ketiga kecamatan di lokasi penelitian, Kecamatan Tamalate memiliki laju pertumbuhan penduduk tertinggi yaitu 2,47 dibanding dua kecamatan lainnya.
Hal ini terkait dengan pemanfaatan lahan dari lahan pertaniantambak menjadi kawasan permukiman. Akan tetapi, dari segi kepadatan penduduk di Kecamatan
Tamalate memiliki tingkat kepadatan penduduk yang rendah 8.173 jiwakm
2
dibandingkan Kecamatan Mariso 29,293 jiwakm
2
dan Kecamatan Ujung Pandang 10.624 jiwakm
2
. Jenis usaha yang dilakukan oleh rumah tangga RT terbagi atas lima jenis
usaha, yaitu sektor perdagangan, konstruksi bangunan, angkutantransportasi, pertanian, dan industri. Menurut Koordinator Statistik Kecamatan Tamalate
2007 jenis usaha di Kecamatan Tamalate adalah perdagangan sebanyak 5.439 RT, konstruksi bangunan sebanyak 3.360 RT, angkutantransportasi sebanyak
3.009 RT, pertanian sebanyak 1.026 RT, dan industri sebanyak 616 RT. Untuk usaha di sektor pertanian terutama perikanan, jumlah rumah tangga perikanan
RTP yang bekerja sebagai nelayan sebanyak 535 RTP, mengusahakan tambak sebanyak 69 RTP, dan perikanan lainnya sebanyak 36 RTP.
Masyarakat nelayan di Kota Makassar mempunyai struktur ekonomi dan budaya nelayan yang unik yaitu adanya struktur punggawa-sawi yang berlaku
umum dalam kegiatan kenelayanan. Umumnya nelayan-nelayan kecil sawi bekerja pada punggawa karena memiliki modal yang cukup untuk melakukan
kegiatan kenelayanan. Artinya, pengadaan kapal dan biaya operasional untuk proses penangkapan ikan disediakan oleh punggawa. Selain itu, punggawa juga
menyediakan dana untuk keperluan-keperluan mendesak bagi keluarga nelayan yang bekerja pada punggawa, seperti uang sekolah, biaya pengobatan, dan
sebagainya. Oleh karena itu, hubungan punggawa-sawi tidak terbatas hubungan ekonomi saja, tetapi juga hubungan emosional atau kekeluargaan DKKP, 2007b.
4.5. Analisis Manfaat Biaya
Kawasan pantai Kota Makassar memiliki beberapa alternatif pengembangan, yaitu sebagai kawasan rekreasi, kawasan konservasi, kawasan
olahraga, kawasan jasaperdagangan dan bisnis, kawasan budaya, kawasan permukiman, dan kawasan pertaniantambak. Menurut Breen dan Rigby 1996
diacu dalam Sairinen dan Kumpulainen 2006 pengembangan suatu kota dengan konsep waterfront city dapat dikelompokkan ke dalam enam penggunaan utama,
yaitu 1 kawasan komersial commercial waterfront, 2 kawasan budaya, pendidikan, dan lingkungan cultural, educational, and environmental
waterfront , 3 kawasan bersejarah historic waterfront, 4 kawasan rekreasi
recreational waterfront, 5 kawasan perkantoran working waterfront, dan 6 kawasan permukiman residential waterfront.
Berdasarkan analisis penentuan bobot setiap alternatif menggunakan metode “eckenrode” diperoleh hasil bobot dari pengembangan kawasan rekreasi memiliki
nilai paling besar 0,274 dibandingkan dengan alternatif pengembangan lainnya, sedangkan pengembangan kawasan pertaniantambak memiliki nilai paling kecil
0,008 dibandingkan dengan alternatif pengembangan lainnya Tabel 14. Hal ini berarti bahwa kawasan pantai Kota Makassar menurut responden memungkinkan
untuk dikembangkan sebagai kawasan rekreasi. Tabel 14. Bobot alternatif pengembangan kawasan pantai Kota Makassar
berdasarkan pendapat responden ahli
Alternatif Pengembangan Bobot
Kawasan rekreasi 0,274
Kawasan konservasi 0,179
Kawasan olahraga 0,175
Kawasan jasaperdagangan dan bisnis 0,171
Kawasan budaya 0,123
Kawasan permukiman 0,071
Kawasan pertaniantambak 0,008
Keterangan: Bobot 0,000-1,000 menunjukkan tingkat kepentingan alternatif pengembangan dari sangat rendah-sangat tinggi
Selanjutnya berdasarkan perhitungan manfaat dan biaya yang akan diperoleh apabila kawasan pantai Kota Makassar dikembangkan, terlihat bahwa
seluruh alternatif pengembangan kawasan menunjukkan nilai manfaat yang lebih besar dibandingkan nilai biaya Gambar 6. Artinya bahwa selisih nilai manfaat
biaya yang diperoleh seluruhnya bernilai positif. Selisih nilai manfaat biaya yang terbesar adalah pengembangan kawasan rekreasi dengan nilai 2,1098, sedangkan
selisih nilai manfaat biaya yang terkecil adalah pengembangan kawasan permukiman dengan nilai 0,0071 Lampiran 15.
