47
4.2.5. Daerah penangkapan
Suatu daerah penangkapan fishing ground dapat dinilai memiliki prospek yang baik apabila sumberdaya hayati yang menjadi tujuan penangkapan tersedia
cukup tinggi, stoknya mudah tumbuh dan berkembang serta dapat diketahui musim dan daerah penyebarannya. Alat tangkap jaring cantrang dan rampus telah lama
beroperasi di wilayah perairan Selat Sunda. Jaring cantrang dan rampus dioperasikan nelayan dengan menggunakan kapal motor. Alat tangkap jaring
cantrang dioperasikan oleh kapal berukuran 6-24 GT, sementara alat tangkap rampus diopera
sikan oleh kapal berukuran ≤ 6 GT. Tidak seperti alat tangkap rampus, alat tangkap cantrang melakukan penangkapan lebih jauh dari tepi pantai,
sementara alat tangkap rampus beroperasi 2-20 km dari tepi pantai. Hal tersebut disebabkan oleh ukuran kapal rampus hanya berukuran maksimal 6 GT, sementara
kapal cantrang berukuran 6-24 GT sehingga dapat beroperasi lebih jauh. Berdasarkan wawancara, tujuan utama penangkapan baik nelayan jaring
rampus maupun jaring cantrang adalah ke arah Barat Laut dari Labuan atau ke arah P. Rakata dengan jarak 15-35 km. Alat tangkap jaring cantrang melakukan
penangkapan pada daerah tersebut pada musim peralihan I, musim timur, musim peralihan II, dan sedikit pada musim barat. Sementara alat tangkap rampus
melakukan penangkapan pada lokasi tersebut hanya pada musim peralihan I, musim timur, dan akhir dari musim barat. Berdasarkan nilai IMP baik pada periode
2001-2007 maupun 2010-2011, musim penangkapan ikan swanggi dimulai pada pertengahan musim peralihan I.
Nelayan jaring cantrang tidak hanya melakukan penangkapan pada lokasi tersebut. Ketika hasil tangkapan di daerah Barat Laut Labuan tersebut mulai
menipis, mereka mencari lokasi penangkapan lain yang lebih menguntungkan, yaitu di sekitar Tg. Lesung dan P. Panaitan pada pertengahan musim timur dan
musim peralihan II. Hasil tangkapan yang mulai menipis pada bulan Maret ditunjukkan oleh Gambar 8b.
Hanya sedikit nelayan cantrang dan rampus yang mengoperasikan alat tangkapnya ketika musim barat, kebanyakan dari mereka tidak melaut atau menjadi
nelayan andon di wilayah lain. Selain ke arah P. Rakata, pada awal musim timur, Carita dan perairan menuju Sumur merupakan daerah penangkapan yang
48
menguntungkan bagi nelayan rampus. Aktivitas penangkapan rampus di Teluk Labuan terjadi pada akhir musim timur, musim peralihan II, dan musim barat.
Ketika musim barat dan musim peralihan II, nelayan rampus hanya beroperasi di sekitar perairan Teluk Labuan. Namun berdasarkan data hasil
tangkapan tahun 2011, hasil tangkapan pada bulan April-September tergolong rendah. Hal tersebut diduga disebabkan oleh angin kencang yang bertiup ke arah
timur dan curah hujan yang tinggi. Menurut Asriyana 2004, pada musim barat, banyaknya masukan air tawar dari muara sungai membawa muatan partikel tanah
menyebabkan perairan menjadi keruh sehingga ikan bergerak pada perairan lebih dalam. Pada musim timur, keadaan gelombang teluk relatif cukup besar karena
masih dipengaruhi oleh gelombang besar yang terjadi pada bagian luar mulut teluk. Hal ini menyebabkan ikan bergerak pada perairan yang lebih dalam yang relative
tenang sehingga ikan yang tertangkap jumlahnya sedikit. Pada musim barat dimana terjadi gelombang tinggi akibat arus yang besar dari Samudera Hindia
menyebabkan nelayan rampus hanya melakukan penangkapan di sekitar Pulau Papole yang tidak jauh dari Labuan, sedangkan diduga bahwa ikan swanggi
melakukan migrasi ke perairan yang lebih dalam. Penangkapan paling sering dilakukan pada jarak 20-35 km ke arah Barat Laut
yaitu pada bulan Maret, Mei, Juni, Agustus, hingga Oktober. Ukuran ikan swanggi paling kecil terdapat pada bulan Juni, Juli, dan Agustus. Hal tersebut disebabkan
oleh penangkapan pada musim peralihan II dan musim barat cenderung di tidak jauh dari tepi pantai. Menurut Vijayakumaran Naik 1988, hasil tangkapan yang
rendah pada kedalaman kurang dari 100 m mengindikasikan terjadinya migrasi ke perairan yang lebih dalam.
