Parameter utama yang mempengaruhi pantai berbatu adalah pasang laut dan gelombang laut yang mengenainya.
8. Formasi Pescaprae umumnya terdapat di belakang pantai berpasir. Formasi pescarpae didominasi oleh vegetasi pionir, khususnya kangkung laut Ipomoea
pescaprae untuk menahan gelombang. 9. Formasi Barringtonia merupakan ekosistem yang berkembang di pantai
berbatu tanpa deposit pasir, tempat formasi pescarpae tidak dapat tumbuh. Habitat berbatu ini ditumbuhi oleh komunitas rerumputan dan belukar yang
dikenal sebagai formasi Barringtonia.
2.2. Kota Tepi Air Waterfront City
Pengertian waterfront secara harfiah adalah tepi air, bagian kota yang berbatasan dengan air. Menurut Nugroho 2000 diacu dalam Ayuputri 2006,
waterfront merupakan penerapan konsep tepian air laut, sungaikanal, atau danau sebagai halaman depan, tempat tepian air tersebut dipandang sebagai
bagian lingkungan yang harus dipelihara, bukan halaman belakang yang dipandang sebagai tempat pembuangan. Waterfront city mempunyai arti suatu
lingkungan perkotaan yang berada di tepi atau dekat wilayah perairan, misalnya lokasi area pelabuhan besar di kota metropolitan Wrenn, 1983.
Soesanti dan Sastrawan 2006 mengemukakan waterfront berdasarkan tipe proyeknya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu konservasi, pembangunan
kembali redevelopment, dan pengembangan development. Konservasi adalah penataan waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai saat ini dan
menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat. Redevelopment adalah upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi waterfront lama yang sampai saat ini masih
digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada. Development adalah usaha menciptakan
waterfront yang memenuhi kebutuhan kota saat ini dan masa depan dengan cara mereklamasi pantai. Menurut Breen dan Rigby 1996 diacu dalam Sairinen dan
Kumpulainen 2006, waterfront berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu mixed-used waterfront, recreational waterfront, residential
waterfront, dan working waterfront. Mixed-used waterfront adalah waterfront
yang merupakan kombinasi dari perumahan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, danatau tempat-tempat kebudayaan. Recreational waterfront adalah semua
kawasan waterfront yang menyediakan sarana dan prasana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk
kapal pesiar. Residential waterfront adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir perairan. Working waterfront adalah tempat-tempat
penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi- fungsi pelabuhan.
Berdasarkan konsep waterfront city, suatu kota dapat berada di tepi lautpantai, di tepi sungaikanal, atau di tepi danau. Toronto dan Yunani
merupakan contoh kota yang berada di tepi laut, Bangkok sebagai contoh kota yang berada di tepi sungai, dan Amsterdam merupakan contoh kota yang berada
di tepi kanal. Menurut Laidley 2007, Kota Toronto yang direncanakan oleh Toronto Waterfront Revitalization Corporation merupakan pengembangan kota
tepi laut yang memposisikan kawasan tepi laut sebagai bagian penting dalam perkembangan perekonomian kota dan menjadikan kawasan tepi laut Toronto
sebagai pintu gerbang baru ke Canada. Kota-kota di Yunani juga merupakan contoh pengembangan kota dengan konsep waterfront city. Pengembangan
kembali redevelopment bertujuan memperbaiki kualitas ruang inti dari kota-kota di Yunani dan mengembangkan pariwisata sesuai karakteristik waterfront
Gospodini, 2001. Menurut Wijanarka 2008, Bangkok sebagai kota tepi sungai didesain dengan konsep waterfront yang terlihat dari adanya tiga kanal yang
menghubungkan Sungai Chao Phraya, adanya jalan darat di tepi Sungai Chao Phraya yang didesain mengikuti pola sungai, dan adanya reklamasi di tepi Sungai
Chao Phraya yang dipersiapkan untuk lahan rumah tinggal bagi para pendatang. Kota Amsterdam yang berawal dari permukiman nelayan yang terletak di muara
Sungai Amstel didesain dengan sistem kanal. Selain itu, bangunan kota juga didesain dengan setting mengikuti pola kanal dengan arah bangunan ke arah
kanal. Sebagian besar kota-kota penting di Indonesia terletak di tepi laut. Menurut
Suprijanto 2000, kota tepi laut atau disebut kota pantai merupakan suatu kota dengan segala ukuran yang dinamis dan unik tempat darat dan laut bertemu
kawasan pantai dan harus dipertahankan keunikannya. Batasan kawasan kota pantai tidak hanya mencakup bagian kota di darat atau berhadapan dengan laut
saja, tetapi juga mencakup bagian yang berada di atas air. Keberadaan dan perkembangan kota pantai tidak lepas dari fungsinya saat
awal pembukaan dan didirikannya, yaitu sebagai akses hubungan antara pedalaman dengan dunia luar. Menurut Suprijanto 2000, kota pantai sebagai
salah satu bentuk kota tepi air pada dasarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi bagian dari jalur
perdagangan internasional. Hantoro 2007 mengemukakan ciri utama perkembangan kota pantai diawali sebagai tempat berlabuh kapal dan alur-alur
jalan yang menghubungkannya dengan pedalaman yang menghasilkan produk pertanian atau perambahan hutan. Suprijanto 2000 menjelaskan pada
perkembangan selanjutnya kawasan kota pantai menjadi tempat yang menarik untuk permukiman.
