Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan TINJAUAN PUSTAKA

4. Kegiatan penataan lahan harus diawasi untuk mencegah dampak seminimal mungkin terhadap ekosistem pantai alami. 5. Jalan terbaik menuju tempat wisata harus direncanakan sebaik mungkin untuk meminimalkan kepadatan lalu lintas, kebisingan, polusi, dan dampak lainnya di sekitar kawasan. 6. Pengembangan fasilitas akomodasi harus dikonsentrasikan dan tidak mengganggu sumberdaya alam. Skala, ukuran, dan jenis infrastruktur haruslah sesuai. 7. Pembuatan tempat pembuangan sampah yang memadai. Limbah cair tidak dibuang ke pantai, terumbu karang, dan kawasan peka lainnya.

2.5. Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan

Pengelolaan adalah tindakan yang dilakukan untuk mengamankan dan menyelamatkan suatu lanskap secara efisien dan terarah, dalam upaya pelestarian dan keberlanjutannya, meliputi sumber daya fisik dan biofisik, lingkungan binaan yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku Wardiningsih, 2005. Jayadinata 1992 mengemukakan pengelolaan adalah salah satu usaha kebijaksanaan untuk memelihara dan menyelamatkan ekosistem. Konsep dasar dari pengelolaan secara ekologi dengan pendekatan ekosistem, seperti danau, hutan, laut, tanaman pertanian, perkebunan, dan padang rumput. Menurut Astri 2005, pengelolaan dalam arti luas meliputi aspek administrasi, penanganan masalah, cara penanggulangan, pengembangan, dan pengendaliannya. Pengelolaan meliputi kegiatan-kegiatan 1 preservasi yaitu melestarikan sesuatu yang unik dan dilaksanakan jika sudah ada ancaman, 2 proteksi yaitu melindungi suatu lanskap terhadap gangguan-gangguan yang dapat merusak, 3 perawatan yaitu memelihara lanskap yang ada agar tetap baik dan bersifat statis, 4 pemeliharaan yaitu memelihara lanskap dengan berusaha meningkatkan mutunya dan bersifat dinamis, dan 5 rehabilitasi yaitu memperbaiki lanskap yang rusak. Pengelolaan yang berkelanjutan adalah usaha manusia untuk mengubah, mengatur, dan menata ekosistem agar manusia memperoleh manfaat yang maksimal dengan mengusahakan kontinuitas keberadaannya yang dipengaruhi oleh faktor ruang, waktu, dan energi Wardiningsih, 2005. Menurut Sarosa 2002, dimensi-dimensi keberlanjutan terdiri atas temporalintergenerational, spasial, sosial-ekonomi, politik ecological cost, advantage atau disadvantage, interspecies, dan inter-medium. Dimensi temporal mengandung arti suatu pembangunan jangka pendek yang disebut baik belum tentu baik dalam jangka panjang. Sebagai contoh, energi nuklir pada saat ini merupakan salah satu alternatif yang menunjang aktivitas beberapa negara maju, tetapi di masa yang akan menjadi masalah besar bagi lingkungan. Indikator-indikator yang dapat digunakan dalam analisis dimensi temporal untuk keberlanjutan lingkungan perkotaan, antara lain, populasi, pendapatan, populasi masyarakat miskin, tenaga kerja informal, akses terhadap fasilitas-fasilitas kota persediaan air, limbah, listrik, dan telepon, angka kejahatan, ukuran polusi udara dan air, ruang terbuka hijau, dan lain-lain. Dimensi spasial terkait dengan hubungan antara suatu kota dengan kota lainnya, yang berarti masalah pada suatu kota dipindahkan ke kota atau daerah pedesaan di sekitar kota. Misalnya, suatu kota bersih dari sampah bahkan mendapat piala Adipura, tetapi sampah yang dihasilkan kota tersebut dibuang di daerah luar kota. Masalah sosial-ekonomi pada suatu kota terkait dengan dimensi sosial- ekonomi. Perkembangan suatu kota dapat menguntungkan pihak tertentu, tetapi merugikan pihak lainnya. Suatu kota dikatakan berkelanjutan apabila dapat memberikan transfer biaya-biaya lingkungan yang timbul akibat kegiatan sosial- ekonomi kepada pihak lain. Dimensi sosial-ekonomi melibatkan isu-isu perubahan kesejahteraan atau kesehatan oleh stakeholder setelah jangka waktu tertentu, perubahan dalam kondisi yang hidup kondisi-kondisi lingkungan stakeholder pada periode waktu, perpindahan yang mungkin dari sumber daya ekonomi dan sosial suatu kelompok stakeholder sebagai hasil perubahan keseluruhan kondisi struktur dari kota tersebut atau dari prosespola tata kota, dan perpindahan yang mungkin dari permasalahan lingkungan kelompok stakeholder sampai tingkat yang berbeda dari status sosial-ekonomi. Dimensi politik yaitu suatu kota dapat mentransfer biaya-biaya ekologis