Perikanan di Laut Arafura

penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Definisi ini sama persis mengacu kepada FAO dalam Fisheries Technical Paper No. 424 yang diedit oleh Cochrane 2002 yaitu : ”The integrated process of information gathering, analysis, planning, consultation, decision-making, allocation of resources and formulation of implementation, with enforcement as necessary, of regulation or rules which govern fisheries activities in order to ensure the continued productivity of the resources and the accomplishment of other fisheries objectives”. Pengelolaan perikanan bersifat kompleks mencakup aspek biologi, ekonomi, sosial budaya, hukum, dan politik. Tujuan dikelolanya perikanan antara lain tercapainya optimalisasi ekonomi pemanfaatan sumberdaya ikan sekaligus terjaga kelestariannya. Menurut Cochrane 2002, tujuan goal umum dalam pengelolaan perikanan meliputi 4 empat aspek yaitu biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial. Tujuan sosial meliputi tujuan-tujuan politis dan budaya. Contoh masing-masing tujuan tersebut yaitu : 1. untuk menjaga sumberdaya ikan pada kondisi atau diatas tingkat yang diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas tujuan biologi; 2. untuk meminimalkan dampak penangkapan ikan bagi lingkungan fisik serta sumberdaya non-target by-catch, serta sumberdaya lainnya yang terkait tujuan ekologi; 3. untuk memaksimalkan pendapatan nelayan tujuan ekonomi; 4. untuk memaksimalkan peluang kerjamata pencaharian nelayan atau masyarakat yang terlibat tujuan sosial. Lebih lengkap, tujuan pengelolaan perikanan ini tercantum pada pasal 3 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

2.5 Perikanan di Laut Arafura

Laut Arafura merupakan salah satu perairan yang penting dan telah memberikan kontribusi besar dalam pembangunan perikanan nasional. Secara administratif Laut Arafura termasuk dalam wilayah Provinsi Papua dan sebagian termasuk wilayah Maluku, terutama yang berada di sekitar kepulauan Aru. Perairan ini termasuk sebagian besar wilayah ZEE Indonesia yang langsung berhubungan dengan Laut Timor dan Laut Banda. Di sebelah Utara, sirkulasi massa air sangat dipengaruhi oleh Samudera Pasifik. Kedalaman Laut Arafura berkisar antara 5 sampai dengan 60 m atau rata-rata sekitar 30 meter dengan lapisan tebal berupa lumpur dan sedikit pasir yang mencakup hampir 70 luas perairan. Pada Gambar 4 diperlihatkan peta geografis Laut Arafura yang merupakan salah satu WPP yang ada di perairan Indonesia. Gambar 4 WPP Laut Arafura BRKP, 2007 Pada tahun 2011, KKP menyebutkan bahwa potensi sumberdaya perikanan di WPP Laut Arafura adalah 855,5 ribu tontahun yang dikelompokkan kedalam jenis-jenis ikan pelagis besar 50,9 ribu tontahun, ikan pelagis kecil 468,7 ribu tontahun, ikan demersal 284,7 ribu tontahun, udang penaeid 44,7 ribu tontahun, cumi-cumi 3,4 ribu tontahun, lobster 0,1 ribu tontahun, dan ikan karang konsumsi 3,1 ribu tontahun. Beberapa jenis sumberdaya ikan ekonomis penting yang dapat dijumpai antara lain udang windu, udang putih, kakap merah, kerapu, tenggiri, dan lain-lain. Pada Gambar 5 digambarkan ilustrasi potens perikanan perairan sekitar Papua termasuk Laut Arafura di bagian selatan. Lebih lanjut, KKP 2011 menginformasikan status beberapa jenis sumberdaya ikan di WPP Laut Arafura yang kini menjadi WPP 718 : Laut Arafura dan Laut Timor yaitu sumberdaya ikan jenis demersal statusnya sudah overexploited, udang dalam status fully-exploited, ikan pelagis kecil dalam status moderate, dan pelagis besar statusnya tidak diketahui pasti. Gambar 5 Ilustrasi potensi sumberdaya ikan di Papua dan Laut Arafura Penelitian Suwartana 1986 dalam pendugaan stok stock assesment udang penaeid di Laut Arafura menggunakan data 1979 – 1982 pada perikanan trawl PT. Nusantara Fishery menunjukkan bahwa : a rata-rata hasil tangkapan 490 tontahun atau 283 kgkapalhari operasi; b nilai CPUE turun sebesar 46 x 10 -4 untuk setiap