Lama trip ; 1; 2 Efek samping alat tangkap 0; 1; 2 Tidak ada 0; beberapa 1; banyak 2

aturan-aturan terkait perikanan. Untuk meningkatkan keberlanjutan secara sosial juga dapat dilakukan dengan memperbesar pengaruh nelayan terkait usaha perikanan misalnya dengan keikutsertaan pada organisasi kenelayanan atau usaha perikanan tangkap. Hal lainnya yang memberikan pengaruh besar terhadap keberlanjutan perikanan secara sosial adalah pengelolaan konflik perikanan. Usaha perikanan tangkap sangat rawan terhadap konflik sehingga bila konflik ini dapat diatasi atau dihilangkan maka keberlanjutan perikanan secara sosial akan meningkat. 4.1.4 Keberlanjutan perikanan pada dimensi teknologi Penentuan atribut pada dimensi teknologi ini yaitu dengan mengunakan indikator yang digunakan dari RAPFISH yang telah disesuaikan dengan kondisi aktual kegiatan perikanan tangkap di lokasi penelitian. Analisis RAPFISH pada dimensi teknologi dalam penelitian ini terdiri dari 9 atribut mengacu pada Pitcher and Preikshot 2001 yang dimodifikasi, antara lain: lama trip, tempat pendaratan, pengolahan pra-jual, penanganan di kapal, selektivitas alat tangkap, penggunaan FADs, ukuran kapal, perubahan daya tangkap, dan efek samping alat tangkap. Atribut-atribut pada dimensi teknologi beserta kriteria pemberian skor dapat dilihat pada Tabel 19. Sedangkan pada Tabel 20 diuraikan pengertian atau definisi dari masing-masing atribut pada dimensi teknologi. Tabel 19 Atribut dan kriteria skor pada dimensi teknologi No. Atribut Skor Kriteria pemberian skor

1. Lama trip ; 1; 2

Rata-rata hari setiap trip: 1 hari 0; 1 bulan 1; 1 bulan 2 2. Tempat pendaratan ; 1; 2 Tersebar 0; agak terpusat 1; terpusat 2; 3. Pengolahan pra-jual 0; 1; 2 Tidak 0; beberapa 1 ; banyak 2 4. Penanganan di kapal 0; 1; 2; 3 Tidak 0; beberapa 1; canggih 2; penggunaan tangki hidup 3 5. Selektivitas alat tangkap 0; 1; 2 Sedikit 0; beberapa 1; banyak 2 6. Penggunaan FADs ; 0,5 ;1 Tidak 0; menggunakan umpan 0,5; ada 1 7. Ukuran kapal ; 1; 2 Rata-rata panjang kapal: 8 m 0; 8 – 17 m 1; 18m 2 8. Perubahan daya tangkap ; 1; 2 Dalam 5 tahun terakhir meningkat: tidak 0; sedikit 1; banyakcepat 2

9. Efek samping alat tangkap 0; 1; 2 Tidak ada 0; beberapa 1; banyak 2

Sumber : Pitcher Preikshot 2001 dimodifikasi Tabel 20 Definisi atribut pada dimensi teknologi No. Atribut Definisi 1. Lama trip Waktu hari yang dipakai untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan di laut 2. Tempat pendaratan Lokasi dimana atau kemana nelayan mendaratkan hasil operasi penangkapan ikan. 3. Pengolahan pra-jual Ada tidaknya dilakukannya pengelolaan ikan seperti penggaraman dan pengeringan sebelum dilakukan penjualan 4. Penanganan di kapal Ada tidaknya dilakukannya penanganan terhadap ikan hasil tangkapan di atas kapal sebelum di daratkan termasuk penggunaan es 5. Selektivitas alat tangkap Banyaknya peningkatan selektivitas alat tangkap yang diupayakan, baik dari komponen-komponen alat maupun dalam penanganan operasional peralatan tangkap 6. Penggunaan FADs Ada tidaknya penggunaan FAD’s untuk membantu dalam penangkapan ikan 7. Ukuran kapal Ukuran secara kuantitatif besarnya ukuran kapal yang digunakan dalam penangkapan ikan 8. Perubahan daya tangkap Besaran perkembangan kemampuan menangkap ikan dilihat dari banyaknya penambahan kapal dan trip penangkapan dalam