Gambar 6. Total nilai manfaat biaya Berdasarkan hasil yang diperoleh, urutan pertama berdasarkan penilaian
responden dan perhitungan selisih manfaat biaya adalah pengembangan kawasan rekreasi. Akan tetapi, urutan kedua dan seterusnya terlihat adanya perbedaan
urutan prioritas Tabel 15. Tabel 15. Prioritas pengembangan berdasarkan penilaian responden dan selisih
manfaat biaya
Alternatif Pengembangan Prioritas Berdasarkan
Penilaian Responden Prioritas Berdasarkan
Selisih Manfaat Biaya Kawasan rekreasi
1 1
Kawasan jasaperdagangan dan bisnis 4
2 Kawasan permukiman
6 7
Kawasan konservasi 2
4 Kawasan pertaniantambak
7 6
Kawasan olahraga 3
5 Kawasan budaya
5 3
Kota Makassar memiliki potensi obyek wisata yang menarik, antara lain, obyek wisata pantai, obyek wisata pulau, dan obyek wisata budaya atau sejarah.
Salah satu obyek wisata pantai dengan pemandangan sunset yang indah adalah Pantai Losari Gambar 7. Pantai Losari sebagai landmark Kota Makassar berada
di pusat kota dan mudah dijangkau oleh masyarakat. Pantai ini banyak dikunjungi oleh masyarakat dari pagi hingga malam hari yang melakukan berbagai aktivitas.
1 2
3 4
5 6
7 8
Ka wa
sa n
r e
k re
a si
Ka w
a sa
n
ja sa
p e
rda ga
n ga
n
da n bi
sn is
K a
w a
sa n buda
y a
Ka wa
sa n
k ons
e rva
si
K a
w a
sa n ol
a h
ra ga
Ka wa
sa n
per tan
ia n
t a
m b
ak Ka
wa sa
n p
e rm
uki m
a n
Total Nilai Manfaat Total Nilai Biaya
Alternatif Pengembangan T
o tal N
ila i
Setelah selesainya pembangunan salah satu anjungan yaitu Anjungan Bahari, pantai tersebut juga sering digunakan untuk kegiatan-kegiatan publik seperti
konser musik, pertemuan organisasi, perlombaan, dan lain-lain.
Gambar 7. Pemandangan sunset di Pantai Losari Foto: Irwan Anwar Said
Obyek lain adalah Pantai Akkarena, Tanjung Merdeka, Tanjung Bayang, dan Pantai Barombong yang terletak di Kecamatan Tamalate. Beberapa fasilitas
penunjang aktivitas rekreasi telah tersedia di lokasi tersebut, seperti wismapenginapan, kafe, dan gazebo. Akan tetapi, yang menjadi kendala adalah
beberapa fasilitas terlihat rusak karena tidak terkelola dengan baik terutama di Pantai Barombong.
Selain obyek wisata pantai, obyek laut dan pulau-pulau kecil yang berada dekat pantai merupakan pendukung pengembangan pantai sebagai kawasan
rekreasi. Sebagian besar pulau memiliki kondisi yang masih asri dengan potensi wisata bahari berupa perairan jernih, hamparan pasir putih, pemandangan bawah
laut terumbu karang dan berbagai jenis ikan karang, beberapa lokasi kapal tenggelam wreck, dan kehidupan nelayan tradisional Burhanuddin et al., 2006.