kenaikan unit usaha; c nilai optimum effort adalah 33 x 10 3 ; d nilai MSY sebesar 520 ton; e jumlah kapal dan waktu lama operasi sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan udang. Ikan cakalang merupakan ikan pelagis besar yang cukup dominan di perairan wilayah Timur termasuk Laut Arafura. Struktur populasi cakalang Katsuwonus pelamis di Maluku Utara berdasarkan penelitian Suwartana 1986 menggunakan data 1980 – 1982 diperoleh bahwa ukuran panjang baku ikan adalah sekitar 40,3 – 65,4 cm dan kelompok yang menonjol adalah ukuran 46,9 - 53,7 cm yang diduga berumur antara 2,5 – 3,5 tahun. Usaha penangkapan ikan di perairan Laut Arafura sudah lama dilakukan, dimulai oleh perusahaan patungan antara Indonesia dengan Jepang yang berpangkalan di Sorong dan Ambon, yang beberapa akhir tahun ini basis penangkapannya berkembang ke daerah Merauke, Tual, Benjina, Kendari, dan Bitung. Permasalahan penangkapan udang secara komersial dengan pukat tarik adalah banyak ikan demersal sebagai hasil tangkapan sampingan yang dibuang percuma. Produksi hasil tangkapan sampingan di perairan Arafura diperkirakan antara 40.000 sampai dengan 70.000 ton pertahun, dan sebagian dari hasil tangkapan sampingan tersebut dapat digolongkan kedalam kelompok ikan demersal konsumsi BRKP, 2007. Jumlah tangkapan ikan demersal dan udang sejak beberapa tahun terakhir diperkirakan mencapai lebih 500.000 ton pertahun. Daerah penangkapan ikan dan udang di wilayah perairan Selatan Papua secara umum dapat dikelompokkan kedalam 4 kategori yaitu : 1 daerah penangkapan perikanan rakyat; 2 daerah penangkapan telur ikan torani; 3 daerah penangkapan pukat udang; dan 4 daerah penangkapan ikan komersial seperti pukat ikan dan gill net hanyut Gambar 6. Gambar 6 Daerah penangkapan di perairan Papua BRKP, 2007 Berdasarkan data Statistik Perikanan, produksi perikanan tangkap periode 2004 – 2008 di WPP Laut Arafura, Laut Aru dan Laut Timor Bagian Timur rata- rata mengalami kenaikan. Ikan hasil tangkapan utama di WPP tersebut antara lain: manyung, ekor kuning, selar, kuwe, layang, bawal hitam, kakap putih, tembang, beloso, gerot-gerot, kakap merah, kurisi, kurosenangin, gulamah, cakalang, kembung, tenggiri, dan ikan lainnya. Produksi ikan-ikan tersebut pada periode 2004 – 2008 diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel 3 Produksi ikan utama di WPP Laut Arafura, Laut Aru dan Laut Timor Bagian Timur 2004-2008 dalam satuan ton No Jenis Ikan Species Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 1 Manyung Giant catfish 11056 12871 11171 12125 10296 2 Ekor kuning Redbelly yellowtail fusilier 4069 4948 4039 5727 5653 3 Selar Trevallies 2564 2832 6258 7789 3495 4 Kuwe Jack trevallies 2825 3073 4984 5025 3969 5 Layang Scad 4298 8259 16884 11070 5450 6 Bawal hitam Black pomfret 7219 10721 14235 12217 5865 7 Kakap putih Barramundi 11731 26105 34110 24142 23895 8 Tembang Goldstrip sardinella 3627 3946 6730 4449 4416 9 Beloso Greater lizardfish 3424 3441 4015 11495 3717 10 Gerot-gerot Saddle grunt 2167 2025 2142 2155 1976 11 Kakap merah Red snappers 27012 34930 43229 35112 29288 12 Kurisi Threadfin bream 4517 6035 15122 9414 4528 13 Kuro Threadfins 9809 12154 11847 11737 11677 14 Gulamah Croackers 4493 6668 7976 11489 17680 15 Cakalang Skipjack tuna 3583 972 5845 3381 1161 16 Kembung Short-bodied mackerel 13841 972 5845 3381 1161 17 Tenggiri Spanish mackerel 8661 10874 12492 15813 11429 Sumber : Statistik Perikanan Tangkap per WPP 2004-2008 Informasi tentang prakiraan daerah potensi dan daerah penangkapan sumberdaya ikan di perairan Indonesia termasuk WPP Laut Arafura berdasarkan hasil pengolahan citra satelit dapat diakses melalui situs KKP di internet sebagaimana pada Gambar 7. Gambar 7 Peta prakiraan daerah penangkapan ikan di wilayah perairan Maluku dan Papua KKP, 2008 Usaha penangkapan ikan di perairan Arafura sudah berkembang pesat dan diusahakan secara komersial, terutama untuk wilayah