Tabel 13 Atribut dan skor kriteria pada dimensi ekonomi
No. Atribut
Skor Kriteria pemberian skor
1. Kontribusi PNBP 0; 1; 2
Rendah 0; medium l; tinggi 2
2. Gajiupah rata-rata 0; 1; 2
Nelayan terhadap lain pekerja: 0; = 1; 2 3. Pembatasan masuk
0; 1; 2 hampir tidak 0; beberapa 1; banyak 2
4. Sifat pemasaran 0; 1; 2
Kuota”share? tidak 0; beberapa 1; campuran atau lainnya 2
5. Pendapatan lain ; 1; 2; 3
Penangkapan dilakukan: sambilan 0; partime l; musiman 2; full time 3
6. Ketenagakerjaan 0; 1; 2
Aktivitas ini terhadap lain perikanan: 10 0; 10- 20 1; 20 2
7. Kepemilikan ; 1; 2
Profit perikanan terutama untuk: lokal 0; campuran 1; asing 2
8. Pasar utama ; 1; 2
Lokal 0; nasional 1; internasional 2 9. Subsidi
; 1; 2 Tidak 0; beberapa 1; hampir seluruh 2
10. Konsumsi BBM ;1;2
Rendah 0; sedang 1; tinggi 2 Sumber :Pitcher Preikshot 2001 dimodifikasi
Tabel 14 Definisi atribut pada dimensi ekonomi
No. Atribut
Definisi 1.
Kontribusi PNBP Besarnya kontribusi kegiatan perikanan terhadap PNBP
selama periode waktu tertentu 2.
Gajiupah rata-rata Perbandingan penghasilan dari kegiatan perikanan dengan
sektor lain 3.
Pembatasan masuk Ada tidaknya pembatasan jumlah pelaku usaha perikanan
tangkap 4.
Sifat pemasaran Pemasaran atau penjualan hasil tangkapan yang lazim berlaku
atau pembatasan kuota jumlah ikan yang akan dijual antar pulau atau di ekspor dengan aturan tertentu.
5. Pendapatan lain
Adanya pendapatan selain dari kegiatan penangkapan ikan 6.
Ketenagakerjaan Proporsi jumlah kesempatan kerja yang disediakan oleh
sektor perikanan 7.
Kepemilikan Dukungan modal yang tersedia untuk aktivitas perikanan
tangkap, baik oleh kemampuan sendiri atau pinjaman bank dan bantuan modal asing dalam hal kepemilikan peralatan
usaha yang dioperasikan
8. Pasar utama
wilayah tujuan pemasaran yang menjadi pasar utama apakah lokal atau nasional atau internasional.
9. Subsidi
Ada tidaknya menurut kelengkapan fasilitas usaha perikanan tangkap subsidi dari pemerintah
10. Konsumsi BBM
Berapa besar pengaruh BBM terhadap kegiatan perikanan Sumber : Pitcher and Preikshot 2001
1 Kondisi masing-masing atribut pada dimensi ekonomi 1 Kontribusi pada PNBP
Pemilihan PNBP sebagai salah satu bentuk manfaat ekonomi dari usaha perikanan adalah sangat relevan yaitu diperoleh dari perizinan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Pusat Ditjen Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk kapal perikanan berukuran diatas 30 GT. Sesungguhnya banyak
bentuk manfaat ekonomi lainnya yang diperoleh dari kegiatan perikanan misalnya PDRB atau PAD Penerimaan Asli Daerah.
PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak merupakan salah satu jenis penerimaan Pemerintah selain pajak. PNBP perizinan merupakan salah satu jenis
PNBP dari sektor kelautan dan perikanan yang ketentuannya diatur dalam PP No. 19 tahun 2006 tentang Tarif Atas PNBP yang Berlaku pada Bidang Kelautan dan
Perikanan. Kategori PNBP perizinan meliputi 2 macam yaitu PPP Pungutan Pengusahaan Perikanan dan PHP Pungutan Hasil Perikanan. PPP diperoleh
pada saat pelaku usaha mengurus penerbitan SIUP Surat Izin Usaha Penangkapan Ikan, sedangkan PHP diperoleh jika kapal yang berizin sudah dioperasikan atau
sudah memperoleh SIPI Surat Izin Penangkapan Ikan. Nilai PPP adalah perkalian dari TarifGT kapal perikanan dengan besarnya GT kapal secara total.
Sedangkan nilai PHP merupakan perkalian antara produktivitas penangkap, harga patokan ikan HPI , dan faktor 2,5 usaha skala komersil.
Kontribusi PNBP dari perizinan pukat ikan cukup tinggi karena nilai pungutan perikanan PPP dan PHP pukat ikan adalah besar. Dari sisi PPP saja,
tarif pukat ikan di Arafura tinggi mencapai Rp 150.000 per GT kapal. Sebagai contoh, pada tahun 2009 Pemerintah telah mengeluarkan SIUP untuk 235.389 GT
kapal pukat ikan sehingga dengan nilai tarifGT pukat ikan = Rp 150.000 maka diperoleh PPP = Rp 35,3 milyar. Selain itu, sumbangan PHP pukat ikan juga
cukup besar karena nilai produktivitas pukat ikan merupakan tertinggi dibandingkan dengan alat penangkap lain yaitu 3,57 tonGTtahun Permen
Kelautan dan Perikanan No. 60 tahun 2010 tentang produktivitas kapal
perikanan. Berdasarkan hal tersebut maka skor kontribusi PNBP untuk pukat ikan adalah tinggi yaitu 2.
Kontribusi perikanan pukat udang pada PNBP termasuk tinggi pula. Tarif pukat udang di Arafura adalah paling tinggi dibanding alat tangkap apapun yaitu
Rp 181.000 per GT PP No. 19 tahun 2006. Alokasi pukat udang Arafura yang dikeluarkan Ditjen Perikanan Tangkap DKP 2009 mencapai 35.608 GT yang
berarti telah menyumbang PPP = Rp 6,4 milyar. Produktivitas pukat udang sebesar 0,4 tonGTtahun dan harga udang yang tinggi HPI = Rp 45.000
memberikan sumbangan PHP yang cukup besar. Skor kontribusi PNBP untuk pukat udang layak diberikan nilai 2.