periode waktu tertentu 9. Efek samping alat tangkap Ada tidaknya efek samping dalam pengoperasian alat penangkapan ikan Sumber : Pitcher and Preikshot 2001 1 Kondisi masing-masing atribut keberlanjutan dimensi teknologi 1 Lama trip Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi, waktu haritrip yang dipakai bagi semua jenis perikanan dengan ukuran kapal diatas 30 GT untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan di laut berkisar satu minggu sampai dengan dua bulan. Lamanya trip ini sangat tergantung pada ukuran kapal dan teknologi yang digunakan khususnya mesin dan penyimpanan ikan. Kapal dengan ukuran GT lebih besar dan daya mesin yang tinggi mampu menjangkau fishing ground yang lebih jauh. Lamanya trip ini juga dibatasi oleh sistem penyimpanan ikan dimana pada kapal yang dilengkapi dengan sistem pendingin cold room dan air blast freezer mampu melakukan trip yang lebih lama di laut. Berdasarkan wawancara hasil responden dan pengamatan langsung, perikanan pukat ikan dan gillnet oseanik tergolong mampu melakukan trip di atas 1 bulan. Trip kapal pukat ikan merupakan yang paling lama yakni diatas 1 bulan karena target ikan tangkapannya menyebar ke seluruh wilayah perairan di Laut Arafura baik perairan pedalaman maupun ZEEI Arafura. Ukuran rata-rata GT kapal pukat ikan ini juga sangat besar bisa sampai dengan 300 GT. Hal yang sama ditemui untuk perikanan gillnet oseanik di Laut Arafura. Skor untuk perikanan pukat ikan dan gillnet oseanik dinilai 2. Trip kapal pukat udang lebih sedikit dibandingkan dengan trip pada pukat ikan dan gillnet oseanik yaitu kurang dari 1 bulan. Pengamatan langsung di lapangan untuk kapal pukat udang di basis perikanan Avona Kaimana, Papua menunjukkan bahwa trip dilakukan antara 1 sampai dengan 2 minggu. Ukuran kapal yang dipergunakan yaitu antara 50 sd 100 GT dengan fishing ground udang tidak terlalu jauh dari pantai. Skor trip untuk perikanan pukat udang dapat diberikan nilai 1. Untuk perikanan pancing cumi dan pancing rawai dasar, trip penangkapannya paling lama rata-rata 2 minggu Ditjen Perikanan Tangkap, 2010. Skor untuk pancing cumi dan pancing rawai dasar dinilai 1. 2 Tempat pendaratan Tempat pendaratan atau pelabuhan perikanan bagi kapal perikanan yang beroperasi di Laut Arafura umumnya tersebar dengan skala kelas PPI Pangkalan Pendaratan Ikan, PPP Pelabuhan Perikanan Pantai maupun PPN Pelabuhan Perikanan Nusantara. Mempertimbangkan fasilitas serta ketersediaan sarana operasional penangkapan yang ada di pelabuhan perikanan, kapal perikanan skala besar diatas 30 GT umumnya menggunakan fasilitas kelas PPN. Wilayah perairan Laut Arafura juga memiliki beberapa fasilitas setara pelabuhan perikanan yang dibangun dan dikelola oleh swasta antara lain : pelabuhan PT. Maritim Timur Jaya di Tual Maluku Tenggara; pelabuhan PT. Benjina Resources di Benjina Maluku Tenggara; pelabuhan Avona, Kaimana Papua Barat; dan pelabuhan Kimaam di Merauke Papua. Hampir seluruh jenis perikanan yang beroperasi di Laut Arafura memanfaatkan pelabuhan perikanan yang ada. Pelabuhan perikanan bagi seluruh jenis kapal perikanan di Arafura kecuali pukat udang terdapat di Tual, Ambon, Merauke, Benjina, Kimaam Ditjen Perikanan Tangkap, 2010. Skor tempat pendaratan untuk keempat jenis perikanan tersebut diberikan nilai 0. Pelabuhan perikanan tempat pendaratan kapal pukat udang di Arafura umumnya hanya terkonsentrasi di Avona, Papua Barat dan di perairan sekitar Ambon Ditjen Perikanan Tangkap, 2010. Hal ini terkait dengan kedekatan pelabuhan dengan fishing ground udang yang spesifik. Sebagai contoh yaitu pelabuhan Avona merupakan basis kapal pukat udang karena lokasinya berada sangat dekat dengan fishing ground. Skor tempat pendaratan untuk pukat udang dapat diberikan nilai 1. 