Rezim pengelolaan perikanan open access

51 per tahun, namun rente ekonomi pada kondisi aktual yaitu hanya sebesar Rp 62,149,330 per tahun. Aktivitas penangkapan pada kondisi aktual menghasilkan rente yang lebih sedikit, hal tersebut disebabkan oleh tangkapan per unit upaya yang tidak seberapa apabila dibandingkan dengan kondisi pengelolaan lainnya. Status pemanfaatan ikan swanggi dapat dilihat melalui seberapa besar tingat pemanfaatan pada kondisi aktual yang kemudian dibandingkan dengan tingkat pemanfaatan pada kondisi MEY, MSY, dan open access. Tingkat pemanfaatan yang melebihi kondisi MEY menandakan telah terjadinya economic overfishing, sementara apabila telah melebihi kondisi MSY dikatakan telah mengalami biological overfishing. Berdasarkan kondisi aktual, dapat dikatakan bahwa status pemanfaatan ikan swanggi telah mengalami economic overfishing dan biological overfishing. Ikan swanggi yang tertangkap di Labuan berasal dari alat tangkap yang berbeda, yaitu cantrang dan jaring rampus. Alat tangkap tersebut tidak hanya bertujuan untuk menangkap satu spesies, sehingga ikan swanggi yang didaratkan di Labuan bersifat multispecies. Menurut Fauzi 2010, pemodelan bioekonomi didasarkan pada asumsi single species. Berdasarkan hal tersebut perlu diasumsikan bahwa ikan swanggi pada penelitian ini dianggap single spesies, sehingga berasal dari satu unit stok. Menurut Sparre Venema 1999, stok merupakan suatu sub gugus dari satu spesies yang mempunyai parameter pertumbuhan dan mortalitas yang sama, dan menghuni suatu wilayah geografis tertentu.

4.2.7. Rezim pengelolaan perikanan open access

Konsep open access sering dipahami sebagai pengelolaan yang bersifat terbuka bagi siapa saja. Konsep umum yang berlaku umum terhadap kepemilikan sumberdaya perikanan yang banyak dimanfaatkan nelayan, dianggap sebagai milik bersama yang lebih dikenal dengan istilah “common property resource”. Open access adalah kondisi ketika pelaku perikanan mengeksploitasi sumberdaya secara tidak terkontrol. Berdasarkan wawancara pribadi, kondisi pengelolaan di PPP Labuan masih bersifat open access, dimana setiap pelaku perikanan yang telah mendapatkan izin dapat melakukan operasi penangkapan secara bebas. 52 Berdasarkan Tabel 6, upaya penangkapan ikan swanggi pada rezim open access sebanyak 135 trip per tahun. Besarnya upaya penangkapan pada rezim open access dikarenakan sifat dari rezim ini adalah setiap orang boleh melakukan penangkapan di perairan Indonesia termasuk Selat Sunda. Hal tersebut dapat menimbulkan dampak buruk bagi suatu sumberdaya. Gordon 1954 menyatakan bahwa tangkap lebih secara ekonomi akan terjadi pada pengelolaan sumberdaya perikanan yang tidak terkontrol. Keuntungan yang diperoleh pada rezim open access bernilai nol karena TR=TC, artinya apabila sumberdaya ikan swanggi di Selat Sunda dibiarkan terbuka untuk setiap orang maka persaingan pada kondisi ini menjadi tidak terbatas dan menimbulkan resiko bagi nelayan untuk mendapatkan hasil tangkapan dalam kondisi persaingan yang ketat, upaya penangkapan telah mencapai keseimbangan open access. Kondisi seperti ini juga menyebabkan nelayan untuk mengembangkan upaya penangkapannya untuk mendapatkan hasil tangkapan sebanyak mungkin. Hal ini dapat dilihat dengan tingginya nilai effort pada kondisi open access. Menurut Gordon 1954, pada tingkat TR=TC akan tercipta suatu keseimbangan usaha perikanan swanggi, dimana kekuatan ekonomi yang mempengaruhi nelayan dan kekuatan produktivitas biologi menyangkut sumberdaya stabil keseimbangan bioekonomi.

4.2.8. Rezim pengelolaan perikanan MEY