Perikanan Berkelanjutan Sistem pengelolaan perikanan tangkap terpadu di WPP Laut Arafura

2.6 Perikanan Berkelanjutan

Definisi tentang perikanan berkelanjutan yang umum digunakan adalah berdasarkan dokumen Burtland, Our Common Future, yaitu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya WCED, 1987. Keberlanjutan membutuhkan pemahaman yang luas wide recognition dalam sebuah bentuk integrasi yang mencakup aspek ekologi, sosial, ekonomi dan institusi Charles, 2001. Wacana keberlanjutan perikanan diawali dengan munculnya paradigma konservasi conservation paradigm yang dipelopori sejak lama oleh para ilmuwan biologi. Dalam paradigma ini, keberlanjutan perikanan diartikan sebagai konservasi jangka panjang long-term conservation sehingga sebuah kegiatan perikanan akan disebut “berkelanjutan” apabila mampu melindungi sumberdaya dari kepunahan. Konsep ini memberikan sedikit perhatian pada tujuan manusia dalam melakukan kegiatan perikanan tersebut. Kemudian pada tahun 1950-an, dominasi paradigma konservasi ini mendapat tantangan dari paradigma lain yang disebut sebagai paradigma rasionalitas rationalization paradigm. Paradigma ini memfokuskan pada keberlanjutan perikanan yang rasional secara ekonomi economically rational or efficient fishery dan mendasarkan argumentasinya pada konsep pencapaian keuntungan maksimal dari sumberdaya bagi pemiliknya. Hall 1998 menyatakan bahwa asumsi keberlanjutan paling tidak terletak pada tiga aksioma dasar : 1. Perlakuan masa kini dan masa mendatang yang menempatkan nilai positif dalam jangka panjang. 2. Menyadari bahwa aset lingkungan memberikan kontribusi terhadap economic well-being . 3. Mengetahui kendala akibat implikasi yang timbul pada aset lingkungan. Konsep ini dirasakan masih sangat normatif sehingga aspek operasional dari konsep keberlanjutan ini pun banyak mengalami kendala. Perman et al., 1996 mencoba mengelaborasi lebih lanjut konseptual keberlanjutan ini dengan mengajukan lima alternatif pengertian : 1. Suatu kondisi dikatakan berkelanjutan sustainable jika utilitas yang diperoleh masyarakat tidak berkurang sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun sepanjang waktu non-declining consumption. 2. Keberlanjutan adalah kondisi di mana sumberdaya alam dikelola sedemikian rupa untuk memelihara kesempatan produksi di masa mendatang. 3. Keberlanjutan adalah kondisi di mana sumber daya alam natural capital stock tidak berkurang sepanjang waktu non-declining. 4. Keberlanjutan adalah kondisi di mana sumber daya alam dikelola untuk mempertahankan produksi jasa sumber daya alam. 5. Keberlanjutan adalah kondisi di mana kondisi minimum keseimbangan dan daya tahan resilience ekosistem terpenuhi. Charles 2001 seperti yang dikutip oleh Kusumastanto menambahkan wacana baru tentang perlunya paradigma sosial dan komunitas community paradigm . Dalam paradigma baru ini, keberlanjutan perikanan dicapai melalui pendekatan “kemasyarakatan”. Artinya, keberlanjutan perikanan diupayakan dengan memberi perhatian utama pada aspek keberlanjutan masyarakat perikanan sebagai sebuah sistem komunitas. Konsep-konsep traditional fisheries yang terbukti mampu melakukan self-control terhadap hasil tangkap, penggunaan teknologi yang sesuai, tingkat kolektivitas yang tinggi antara anggota komunitas perikanan, dan adanya traditional knowledge yang mencerminkan upaya ketahanan perikanan dalam jangka jangka panjang long-term resilience menjadi variabel yang penting dalam paradigma ini. Perikanan yang berkelanjutan bukan semata-mata ditujukan untuk kepentingan kelestarian ikan itu sendiri as fish atau keuntungan ekonomi semata as rents tapi lebih dari itu untuk keberlanjutan komunitas perikanan sustainable community yang ditunjang oleh keberlanjutan institusi institutional sustainability yang mencakup kualitas keberlanjutan dari perangkat regulasi, kebijakan dan organisasi untuk mendukung tercapainya keberlanjutan ekologi, ekonomi dan komunitas perikanan Gambar 19. Wisudo 2011 menekankan pentingnya pembangunan perikanan tangkap nasional yang berkelanjutan atau bertanggung jawab sesuai amanat nasional dan internasional melalui suatu terobosan yaitu dengan melakukan ‘reinventing’ penemuan kembali pembangunannya. Pembangunan perikanan tangkap nasional ke depan harus dilakukan dengan mengintegrasi dan mensinergikan kebutuhan-kebutuhan dari semua aspek yang terlibat dalam sistem perikanan tangkap secara optimum sesuai daya dukung carrying capacity serta sekaligus menentukan indikator keberlanjutan yang tepat sebagai penentu keberhasilannya. Gambar 19 Segitiga keberlanjutan sistem perikanan Charles, 2001 2.7 Teknik RAPFISH Walaupun konsep keberlanjutan dalam perikanan ini sudah mulai dapat dipahami, sampai sekarang masih dihadapi kesulitan dalam menganalisis atau mengevaluasi keberlanjutan pembangunan