Kontribusi pada PNBP dari perikanan gillnet oseanik cukup tinggi namun lebih rendah dari pukat ikan dan pukat udang. Tarif gillnet di Arafura adalah Rp
30.000 per GT PP No. 19 tahun 2006. Alokasi gillnet Arafura yang dikeluarkan Ditjen Perikanan Tangkap DKP 2009 mencapai 53.418 GT yang berarti telah
menyumbang PPP = Rp 1,6 milyar. Sumbangan PHP gillnet oseanik juga cukup besar dengan angka produktivitas 0,85 tonGTtahun Permen KP No. 60 tahun
2010. Untuk itu, skor kontribusi PNBP untuk gillnet oseanik layak diberi nilai 1. Kontribusi PNBP dari perikanan pancing cumi cukup rendah dibanding
alat penangkap ikan lainnya. Tarif pancing cumi squid jigging = Rp 20.000 per GT PP No. 19 tahun 2006. Alokasi pancing cumi Arafura yang dikeluarkan
Ditjen Perikanan Tangkap DKP 2009 mencapai 20.956 GT yang berarti telah menyumbang PPP = Rp 419 juta. Berdasarkan Permen KPNo. 60 tahun 2010,
produktivitas pancing cumi hanya 0,26 tonGTtahun sehingga sumbangannya terhadap PHP juga rendah. Skor kontribusi PNBP untuk pancing cumi layak
diberi nilai 0. Kontribusi perikanan pancing rawai dasar pada PNBP cukup rendah. Tarif
pancing rawai dasar di Laut Arafura adalah terendah setelah pancing cumi yaitu Rp 25.000 per GT PP No. 19 tahun 2006. Alokasi pancing rawai dasar Arafura
yang dikeluarkan Ditjen Perikanan Tangkap DKP 2009 mencapai 243 GT yang berarti telah menyumbang PPP = Rp 6 juta. Berdasarkan Permen KP No. 60
tahun 2010, produktivitas pancing rawai dasar = 1,2 tonGTtahun. Sama halnya dengan pancing cumi, skor kontribusi PNBP untuk pancing rawai dasar layak
diberikan nilai 0. 2 Gaji atau upah rata-rata
Walaupun nelayan pada umumnya dikenal sebagai kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah, namun nelayan atau ABK pada usaha perikanan
komersil atau skala besar diatas 30 GT secara umum berpenghasilan cukup tinggi dan rata-rata di atas UMR Upah Minimum Regional. UMR tahun 2010
yang berlaku di Kawasan Timur sekitar Arafura yaitu Maluku rata-rata Rp. 1.036.000 perbulan, sedangkan untuk Papua lebih tinggi yaitu 1.298.500 perbulan.
Nilai rata-rata UMR tersebut didapatkan dari rata-rata setiap sektor misalkan perminyakan, pertambangan, perdaganganjasa, properti, dan non-sektor blog
wordpress.com . Selanjutnya, jika dibandingkan dengan pendapatan nelayan dari
kelima usaha perikanan tangkap tersebut, seluruhnya berada di atas UMR. Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan responden pada masing-masing jenis alat
penangkap ikan. Berdasarkan hal tersebut, gaji atau upah nelayanABK untuk kelima jenis alat tangkap adalah lebih tinggi dari UMR apalagi ditambah dengan
bonus hasil penangkapan skor 2. 3 Pembatasan masuk
Secara prinsip, pemberian izin usaha perikanan merupakan upaya untuk membatasi eksploitasi sumberdaya ikan ager tidak terjadi open-access dalam
pemanfaatan sumberdaya ikan. Pemberian izin perikanan oleh Pemerintah juga mempertimbangkan dinamika usaha perikanan dan kondisi sumberdaya ikan.
Mempertimbangkan dampak yang diakibatkan, izin perikanan untuk pukat ikan dan pukat udang telah dibatasi yakni tidak ada izin baru yang dikeluarkan
kecuali dalam rangka perpanjangan izin atau mengganti izin yang sudah tidak berlaku Ditjen Perikanan Tangkap, 2010. Oleh karena itu, pembatasan masuk
untuk pukat ikan dan pukat udang tergolong ketat skor 2. Izin perikanan untuk gillnet oseanik masih terbuka namun perlu dilakukan secara hati-hati sehingga
layak diberikan skor 1. Izin untuk pancing rawai dasar masih terbuka lebar karena jumlahnya tidak terlalu banyak, tetapi tetap diperlukan asas kehati-hatian
mengingat sumberdaya ikan demersal sudah dalam kondisi over exploited skor 1. Izin untuk pancing cumi masih terbuka luas dibandingkan keempat alat
penangkap lainnya karena pancing cumi masih relatif terbatas dan tergolong sangat selektif skor 0.
4 Sifat pemasaran Tidak ada pembatasan kuota terhadap pemasaran ikan-ikan hasil
tangkapan di Laut Arafura. Hal ini antara lain karena perairan Arafura bukan merupakan wilayah RFMO Regional Fisheries Management Organization.
Oleh karena itu, untuk seluruh jenis perikanan alat penangkap ikan di Laut Arafura bebas memasarkan hasil tangkapannya sesuai dengan kapasitas volume
penangkapan. Skor sifat pemasaran untuk seluruh jenis perikanan adalah 0. 5 Pendapatan lain
Sumber pendapatan lain bagi nelayanABK kapal perikanan bergantung kepada ketersediaan waktu luang yang dimiliki. Dapat diasumsikan bahwa
nelayan akan memiliki pendapatan lain alternatif jika memiliki cukup waktu diluar kegiatan utamanya. Dalam konteks waktu tersebut, dikenal istilah nelayan
penuh yaitu yang seluruh waktunya digunakan untuk menangkap ikan; nelayan sambilan utama yang sebagian besar waktunya digunakan untuk menangkap ikan;
dan nelayan sambilan tambahan yang sebagian kecil saja waktunya sebagai nelayan Statistik Perikanan Tangkap tahun 2009.
Secara umum, usaha penangkapan ikan skala besar diatas 30 GT atau skala komersial sudah dilakukan secara full-time sehingga nelayanABK tidak
memiliki waktu luang untuk melakukan kegiatan lain. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan responden untuk seluruh jenis alat penangkap ikan.