3 Pengolahan pra-jual Pengolahan pra-jual untuk ikan-ikan yang ditangkap seluruh jenis alat penangkap ikan umumnya sudah ada walaupun jumlahnya kurang dibandingkan kapasitas ikan yang ditangkap. Ikan-ikan yang ditangkap dari perikanan pukat ikan, gillnet oseanik dan pancing rawai dasar umumnya diolah terlebih dahulu dalam bentuk yang paling sederhana yaitu dibekukan atau diolah lebih lanjut dalam bentuk fillet, tepung ikan dan value added. Pembekuan dengan freezer pada UPI unit pengolahan ikan atau di atas kapal on-board processing umum dilakukan pada usaha perikanan di Laut Arafura. Pemerintah telah mengupayakan agar ikan-ikan yang ditangkap lebih banyak diolah terlebih dahulu sebelum dipasarkan, yaitu melalui Keputusan Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan P2HP, KKP tentang jenis-jenis ikan yang harus diolah dan yang tidak memerlukan pengolahan. Skor untuk perikanan pukat ikan, gillnet oseanik dan pancing rawai dasar adalah 1. Kapal pukat udang di Arafura umumnya melakukan pengolahan udang dalam bentuk pembekuan dan pengemasan di atas kapal atau processing on-board survey lapangan, 2010. Skor pengolahan pra-jual untuk pukat udang dinilai 2. Kebanyakan cumi-cumi yang ditangkap oleh pancing cumi diproses dan dijual sudah diolah secara beku survey lapangan, 2010. Skor pengolahan pra-jual untuk perikanan pancing cumi dinilai 2. 4 Penanganan di kapal Berdasarkan survey lapangan, kapal-kapal perikanan skala besar diatas 30 GT yang beroperasi di Laut Arafura sudah memiliki teknologi yang lebih tinggi dalam hal penanganan hasil tangkapan handling diatas kapal. Untuk keseluruhan jenis perikanan, penanganan hasil tangkapan diatas kapal on-board dilengkapi dengan palkah dan ruang pendingin freezer room, bahkan beberapa menggunakan air blast freezer untuk pembekuan secara cepat. Pada beberapa kapal pancing rawai dasar bahkan dilengkapi dengan sarana penyimpan atau penampung ikan hidup. Skor penanganan di kapal untuk semua jenis perikanan dinilai 2, kecuali untuk perikanan pancing cumi yaitu 2,5. 5 Selektivitas alat tangkap dan upaya peningkatannya Selektivitas suatu alat didefinisikan sebagai kemampuan dari suatu alat penangkap ikan untuk menangkap ikan dengan suatu ukuran tertentu atau spsies tertentu dalam suatu populasi Fridman, 1986. Menurut South East Asian Fisheries Development Center 1999, selektivitas alat didefinisikan sebagai : gear selectivity is a property of fishing gear that reducesexcludes the capture of unwanted sizes of fish and incidental catch. Pukat ikan tergolong sebagai alat penangkap ikan yang selektivitasnya rendah. Pemerintah telah mengupayakan pengaturan ukuran mesh-size pada bagian kantong jaring cod end yaitu minimal 50 mm Ditjen Perikanan Tangkap, 2006. Skor selektivitas untuk pukat ikan dapat dinilai 0. Selektivitas gillnet oseanik adalah tinggi karena ikan yang tertangkap hanyalah yang memiliki ukuran