulan Nopember yang merupakan bulan terakhir musim peralihan kedua, kembali mengalami perubahan dan perbaikan dibandingkan sebelumnya. SPL di perairan Selat Madura, Laut Jawa dan Laut Bali secara umum lebih tinggi dari sebelumnya yaitu dalam kisaran 28 o – 30 o C. SPL ini sesuai dengan hasil pengamatan lapangan pada beberapa stasiun pengamatan yang menunjukkan bahwa sebaran suhu di permukaan laut adalah 29,0 o C, lebih tingi 1 o C dari bulan sebelumnya Santos, 2005. Sebaran klorofil-a yang agak tinggi 0,2 – 0,8 mgm 3 bergeser ke arah timur sebagai akibat 108 pergerakan massa air dari arah barat yang disebabkan oleh pergantian musim peralihan kedua menuju musim Barat. Konsentrasi klorofil-a pada perairan bagian timur Selat Madura mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, demikian juga konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa, Laut Bali dan Laut Flores bagian barat mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Sebagai indikator pergeseran dari musim peralihan kedua ke musim barat maka angin dengan frekuensi dan kecepatan yang dominan datang dari arah selatan dan barat dengan kecepatan mencapai lebih dari 17 knot. Gelombang dominan dengan ketinggian dalam kisaran 0,1 – 0,5 meter, memberi peluang bagi nelayan Situbondo untuk melakukan penangkapan ikan di Selat Madura dan sekitarnya. Uraian tentang kondisi oseanografi di atas menunjukkan bahwa perairan Selat Madura mengalami perubahan sangat dinamis dan berdampak pada pola penangkapan ikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa penentuan zona yang berpotensi untuk penangkapan ikan harus selalu memperhatikan kondisi oseanografi Selat Madura dan sekitarnya. Secara umum, kondisi oseanografi yang diidentifikasi berdasarkan citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini berkorelasi dengan hasil beberapa pengamatan lapangan Bintoro, 2002; Santos, 2005; Illahude, 1978; dan Soegiharto, 1976. Perolehan data SPL dari satelit NOAA-AVHRR dan hasil pengukuran lapangan menunjukkan bahwa suhu di Selat Madura pada kawasan tertentu dalam kisaran cukup sempit 0,5 o – 1,5 o C , meskipun kisaran antara suhu yang terendah dengan yang tertinggi dapat mencapai 3 o sampai 4 o C. Semakin kecil perbedaan suhu antara massa air yang berbeda maka semakin sulit menemukan thermal front, menandakan air laut semakin homogen sehingga thermal front sulit dideteksi, berarti ikan menyebar di seluruh kawasan perairan. Penyebab terjadinya konsentrasi ikan pada lokasi tertentu berarti bukan karena suhu tapi parameter lainnya, misalnya klorofil-a atau salinitas. Selat Madura yang seperti jebakan sangat menguntungkan karena ikan masuk dari sisi timur yang terbuka sehingga menjadi pintu masuk ikan dari laut Bali dan Laut Flores. Kondisi ini berbeda dengan Laut Jawa yang merupakan laut terbuka sehingga lebih sulit mencari tempat kumpulan schooling ikan. 109