Disamping itu, trip pada perikanan skala besar juga cukup lama sehingga jarang sekali nelayan menganggur. Trip untuk perikanan pukat ikan dan gillnet oseanik
bisa mencapai lebih dari 1 bulan dan dilakukan sepanjang tahun. Berbeda dengan
perikanan lainnya, untuk perikanan pancing cumi penangkapannya tidak dilakukan sepanjang tahun karena terbatasnya musim cumi sehingga
nelayanABK pancing cumi masih memiliki alternatif pendapatan lain berupa penangkapan ikan selain perikanan cumi atau non-perikanan pada saat tidak
melaut. Berdasarkan hal tersebut, skor pendapatan lain untuk semua jenis
perikanan kecuali perikanan cumi adalah full-time skor 3. Untuk perikanan cumi umumnya ABKnelayan melakukan sambilan pada saat tidak musim
tangkap skor 1. 6 Ketenagakerjaan proporsi pekerjaan
Prosentase jumlah tenaga kerja nelayan yang mengunakan masing-masing alat penangkap ikan dibandingkan dengan total pekerjaan perikanan di Laut
Arafura antara lain dapat dilihat dari proporsi jumlah alat tangkap yang digunakan oleh nelayan dalam mengeksploitasi sumberdaya perikanan. Berdasarkan data
Ditjen Perikanan Tangkap 2011, di Laut Arafura beroperasi 980 kapal berukuran diatas 30 GT dengan urutan alat penangkap ikan mulai dari yang paling banyak
sampai yang paling sedikit yaitu : pukat ikan 440 unit 44,89, pukat udang 129 unit 13,16, gillnet oseanik 118 unit 12,04, pancing rawai dasar 100 unit
10,20, pancing cumi 99 unit 10,10, dan sisanya merupakan alat penangkap ikan lainnya. Disamping itu, jumlah serapan tenaga kerja per kapal perikanan
juga dapat memberikan informasi tentang proporsi ketenagakerjaan. Data perizinan menunjukkan bahwa rata-rata serapan nelayan atau ABK kapal ikan
ukuran diatas 30 GT adalah antara 15 sd 35 orang per kapal. Tenaga kerja yang terserap pada pukat ikan lebih banyak dibanding pada
perikanan lain. Pukat ikan adalah perikanan dengan jumlah armada terbesar dan memiliki rata-rata serapan tenaga kerja tinggi 25 orangkapal. Oleh karena itu
perikanan pukat ikan memberikan proporsi tenaga kerja yang tinggi yaitu diperkirakan lebih dari 30 dari keseluruhan perikanan skor 2. Satu unit kapal
pukat udang rata-rata menyerap 15 orang tenaga kerja. Sebagai jumlah armada kedua terbesar di Arafura maka pukat udang memberikan porsi tenaga kerja yang
cukup tinggi terhadap keseluruhan perikanan skor 1. Meskipun jumlah gillnet oseanik merupakan urutan ke-3 terbanyak, tetapi dengan rata-rata serapan tenaga
kerja sekitar 25 orangkapal maka proporsi ketenagakerjaannya lebih tinggi dibandingkan pukat udang, yaitu dengan rata-rata lebih dari 10-20 dari
keseluruhan perikanan skor 2. Pancing rawai dasar dan pancing cumi merupakan dua alat penangkap ikan yang proporsinya rendah yaitu masing-
masing dibawah 10 dari jumlah total perikanan. Nilai ketenagakerjaan dua alat penangkap ini rendah skor 0.
7 Kepemilikan Profit dari usaha penangkapan ikan terutama dinikmati oleh pelaku usaha
dalam negeri. Permen KP No. 12 tahun 2010 yang direvisi menjadi Permen KP No. 39 tahun 2011 tentang usaha perikanan tangkap menyebutkan bahwa izin
usaha perikanan hanya diberikan untuk warga negara Indonesia. Sistem lisensi izin untuk asing pada masa lalu sudah dihapuskan. Unsur asing masih diberikan
kesempatan hanya dalam bentuk joint venture bekerjasama dengan perusahaan Indonesia. Perikanan pukat ikan, pukat udang, dan gillnet oseanik sangat diminati
oleh pihak asing baik melalui pola kerjasama dengan pelaku usaha nasional maupun joint venture. Skor kepemilikan untuk ketiga jenis perikanan tersebut
dapat diberikan nilai 1. Sedangkan untuk perikanan pancing rawai dasar dan pancing cumi umumnya didominasi pelaku usaha nasional skor 0.
8 Pasar utama Ikan merupakan komoditas yang disukai seluruh masyarakat dunia.
Permintaan masyarakat demand terhadap ikan dan produk turunannya cenderung naik disebabkan meningkatnya kesadaran manusia terhadap ikan sebagai makanan
yang sehat, berprotein tinggi, dan bebas penyakit. Produk perikanan juga pada umumnya diekspor ke negara lain karena harganya lebih tinggi.
Pasar hasil tangkapan pukat ikan, pukat udang, gillnet oseanik, dan pancing rawai dasar di Arafura didominasi untuk ekspor ke negara-negara asing
terutama RRC dan Thailand, sebagian lagi dipasarkan untuk domestik Ditjen
Perikanan Tangkap, 2009. Hal ini karena produk-produk ikan demersal, udang dan pelagis sangat diminati oleh masyarakat asing dan harga jualnya juga lebih
tinggi. Skor pasar utama untuk kempat jenis alat penangkap ikan tersebut adalah 2. Pasar hasil tangkapan pancing cumi di Arafura juga diminati oleh asing tetapi
jumlahnya masih terbatas akibat pengaruh musim skor 1. 9 Subsidi
Subsidi yang umum dikenal pada usaha perikanan tangkap adalah subsidi harga bahan bakar. Pada masa lalu kebijakan subsidi bahan bakar turut mewarnai
usaha perikanan tangkap untuk semua skala usaha, baik yang menggunakan kapal impor maupun bukan impor. Tetapi saat ini dilakukan pengetatan subsidi agar
diberikan lebih selektif kepada yang berhak. Subsidi dalam bentuk non-BBM umumnya diberikan Pemerintah untuk nelayan skala kecil atau tradisional.
Tidak ada subsidi untuk usaha perikanan pukat ikan, pukat udang, dan gillnet oseanik skala besar, baik dalam bentuk bantuan permodalanusaha, bahan
bakar BBM, atau lainnya. Ketiga jenis perikanan tersebut umumnya menggunakan kapal impor atau ABK asing. Skor subsidi untuk ketiga jenis
perikanan tersebut dapat dinilai 0. Untuk perikanan pancing cumi dan pancing rawai dasar ada beberapa unit
perikanan yang memperoleh subsidi karena banyak usaha perikanan tersebut yang dilakukan oleh perseorangan atau menggunakan kapal buatan dalam negeri,
misalnya dalam bentuk bantuan permodalanusaha, bahan bakar BBM, atau lainnya Ditjen Perikanan Tangkap, 2009. Skor subsidi untuk kedua jenis
perikanan tersebut adalah 1. 10 Konsumsi BBM
Berdasarkan hasil survey, semua jenis perikanan dengan kapal berukuran diatas 30 GT mengkonsumsi BBM dalam jumlah yang sangat tinggi. Survey
terhadap responden masing-masing pemilik kapal menyebutkan bahwa porsi konsumsi BBM terhadap biaya operasional pada usaha perikanan di Laut Arafura
mencapi 45 sampai 65. Skor konsumsi BBM untuk seluruh jenis perikanan yaitu 2.
2 Status keberlanjutan perikanan pada dimensi ekonomi Output yang diperoleh dengan metode RAPFISH pada dimensi ekonomi
menunjukan nilai indeks keberlanjutan perikanan tangkap secara ekonomi sebagaimana disajikan pada Tabel 15 dan Lampiran 2.
Tabel 15 Indeks keberlanjutan perikanan pada dimensi ekonomi No.