tertentu saja sesuai ukuran mata jaring. Pengaturan terhadap gillnet oseanik terbatas pada panjang bentangan jaring, tinggi atau kedalaman jaring, dan ukuran mesh-size Ditjen Perikanan Tangkap, 2010. Skor selektivitas untuk gillnet oseanik dinilai 2. Pukat udang sama halnya dengan pukat ikan sebagai alat penangkap ikan yang selektivitasnya rendah. Meskipun demikian, pukat udang dilengkapi dengan BED atau TED untuk mengurangi by-catch atau tangkapan sampingan. Mengenai pengaruh TED pada pengoperasian pukat udang ini cukup signifikan. Penelitian di Laut Arafura oleh Mahiswara dan A.P. Anung Widodo dari BRPL menyimpulkan bahwa TED dapat mengurangi HTS Hasil Tangkap Sampingan atau by-catch sebesar 37,5 per haul, namun dibarengi dengan penurunan hasil pukat udang 21,5 per haul. TED ini juga terbukti mampu meloloskan penyu. Berdasarkan hal itu, skor selektivitas untuk pukat udang dinilai 1. Pancing cumi dan pancing rawai dasar dinilai memilki selektivitas yang sangat tinggi, dan pada pengooperasiannya tidak lagi memerlukan alat tambahan untuk meningkatkan selektivitas survey lapangan, 2010. Skor selektivitas untuk kedua alat penangkap ikan tersebut dinilai 2. 6 Penggunaan FADs Fish Aggregating Device’s Penggunaan alat bantu penangkapan semisal rumpon, umpan bait atau lampu pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan produktivitas penangkapan. FAD dalam bentuk rumpon sama sekali tidak digunakan pada seluruh jenis perikanan di Laut Arafura. Bahkan pada perikanan pukat ikan, pukat udang dan gillnet oseanik sama sekali tidak menggunakan FAD. Skor 0 dalam penggunaan FAD dapat diberikan untuk ketiga jenis perikanan tersebut. Pada perikanan pancing cumi, untuk membantu mengkonsentrasikan target penangkapan maka digunakan FAD berupa lampu. Jumlah lampu yang dipergunakan pada kapal pancing cumi bisa mencapai puluhan unit dengan kekuatan per unit-nya bisa mencapai 2000 Watt. Penggunaan lampu sebagai attractor pada perikanan pancing cumi diduga memberikan dampak negatif bagi ekosistem perairan sekitar. Skor FAD untuk pancing cumi dapat dinilai 1. Atraktor pada perikanan pancing rawai dasar adalah berupa umpan bait yang dikaitkan pada mata pancing hook. Jenis umpan umumnya adalah ikan dengan karakteristik yang menarik misalnya warna tubuh yang mengkilat. Pemilihan jenis ikan yang tepat sebagai umpan dapat menentukan mudah tidaknya ikan target tertangkap sehingga pada akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas alat pancing hook rate. Skor FAD untuk pancing rawai dasar dapat diberikan nilai 0,5. 7 Ukuran kapal Ukuran kapal digunakan untuk merefleksikan kekuatan kapal yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan karena berkorelasi dengan kekuatan mesin, daya muat kapal dan GT pada umumnya. Salah satu jenis ukuran kapal yang populer digunakan yaitu LOA length over all yang merupakan panjang total kapal mulai dari ujung depan sampai dengan ujung belakang kapal. Dalam konteks perikanan, sesungguhnya faktor yang paling tepat merefleksikan kekuatan kapal adalah ukuran GT gross tonage karena berkaitan langsung dengan daya muat kapasitas kapal untuk mengangkut hasil tangkapan. Berdasarkan data perizinan usaha perikanan Ditjen Perikanan Tangkap dan hasil pengukuran lapangan terhadap kapal-kapal perikanan yang beroperasi di Laut Arafura diketahui bahwa ukuran kapal pukat ikan, pukat udang dan gillnet oseanik rata-rata di atas 17 meter. Sedangkan untuk kapal pancing cumi dan pancing rawai dasar sedikit lebih kecil dengan ukuran antara 8 sampai 17 meter. Skor ukuran kapal untuk perikanan pukat ikan, pukat udang dan gillnet oseanik diberikan nilai 2, sedangkan untuk pancing cumi dan pancing rawai dasar diberikan nilai 1. 