secara politik yang menguntungkan ke pihak lain yang tidak menguntungkan. Dimensi interspecies adalah upaya meningkatkan kesejahteraan manusia dengan tidak mengganggu spesies lain, sedangkan dimensi inter-medium dapat dilihat pada pengolahan sampah dengan insinerator atau mengurangi limbah padat dengan cara pembakaran sehingga menciptakan pencemaran atau polusi udara. Menurut Arancibia et al. 1999, konsep strategi pengelolaan yang berkelanjutan menggunakan keterkaitan positif antara efisiensi ekonomi dan perbaikan lingkungan, serta ikut menciptakan tanda ekonomi yang baru dan mendorong semua kegiatan produksi dan konsumsi yang mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Apabila kondisi lingkungan tidak terlindungi, nilai ekonomi dalam pembangunan secara utuh tidak akan tercapai. Pengelolaan kawasan pantai tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pengelolaan wilayah pesisir. Berdasarkan Undang-undang RI No. 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dijelaskan bahwa pengelolaan wilayah pesisir adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Pengelolaan tersebut berasaskan pada keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum, kemitraan, pemerataan, peran serta masyarakat, keterbukaan, desentralisasi, akuntabilitas, dan keadilan. Kewenangan dalam hak pengusahaan perairan pesisir HP-3 dapat diberikan oleh menteri, gubernur, dan bupatiwalikota. Menteri berwenang memberikan HP-3 di wilayah perairan pesisir lintas provinsi dan kawasan strategis nasional tertentu, gubernur berwenang memberikan HP-3 di wilayah perairan pesisir sampai dengan 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas danatau ke arah perairan kepulauan, dan perairan pesisir lintas kabupatenkota, dan bupatiwalikota berwenang memberikan HP-3 di wilayah perairan pesisir 13 dari wilayah kewenangan provinsi. Pengelolaan berkelanjutan suatu kawasan pantai menurut Dahuri et al. 2001, memerlukan empat persyaratan sebagai berikut. 1. Setiap kegiatan pembangunan seperti tambak, pertanian, dan pariwisata harus ditempatkan pada lokasi yang sesuai secara biofisik. Persyaratan ini dapat dipenuhi dengan cara membuat peta kesesuaian lahan land suitability termasuk perairan. 2. Jika memanfaatkan sumber daya yang dapat pulih seperti penangkapan ikan di laut, tingkat penangkapannya tidak boleh melebihi potensi lestari stok ikan tersebut. Demikian halnya jika menggunakan air tawar biasanya merupakan faktor pembatas dalam ekosistem pulau-pulau kecil, laju penggunaannya tidak boleh melebihi kemampuan pulau tersebut untuk menghasilkan air tawar dalam kurun waktu tertentu. 3. Jika membuang limbah ke lingkungan pulau, jumlah limbah bukan limbah B3, tetapi jenis limbah yang biodegradable tidak boleh melebihi kapasitas asimilasi lingkungan pulau tersebut. 4. Jika memodifikasi lanskap suatu pulau seperti penambangan pasir dan reklamasi atau melakukan kegiatan konstruksi di lingkungan pulau, khususnya di tepi pantai, seperti membangun dermaga jetty dan hotel, harus sesuai dengan pola hidrodinamika setempat dan proses-proses alami lainnya. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kawasan pantai menurut Andit 2007, yaitu 1 pemerintah harus memiliki inisiatif dalam menanggapi berbagai permasalahan degradasi sumber daya yang terjadi dan konflik yang melibatkan banyak kepentingan, 2 menangani wilayah pesisir berbeda dengan menangani proyek harus terus-menerus, 3 menetapkan batas wilayah hukum secara geografis meliputi wilayah perairan dan wilayah daratan, 4 menetapkan tujuan khusus atau issu permasalahan yang harus dipecahkan melalui program-program, 5 memiliki identitas institusional dapat diidentifikasi apakah sebagai organisasi independen atau jaringan koordinasi dari organisasi- organisasi yang memiliki kaitan dalam fungsi dan strategi pengelolaan, dan 6 mencirikan integrasi dua atau lebih sektor berdasarkan pengakuan alam dan sistem pelayanan umum yang saling berhubungan dalam penggunaan pesisir dan lingkungan. Secara spasial, kawasan pantai dan pesisir memiliki keterkaitan antara lahan atas daratan dan laut lepas. Dengan keterkaitan tersebut, pengelolaan kawasan pantai tidak terlepas dari pengelolaan lingkungan yang dilakukan di kedua kawasan tersebut. Berbagai dampak lingkungan yang terjadi di kawasan pantai merupakan akibat dari dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan yang dilakukan di lahan atas seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, industri, dan permukiman. Demikian juga dengan keterkaitan yang dilakukan di laut lepas, seperti kegiatan pengeboran minyak lepas pantai dan perhubungan laut Bengen, 2005. Menurut Kodoatie 2004, pengelolaan kawasan pantai terpadu diwujudkan dalam bentuk rencana induk master plan pengelolaan kawasan pantai terpadu, baik tingkat nasionalprovinsi maupun kabupatenkota. Master plan itu terdiri atas beberapa hal yang saling berkait secara integral, yaitu meteorologi pantai, oseanografi, hidrografi pantai, coastal engineering, coastal management, sedimen transport, banjir, lingkungan pantai, bangunan pelindung pantai, pelabuhan, navigasi, estuari mulut sungai, flora dan fauna pantai, aliran air tanah, pertanian, kependudukan dan urbanisasi, industri, satuan wilayah pantai, serta reklamasi pantai. Selanjutnya untuk mempertahankan kelestarian dan keberadaan dari suatu sumber daya alam dan lingkungan, salah satu satu pendekatan yang dapat digunakan adalah melakukan penilaian terhadap daya dukung. Pendekatan ini digunakan untuk meminimalisasi kerusakan atau membatasi penggunaan sumber daya alam Nurisyah et al., 2003. Menurut Knudson 1980, daya dukung merupakan penggunaan secara lestari dan produktif dari suatu sumber daya yang dapat diperbaharui renewable resources. Daya dukung merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaan suatu sumber daya alam dan lingkungan yang lestari melalui ukuran kemampuannya. Konsep ini dikembangkan terutama untuk mencegah kerusakan atau degradasi dari suatu sumber daya alam dan lingkungan sehingga kelestarian keberadaan dan fungsinya dapat tetap terwujud, dan pada saat dan ruang yang sama, pengguna atau masyarakat pemakai sumber daya tersebut tetap berada dalam kondisi sejahtera danatau tidak dirugikan Nurisyah et al., 2003. Pendugaan nilai daya dukung suatu kawasan ditentukan oleh tiga aspek utama, yaitu 1 kepekaan sumber daya alam site productivity; yang terkait dengan karakteristik biofisiknya meliputi kualitas udara, air, tanah, stabilitas ekosistem, dan erosi tanah, 2 bentuk, cara, dan laju rate penggunaan, serta tingkat apresiasi dari pemakai sumber daya alam dan lingkungan, dan 3 bentuk pengelolaan fisik, non fisik yang bertujuan jelas dan berjangka panjang Rahmadani, 2005. Kemudian sesuai tujuan yang ingin dicapai, beberapa bentuk pendugaan nilai daya dukung dari suatu kawasan adalah sebagai berikut. 1. Daya dukung ekologis menurut Pigram 1983 diacu dalam Nurisyah et al. 2003, dinyatakan sebagai maksimum penggunaan suatu kawasan atau suatu ekosistem, baik berupa jumlah maupun kegiatan yang diakomodasikan di dalamnya, sebelum terjadi suatu penurunan dalam kualitas ekologis suatu kawasan atau ekosistem tersebut, termasuk estetika lingkunganalami yang dimilikinya. Kawasan yang menjadi perhatian utama dalam penilaian daya dukung ekologis ini adalah jenis kawasan atau ekosistem yang rapuh fragile dan yang tidak dapat pulih unrenewable, seperti berbagai ekosistem lahan basah wetlands, antara lain, rawa, payau, danau, laut, pesisir, dan sungai. 2. Daya dukung fisik, merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodasikan dalam kawasan atau areal tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas kawasan tersebut secara fisik. Kawasan yang telah melampaui kondisi daya dukungnya secara fisik, antara lain, dapat dilihat dari tingginya tingkat erosi, pencemaran lingkungan terutama udara dan air sungaipermukaan, banyaknya sampah kota, suhu kota yang meningkat, konflik sosial yang terjadi pada masyarakat karena terbatasnya fasilitas umum, atau pemadatan tanah yang terjadi pada tempat-tempat rekreasi. 3. Daya dukung sosial, merupakan gambaran dari persepsi seseorang dalam menggunakan ruang pada waktu yang bersamaan atau persepsi pemakai kawasan terhadap kehadiran orang lain secara bersama dalam memanfaatkan suatu area tertentu. Konsep ini berkenaan dengan tingkat kenyamanan comfortability dan apresiasi pemakai kawasan karena terjadinya atau pengaruh over-crowding pada suatu tapak. 4. Daya dukung ekonomi, merupakan tingkat skala usaha dalam pemanfaatan suatu sumber daya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum secara berkesinambungan.