Kegiatan Perikanan Tangkap
Indeks Keberlanjutan Perikanan
Status Keberlanjutan
1. Pukat Ikan 50,65
Cukup 2. Gillnet Oseanik
35,99 Kurang
3. Pukat Udang 47,79
Kurang 4. Pancing Cumi
57,17 Cukup
5. Pancing Rawai Dasar 44,38
Kurang Rata-rata indeks
47,20 Kurang
Selanjutnya jika nilai dimensi ekologi pada Tabel 15 tersebut di plotkan dalam gambar ordinansi, maka akan nampak seperti dapat dilihat sebagaimana
Gambar 28. Berdasarkan dimensi ekonomi, perikanan pancing cumi memiliki nilai kerberlanjutan yang paling tinggi dengan status cukup 57,17; disusul oleh
pukat ikan dengan status cukup 50,65; pukat udang dengan status kurang 47,79; pancing rawai dasar dengan status kurang 44,38; dan gillnet oseanik
dengan status kurang 35,99. Simulasi RAPFISH untuk dimensi ekonomi menghasilkan parameter statistik berupa nilai stress = 13,9 dan R
2
= 92,1. Analisis dimensi ekonomi dalam penelitian ini menunjukkan kondisi goodness of
fit kategori cukup fair, mengingat nilai stress yang diperoleh adalah sebesar
13,9 25. Nilai koefisien determinasi nilai kepercayaan atau R
2
Sementara analisis yang ditujukan untuk melihat tingkat kestabilan hasil analisis ordinansi, dilakukan dengan simulasi Monte Carlo yang ditujukan untuk
melihat tingkat gangguan pertubation terhadap nilai ordinansi sehingga dapat diketahui seberapa jauh hasil analisis dapat dipercaya Spence and Young, 1978
untuk dimensi ekonomi sebesar 92,1 yang berarti memadai.
yang dikutip dalam Purnomo et al., 2002, dilakukan dengan iterasi sebanyak 30
kali. Hasil simulasi Monte Carlo untuk dimensi ekonomi dapat dilihat pada Gambar 29.
Analisis sensitivitas pada dimensi ekonomi dengan metode analisis leverage
pada RAPFISH memperlihatkan bahwa ketenagakerjaan dan sifat pemasaran merupakan atribut yang sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan
perikanan di Laut Arafura pada dimensi ekonomi. Ketenagakerjaan dan sifat pemasaran memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap keberlanjutan
ini yaitu dengan nilai perubahan rms masing-masing 7,06 dan 6,87. Hal ini menunjukkan bahwa nilai utama ekonomi dari usaha perikanan di Laut Arafura
adalah kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerjaABK. Selanjutnya faktor sifat pemasaran juga mendominasi pengaruh keberlanjutan perikanan dari aspek
ekonomi karena pasar merupakan faktor pendorong usaha perikanan, dan sebagaimana hasil penelitian diketahui bahwa pasar produk perikanan dari Laut
Arafura tidak mengenal pembatasan atau kuota .
RAPFISH Ordination
Down Up
Bad Good
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100
Fisheries Status O
th e
r D is
ti n
g is
h in
g F
e a
tu re
s
Real Fisheries Reference anchors
Anchors
Gambar 28 Posisi status keberlanjutan perikanan pada dimensi ekonomi
keterangan: PIK= pukat ikan, PUD= pukat udang, GIL= gillnet oseanik, PAC= pancing cumi, PRD = pancing rawai dasar
PUD
PAC GIL
PIK PRD
Rapfish Ordination - Monte Carlo Scatter Plot
-60 -40
-20 20
40 60
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Fisheries Status O
th e
r D is
ti n
g is
h in
g F
e a
tu re
s
Gambar 29 Kestabilan nilai ordinasi dengan analisis Monte Carlo pada
dimensi ekonomi Ket.: kuning=pukat udang; biru=pukat ikan; ungu=p.rawai dasar; pink=gillnet oseanik; hijau muda=p.cumi
Subsidi merupakan atribut yang paling kurang pengaruhnya terhadap keberlanjutan perikanan pada dimensi ekonomi, hal ini dibuktikan dengan hasil
survey lapangan bahwa perikanan komersil di Laut Arafura tetap eksis walaupun tidak ada subsidi karena memiliki modal yang sangat kuat. Nilai perubahan rms
untuk subsidi hanya mencapai 1,39. Atribut lainnya yang kurang berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan pada dimensi ekonomi adalah kontribusi PNBP
yaitu dengan nilai perubahan rms 2,08. Gambar 30 memperlihatkan hasil analisis sensitivitas pada dimensi ekonomi.
Leverage of Attributes
2,08 3,87
5,37 6,87
3,90 7,06
4,82 4,60
1,39 2,54
1 2
3 4
5 6
7 8
kontribusi PNBP Gaji upah rata-rata
pembatasan masuk sifat pemasaran
pendapatan lain ketenagakerjaan
kepemilikan transfer pasar utama
subsidi konsumsi energi BBM
A ttr
ib u
te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Status scale 0 to 100
Gambar 30 Hasil analisis leverage pada dimensi ekonomi
3 Pembahasan keberlanjutan perikanan pada dimensi ekonomi Secara ekonomi, perikanan di Laut Arafura kurang berlanjut yaitu dengan
rata-rata skor 47,20. Pancing cumi dan pukat ikan merupakan alat penangkap ikan yang statusnya cukup berlanjut secara ekonomi yaitu dengan skor masing-
masing 57,17 dan 50,45. Sementara itu tiga jenis alat penangkap lainnya dalam kondisi kurang berlanjut yaitu pukat udang, pancing rawai dasar, dan gillnet
oseanik. Gillnet oseanik merupakan alat penangkap ikan dengan skor keberlanjutan ekonomi terendah 35,99. Status keberlanjutan ekonomi pancing
cumi terutama ditunjang oleh sifat pemasaran cumi-cumi yang sangat terbuka luas dan tidak ada pembatasan sehingga mendorong pemanfaatan sumberdaya cumi-
cumi lebih intensif dan menguntungkan. Disamping itu keberlanjutan ekonomi juga tidak terlepas dari pengaruh atribut-atribut dimensi lainnya misalkan ukuran
ikan cumi-cumi tertangkap yang cenderung tidak berubah pada dimensi ekologi sehingga menjamin kualitas dan harga cumi-cumi yang stabil dan lebih baik.
Dalam simulasi RAPFISH, semua atribut yang digunakan mempengaruhi seluruh kinerja pada setiap dimensi.
Pukat ikan tergolong alat tangkap yang cukup berlanjut secara ekonomi karena produktivitasnya yang sangat tinggi yaitu 3,57 tonGTtahun sehingga
mampu memberikan nilai ekonomi yang tinggi pula. Disamping itu ketenagakerjaan yang terserap dari pukat ikan juga tinggi. Pukat udang juga
memiliki produktivitas dan nilai ketenagakerjaan yang cukup tinggi sehingga posisinya keberlanjutannya berada diurutan ketiga setelah pukat ikan. Alat
penangkap ikan yang paling rendah keberlanjutan secara ekonomi adalah gillnet oseanik karena trip dan operasionalnya tinggi sama dengan pukat ikan dan pukat
udang, serta selektivitasnya juga tinggi sehingga kurang produktif. Atribut ketenagakerjaan dan sifat pemasaran merupakan atribut-atribut
yang paling besar pengaruhnya dalam keberlanjutan secara ekonomi. Serapan tenagakerja merupakan hal yang paling penting menyangkut berapa banyak tenaga
kerja yang terlibat dan mendapatkan manfaat ekonomi dari usaha perikanan. Sifat pemasaran juga berpengaruh besar karena pasar produk perikanan dari Laut
Arafura tidak dibatasi yang akhirnya mendorong dilakukannya usaha penangkapan ikan lebih intensif guna memperoleh keuntungan yang tinggi.