8 Perubahan daya tangkap Daya tangkap terkait erat dengan kemampuan atau kapasitas seluruh komponen terkait penangkapan antara lain ukuran kapal mesin atau GT, alat penangkap ikan, dan operator penangkapan. Perubahan terhadap salah satu komponen tersebut di atas akan menyebabkan perubahan daya tangkap pada operasi penangkapan. Pada perikanan skala besar diatas 30 GT di laut Arafura beberapa tahun terakhir hampir dipastikan tidak ada perubahan daya tangkap karena tidak mudah untuk mengganti mesin atau alat tangkap. Hal ini karena pada kapal-kapal tersebut menggunakan mesin berukuran besar yang diinstal langsung pada kapal in-board sehingga tidak mudah untuk mengganti atau melakukan bongkar pasang mesin dan juga alat penangkap ikan. Terlebih lagi adanya ketentuan Pemerintah yang menyatakan bahwa setiap perubahan pada spesifikasi mesin merk, nomor seri, atau daya dan alat tangkap harus dilakukan cek fisik kapal dan perubahan izin penangkapannya yang prosesnya memakan waktu dan biaya. Skor 0 untuk perubahan daya tangkap seluruh jenis alat penangkap ikan. 9 Efek samping alat tangkap Pengoperasian alat penangkap ikan di Laut Arafura secara umum memberikan efek samping bagi sumberdaya ikan dan lingkungan perairan. Efek samping pengoperasian pukat ikan terhadap sumberdaya ikan dan lingkungan perairan cukup besar antara lain diindikasikan oleh tingginya by-cath dan discard serta ketertangkapan ikan kecil juvenil. Bahkan pada perikanan pukat udang lebih besar yaitu ditambah adanya dampak terhadap lingkungan dasar perairan sea bed dan habitat ikan akibat sapuan atau “garukan” alat. Skor efek samping pukat ikan diberi nilai 1 sedangkan untuk pukat udang layak diberi nilai 2. Sifat selektivitas gillnet oseanik dan pancing rawai dasar menjadikan efek samping kedua alat penangkap ikan ini terhadap sumberdaya ikan dan lingkungan adalah rendah. Skor untuk kedua jenis alat penangkap ikan ini adalah 0. Pancing cumi merupakan alat penangkap ikan yang tergolong selektif. Namun demikian pengoperasian pancing cumi dapat memberikan dampak negatif terhadap sumberdaya dan lingkungan perairannya karena penggunaan cahaya dengan intensitas yang sangat tinggi. Skor untuk pancing cumi dapat diberi kan nilai 1. 2 Status keberlanjutan perikanan pada dimensi teknologi Hasil RAPFISH menunjukkan nilai indeks keberlanjutan perikanan tangkap pada dimensi teknologi sebagaimana pada Tabel 21 dan Lampiran 4. Tabel 21 Indeks keberlanjutan perikanan pada dimensi teknologi No. Kegiatan Perikanan Tangkap Indeks Keberlanjutan Perikanan Status Keberlanjutan 1. Pukat Ikan 51,03 Cukup 2. Gillnet Oseanik 69,66 Cukup 3. Pukat Udang 58,87 Cukup 4. Pancing Cumi 64,20 Cukup 5. Pancing Rawai Dasar 66,80 Cukup Rata-rata indeks 62,11 Cukup Selanjutnya jika nilai dimensi teknologi pada Tabel 21 tersebut diplotkan dalam gambar ordinansi maka akan nampak sebagaimana Gambar 34 dibawah ini. RAPFISH Ordination Down Up Bad Good -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 