Ukuran ikan swanggi yang tertangkap pada bulan Maret memiliki ukuran panjang berkisar antara 143-237 mm, dengan persentase TKG jantan dari yang
tertinggi hingga terendah yaitu TKG II, IV, I, dan III, sementara persentase TKG betina dari yang tertinggi hingga terendah yaitu TKG IV, III, V, dan II. Persentase
TKG IV pada bulan Maret adalah persentase TKG IV tertinggi dibandingkan bulan-bulan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada bulan Maret dengan lokasi
penangkapan 10-20 km ke Barat laut, Pulau Liwungan, Tanjung Lesung, Panimbang, dan Pulau Panaitan merupakan tempat pemijahan ikan swanggi.
49
Ukuran pertama kali matang gonad Lm
50
ikan jantan lebih besar dari ikan betina yaitu 268 mm, terdapat pada bulan Mei dan September. Menurut
Budimawan et al 2004, ukuran ikan pertama kali matang gonad merupakan indicator ketersediaan stok reproduktif.
Berdasarkan Gamber 8b, kelimpahan ikan swanggi melimpah pada bulan Januari, Februari, Maret, Oktober, dan November. Pada bulan Maret terdapat
persentase TKG IV yang tinggi, sementara pada bulan Oktober terdapat persentase TKG I yang tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa pada lokasi 5-40 km ke Barat
laut, Pulau Liwungan, Tanjung Lesung, Panimbang, Sumur, dan Pulau Panaitan selain merupakan tempat pemijahan juga merupakan tempat ikan swanggi mencari
makan.
Ukuran ikan swanggi yang tertangkap pada bulan April memiliki ukuran panjang berkisar antara 124-218 mm, dengan persentase TKG jantan dari yang
tertinggi hingga terendah yaitu TKG I, II, IV, dan III, sementara persentase TKG betina dari yang tertinggi hingga terendah yaitu TKG I, II, dan III. Persentase TKG
I jantan pada bulan April adalah persentase TKG I jantan tertinggi dibandingkan bulan-bulan lainnya. Lokasi penangkapan pada bulan tersebut adalah Pulau
Panaitan dan Pulau Papole. Selain bulan April, aktivitas penangkapan di Pulau Papole juga terjadi pada
bulan Juni, Juli, dan Agustus, sementara penangkapan di Pulau Panaitan terjadi pada bulan Mei dan Juli. Ikan swanggi yang tertangkap pada lokasi ini memiliki
persentase TKG I dan II yang tinggi baik jenis kelamin jantan maupun betina. Bahkan pada bulan Juli ikan swanggi betina yang tertangkap memiliki persentase
TKG sebesar 100 . Hal ini mengindikasikan bahwa Pulau Panaitan dan Pulau Papole merupakan daerah yang kaya akan unsur hara sehingga kelimpahan ikan-
ikan muda tinggi pada lokasi tersebut diduga bertujuan untuk mencari makan.
TKG V, VI, dan VII memiliki persentase TKG yang sangat kecil, dan terlihat bahwa semakin besar ukuran TKG persentasenya semakin kecil. Hal ini
menunjukkan bahwa kelimpahan ikan swanggi semakin menurun seiring bertambahnya ukuran TKG. Pada bulan April, Juli, Agustus, dan Oktober, ikan
swanggi yang tertangkap di Pulau Panaitan, Papole, Sumur, Tanjung Lesung, dan ke arah Barat Laut tidak melakukan pemijahan karena hanya salah satu dari jantan
50
atau betina yang mengalami matang gonad. Berdasarkan nilai IMP, bulan April, dan Oktober tidak termasuk kategori musim penangkapan. Menurut BMKG 2011,
Oktober merupakan musim barat, sehingga diduga bahwa ikan swanggi melakukan perpindahan ke tempat yang lebih hangat yaitu perairan yang lebih dalam.
4.2.6. Bioekonomi