perairan di atas 12 mil dari garis pantai dan di wilayah ZEE Indonesia di bagian selatan perairan. Di wilayah perairan Papua dan sekitarnya, khususnya untuk wilayah kurang dari 12 mil ke arah pantai, penangkapan ikan dilakukan menggunakan alat tangkap antara lain : trammel net, bagan perahu, pancing ulur, bubu, huhate, tuna long line, mini purse seine dan gillnet. Di bagian Selatan pulau Papua Laut Arafura dominan digunakan alat tangkap pukat udang Gambar 8. Gambar 8 Peta distribusi alat tangkap di perairan Papua dan Laut Arafura Berdasarkan data perizinan usaha penangkapan ikan yang dikeluarkan Ditjen Perikanan Tangkap 2011, usaha penangkapan ikan di Laut Arafura oleh kapal-kapal perikanan berukuran di atas 30 GT umumnya didominasi dengan alat tangkap : pukat ikan, pukat udang, jaring insang hanyut oseanik, rawai dasar, pancing cumi, dan jaring insang hanyut pantai. Pada Tabel 4 diuraikan jumlah kapal perikanan di atas 30 GT berdasarkan unit kapal penangkap dan ukuran GT yang diberikan izin penangkapan di WPP Laut Arafura. Kapal-kapal penangkap ikan yang beroperasi di Laut Arafura umumnya berpangkapalan di 6 enam pelabuhan utama yaitu : Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN Ambon, PPN Tual, Pelabuhan Perikanan Samudera PPS Kendari, Pelabuhan Perikanan Pantai PPP Kupang, PPP Sorong, dan Pelabuhan Umum PU Merauke. Namun demikian sebagian besar kapal-kapal tersebut dioperasikan oleh pelaku usaha yang berdomisili hukum di Jakarta. Tabel 4 Jumlah kapal diatas 30 GT yang mendapatkan izin di WPP Laut Arafura No Alat Tangkap Jumlah Unit Jumlah GT 1 Pukat Ikan 440 113.932 2 Pukat Udang 129 19.760 3 Jaring Insang Hanyut Oseanik 118 23.360 4 Pancing Rawai Dasar 100 6.354 5 Pancing Cumi 99 13.084 6 Jaring Insang Hanyut Pantai 55 3.995 7 Bouke Ami 15 2.029 8 Hand Line 14 1.834 9 Huhate 8 529 10 Purse Seine Pelagis Kecil 2 147 Jumlah 980 184.024 Sumber : Dit. PUP, Ditjen Perikanan Tangkap 2011 WPP Laut Arafura juga merupakan daerah operasi utama bagi kapal-kapal perikanan berukuran di atas 30 GT. Secara ekonomi, usaha perikanan tangkap di Laut Arafura adalah menguntungkan. Menurut Mangga Barani 2006, analisis ekonomi usaha perikanan tangkap di Laut Arafura tahun 2003 menunjukkan bahwa pukat udang dengan ukuran GT 100 – 150 GT mempunyai tingkat keuntungan rata-rata Rp 31.260 per kilogram dengan nilai Benefit-Cost Ratio BCR sebesar 3,52. Keuntungan dan nilai BCR ini merupakan tertinggi dibandingkan dengan usaha pukat udang dengan ukuran GT yang lainnya. Selanjutnya untuk perikanan pukat ikan di laut dalam menghasilkan nilai BCR rata-rata 1,53; sedangkan perikanan pancing rawai dasar mampu menghasilkan nilai BCR rata-rata 1,9. Tingginya tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di Laut Arafura dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 9 yang menunjukkan densitas kapal per luasan perairan di WPP tersebut Ditjen Perikanan Tangkap, 2008. WPP lainnya dengan densitas kapal perikanan tergolong tinggi yaitu WPP Laut Cina Selatan dan Laut Natuna. Gambar 9 Densitas kapal di WPP Laut Arafura Hal tersebut diperkuat oleh hasil pemantauan oleh PUSKODAL Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan P2SKKP menggunakan transmitter VMS vessel monitoring system yang diinstal pada kapal perikanan berukuran 100 GT atau kapal asing. Pada Gambar 10 tampak tampilan layar di PUSKODAL KKP yang menunjukkan WPP Laut Arafura merupakan wilayah perairan utama tempat beroperasinya kapal-kapal perikanan. Gambar 10 Tampilan hasil pemantauan kapal perikanan di Ditjen PSDKP Bila dikelompokkan berdasarkan ukuran GT, kapal-kapal perikanan yang beroperasi di WPP Laut Arafura terutama didominasi ukuran lebih dari 200 GT dan 100 sd 200 GT dengan komposisi didominasi oleh 5 jenis alat penangkap ikan yaitu : pukat ikan, gillnet oseanik, pukat udang, pancing rawai dasar, dan pancing cumi. Kapal pancing prawai dasar umumnya menggunakan kapal dengan ukuran yang