Fisheries Status O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s Real Fisheries Reference anchors Anchors Gambar 34 Posisi status keberlanjutan perikanan pada dimensi teknologi keterangan: PIK= pukat ikan, PUD= pukat udang, GIL= gillnet oseanik, PAC= pancing cumi, PRD= pancing rawai dasar Berdasarkan dimensi teknologi, perikanan gillnet memiliki kerberlanjutan yang paling tinggi 69,66; disusul oleh pancing prawai dasar 66,80; pancing cumi 64,20; pukat udang 58,87; dan pukat ikan 51,03. Gambar 36 memperlihatkan keberlanjutan perikanan dari dimensi teknologi bahwa seluruh jenis perikanan dalam status cukup berlanjut. Secara umum atau rata-rata, perikanan pada dimensi teknologi di Laut Arafura dalam keadaan cukup berlanjut dengan skor 62,11. Analisis ordinansi dalam dimensi teknologi dengan jumlah iterasi sebanyak 2 dua kali, menghasilkan nilai kuadrat korelasi R 2 = 93,2 dan nilai stress S = 13,9. Analisis dimensi teknologi dalam penelitian ini menunjukkan kondisi goodness of fit kategori cukup fair mengingat nilai stress PUD PAC GIL PIK PRD yang diperoleh adalah sebesar 25. Koefisien determinasi nilai kepercayaan atau R 2 Sementara itu hasil analisis Monte Carlo yang ditujukan untuk melihat tingkat kestabilan d ar i hasil analisis ordinansi dengan iterasi 30 kali dapat dilihat pada Gambar 35. untuk dimensi teknologi bernilai lebih besar 0,90. Rapfish Ordination - Monte Carlo Scatter Plot -60 -40 -20 20 40 60 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Fisheries Status O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s Gambar 35 Kestabilan nilai ordinasi dengan analisis Monte Carlo pada dimensi sosial keterangan: kuning=pukat udang; biru=pukat ikan; ungu=p.rawai dasar; pink=gillnet oseanik; hijau muda=p.cumi Analisis sensitivitas pada dimensi teknologi dengan metode analisis leverage pada RAPFISH memperlihatkan bahwa penggunaan FAD fish attracting devices , selektivitas alat, dan ukuran kapal merupakan atribut yang sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan pada dimensi teknologi di Laut Arafura. Nilai perubahan rms ketiga alat penangkap ikan tersebut masing- masing yaitu 5,78 untuk penggunaan FAD; 5,72 untuk selektivitas alat; dan 5,35 untuk ukuran kapal. Atribut yang paling sedikit memberikan pengaruh pada keberlanjutan dari aspek teknologi adalah penanganan di atas kapal yaitu dengan nilai perubahan rms 2,07. Pada Gambar 36 diperlihatkan hasil analisis leverage keberlanjutan perikanan dari dimensi teknologi. Leverage of Attributes 2,29 3,11 4,57 2,07 5,72 5,78 5,35 3,37 2,29 1 2 3 4 5 6 7 lama trip tempat pendaratan ikan pengolahan pra-jual UPI penanganan diatas kapal selektivitas alat penggunaan FAD ukuran kapal perubahan daya-tangkap efek samping alat A ttr ib u te Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Status scale 0 to 100 Gambar 36 Hasil analisis leverage pada dimensi teknologi 3 Pembahasan keberlanjutan perikanan pada dimensi teknologi Keberlanjutan perikanan di Laut Arafura pada dimensi teknologi adalah cukup berlanjut yaitu dengan rata-rata skor 62,11. Semua jenis alat penangkap ikan dalam kondisi cukup berlanjut secara teknologi. Urutan keberlanjutan ekonomi dari yang tertinggi sampai terendah yaitu : gillnet oseanik, pancing rawai dasar, pancing cumi, pukat udang, dan pukat ikan. Hal ini erat