6.1.2 Kedalaman perairan Selat Madura

Selat Madura bagian timur berhubungan langsung dengan Laut Bali dan Selat Bali sehingga kedalamannya hampir sama dengan kedalaman perairan Laut Bali bagian barat dan Selat Bali bagian utara. Berdasarkan informasi spasial kedalaman Selat Madura dan sekitarnya, perairan antara selatan Pulau Kangean dan utara Pulau Bali sampai ke sebelah timur dan timur laut Pondok Mimbo mengalami gradasi kedalaman yang cukup tajam. Kondisi ini memungkinkan terjadi pergerakan air naik dari Laut Bali bagian barat dan Selat Bali bagian tengah yang dalamnya 1.000 m, ke perairan Selat Madura bagian timur yang mempunyai kedalaman 500 m, selanjutnya dari kedalaman 500 m ke kedalaman 200 m yang didorong oleh angin dari arah timur dan tenggara. Pada saat angin dari arah timur, juga akan mendorong massa air dari sekitar Pulau Raas dan Pulau Kangean dengan kedalaman sekitar 200 m memasuki perairan Selat Madura. Setelah perairan dengan kedalaman sekitar 80 mil, perairan antara utara Besuki sampai sebelah utara Probolinggo mempunyai kedalaman sekitar 70 m – 60 m. Perairan mulai utara Probolinggo ke sebelah barat, membentang dari sisi utara dan selatan sampai perairan pantai mempunyai kedalaman sekitar 50 m, selanjutnya ke perairan pantai dengan kedalaman sekitar 10 meter. Gradasi kedalaman ini berkaitan erat dengan jenis ikan yang ada di perairan tersebut. Kondisi ini diperkuat oleh hasil penelitian di lapangan bahwa perairan Selat Madura dangkal di bagian barat dengan kedalaman rata antara 2 – 30 meter, dan menjadi lebih dalam di bagian timurnya dengan kedalaman 20 – 70 meter Santos, 2005. Perubahan kedalaman Selat Madura mulai dari bagian timur yang agak dalam dan bagian tengah yang relatif dangkal tersebut, berpengaruh terhadap keberadaan jenis ikan di perairan tersebut. Perubahan kedalaman perairan Selat Madura ini juga berkaitan erat dengan jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan Situbondo. Memperhatikan kedalaman, Selat Madura khususnya di sekitar Situbondo termasuk dalam kategori perairan dangkal berupa paparan karena kedalamannya berada dalam kisaran 60 – 200 m Nontji, A. 2002. 110

6.1.3 Sumberdaya ikan di Selat Madura

Memperhatikan gradasi kedalaman perairan dan angin, dapat diduga bahwa ikan yang dominan tertangkap di Selat Madura pada akhir musim peralihan kedua, musim barat dan pada awal musim peralihan pertama diduga datang dari Laut Jawa dan Laut Flores masuk ke perairan Selat Madura melalui selat antara pulau Sapudi dan Raas, antara pulau Raas dan Kangean, serta perairan terbuka di sebelah timur pulau Kangean. Ikan yang tertangkap pada akhir musim peralihan pertama, musim timur, dan awal musim peralihan kedua diduga berasal dari perairan Laut Jawa bagian timur dan Laut Bali. Sedangkan ikan jenis lemuru yang sangat dominan tertangkap di perairan Selat Madura dapat diduga berasal dari Selat Bali dan Laut Bali masing-masing yang dibawa oleh pergerakan massa air yang digerakkan oleh angin dari arah tenggara dan timur. Memperhatikan kedalaman perairan Selat Madura maka ikan yang hidup pada kedalaman swiming layer lebih dari 50 m hanya akan ditemukan mulai bagian timur Selat Madura sampai sebelah timur laut Probolinggo. Ikan lemuru yang hidup pada kedalaman sekitar 80 m, hanya akan tertangkap paling barat sampai perairan sebelah barat laut Besuki atau paling jauh hanya sampai utara Pajarakan. Begitu juga dengan jenis ikan lainnya yang mempunyai nilai ekonomi cukup baik seperti ikan tongkol hanya akan ditemukan mulai perairan bagian timur Selat Madura sampai perairan laut sebelah utara Besuki atau Pajarakan. Disamping berhubungan dengan kedalaman yang bersifat statis, sumberdaya ikan di Selat Madura juga berkaitan erat dengan pergerakan massa air yang digerakkan oleh angin dan gelombang yang berubah-ubah setiap musim. Berdasarkan hasil uji coba penangkapan menggunakan informasi spasial ZPPI dan survei lapangan, pada saat musim barat, sumberdaya ikan di Selat Madura didominasi oleh ikan tongkol, layang, kembung dan selar. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Widodo 2003, bahwa ikan pelagis kecil di Laut Jawa adalah ikan layang atau scad mackerels, decapterus spp. Carangidae, sardines, Sardinella spp. Clupeidae ; ikan kembung atau Indo Pacific mackerels, Rastrelinger spp. Scombridae; dan ikan selar atau travallies, Selar spp. Carangidae . Melalui penerapan informasi spasial ZPPI di Selat Madura yang dilakukan pada musim yang berbeda dan survei lapangan di daerah penelitian