Latar Belakang Sistem pengelolaan perikanan tangkap terpadu di WPP Laut Arafura

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun 2004-2008 meningkat sebesar 27,06. selama kurun waktu tersebut sektor perikanan mengalami kenaikan rata-rata tertinggi dibandingkan sektor perkebunan 21,22, tanaman pangan 20,66, peternakan 19,87, dan kehutanan 18,81. Sementara itu, volume produksi perikanan tangkap pada tahun 2010 mencapai 5,38 juta ton yang meningkat 5,42 dibandingkan tahun sebelumnya. Dari sisi sumberdaya manusia, pada tahun 2010 jumlah nelayan mengalami peningkatan 0,21 dibandingkan tahun sebelumnya. Volume ekspor juga meningkat dengan rata-rata sebesar 85,68 selama periode 2009 – 2010. Potensi perikanan tangkap Indonesia berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan 2011 adalah 6,5 juta tontahun yang dikelompokkan kedalam jenis-jenis ikan yaitu ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, udang penaeid, ikan karang konsumsi, cumi-cumi dan lobster. Apabila kita membandingkan potensi lestari dengan tingkat produksi rata-rata sebesar 4,7 juta tontahun, maka secara agregat masih terdapat peluang pengembangan usaha penangkapan ikan di perairan Indonesia. Ditinjau dari sisi pemasaran, ikan dan produk turunannya merupakan komoditas yang memiliki demand relatif tinggi baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor. Negara-negara tujuan ekspor utama produk perikanan antara lain Jepang, China, USA, dan Uni Eropa. Mengingat potensi dan perannya yang semakin besar bagi perekonomian nasional maka sektor kelautan dan perikanan telah ditetapkan sebagai salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional ke depan. Hal tersebut untuk mendukung pencapaian target pembangunan nasional yaitu mengembangkan perekonomian pro growth, memperluas lapangan kerja pro job dan meningkatkan pendapatan nelayan guna menanggulangi kemiskinan pro poor. Meskipun baru dimulai tahun 1999 yang ditandai dengan berdirinya Departemen Kelautan dan Perikanan yang kini menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP, pilihan orientasi pembangunan kelautan dan perikanan oleh Pemerintah sangatlah tepat. Menurut Rokhmin Dahuri 2002, ada enam alasan utama mengapa sektor kelautan dan perikanan perlu dibangun. Pertama, Indonesia memiliki sumber daya laut yang besar dan beragam. Kedua, Indonesia memiliki keuntungan komparatif comparative advantage yang tinggi di sektor kelautan dan perikanan sebagaimana dicerminkan dari bahan baku yang dimilikinya serta produksi yang dihasilkannya. Ketiga, industri di sektor kelautan dan perikanan memiliki keterkaitan backward and forward linkages yang kuat dengan industri-industri lainnnya. Keempat, Sumber daya di sektor kelautan dan perikanan merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui renewable resources ; Kelima, investasi di sektor kelautan dan perikanan memiliki efisiensi yang relatif tinggi yang ditunjukkan oleh Incremental Capital Output Ratio ICOR yang rendah dan memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi pula seperti digambarkan dengan Incremental Labor Output Ratio ILOR sebesar 7-9. Keenam, pada umumnya industri perikanan berbasis sumberdaya lokal dengan input rupiah namun dapat menghasilkan output dalam bentuk dolar. Sesuai amanat UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang kini dirubah menjadi UU No. 45 Tahun 2010, pelaksanaan pengelolaan perikanan oleh Pemerintah ditujukan untuk : 1 meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudi daya ikan-kecil; 2 meningkatkan penerimaan dan devisa negara; 3 mendorong perluasan dan kesempatan kerja; 4 meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein hewani; 5 mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan; 6 meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing; 7 meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan; 8 mencapai pemanfaatan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumber daya ikan secara optimal; dan 9 menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan tata ruang. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu diterapkan manajemen perikanan tangkap secara terpadu dan terarah agar pemanfaatan sumberdaya ikan dapat dilakukan secara berkelanjutan dari generasi ke generasi. Penerapan manajemen perikanan yang terpadu dan terarah juga merupakan wujud dari implementasi komitmen Pemerintah Indonesia terhadap isu pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab sebagaimana tertuang dalam FAO-Code of Conduct for Responsible Fisheries FAO, 1995. Meskipun potensi perikanan tangkap secara umum masih memungkinkan untuk dikembangkan, sangat disayangkan bahwa di beberapa WPP telah terindikasi overfishing. Selain isu overfishing, pembangunan perikanan tangkap saat ini menghadapi beberapa persoalan yang mengancam keberlanjutan di masa datang, antara lain : degradasi fisik habitat ikan dan lingkungan perairan, ketimpangan pemanfaatan sumberdaya ikan antar Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP, illegal-unreported-unregulated IUU fishing, dan konflik pemanfaatan sumberdaya ikan. WPP Laut Arafura merupakan salah satu WPP di Indonesia yang penting karena mengandung potensi sumberdaya ikan bernilai ekonomis tinggi seperti ikan-ikan demersal dan udang sehingga disebut sebagai the golden fishing ground. WPP Laut Arafura juga merupakan perairan yang rawan praktek IUU fishing yang dilakukan oleh kapal-kapal perikanan. Nikijuluw 2008 menyebutkan bahwa di WPP Arafura beroperasi sekitar 3.000 kapal secara ilegal. Sementara itu, kapal perikanan yang beroperasi dengan izin penangkapan ikan dari Ditjen Perikanan Tangkap Pusat banyak terkonsentrasi di Laut Arafura. KKP mencatat terdapat kira-kira 1.000 kapal dengan beragam teknologi alat penangkap ikan yang digunakan di WPP Laut Arafura. Secara ekonomi, keberadaan kapal-kapal dan industri perikanan tangkap terpadu telah memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP, penyerapan tenaga kerja, dan pembangunan ekonomi regional. Arti penting dan strategis usaha perikanan di Laut Arafura di satu sisi, serta di sisi lain realitas yang mengarah kepada pemanfaatan yang tidak berkelanjutan menjadi permasalahan bagi penentuan ke depan arah dan kebijakan perikanan di wilayah perairan Arafura. Untuk merumuskan kebijakan perikananan yang tepat tentunya diperlukan kajian komprehensif, termasuk status keberlanjutan perikanan di wilayah perairan Arafura saat ini sebagai dasar bagi pengelolaan industri perikanan tangkap terpadu secara optimal yang terbukti memberikan dampak signifikan bagi pembangunan ekonomi wilayah.

1.2 Identifikasi Masalah