perikanan itu sendiri, khususnya ketika dihadapkan pada permasalahan mengintegrasikan informasidata dari keseluruhan komponen secara holistik, baik aspek ekologi, sosial, ekonomi, maupun etik. Sejauh ini, untuk mengevaluasi keberlanjutan dalam eksploitasi perikanan lebih difokuskan pada penentuan status stok relatif dari spesies target terhadap referensi biologi atau, pada beberapa kasus, referensi ekologi, seperti tingkat kematian ikan, spawning biomass atau struktur umur Smith, 1993. Menurut Fauzi dan Anna 200, salah satu alternatif pendekatan sederhana yang dapat digunakan untuk evaluasi status keberlanjutan dari perikanan tersebut adalah Rapfish, yaitu suatu teknik multi-diciplinary rapid appraisal terbaru untuk ecological sustainability economic sustainability community sustainability Institutional sustainability mengevaluasi comparative sustainability dari perikanan berdasarkan sejumlah besar atribut yang mudah diskoring. Dalam Rapfish, perikanan dapat saja didefinisikan sebagai suatu entitas dalam lingkup luas, seperti misalnya perikanan di WPP, atau dalam lingkup sempit, misalnya dalam satu jurisdiksi, target spesies, tipe alat tangkap, atau kapal. Sejumlah atribut perikanan dapat dibandingkan, atau bahkan trajektori waktu dari individual perikanan dapat diplot. Atribut dari setiap dimensi yang akan dievaluasi dapat dipilih untuk merefleksikan keberlanjutan, serta dapat diperbaiki atau diganti ketika informasi terbaru diperoleh. Ordinasi dari set atribut digambarkan menggunakan multi-dimensional scaling MDS. Rapfish akan menghasilkan gambaran yang jelas dan komprehensif mengenai kondisi sumber daya perikanan, khususnya perikanan di daerah penelitian, sehingga akhirnya dapat dijadikan bahan untuk menentukan kebijakan yang tepat untuk mencapai pembangunan perikanan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, sebagaimana disyaratkan dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries FAO, 1995. Rapfish Rapid Appraisal for Fisheries adalah teknik terbaru yang dikembangkan oleh University of British Columbia, Kanada, yang merupakan analisis untuk mengevaluasi sustainability dari perikanan secara multidisipliner. Rapfish didasarkan pada teknik ordinasi menempatkan sesuatu pada urutan atribut yang terukur dengan Multi- Dimensional Scaling MDS yaitu teknik statistik yang mencoba melakukan transformasi multidimensi ke dalam dimensi yang lebih rendah. Dimensi dalam Rapfish menyangkut aspek keberlanjutan dari ekologi, ekonomi, teknologi, sosial, dan etik. Setiap dimensi memiliki atribut atau indikator yang terkait dengan sustainability, sebagaimana diisyaratkan dalam FAO-Code of Conduct. Prosedur Rapfish menurut Alder et. al. 2010 mengikuti struktur pada Gambar 20. Secara umum, analisis Rapfish dimulai dengan me-review atribut dan mendefinisikan perikanan yang akan dianalisis misalnya vessel-base, area-base, atau berdasarkan periode waktu, kemudian dilanjutkan dengan skoring, yang didasarkan pada ketentuan yang sudah ditetapkan Rapfish. Setelah itu dilakukan MDS untuk menentukan posisi relatif dari perikanan terhadap ordinasi good dan bad dengan skala 0 – 100. Skala penilaian kriteria keberlanjutan yang digunakan menurut Kavanagh 2001 yaitu : 0 – 25 buruk, 26 – 50 kurang, 51 – 75 cukup, 76 – 100 baik. Gambar 20 Elemen proses aplikasi RAPFISH untuk data perikanan Alder, et.al., 2000 Selanjutnya, analisis Monte Carlo dan Leverage dilakukan untuk menentukan aspek ketidak-pastian dan anomali dari atribut yang dianalisis. Pemilihan MDS dalam analisis Rapfish dilakukan mengingat metode multi- variate analysis yang lain, seperti factor analysis dan Multi-Attribute Utility Theory MAUT, terbukti tidak melahirkan hasil yang stabil Pitcher and Preikshot, 2001. Di dalam MDS, objek atau titik yang diamati dipetakan ke dalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga objek atau titik tersebut diupayakan ada sedekat mungkin dari titik asal. Dengan kata lain, dua titik atau objek yang sama dipetakan dalam satu titik yang saling berdekatan. Sebaliknya, objek atau titik yang tidak sama digambarkan dengan titik-titik yang berjauhan. Di dalam penelitian, prosedur analisis Rapfish dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : 1. Analisis terhadap data perikanan melalui data statistik, studi literatur, dan pengamatan di lapangan. 2. Melakukan skoring dengan mengacu pada literatur dengan MS Excell. 3. Melakukan analisis MDS dengan software SPSS untuk menentukan ordinasi dan nilai stress melalui ALSCAL Algoritma. 4. Melakukan rotasi untuk menentukan posisi perikanan pada ordinasi bad dan good dengan Excell dan Visual Basic. 5. Melakukan sensitivity analysis leverage analysis dan Monte Carlo analysis untuk memperhitungkan aspek ketidakpastian.

2.8 Perizinan dan Industri Perikanan Tangkap Terpadu