kaitannya dengan tingkat selektivitas alat penangkap ikan. Gillnet oseanik dan golongan pancing merupakan alat penangkapan ikan yang tergolong selektif sehingga skor keberlanjutan teknologinya tinggi. Gillnet juga merupakan alat penangkap ikan yang tidak menggunakan FAD. Faktor yang paling berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi teknologi antara lain : penggunaan FAD, selektivitas alat dan ukuran kapal. Hal ini sangat logis karena ketiga faktor tersebut merupakan komponen utama dari teknologi yang dipergunakan pada unit penangkapan ikan. Penggunaan FAD dalam operasi penangkapan akan memberikan dampak eksploitasi ikan yang lebih besar sehingga menyebabkan kurangnya keberlanjutan dari sisi teknologi. Hal ini berbeda dengan selektivitas alat yaitu jika alat penangkap ikan semakin selektif maka kontribusinya terhadap keberlanjutan perikanan pada dimensi teknologi akan semakin baik. Sementara itu, ukuran kapal yang digunakan berbanding terbalik dengan keberlanjutan perikanan pada aspek teknologi. Ukuran kapal yang besar berkorelasi dengan besarnya produktivitas dan kapasitas palkah. Atribut yang paling sedikit memberikan pengaruh pada keberlanjutan dari aspek teknologi adalah penanganan di atas kapal. Hal ini mengindikasikan bahwa penanganan di atas kapal handling belum sepenuhnya diperhatikan dalam usaha perikanan tangkap di Arafura. Belum semua usaha perikanan di Arafura menerapkan teknologi atau cara-cara penanganan yang baik terhadap ikan di atas kapal. Untuk meningkatkan keberlanjutan perikanan dari aspek teknologi di Laut Arafura perlu ditempuh antara lain : peningkatan selektivitas alat penangkap ikan, mereduksi penggunaan FAD, dan penggunaan ukuran kapal yang efisien. Ketiga hal ini dapat dilakukan melalui rekayasa teknologi. 4.1.5 Keberlanjutan perikanan pada dimensi etika Penentuan atribut yang menjadi indikator pada dimensi etika ini yaitu dengan mengunakan indikator yang keluarkan oleh program RAPFISH, namun telah disesuaikan dengan kondisi aktual kegiatan perikanan tangkap di lokasi penelitian. Analisis RAPFISH pada dimensi sosial dalam penelitian ini terdiri dari 8 atribut mengacu pada Pitcher dan Preikshot 2001 yang dimodifikasi, antara lain: keterpautan historis danatau geografis, pilihan perikanan, kesetaraan berkegiatan, ketepatan pengelolaan, mitigasi-destruksi habitat, mitigasi-destruksi ekosistem, penangkapan yang melanggar aturan, serta buangan dan limbah. Tabel 22 memperlihatkan atribut dan kriteria skor sedangkan Tabel 23 memperlihatkan definisi atribut yang digunakan. Tabel 22 Atribut dan kriteria skor pada dimensi etika No. Atribut Skor Kriteria pemberian skor 1. Kedekatan dan ketergantungan 0;1;2;3 Kedekatan secara geografis dan hubungan sejarah: tidak dekat dan tidak tergantung 0; tidak dekat dan cukup tergantung 1; dekat dan cukup tergantung 2; dekat dan sangat tergantung 3 2. Pilihan perikanan 0;1;2 Pilihan perikanan: tidak ada 0; beberapa 1; banyak 2 3. Kesetaraan berkegiatan 0;1;2 Mempertimbangkan basis tradisisejarah: tidak 0; ya 1; perikanan tradisional 2 4. Keadilan pengelolaan 0;1;2;3;4 Pola pengelolaan: tidak ada 0; konsultatif 1; co- managementleader pemerintah 2; co- managementleader masy. 3; murni co- management yg setara 4

5. Mitigasi-Destruksi habitat 0;1;2;3;4 Kerusakan dan mitigasinya terhadap habitat ikan: