Bioekonomi Pembahasan 1. Hasil tangkapan

50 atau betina yang mengalami matang gonad. Berdasarkan nilai IMP, bulan April, dan Oktober tidak termasuk kategori musim penangkapan. Menurut BMKG 2011, Oktober merupakan musim barat, sehingga diduga bahwa ikan swanggi melakukan perpindahan ke tempat yang lebih hangat yaitu perairan yang lebih dalam.

4.2.6. Bioekonomi

Analisis bioekonomi ditujukan untuk menentukan tingkat pengusahaan maksimum bagi pelaku perikanan. Perkembangan usaha perikanan tangkap tidak dapat lepas dari faktor ekonomi yang mempengaruhinya antara lain biaya penangkapan dan harga ikan. Berdasarkan hasil analisis perhitungan parameter biologi r, q, dan K menggunakan model Algoritma Fox Tabel 5, didapatkan laju pertumbuhan populasi intrinsic r ikan swanggi sebesar 2.16 kg per tahun yang berarti bahwa biomassa ikan swanggi tumbuh alami tanpa adanya gangguan dari kegiatan manusia sebesar 2.16 kg per tahun. Carrying capacity bernilai 177311 kg, berarti kemampuan atau kapasitas lingkungan dalam menampung sumberdaya ikan swanggi sebesar 177311 kg per tahun. Koefisien alat tangkap q bernilai 0.02 yang berarti bahwa setiap peningkatan upaya penangkapan akan berpengaruh 0.02 kg per tahun terhadap aspek biologinya seperti pertumbuhan populasi dan ukuran ikan. Dari hasil analisis yang tersaji pada Tabel 6, diketahui bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pada kondisi open access cenderung akan merusak kelestarian sumberdaya ikan yang ada, hal ini ditunjukkan oleh jumlah tingkat effort yang sangat tinggi, rente ekonomi yang diperoleh pada kondisi open access sama dengan nol, karena keuntungan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penangkapan. Pemanfaatan sumberdaya ikan swanggi pada kondisi MEY dan MSY tampak lebih bersahabat dengan lingkungan bahkan memberikan tingkat rente yang lebih besar dibanding pemanfaatan pada kondisi open access. Tingkat produksi aktual yang jauh lebih besar dibandingkan tingkat produksi pada kondisi pengelolaan MEY dan MSY disebabkan oleh tingginya aktivitas penangkapan. Dari hasil analisis juga diketahui bahwa rente optimal pada kondisi MEY dan MSY masing-masing sebesar Rp 1,015,318,267 per tahun dan Rp 1,015,298,062 51 per tahun, namun rente ekonomi pada kondisi aktual yaitu hanya sebesar Rp 62,149,330 per tahun. Aktivitas penangkapan pada kondisi aktual menghasilkan rente yang lebih sedikit, hal tersebut disebabkan oleh tangkapan per unit upaya yang tidak seberapa apabila dibandingkan dengan kondisi pengelolaan lainnya. Status pemanfaatan ikan swanggi dapat dilihat melalui seberapa besar tingat pemanfaatan pada kondisi aktual yang kemudian dibandingkan dengan tingkat pemanfaatan pada kondisi MEY, MSY, dan open access. Tingkat pemanfaatan yang melebihi kondisi MEY menandakan telah terjadinya economic overfishing, sementara apabila telah melebihi kondisi MSY dikatakan telah mengalami biological overfishing. Berdasarkan kondisi aktual, dapat dikatakan bahwa status pemanfaatan ikan swanggi telah mengalami economic overfishing dan biological overfishing. Ikan swanggi yang tertangkap di Labuan berasal dari alat tangkap yang berbeda, yaitu cantrang dan jaring rampus. Alat tangkap tersebut tidak hanya bertujuan untuk menangkap satu spesies, sehingga ikan swanggi yang didaratkan di Labuan bersifat multispecies. Menurut Fauzi 2010, pemodelan bioekonomi didasarkan pada asumsi single species. Berdasarkan hal tersebut perlu diasumsikan bahwa ikan swanggi pada penelitian ini dianggap single spesies, sehingga berasal dari satu unit stok. Menurut Sparre Venema 1999, stok merupakan suatu sub gugus dari satu spesies yang mempunyai parameter pertumbuhan dan mortalitas yang sama, dan menghuni suatu wilayah geografis tertentu.

4.2.7. Rezim pengelolaan perikanan open access