lebih kecil 30 sd 60 GT. Adapun lebih lengkap mengenai distribusi kapal berdasarkan GT dan alat tangkap diuraikan pada Tabel 5. Tabel 5 Distribusi kapal berdasarkan GT dan alat tangkap di WPP Laut Arafura No Alat Tangkap 30-60 60-100 100-200 200 Jumlah 1 Pukat Ikan 2 141 297 440 2 Pukat Udang 1 51 75 2 129 3 Jaring Insang Hanyut Oseanik 13 14 31 60 118 4 Pancing Rawai Dasar 93 11 2 1 107 5 Pancing Cumi 1 28 66 4 99 6 Jaring Insang Hanyut Pantai 20 27 7 1 55 7 Bouke Ami 10 4 1 15 8 Hand Line 14 14 9 Huhate 3 5 8 10 Purse Seine Pelagis Kecil 1 1 2 Jumlah 980 Sumber : Dit. PUP, Ditjen Perikanan Tangkap 2011 Berdasarkan data Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan PUP, Ditjen Perikanan Tangkap 2010, usaha perikanan tangkap di WPP Laut Arafura dengan ukuran kapal di atas 30 GT dilakukan oleh 399 pelaku usaha, dengan rincian : perorangan 291, perusahaan swasta 94, PMA 10, PMDN 3, dan BUMN 1. Untuk kapal perikanan berukuran di atas 30 GT, KKP telah menetapkan produktivitas masing-masing berdasarkan alat tangkap tersebut, yang dituangkan kedalam Kepmen KP No. 60 Tahun 2010 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan sebagaimana diuraikan pada Tabel 6 berikut. Tabel 6 Produktivitas kapal penangkap ikan Kepmen KP No. 60 Tahun 2010 No Alat Tangkap Hasil Tangkapan Produktivitas TonGTtahun 1 Pukat Udang Udang 0,40 Ikan 0,26 2 Pukat Ikan Laut di Arafura Ikan 3,40 Udang 0,17 3 Pukat Ikan Selat di Malaka Ikan 2,98 Udang 0,09 4 Pukat Ikan di Samudera Hindia Barat Sumatera Ikan 2,55 Udang 0,09 5 Pukat Ikan di Laut Cina Selatan Ikan 2,13 6 Long Line Rawai Tuna Ikan 0,01 7 Bottom Long Line Pancing Prawai Dasar Ikan 1,20 8 Purse Seine Pelagis Kecil Pantura Ikan 1,19 Purse Seine Pelagis Kecil Selain Laut Jawa Ikan 1,28 9 Purse Seine Pelagis Besar Tunggal Ikan 1,70 10 Purse Seine Pelagis Besar Group Ikan 2,98 11 Pole and Line Huhate Cakalang, Tuna 1,50 12 Hand Line Tuna 2,00 13 Jaring Insang Pantai Ikan 0,85 14 Jaring Insang Dasar CucutPari 0,68 15 Jaring Insang Oseanik Ikan 0,85 16 Sguid Jigging Pancing Cumi Cumi-cumi 0,26 17 Bubu Ikan 0,51 18 Bouke AmiBagan Apung Ikan dan Cumi- cumi 0,85 19 Long Bag Set Net Ikan 0,85 20 Payang Ikan 0,85 Sumber : KKP, 2010 Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa baik pukat udang maupun pukat ikan menghasilkan tangkapan berupa udang dan ikan meskipun komposisi produktivitasnya berbeda. Produktivitas penangkapan pukat udang adalah berupa udang sebanyak 0,4 tonGTtahun dan ikan 0,26 tonGTtahun. Sedangkan produktivitas penangkapan pukat ikan di Laut Arafura adalah berupa ikan sebanyak 3,40 tonGTtahun dan udang 0,17 tonGTtahun. Tabel 4 juga memperlihatkan bahwa penangkapan ikan dengan alat pukat ikan yang di lakukan di Arafura cenderung menghasilkan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain seperti Selat Malaka, Samudera Hindia, dan Laut Cina Selatan dengan alat yang sama. Berdasarkan analisis terhadap laporan kegiatan usaha penangkapan ikan yang diterima Ditjen Perikanan Tangkap, KKP dari pelaku usaha di Arafura diperoleh angka produktivitas alat penangkap ikan. Gambar 11 memperlihatkan produktivitas indikatif yang bersumber dari laporan kegiatan usaha penangkapan Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan PUP untuk beberapa alat tangkap utama di WPP Laut Arafura. Gambar 11 Indikatif produktivitas alat tangkap di WPP Laut Arafura berdasarkan Laporan Usaha Penangkapan Ikan Dit. PUP, 2004 – 2007 Berdasarkan informasi tersebut terlihat bahwa angka produktivitas indikatif beberapa jenis alat tangkap berdasarkan pelaporan usaha penangkapan ikan pada tahun 2005 sampai dengan 2007 umumnya lebih rendah dibandingkan angka produktivitas Kepmen No. 60 Tahun 2010. Terlihat pula bahwa pukat ikan dan pukat udang mengalami penurunan produktivitas pada akhir tahun 2007 mendekati 0,2 tonGT, demikian pula untuk purse seine pelagis kecil. Hasil survey BRKP yang dilaporkan dalam Jurnal Iptek Kelautan dan Perikanan Masa Kini 2004 menunjukkan bahwa kondisi perairan Laut Arafura sudah mulai tertekan, yang ditunjukkan oleh beberapa indikator sebagai berikut : 1. Rendahnya hasil tangkapan udang 1,19 yang merupakan tujuan utama dari penangkapan pukat trawl. 