Kondisi ini berbeda dengan usaha penangkapan ikan yang dilakukan pada daerah RFMO misalnya Samudera Hindia untuk perikanan tuna dimana IOTC atau
organisasi perikanan tuna Samudera Hindia membatasi kuota jumlah ikan tuna yang boleh ditangkap.
Atribut yang kurang berpengaruh pada keberlanjutan ekonomi adalah subsidi dan kontribusi PNBP. Meskipun secara ekonomi berpengaruh terhadap
kinerja usaha, tetapi subsidi ini sifatnya tidak mutlak bagi usaha perikanan skala industribesar. Hal ini disebabkan industri perikanan memiliki permodalan yang
kuat sehingga tetap eksis walaupun tidak ada subsidi. Kondisi ini tentunya berbeda dengan usaha perikanan tangkap skala kecil. Kontribusi PNBP juga tidak
memberikan pengaruh besar pada keberlanjutan ekonomi yang diduga bahwa tarifnya yang berlaku sekarang masih rendah dan kondusif bagi usaha perikanan.
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai tarif PNBP yang pantas diberlakukan. Dalam rangka meningkatkan keberlanjutan ekonomi perikanan tangkap di
Laut Arafura perlu ditingkatkan penyerapan tenaga kerja pro-job pada usaha
perikanan tangkap misalnya melalui restrukturisasi armada dengan menggunakan kapal yang berukuran besar, serta industrialisasi perikanan mulai dari kegiatan
penangkapan, pengolahan, pemasaran sampai dengan jasa terkait. Tidak dianjurkan untuk melakukan pembatasan pasar hasil tangkapan ikan dari perairan
Arafura misalnya dengan memasukkan Laut Arafura sebagai wilayah RFMO yang pada akhirnya akan merugikan industri perikanan tangkap nasional.
4.1.3 Keberlanjutan perikanan pada dimensi sosial Penentuan atribut yang menjadi indikator pada dimensi sosial ini yaitu
dengan mengunakan indikator yang keluarkan oleh program RAPFISH, namun telah disesuaikan dengan kondisi aktual kegiatan perikanan tangkap di lokasi
penelitian. Analisis RAPFISH pada dimensi sosial dalam penelitian ini terdiri dari 10 atribut berdasarkan kerangka Pitcher dan Preikshot 2001 yaitu
sosialisasi penangkapan, sektor penangkapan, pengetahuan lingkungan, pendatang baru, tingkat pendidikan, status konflik, pelibatan tenaga kerja lokasl,
pengaruh nelayan, pendapatan penangkapan, dan pastisipasi keluarga. Tabel 16 memperlihatkan atribut dan kriteria skor keberlanjutan perikanan pada dimensi
sosial. Dalam memudahkan penentuan skor dari masing-masing atribut, Tabel 17 memberikan pengertian atau definisi dari masing-masing atribut pada dimensi
sosial. Sementara dalam kaitannya dengan kondisi keberlanjutan, penggunaan atribut-atribut dalam dimensi sosial ini mengandung suatu maksud dan deskripsi
tertentu kaitannya dengan evaluasi status keberlanjutan. 1 Kondisi masing-masing atribut pada dimensi sosial
1 Sosialisasi penangkapan Pada perikanan komersial yang umumnya menggunakan kapal perikanan
berukuran besar diatas 30 GT, pekerjaABK bekerja langsung sebagai individual profesional, bukan berdasarkan adanya keterkaitan dengan pemilik usaha atau
juga bukan karena adanya hubungan sebagai sesama anggota suatu kelompokkoperasi skor 0.
Tabel 16 Atribut dan kriteria skor pada dimensi sosial
No. Atribut Skor
Kriteria pemberian skor 1.
Sosialisasi penangkapan 0; 1; 2 Nelayan bekerja: individu pada suatu perusahaan
0; keluarga 1; kelompok 2 2.
Pendatang baru ; 1; 2 Selama 5 tahun terakhir: 10 0; 10 - 20 1;
20 2 3.
Sektor penangkapan ; 1; 2 RTP dalam komunitas: 10 0; 10 - 30 1; 30
2 4.
Pengetahuan lingkungan 0; 1; 2 Terhadap sumberdaya ikan lingkungan:
kosong 0; beberapa 1; banyak 2 5.
Tingkat pendidikan 0; 1; 2 Terhadap rata-rata tingkat pendidikan penduduk:
rendah 0; sama l; diatas 2 6.
Status konflik ; 1; 2 Konflik dengan perikanansektor lain: tidak 0;
beberapa 1; banyak 2 7.
P
elibatan naker lokal 0; 1; 2 Tidak terlibat 0; moderat 1; tinggi 2
8. Pengaruh nelayan
0; 1; 2 Terhadap regulasi aktual: hampir tidak 0; beberapa
1; banyak 2 9.
Pendapatan Penangkapan
0; 1; 2 Terhadap total pendapatan keluarga: 50 0; 50 -
80 1; 80 2 10. Pastisipasi keluarga
0; 1 Anggota keluarga menjualmemproses hasil tangkapan:
tidak 0; ya 1 Sumber : Pitcher Preikshot 2001 dimodifikasi
Tabel 17 Definisi atribut pada dimensi sosial
No. Atribut
Definisi 1.
Sosialisasi penangkapan Keterlibatan nelayan dalam usaha perikanan, sebagai individu,
keluarga atau kelompok 2.
Pendatang baru Penambahan jumlah nelayan termasuk kapal baru yang
berkecimpung pada penangkapan ikan menurut waktu tertentu 3.
Sektor penangkapan Proporsi jumlah nelayan berdasarkan kegiatan perikanan di
wilayah administratif terhadap jumlah penduduk sektor perikanan di wilayah administratif tersebut
4. Pengetahuan lingkungan Derajat pengetahuan nelayan mengenai isu-isu lingkungan seperti
illegal fishing , pencemaran laut, kerusakan terumbu karang
5. Tingkat pendidikan
Proporsi nelayan yang mengikutimenyelesaikan pendidikan formal
6. Status konflik
Ada tidaknya frekuensi terjadinya konflik pemanfaatan ruang laut dan atau perebutan DPI baik antar nelayan atau yang berkaitan
degan kepentingan sektor lain 7.
Pelibatan naker lokal Tingkat keterlibatan tenaga kerja lokal atau nasional dalam usaha
perikanan tangkap 8.
Pengaruh nelayan Keterkaitan nelayan dalam proses penyusunan regulasi
pengelolaan perikanan langsung maupun tidak langsung 9.