Kedudukan kawasan kota pantai merupakan bagian tidak terpisahkan integral dari beberapa kawasan lain di kota induknya, tempat orientasi kegiatan
kota pantai berbasis darat dan laut seperti perdagangan, pelabuhan dan transportasi, perikanan, serta permukiman. Di Indonesia, kawasan kota pantai
dapat diarahkan pada tujuh jenis pengembangan, yaitu 1 kawasan komersial perdagangan, 2 kawasan budaya, pendidikan, dan lingkungan hidup, 3
kawasan peninggalan bersejarah, 4 kawasan permukiman, 5 kawasan wisata rekreasi, 6 kawasan pelabuhan dan transportasi, dan 7 kawasan pertahanan
keamanan Suprijanto, 2000. Kawasan kota pantai cenderung tumbuh lebih cepat, baik secara demografis
maupun ekonomis daripada kota-kota di wilayah lain. Akan tetapi, pesatnya pertumbuhan kota pantai sejak 10 tahun terakhir diikuti oleh sejumlah masalah,
antara lain, terkait dengan masalah lingkungan dan keterbatasan sumberdaya lahan, air, bahan konstruksi, dan lain-lain. Tingginya laju pertumbuhan
perkotaan menyebabkan diabaikannya kapasitas daya dukung dan sifat asli dari kawasan pantai. Gejala alam yang sebetulnya memang sudah lazim terjadi dapat
berdampak negatif sebagai ancaman bencana. Eksploitasi sumber daya di luar kawasan kota menyebabkan terganggunya keseimbangan alam yang berdampak
pada timbulnya berbagai bencana seperti banjir, longsor, erosi pantai, dan gelombang pasang Hantoro, 2000.
Pengembangan kota pantai di Indonesia merupakan masalah yang harus ditangani secara seksama, karena Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di
dunia dan terdapat 516 kota andalan di Indonesia dengan 216 kota di antaranya merupakan kota tepi air yang berada di tepi laut pantai, sungai, atau danau.
Dibandingkan dengan kawasan tepi sungai atau danau, kawasan kota pantai mempunyai lebih banyak potensi untuk dikembangkan, terutama terkait dengan
aspek fungsi dan aksesibilitas Suprijanto, 2000. Setiap upaya mengembangkan kota pantai seharusnya mengenali potensi sumber daya, daya dukung lingkungan
karakteristik pantai, dan gejala alam di sekitarnya sehingga dapat dilakukan penyesuaian untuk memperkecil biaya ataupun resiko dampak di kemudian hari
seiring perkembangan kota Hantoro, 2007. Menurut Torre 1989, beberapa unsur yang dapat mendukung keberhasilan suatu waterfront sebagai berikut.
1. Tema Elemen ini ditentukan oleh iklim, budaya, dan sejarah. Tema tersebut akan
menentukan ruang-ruang yang akan dibentuk, tata guna lahan, material yang akan dipakai, skala, dan makna waterfront sehingga tercipta suatu keunikan
yang menarik pengunjung dan menimbulkan perasaan untuk kembali lagi. 2. Kesan image
Kesan publik akan mempengaruhi minatnya untuk mengunjungi waterfront. Keinginan untuk mengunjungi suatu kawasan waterfront akan sulit
dihidupkan apabila kesan masyarakat sudah negatif. Oleh karena itu, harus ditimbulkan kesan positif sebelum mengembangkan waterfront, misalnya
melalui promosi atau pertemuan terbuka. 3. Keaslian
Karakter waterfront yang akan dikembangkan harus ditemukan dan dipertahankan sehingga akan menimbulkan suatu keunikan dan meningkatkan
daya tariknya. 4. Kegiatan
Jenis kegiatan harus disusun sedemikian rupa sehingga urutannya dapat dinikmati secara baik oleh pengunjung. Kemudahan pencapaian, sirkulasi, dan
pengalaman yang menarik harus tetap diperhatikan. Hal yang paling diminati pengunjung adalah kesempatan untuk makan atau duduk santai sambil
melihat-lihat. 5. Persepsi publik
Sebelum pengembangan dimulai, publik harus diyakinkan bahwa kegiatan ini akan meningkatkan kualitas kawasan sekitarnya dan kegiatan yang sudah
terbentuk tidak akan terganggu dengan adanya pengembangan ini. Tujuan ini dapat dicapai dengan menginformasikan kepada masyarakat tentang kegiatan
yang akan berlangsung sehingga masyarakat akan mendukung keberhasilan pengembangan kawasan waterfront.
6. Pelestarian lingkungan Pengembangan waterfront harus tetap melestarikan lingkungan, bahkan jika
memungkinkan dapat memperbaiki lingkungan yang rusak. Selain itu, pengembangan sedapat mungkin mengurangi dampak lingkungan dan
memanfaatkan secara maksimal sumber daya alam yang ada. 7. Teknologi konstruksi
Tugas utama dalam bidang konstruksi adalah membuat suatu metode yang dapat menstabilkan garis pertemuan antara darat dan air.
8. Manajemen Manajemen yang baik dan efektif terhadap pemeliharaan kawasan dan
peningkatan daya tarik dengan mengadakan kegiatan berkala sangat diperlukan untuk menghidupkan kawasan pantai.
2.3. Evaluasi Lanskap Pantai