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2004 2005 2006 2007 TAHUN CPUE WPP L. ARAFURA TONGT Keterangan : Pukat Ikan Pukat Udang Purse Seine Pelagis Kecil Gill Net Oseanik Pancing Cumi Rawai Dasar Bubu 2. Banyaknya trash fish berupa bangkai ikan sebesar 25,91 dari total hasil tangkapan. 3. Komposisi jenis ikan relatif sedikit dengan didominasi jenis ikan pemakan bangkai scavenger yaitu sejenis gulamah Scanidae dan kepiting Crabs masing-masing sebanyak 38,47 dan 32,02 dari total hasil tangkapan. 4. Kondisi perairan dengan kandungan oksigen yang sangat rendah yaitu 1 dengan penyebaran hampir merata terutama di dasar perairan. Pada jurnal yang sama, BRKP menyimpulkan bahwa stok ikan kakap merah Lutjanidae di perairan Arafura diduga telah berada pada tingkat ‘fully exploited’ , bahkan sudah ‘overfished’ yang disebabkan oleh laju pergerakan yang lambat low rate of movement. Survey Balai Riset Perikanan Laut KKP Tahun 2007, yang dikutip oleh Maharaja 2008, menunjukkan terjadi kecenderungan penurunan laju tangkap trawl di Laut Arafura yakni hasil tangkapan ikan 458 kgjam pada tahun 2002, 589 kgjam pada tahun 2003, kemudian menjadi 302 kgjam pada tahun 2006. Komposisi umum hasil tangkapan dari alat tangkap utama di WPP Laut Arafura dituangkan kedalam Kepmen No. 60 tahun 2010 sebagaimana diuraikan pada Tabel 7 berikut. Tabel 7 Komposisi hasil tangkapan KKP, 2010 Jenis Alat Tangkap Jenis Ikan Persentase Nama Lokal Nama Latin Pukat Udang Udang Putih Penaeus merguiensis 40,0 Udang Windu Penaeus monodon 28,0 Udang lainnya - 32,0 Jumlah 100,0 Gulamah Scianidae 33,7 Kakap Lutjanidae 1,7 Kuwe Caranx sexfasciatus 0,3 Bawal Hitam Formio niger 0,6 Bawal Putih Pampus argentus 0,9 Layur Trichiurus savala 1,3 Moluska - 0,9 Petek Leioghnatidae 18,2 Beloso Saurida spp 6,0 Kurisi Nemipteridae 7,5 Kerong-kerong Therapon spp 6,9 Gerot-gerot Pomadasys spp 6,8 Lainnya - 15,2 Jumlah 100,0 Tabel 7 lanjutan Jenis Alat Tangkap Jenis Ikan Persentase Nama Lokal Nama Latin Pukat Ikan Udang Putih Penaeus merguiensis 80,0 Udang lainnya - 20,0 Jumlah 100,0 Kurisi Nemipteridae 12,0 Kuwe, Selar Caranx sexfasciatus 7,0 Gulamah Scianidae 10,0 Hiu, Cucut Hemigalidae 3,0 Manyung Arius spp 8,0 Kakap Lutjanidae 5,0 Kembung Rastrelliger sp 5,0 Layur Trichiurus savala 5,0 Biji Nangka Mullidae 9,9 Pisang-pisang Caesio sp 2,8 Pari Rhinobatidae 2,3 Petek Leioghnatidae 9,5 Golok-golok Chirocentrus dorab 1,1 Cumi Loligo spp 1,1 Gerot-gerot Pomadasys spp 0,6 Kacangan Sphyraena spp 0,5 Kerapu Epinephelus spp 0,5 Bawal Hitam Formio niger 0,3 Lidah, Sebelah Cynoglosus 0,3 Sardine Clupeidae 3,9 Bawal Putih Pampus argentus 0,1 Senangin Eletheronemo tetradactylum 0,1 Beloso Saurida spp 5,4 Lainnya - 6,6 Jumlah 100,0 Jaring Insang Hanyut Oseanik Cakalang Katsuwonus pelamis 40,0 Tongkol Auxis thazard 10,0 Yellowfin “round” Thunus alalunga 20,0 Tenggiri Scomberomorus spp 5,0 Cucut Hemigalidae 5,0 Lainnya - 20,0 Jumlah 100,0 Pancing Rawai Dasar Kakap Lutjanidae 30,0 Kuwe, selar Caranx sexfasciatus 3,0 Manyung Arius spp 5,0 Cucut Hemigalidae 15,0 Kerapu Epinephleus 15,0 Kurisi Nemipteridae 10,0 Pari Rhinobatidae 10,0 Remang Congresox tabalon 5,0 Lainnya - 7,0 Jumlah 100,0 Pancing Cumi Oceanic squid Loligo spp 100,0 Adapun informasi mengenai jenis-jenis alat tangkap utama yang digunakan di WPP Laut Arafura adalah sebagai berikut : 1 Pukat Ikan Pukat Ikan atau Fish Net adalah jenis penangkap ikan berbentuk kantong bersayap yang dalam operasinya dilengkapi 2 buah papan pembuka mulut otter board , tujuan utamanya untuk menangkap ikan perairan pertengahan mid water dan ikan perairan dasar demersal, yang dalam pengoperasiannya ditarik melayang di atas dasar hanya oleh 1 satu buah kapal bermotor. Dasar Hukum Pengoperasian pukat ikan adalah : 1 Pasal 31 ayat 1 huruf d. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.60MEN2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia; 2 Pasal 16 ayat 1 huruf c. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.10MEN2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Pukat ikan hanya diizinkan pengoperasiannya di Wilayah Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ZEEI Laut Cina Selatan, ZEEI Laut Arafura, ZEEI Samudera Hindia, dan ZEEI Selat Malaka. Hasil tangkapan utama Pukat Ikan adalah jenis-jenis ikan yang hidup di perairan pertengahan. Sebagai hasil sampingan kadang-kadang tertangkap juga ikan demersal terutama pada saat tertentu dimana ikan demersal sedang melakukan migrasi vertikal diurnal migration . Pada Gambar 12 diperlihatkan desain gambar pukat ikan. Pukat Ikan dioperasikan dengan cara ditarik menelusuri permukaan dasar perairan oleh kapal bermotor dengan lama penarikan 1 – 2 jam tergantung keadaan daerah penangkapannya. Daerah penangkapan yang dipilih adalah yang permukaannya rata, berdasar lumpur atau lumpur pasir atau berpasir. Operasi penangkapan dapat dilakukan baik siang atau malam hari tergantung keadaan. Dalam operasi penangkapan, setiap unit alat tangkap Pukat Ikan hanya boleh ditarik oleh 1 satu kapal penangkap. Gambar 12 Desain alat Pukat Ikan KKP, 2006 2 Pukat Udang Pukat udang adalah jenis jaring berbentuk kantong dengan sasaran tangkapannya udang. Jaring dilengkapi sepasang 2 buah papan pembuka mulut jaring otter board dan Turtle Exchuder DeviceTED Alat pemisahuntuk meloloskan penyu, tujuan utamanya untuk menangkap udang dan ikan dasar demersal, yang dalam pengoperasiannya menyapu dasar perairan dan hanya boleh ditarik oleh satu kapal motor. Dasar Hukum Pengoperasian pukat udang yaitu : 1 Pasal 1 Keputusan Presiden RI No. 85 tahun 1982 tentang Penggunaan Pukat Udang. Dengan tidak mengurangi ketentuan Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 dan Instruksi Presiden Nomor 11 tahun 1982, pukat udang dapat digunakan di perairan Kepulauan Kei, Tanimbar, Aru, Irian Jaya, dan Laut Arafura dengan batas koordinat 130o BT ke Timur, kecuali di perairan pantai dari masing-masing pulau tersebut yang dibatasi oleh garis isobat 10 sepuluh meter; 2 Pasal 31 ayat 1 huruf g. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.60MEN2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan di ZEEI; 3 Pasal 16 ayat 1 huruf d. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.10MEN2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Pukat udang dapat dipergunakan menangkap udang di perairan kepulauan Kei, Tanimbar, Aru, Irian Jaya dan laut Arafura dengan batas koordinat 130° BT ke timur kecuali di perairan pantai dari masing-masing pulau tersebut yang dibatasi oleh garis isobat 10 sepuluh meter. Hasil tangkapan utama Pukat Udang adalah jenis-jenis udang seperti udang putih Penaeus indicus, Penaeus merguiensis , udang krosok Metapenolopsis sp udang bago Penaeus monodon dan jenis ikan sampingan berupa ikan-ikan demersal antara lain Petek Leiognatus sp , Kuniran Upeneaus sp. Metode pengoperasian Pukat Udang yaitu dengan cara ditarik menelusuri dasar perairan menggunakan kapal bermotor. Lama penarikan pukat antara 1 – 2 jam tergantung keadaan daerah penangkapan. Daerah penangkapan yang dipilih yang permukannya rata, berdasar lumpur atau lumpur pasir. Operasi penangkapannya dapat dilakukan pada siang maupun malam hari tergantung keadaan. Dalam operasi penangkapan, setiap unit alat tangkap Pukat Udang hanya boleh ditarik oleh 1 satu kapal penangkap. Desain gambar pukat udang dan TED yang digunakan diperlihatkan masing-masing pada Gambar 13 dan Gambar 14. Gambar 13 Desain alat Pukat Udang KKP, 2006 Gambar 14 TED pada alat Pukat Udang KKP, 2006 3 Jaring Insang Jaring insang atau Gill net adalah alat penangkap ikan berupa lembaran jaring berbentuk empat persegi panjang, pada bagian atasnya dilengkapi tali ris dan pelampung sedangkan bagian bawah dilengkapi dengan tali ris dan pemberat tapi ada juga yang tanpa ris bawah, dan pemberatnya dapat juga berupa beberapa baris mata jaring yang terbuat dari sarancoplymers PVD; dioperasikan di lapisan permukaan, pertengahan atau dasar perairan arus laut. Dasar hukum pengoperasian jaring insang hanyut yaitu : 1 Pasal 31 ayat 1 huruf e. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.60MEN2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia; 2 Pasal 16 ayat 1 huruf e. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.10MEN2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Prinsip pengoperasian gill net adalah dengan cara dibentangkan melintang arus selama beberapa jam. Dilihat dari cara pengoperasiannya, alat tangkap ini dapat dihanyutkan drift gill net, dilabuh set gill net dan dilingkarkan encircling gill net. Besarnya ukuran mata jaring bervariasi disesuaikan dengan sasaran ikan yang akan ditangkap. Ikan tertangkap pada jaring secara terjerat gilled pada bagian belakang lubang penutup insang operculum, dan terbelit atau terpuntal entangled. Daerah operasi jaring insang menyebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Hasil tangkapan Gill net permukaan berupa jenis-jenis ikan pelagis, untuk gill net dasar hasil tangkapannya berupa jenis-jenis ikan demersal. Gambar 15 memperllihatkan gambar desain alat tangkap jaring insang. Gambar 15 Desain alat Jaring Insang, KKP, 2006 4 Rawai Dasar Ada beberapa jenis rawai dasar, salah satu diantaranya adalah rawai hiu botol. Rawai ini mempunyai mata pancing yang banyak yang digantungkan pada suatu tali yang panjang main line melalui tali penghubung yang disebut tali cabang branch line. Agar mata pancing dapat berada disekitar dasar perairan secara menetap maka alat ini dilengkapi dengan pemberat dan pelampung yang maksudnya agar tali utama yang menjadi gantungan pancing tali cabang menetap pada posisi dan kedalaman tertentu. Karena tali cabang relatif pendek yaitu sekitar 5-10 m maka untuk menjamin mata pancing berada di sekitar dasar, tali pelampung relatif panjang sesuai dengan kedalaman perairan tempat operasi. Dasar hukum pengoperasian pancing prawai dasar yaitu Pasal 8 ayat 2 huruf b. dan ayat 3 PP No.54 tahun 2002 tentang Usaha Perikanan. Metode penangkapan rawai dasar yaitu dengan cara dipasang relatif menetap di dasar perairan dengan menggunakan jangkar, untuk menghindari tersangkutnya dengan benda atau karang yang ada di dasar perairan. Ciri khas alat tangkap rawai dasar ini adalah menggunakan pemberat dan tali cabangnya relatif lebih pendek. Pancing Rawai dasar dapat dioperasikan pada semua wilayah perairan territorial Indonesia, dan wilayahnya operasinya pada Jalur I, II, dan III. Hasil tangkapan utama dari Pancing rawai dasar adalah jenis-jenis ikan yang hidup didasar perairan. Sebagai hasil sampingan kadang-kadang tertangkap juga ikan pelagis kecil terutama pada saat tertentu dimana ikan pelagis sedang melakukan migrasi. Pada Gambar 16 diperlihatkan gambar desain pancing rawai dasar. Gambar 16 Desain Pancing Prawai Dasar KKP, 2006 5 Pancing Cumi Pancing cumi squid jigger adalah pancing ulur yang terdiri dari banyak mata pancing yang disusun menyerupai jangkar. Pada beberapa sentimeter diatas mata pancing tersebut diikatkan umpan. Pancing ini khusus untuk menangkap cumi-cumi. Cumi-cumi dapat tertangkap karena terkait sewaktu pancing disentak ke atas. Dalam pengoperasiannya biasanya menggunakan perahukapal yang dilengkapi dengan peralatan lampu sebagai penghimpun bawanan ikan. Dasar hukum pengoperasian pancing cumi adalah : 1 Pasal 31 ayat 1 huruf f. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.60MEN2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia; 2 Pasal 16 ayat 1 huruf f. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.10MEN2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Metode penggunaan Squid Jigger dengan cara menurunkan pancing secara tegak lurus kedalam air kemudian menggerak-gerakkan ke atas dan ke bawah dan sekali-sekali disentak ke atas. Operasi penangkapan dilakukan pada malam hari dengan alat bantu lampu. Squid Jigger diijinkan pengoperasiannya di seluruh laut wilayah dan ZEEI. Hasil tangkapan squid jigger adalah cumi-cumi atau juga kembung, tondipang, selar, kuwe, malalugis dan lain-lain. Gambar 17 memperlihatkan gambar desain alat pancing cumi. Gambar 17 Desain alat Pancing Cumi KKP, 2006 Ditinjau dari aspek pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, wilayah perairan Arafura merupakan wilayah yang rawan kegiatan IUU fishing baik dari dalam maupun luar negeri yang dipicu oleh nilai ekonomi sumberdaya yang tinggi serta dari lemahnya pengawasan. Menurut Nikijuluw 2005 dalam Wisudo 2011, ditaksir sekitar 1 juta ton setiap tahunnya ikan dicuri armada perikanan asing atau sekitar Rp 2 milyar dolar AS yang hilang akibat kegiatan tersebut. Jauh lebih besar lagi kerugian negara bila diperhitungkan tenaga kerja yang tidak terserap, industri pengolahan ikan yang macet karena tidak ada bahan baku, serta deplesai sumberdaya ikan. Menurut Nurani et. al. 2006, IUU fishing khususnya di Utara Papua banyak dilakukan oleh kapal asing dari negara Filipina, Taiwan, RC, Korea dan lain-lain. Beberapa faktor penting terkait keberadaan IUU fishing di perairan ZEE Indonesia antara lain : 1 terjadinya overfishing di negara-negara tetangga; 2 lokasi perairan berbatasan langsung dengan wilayah perairan negara tetangga; 3 armada asing menggunakan teknologi canggih yang belum dimiliki armada perikanan Indonesia; 4 masih lemahnya kekuatan armada lokal untuk mengeksploitasi sumberdaya; dan 5 lemahnya upaya pengawasan. Pada Gambar 18 memperlihatkan bahwa perairan Arafura merupakan salah satu zona rawan pelanggaran kegiatan penangkapan ikan. Gambar 18 Peta zona kerawanan pelanggaran sumberdaya kelautan dan perikanan Untuk memberantas IUU fishing, sejak tahun 2003 KKP telah menggiatkan pengawasan melalui patroli sendiri maupun operasi gabungan dengan TNI-AL, TNI-AU dan Kepolisian. Pada tahun 2003 telah dibangun pangkalan kapal pengawas Kapal HIU 005 milik KKP di Merauke. Tahun 2003 operasi pengawasan KKP telah menindak 4 kapal ikan Indonesia dan 2 kapal ikan asing pelaku IUU fishing. Operasi gabungan pada tahun 2003 dengan TNI-AL telah menangkap10 kapal pelaku IUU fishing yang diadhoc ke Lanal Tual dan Merauke. Pada tahun yang sama, operasi dengan TNI-AU di Arafura telah mendeteksi 241 kapal ikan berukuran 50 meter tanpa bendera, tanpa nama, dan tanpa kode yang diduga merupakan kapal trawl ganda pair trawl. IUU fishing oleh kapal-kapal perikanan umumnya berupa : kapal tidak dilengkapi izin penangkapan, satu kapal untuk lebih dari satu izin penangkapan, dokumen izin penangkapan palsu, transhipment, pelanggaran ketetuan dalam perizinan seperti alat tangkap jenis dan ukuran, daerah operasi fishing ground, dan ABK. Pada Tabel 8 diperlihatkan kapal perikanan pelaku IUU fishing yang diproses di Maluku pada tahun 2005. Tabel 8 Kapal pelaku IUU fishing di Maluku No Nama Kapal Pelanggaran 1 Snukk-9 Izin kadaluarsa 2 Bintuni Jaya 28 Tanpa dokumen 3 Harapan Tunas Jaya • Komposisi ABK • Keimigrasian Dahsuskim 4 Bali Jaya • Komposisi ABK • Keimigrasian Dahsuskim 5 Mitra 829 Transhipment 6 Fu Yuan Yu 163 Dokumen palsu 7 Fu Yuan Yu 164 Dokumen palsu 8 Kompak 29 Pair trawl 9 Kompak 30 Pair trawl 10 Fu Yuan Yu F 66 Transhimpent bukan dalam group 11 Insiko – 1604 Komposisi ABK 12 Sheng Yih – No. 808 • Transhipment di tengah laut • Membawa jaring lain gill net 13 Bahari Timur – 121 • Transhipment di tengah laut • Komposisi ABK tidak sesuai • Mesh size jaring tidak sesuai 14 Mutiara Jaya - 16 • Spesifikasi jaring tidak sesuai • Spesifikasi mesin utama tudak sesuai Sumber : Jurnal Barracuda 2005

2.6 Perikanan Berkelanjutan