Pendapatan penangkapan
Kontribusi pendapatan yang bersumber dari usaha penangkapan ikan terhadap keseluruhan pendapatan yang diperoleh keluarga
10. Pastisipasi keluarga
Ada tidaknya peran anggota keluarga dalam memasarkan hasil tangkapan dan atau melakukan pengelolaan ikan hasil tangkapan
Sumber : Pitcher and Preikshot 2001 dimodifikasi
2 Pendatang baru dalam perikanan Pada awalnya pendatang baru pukat ikan beberapa tahun terakhir
cenderung meningkat 10 – 20, namun kini sudah tidak ada lagi pendatang baru new entrains sejak adanya kebijakan pembatasan izin perikanan pukat ikan skor
0. Demikian pula untuk perikanan pukat udang mengalami kebijakan pengetatan izin perikanan sehingga tidak ada lagi pendatang baru skor 0. Pendatang baru
pada perikanan gillnet oseanik cenderung meningkat rata-rata 10 – 20. Hal ini karena Pemerintah masih memberikan kelonggaran terhadap pengembangan
perikanan gillnet oseanik skor 1. Pendatang baru pada perikanan cumi juga cenderung meningkat sama halnya pada perikanan gillnet oseanik skor 1. Pada
perikanan pancing rawai dasar sangat sedikit pendatang baru yakni kurang dari 10 skor 0.
3 Sektor penangkapan Nilai proporsi RTP suatu perikanan terhadap komunitas sangat ditentukan
oleh jumlah unit perikanan tersebut dan jumlah tenaga kerja yang diserapnya. Pengertian komunitas disini disederhanakan yaitu komunitas perikanan pada
obyek yang diteliti yakni perikanan skala besar diatas 30 GT. Pada perikanan pukat ikan, proporsi RTP terhadap komunitas merupakan tertinggi dibanding
perikanan lainnya yaitu kira-kira mencapai lebih 40, karena jumlah pukat ikan merupakan yang terbesar dan mampu menyerap tenaga kerja kira-kira 15 orang
per kapalnya skor 2. Proporsi RTP perikanan gillnet oseanik dan pukat udang kira-kira mencapai 10 – 40 dengan asumsi bahwa kapal gillnet oseanik dan
pukat udang masing-masing mampu menyerap tenaga kerja 15 orang per kapalnya skor 1. Pada perikanan pancing cumi dan pancing rawai dasar, proporsi RTP
dalam komunitas lebih rendah terutama karena jumlah armada yang lebih sedikit dibanding perikanan pukat ikan, pukat udang, dan gillnet skor 0.
4 Pengetahuan lingkungan Berdasarkan hasil survey responden, secara rata-rata pengetahuan terhadap
lingkungan para perkerja perikanan nelayanABK pada semua jenis perikanan
skala besar pada dasarnya sudah cukup baik, tetapi belum cukup mengetahui lebih jauh aspek lingkungan dalam kaitannya dengan penangkapan yang dilakukan. Hal
ini lebih disebabkan karena faktor pengalaman melaut yang cukup. Untuk semua jenis perikanan, skor pengetahuan lingkungan adalah 1.
5 Tingkat pendidikan pengetahuan Tingkat pendidikanpengetahuan nelayan atau ABK nelayan sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan usaha penangkapan ikan. Pengetahuan yang diperoleh nelayan diperoleh dari pendidikan atau latihan serta pengalaman selama
melakukan operasi penangkapan ikan di laut. Menurut Mustaruddin 2006, pengetahuan dan keterampilan yang perlu dikuasai oleh nelayan di wilayah
perairan termasuk kawasan konservasi antara lain : 1 pengetahuan umum tentang penangkapan di laut; 2 tentang jenis ikan dan biota laut yang dilindungi;
3 teknik-teknik penangkapan ikan yang ramah lingkungan, teknik pengoperasian armada, teknik memilih fishing ground, dan sebagainya; 4 pemahaman tentang
perangkat hukum kegiatan penangkapan. Berdasarkan hasil survey responden, untuk pekerja nelayanABK ketiga
jenis perikanan utama yaitu pukat ikan, pukat udang dan gillnet oseanik umumnya memiliki pendidikan yang setaraf dengan golongan penduduk lainnya. Bahkan
pada perikanan skala besar tersebut, para ABK tidak sedikit yang mengecap pendidikan kejuruan di bidang perikanan skor 1. Hal ini sedikit berbeda dengan
perikanan pancing cumi dan pancing rawai dasar dimana hasil survey responden menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pekerjanya rata-rata sedikit lebih rendah
dibanding golongan penduduk lainnya skor 0. . 6 Status konflik
Konflik kepentingan pemanfaatan sumberdaya perikanan merupakan bagian dari dinamika usaha perikanan. Hal ini terjadi karena sumber daya ikan
laut masih dipahami sebagai common property milik bersama. Menurut
Rusmilyansari 2010, terdapat 5 indikator penyebab konflik yang secara signifikan memberikan kontribusi terhadap faktor penyebab konflik. Indikator
tersebut antara lain : 1 kompetensi dalam hal pemanfaatan sumberdaya alam; 2
keberadaan pihak yang bertolak belakang; 3 kondisi perekonomian masyarakat; 4 jumlah pihak yang terlibat; dan 5 latar belakang budaya dan adat.
Maanema et. al. 2006 menyebutkan bahwa konflik pengelolaan sumberdaya perikanan di Laut Arafura umumnya dipicu oleh : 1 ketidakjelasan
pelaksanaan peraturan perundang-undangan; 2 tingkat pengetahuan masyarakat yang masih rendah; dan 3 komunikasi antar pengguna sumberdaya belum tertata.
Pada hampir seluruh jenis perikanan di Laut Arafura kadang-kadang dijumpai konflik di lapangan berupa perebutan daerah penangkapan sesama jenis
perikanan, gesekan dengan jenis perikanan yang lain, atau konflik vertikal dengan perikanan skala yang berbeda skala kecil. Skor konflik untuk seluruh jenis
perikanan kecuali pancing cumi adalah 1. Pada perikanan pancing cumi jarang sekali ditemui konflik skor 0. Beberapa hal yang menyebabkan jarangnya
konflik pada perikanan pancing cumi antara lain : 1 spesifiknya jenis ikan yang ditangkap yaitu cumi sebagai target spesies sehingga tidak bersinggungan dengan
alat penangkap ikan lainnya; dan 2 pengoperasian pancing cumi terbatas hanya pada saat musim cumi saja.
7 Keterlibatan tenaga kerja lokal Tenaga kerja merupakan bagian penting dari unit penangkapan ikan yang
berperan dalam melaksanakan seluruh kegiatan penangkapan ikan. Pada perikanan skala industri atau skala besar sudah terdapat pembagian tugas dan
tanggung jawab pekerja dalam kegiatan penangkapan ikan. Beberapa posisi atau jabatan dalam suatu unit penangkapan ikan skala industri antara lain : nakhoda,
operator permesinan juru mesin, ABK, operator alat tangkap, juru masak, dan lain-lain disesuaikan dengan kebutuhan di kapal. Pada perikanan pukat ikan dan
gillnet oseanik di Laut Arafura umumnya menggunakan kapal dengan ukuran GT yang besar dan peralatan yang modern sehingga memerlukan keahlian khusus,
disamping itu dalam hal kesulitan mendapatkan tenaga kerja yang terampil maka pada perikanan pukat ikan dan gillnet oseanik umumnya masih mempekerjakan
ABK asing. Disamping itu kedua jenis perikanan tersebut 5-10 tahun terakhir mengalami perkembangan yang pesat melalui pengadaan dalam negeri maupun
impor kapal. Jabatan yang umumnya masih dipegang oleh tenaga kerja warga negara asing adalah nakhoda dan juru mesin. Berdasarkan hal tersebut maka
atribut keterlibatan tenaga kerja lokal pada perikanan pukat ikan dan gillnet oseanik diberikan skor 1.
Pada perikanan pukat udang, pancing rawai dasar dan pancing cumi keterlibatan tenaga kerja lokal adalah tinggi karena penguasaan teknologi
penangkapan ikan ketiga jenis perikanan tersebut sudah cukup lama dikuasai masyarakat Indonesia. Perikanan pukat udang lebih dulu berkembang
dibandingkan dengan pukat ikan dan gillnet oseanik yaitu pada 1970 – 1980 mengalami masa kejayaan Murdiyanto, 2011. Untuk perikanan pancing
disebabkan karena penggunaan ukuran kapal dengan GT yang tidak terlalu besar sehingga banyak diusahakan masyarakat. Skor keterlibatan tenaga kerja lokal
pada perikanan pukat udang, pancing rawai dasar, dan pancing cumi diberikan skor 2.
8 Pengaruh nelayan Pada perikanan skala besar diatas 30 GT, nelayan atau pelaku usaha
perikanan tangkap memiliki pengaruh signifikan terhadap regulasi perikanan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yaitu
disampaikan kepada Pemerintah pada saat sosialisasi atau tatap muka audiensi, sedangkan secara tidak langsung yaitu melalui kelompokasosiasi yang
menaunginya. Pada saat proses penyusunan kebijakan atau peraturan di bidang penangkapan ikan, Pemerintah pun selalu mengundang pelaku usaha atau asosiasi
untuk memberikan masukan. Beberapa asosiasiorganisasi kenelayanan atau usaha perikanan antara lain : ASTUIN Asosiasi Tuna Indonesia, ATLI Asosiasi
Tuna Longline Indonesia, ASPINTU Asosiasi Pengusaha Ikan Non Tuna, GAPPINDO Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia, dan lain-lain. Skor
pengaruh nelayan untuk semua jenis perikanan adalah 2.
9 Pendapatan penangkapan Pendapatan dari usaha penangkapan skala besar umumnya mendominasi
penghasilan utama keluarga nelayan karena berkaitan dengan profesi dimana mereka menghabiskan seluruh waktunya sebagai nelayanABK di laut full-time
dengan trip yang cukup lama. Hasil wawancara dengan responden terungkap bahwa proporsi pendapatan pada pukat ikan, pukat udang, gillnet oseanik dan
pancing rawai dasar kira-kira mencapai 50 – 80 dari total pendapatan keluarga. Hal ini terjadi pada seluruh jenis perikanan komersil di Arafura kecuali pada
perikanan pancing cumi yang hanya melakukan operasi penangkapan pada saat musim saja dengan waktu yang terbatas nelayan sambilan. Skor pendapatan
penan gkapan untuk seluruh jenis perikanan adalah 1, kecuali pada pancing cumi yaitu 0.
10 Partisipasi keluarga
Tidak ada partisipasi atau keterlibatan anggota keluarga terkait penjualan atau pengolahan hasil tangkapan karena usaha perikanan komersial dilakukan
secara profesional. Hal ini berbeda dengan nelayan skala kecil atau tradisional. Skor partisipasi keluarga untuk seluruh jenis perikanan adalah 0.
2 Status keberlanjutan perikanan pada dimensi sosial Nilai skor yang terdapat pada dimensi sosial selanjutnya dianalisis
menggunakan metode RAPFISH. Output yang diperoleh dengan metode RAPFISH pada dimensi sosial menunjukkan nilai indeks keberlanjutan perikanan
tangkap secara sosial sebagaimana disajikan pada Tabel 18 dan Lampiran 3. Tabel 18 Indeks keberlanjutan perikanan pada dimensi sosial
No. Kegiatan Perikanan
Tangkap Indeks Keberlanjutan
Perikanan Status
Keberlanjutan 1. Pukat Ikan
52,93 Cukup
2. Gillnet Oseanik 50,62
Kurang 3. Pukat Udang
54,36 Cukup
4. Pancing Cumi 53,91
Cukup 5. Pancing Rawai Dasar
54,13 Cukup
Rata-rata indeks 53,19
Cukup
Selanjutnya jika nilai dimensi teknologi pada Tabel 18 tersebut diplotkan dalam gambar ordinansi maka akan nampak seperti dapat dilihat
sebagaimana Gambar 31. Analisis RAPFSIH untuk keberlanjutan perikanan dari aspek sosial memberikan informasi bahwa untuk seluruh perikanan memberikan
hasil yang hampir sama, yaitu dengan rata-rata cukup skor 53,19. Status keberlanjutan untuk semua jenis perikanan adalah cukup kecuali untuk gillnet
oseanik yaitu kurang. Nilai keberlanjutan untuk pukat udang = 54,36; pancing rawai dasar = 54,13; pancing cumi = 53,91; pukat ikan = 52,93; dan gillnet
oseanik = 50,62. Simulasi RAPFISH untuk dimensi sosial menghasilkan parameter statistik yang memadai berupa nilai stress = 14,8 dan R
2
= 92,6. Hasil simulasi Monte Carlo untuk dimensi sosial dapat dilihat pada Gambar 32.
RAPFISH Ordination
Down Up
Bad Good
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100
Fisheries Status O
th e
r D is
ti n
g is
h in
g F
e a
tu re
s
Real Fisheries Reference anchors
Anchors
Gambar 31 Posisi status keberlanjutan perikanan pada dimensi sosial
keterangan: PIK= pukat ikan, PUD= pukat udang, GIL= gillnet oseanik, PAC= pancing cumi, PRD= pancing rawai dasar
PUD PAC
GIL PIK
PRD
Rapfish Ordination - Monte Carlo Scatter Plot
-60 -40
-20 20
40 60
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Fisheries Status O
th e
r D is
ti n
g is
h in
g F
e a
tu re
s
Gambar 32 Kestabilan nilai ordinasi dengan analisis Monte Carlo pada dimensi sosial keterangan: kuning=pukat udang; biru=pukat
ikan; ungu=p.rawai dasar; pink=gillnet oseanik; hijau muda=p.cumi
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas diketahui bahwa beberapa atribut yang paling berpengaruh pada dimensi sosial adalah tingkat pendidikan
nelayanABK yang terlibat pada operasional penangkapan, disusul oleh pengaruh nelayan terhadap usaha perikanan, dan status konflik. Gambar 33
memperlihatkan hasil analisis leverage pada dimensi ekonomi. Nilai perubahan rms
masing-masing atribut yaitu 6,19 untuk tingkat pendidikan; 5,65 untuk pengaruh nelayan; dan 5,22 untuk status konflik.
