WPP dan Pengelolaan Perikanan

Tabel 2 lanjutan No WPP Jenis Ikan Status stok U,M,F,O,UN Keterangan 7 WPP 716: Laut Maluku, Teluk Tomini dan Laut seram Demersal M Ilegal? Udang - - Pelagiskecil M Perlu sistem monitoring Pelagis besar F Kedalaman 0 – 150 m; perlu sistem monitoring, ikan fase juvenil banyak tertangkap, 150 m? 8 WPP 717 718: Laut Sulawesi, Laut Halmahera dan Samudera Pasifik Demersal UN - Udang - - Pelagiskecil UN - Pelagis besar O Laut Sulawesi 9 WPP 572: Samudera Hindia Barat Sumatera dan Selat Sunda Demersal F Fishing ground relatif sempit = 200m; deep sea belum terjamah Udang F Fishing ground relatif sempit = 200m; deep sea belum terjamah Pelagiskecil M Terutama pelagis kecil oseanik Pelagis besar F Fishing ground di ZEE sampai ke laut bebas high sea 10 WPP 573: Samudera Hindia selatan Jawa hingga Nusatenggara Demersal F Fishing ground sangat sempit, deep sea belum terjamah Udang F Fishing ground sangat sempit, deep sea belum terjamah Pelagiskecil F Kecuali pelagis kecil oseanik : UN Pelagis besar F Fishing ground di laut bebas di luar ZEEI Sumber : Komnasjikan dalam BRKP 2007 Keterangan : O = overfished; F = fully exploited; M = moderate; UN = uncertain

2.4 WPP dan Pengelolaan Perikanan

Dasar hukum WPP disebutkan dalam Kepmentan No. 995KptsIK 210999 tentang Potensi Sumberdaya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan JTB pada bagian Lampiran ditetapkan 9 sembilan WPP. Kesembilan WPP tersebut meliputi Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Laut Jawa, Selat Makassar dan Laut Flores, Laut Banda, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, Laut Maluku dan Teluk Tomini, Laut Arafura, dan Samudera Hindia. Selanjutnya UU tentang Perikanan menyebutkan bahwa Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia untuk penangkapan ikan danatau pembudidayaan ikan meliputi : 1 Perairan Indonesia 2 ZEE Indonesia 3 Sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah Republik Indonesia Dengan berjalannya waktu serta perkembangan dalam pengelolaan perikanan perikanan dan mulai dikembangkannya konsep Monitoring, Control, and Surveillance MCS, maka fungsi WPP selain diperlukan untuk penentuan potensi dan tingkat pemanfaatan juga dapat pula berperan sebagai dasar pengeloaan dalam hal perizinan dan pengawasan. Berdasarkan hal itu, maka Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati – Badan Riset Kelautan dan Perikanan BRKP KKP telah menyempurnakan peta WPP tersebut menjadi WPP baru yang terdiri atas 11 WPP yang lebih memperhatikan karakteristik lingkungan, kaidah kartografi serta batas maritim khususnya batas ZEE dengan negara-negara tetangga. Pada tahun 2011, KKP melalui Kepmen No. 45 Tahun 2011 mengeluarkan nomenklatur WPP sebagai berikut : 1. WPP 571 : Selat Malaka 2. WPP 572 : Samudera Hindia Barat Sumatera 3. WPP 573 : Samudera Hindia Selatan Jawa 4. WPP 711 : Laut Cina Selatan 5. WPP 712 : Laut Jawa 6. WPP 713 : Selat Makassar - Laut Flores 7. WPP 714 : Laut Banda 8. WPP 715 : Teluk Tomini - Laut Seram 9. WPP 716 : Laut Sulawesi 10. WPP 717 : Samudera Pasifik 11. WPP 718 : Laut Arafura – Laut Timor Definisi ”pengelolaan sumberdaya perikanan”, mengacu kepada UU No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Definisi ini sama persis mengacu kepada FAO dalam Fisheries Technical Paper No. 424 yang diedit oleh Cochrane 2002 yaitu : ”The integrated process of information gathering, analysis, planning, consultation, decision-making, allocation of resources and formulation of implementation, with enforcement as necessary, of regulation or rules which govern fisheries activities in order to ensure the continued productivity of the resources and the accomplishment of other fisheries objectives”. Pengelolaan perikanan bersifat kompleks mencakup aspek biologi, ekonomi, sosial budaya, hukum, dan politik. Tujuan dikelolanya perikanan antara lain tercapainya optimalisasi ekonomi pemanfaatan sumberdaya ikan sekaligus terjaga kelestariannya. Menurut Cochrane 2002, tujuan goal umum dalam pengelolaan perikanan meliputi 4 empat aspek yaitu biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial. Tujuan sosial meliputi tujuan-tujuan politis dan budaya. Contoh masing-masing tujuan tersebut yaitu : 1. untuk menjaga sumberdaya ikan pada kondisi atau diatas tingkat yang diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas tujuan biologi; 2. untuk meminimalkan dampak penangkapan ikan bagi lingkungan fisik serta sumberdaya non-target by-catch, serta sumberdaya lainnya yang terkait tujuan ekologi; 3. untuk memaksimalkan pendapatan nelayan tujuan ekonomi; 4. untuk memaksimalkan peluang kerjamata pencaharian nelayan atau masyarakat yang terlibat tujuan sosial. Lebih lengkap, tujuan pengelolaan perikanan ini tercantum pada pasal 3 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

2.5 Perikanan di Laut Arafura