III. METODOLOGI

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di kawasan pantai Kota Makassar mencakup tiga kecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Mariso, dan Kecamatan Tamalate yang dimulai dari Pantai Losari hingga Pantai Barombong Gambar 4. Penelitian di lapang dilaksanakan mulai bulan Maret hingga Mei 2008.

3.2. Metode Studi

Penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan penggunaan lahan terbaik di kawasan pantai Kota Makassar berdasarkan manfaat dan biaya yang akan timbul serta kesesuaian lahan ini menggunakan metode survei pengumpulan data dengan cara pengamatan di lapang, wawancara, kuisioner, dan studi literatur. Data yang dikumpulkan meliputi data biofisik, sosial-ekonomi, keindahan, dan kenyamanan. Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penentu kebijakan. Penyebaran kuisioner dilakukan kepada responden terkait dengan aspek sosial- ekonomi, keindahan, dan kenyamanan. Proses penelitian terdiri atas evaluasi dan penyusunan rekomendasi dengan beberapa tahapan.

3.2.1. Inventarisasi

Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data kondisi kawasan pantai pada saat ini. Data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut Tabel 2. a. Aspek biofisik, meliputi data lokasi, iklim, geologi, jenis tanah, topografi, oseanografi, vegetasi, satwa, biota perairan, dan tata guna lahan. b. Aspek sosial-ekonomi, meliputi jumlah, sebaran dan kepadatan penduduk, pendapatan masyarakat, kesejahteraan dan kesehatan masyarakat, pengelolaan masing-masing obyek rekreasi, serta aktivitas dan keinginan pengguna. c. Aspek keindahan, meliputi kealamiahan, tata guna lahan, pemandangan, dan persepsi keindahan masyarakat. d. Aspek kenyamanan, meliputi suhu udara, kelembaban udara, dan penutupan lahan.