Hasil analisis leverage dimensi sosial pada Gambar 33 juga menunjukkan bahwa beberapa atribut memiliki pengaruh yang sangat kecil pada dimensi sosial
adalah sosialisasi penangkapan, keterlibatan tenaga kerja lokal, dan pengetahuan lingkungan. Nilai perubahan rms untuk masing-masing atribut yaitu 0,71 untuk
sosialisasi penangkapan; 0,94 untuk keterlibatan tenaga kerja lokal, dan 1,38 untuk pengetahuan lingkungan.
Leverage of Attributes
0,71 1,98
4,12 1,38
6,19 5,22
5,65 3,21
2,33 0,94
1 2
3 4
5 6
7 sosialisasi penangkapan
pendatang baru sektor penangkapan
pengetahuan lingkungan tingkat pendidikan
status konflik pengaruh nelayan
pendapatan penangkapan partisipasi keuarga
pelibatan naker loka
A ttr
ib u
te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Status scale 0 to 100
Gambar 33 Hasil analisis leverage pada dimensi sosial
3 Pembahasan keberlanjutan perikanan pada dimensi sosial Keberlanjutan perikanan pada dimensi sosial di Laut Arafura dalam kondisi
cukup berlanjut dengan rata-rata skor 53,19. Skor keberlanjutan sosial untuk seluruh jenis alat penangkap ikan nilainya hampir seragam yakni berada pada
kisaran 50 – 54. Hal ini menjelaskan bahwa aspek atau dampak sosial dari seluruh jenis perikanan adalah hampir sama karena sifat komersial serta
penerapan prinsip-prinsip ekonomi yang rasional. Kondisi ini berbeda bila dibandingkan dengan perikanan skala kecil atau tradisional.
Gillnet oseanik merupakan alat penangkap ikan yang statusnya kurang berlanjut secara sosial yang terutama dipengaruhi oleh atribut pendatang baru dan
keterlibatan tenaga kerja lokal. Untuk atribut sosial lainnya hampir seluruh jenis alat penangkap ikan memiliki nilai yang sama. Pendatang baru pada perikanan
gillnet oseanik masih ada dan peluangnya terbuka karena pembatasan izin perikanan gillnet oseanik tidak seketat pada pukat ikan dan pukat udang. Berbeda
dengan jenis perikanan lainnya kecuali pukat ikan, perikanan gillnet oseanik juga rata-rata masih mempekerjakan ABK asing atau nilai keterlibatan tenaga kerja
lokalnya lebih rendah. Tingkat pendidikan atau pengetahuan merupakan hal yang pokok
berpengaruh karena memberikan dampak bagi seluruh atribut sosial lainnya. Pengetahuan nelayan misalnya akan merubah cara pandang terhadap budaya
kerja, kelestarian lingkungan, penanganan konflik dan sebagainya. Atribut pengaruh nelayan juga cukup kuat berpengaruh mengingat kedudukan nelayan
sebagai pelaku langsung aktor utama usaha perikanan sekaligus posisinya sebagai bagian dari masyarakat. Pengaruh nelayan akan memberikan input
terhadap arah atau kebijakan usaha perikanan. Pengaruh nelayan menunjukkan tingkat partisipasi nelayan atau pelaku usaha terhadap usaha perikanan tangkap
yang dilakukan. Keberadaan konflik dalam perikanan juga memberikan pengaruh cukup besar pada dimensi sosial oleh karena konflik merupakan bagian penting
dari identitas sosial dan sangat mungkin terjadi pada usaha perikanan, khususnya di Laut Arafura sebagai fishing ground utama.
Sosialisasi penangkapan atau dalam hal ini adalah status nelayanABK dalam pekerjaannya apakah individu, keluarga atau kelompok tidak menjadi
persoalan berarti karena pada skala besar lebih dituntut profesionalisme. Keterlibatan tenaga kerja atau ABK lokal juga kurang memberikan pengaruh pada
dimensi sosial perikanan di Laut Arafura. Hal ini disebabkan pada usaha perikanan skala besar atau komersial bahwa perlakuan nelayanABK adalah sama
berdasarkan peran atau posisinya dalam usaha penangkapan, bukan berdasarkan status sosialnya. Dengan demikian isu penggunaan tenaga kerja lokal pada usaha
perikanan di Arafura tidak memiliki pengaruh berarti terhadap keberlanjutan secara sosial. Atribut pengetahuan lingkungan juga kecil sekali pengaruhnya bagi
keberlanjutan sosial yang menunjukkan bahwa faktor lingkungan belum menjadi perhatian bagi usaha perikanan di Laut Arafura pada umumnya.
Dalam rangka meningkatkan keberlanjutan sosial perikanan di Laut Arafura dapat dilakukan cara-cara efektif yaitu meningkatkan pendidikan
pengetahuan para pelaku usaha perikanan misalkan dengan memperbesar kesempatan sekolah bagi nelayan program sekolah murah atau gratis atau
memberikan pendidikan dan pelatihan diklat terkait usaha penangkapan ikan dan
aturan-aturan terkait perikanan. Untuk meningkatkan keberlanjutan secara sosial juga dapat dilakukan dengan memperbesar pengaruh nelayan terkait usaha
perikanan misalnya dengan keikutsertaan pada organisasi kenelayanan atau usaha perikanan tangkap. Hal lainnya yang memberikan pengaruh besar terhadap
keberlanjutan perikanan secara sosial adalah pengelolaan konflik perikanan. Usaha perikanan tangkap sangat rawan terhadap konflik sehingga bila konflik ini
dapat diatasi atau dihilangkan maka keberlanjutan perikanan secara sosial akan meningkat.
4.1.4 Keberlanjutan perikanan pada dimensi teknologi Penentuan atribut pada dimensi teknologi ini yaitu dengan mengunakan
indikator yang digunakan dari RAPFISH yang telah disesuaikan dengan kondisi aktual kegiatan perikanan tangkap di lokasi penelitian. Analisis RAPFISH pada
dimensi teknologi dalam penelitian ini terdiri dari 9 atribut mengacu pada Pitcher and Preikshot 2001 yang dimodifikasi, antara lain: lama trip, tempat pendaratan,
pengolahan pra-jual, penanganan di kapal, selektivitas alat tangkap, penggunaan FADs, ukuran kapal, perubahan daya tangkap, dan efek samping alat tangkap.
Atribut-atribut pada dimensi teknologi beserta kriteria pemberian skor dapat dilihat pada Tabel 19. Sedangkan pada Tabel 20 diuraikan pengertian atau definisi
dari masing-masing atribut pada dimensi teknologi. Tabel 19 Atribut dan kriteria skor pada dimensi teknologi
No. Atribut
Skor Kriteria pemberian skor
1. Lama trip ; 1; 2