Kota Makassar memiliki 12 pulau, 1 gusung, dan 26 taka DKKP, 2006. Pulau- pulau yang banyak dikunjungi wisatawan adalah Pulau Kayangan, Pulau
Samalona, Pulau Kodingareng Keke, dan Pulau Lanyukang Gambar 8. Pulau- pulau tersebut dapat dijangkau melalui dermaga penyeberangan, yaitu dermaga
Kayu Bangkoa, dermaga wisata Pulau Kayangan, dan dermaga milik persatuan olahraga perahu motor dan ski air POPSA Makassar.
Potensi untuk mengembangkan pulau-pulau kecil menjadi obyek wisata sebenarnya sangat tinggi. Akan tetapi, tidak adanya program pengelolaan yang
baik menyebabkan kondisi lingkungan sebagai daya tarik wisata seperti terumbu karang di beberapa pulau telah mengalami perubahan. Terumbu karang di sekitar
pulau-pulau yang berdekatan dengan daratan utama telah mengalami degradasi akibat sedimentasi, penangkapan yang tidak ramah lingkungan, dan pencemaran.
Sebagai contoh, terumbu karang di Pulau Kayangan tergolong sudah sangat buruk dengan tingkat penutupan karang hidup kurang dari 10. Demikian pula Pulau
Lae-lae yang merupakan pulau terdekat dari Kota Makassar, kondisi terumbu karang hidup juga relatif rendah dengan penutupan karang hidup hanya 10.
Daerah pesisir pulau didominasi oleh makro alga coklat Sargassum spp. yang menandakan tingginya tingkat eutrofikasi di pulau tersebut DPLHK, 2006.
Tingkat penutupan terumbu karang yang cukup tinggi antara lain terdapat di sebelah selatan Pulau Samalona 45, sebelah barat laut Pulau Barrang Caddi
55, dan sebelah barat Pulau Lumu-lumu 74 DKKP, 2006. Umumnya kondisi karang yang baik ditemukan di pulau-pulau terluar pada posisi bagian
selatan dan barat.
Gambar 8. Pulau-pulau kecil di Kota Makassar a Pulau Kayangan, b Pulau Samalona, c Pulau Kodingareng Keke, dan
d Pulau Lanyukang DKKP, 2007b
a b
c d
Kawasan pantai Kota Makassar sebagai bagian dari kawasan Mamminasata Makassar, Maros, Sungguminasa Gowa, Takalar sesuai dengan Peraturan
Pemerintah RI No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memiliki sektor unggulan pariwisata. Oleh karena itu, pariwisata merupakan
komponen yang paling dominan dan menjadi tumpuan dalam pengembangan Kota Makassar. Akan tetapi, pembangunan pariwisata yang berwawasan lingkungan
harus diutamakan untuk menjamin kelestarian dan keindahan lingkungan. Upaya “menjual” potensi wisata seharusnya diikuti dengan upaya menjaga kelestarian
lingkungan hidup agar potensi daya tarik tidak rusak justru karena kegiatan itu sendiri dan tidak terkalahkan oleh kepentingan ekonomi Vallega, 2001. Untuk
mencapai pembangunan pariwisata yang optimal dan berkelanjutan harus memenuhi empat aspek, yaitu 1 mempertahankan kelestarian dan keindahan
lingkungan, 2 meningkatkan kesejahteraan masyarakat, 3 menjamin kepuasan pengunjung, dan 4 meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan
masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangan Gunn, 1993. Urutan kedua berdasarkan penilaian responden adalah kawasan konservasi
bobot 0,179. Kawasan pantai Kota Makassar memiliki potensi sebagai kawasan konservasi karena memiliki hutan mangrove. Akan tetapi, luas hutan mangrove
semakin berkurang karena sebagian besar telah dikonversi menjadi tambak, permukiman, dan lain-lain. Jumlah penduduk di Kota Makassar yang semakin
meningkat menyebabkan makin mendesaknya tuntutan untuk memperoleh manfaat ekonomi dari kawasan hutan mangrove. Selain itu, meningkatnya proses
pembangunan menyebabkan mangrove di pinggir pantai mendapat tekanan yang semakin berat. Akibatnya manfaat ekonomi kawasan hutan mangrove di Kota
Makassar telah mengalahkan manfaat ekologisnya, padahal sekali ekosistem alami rusak akan sangat sulit untuk memulihkannya kembali seperti sediakala.
Kawasan olahraga berdasarkan penilaian responden berada pada urutan ketiga dengan bobot 0,175. Berdasarkan RTRW Kota Makassar tahun 2006-2016,
kawasan pantai Kota Makassar juga diperuntukkan sebagai kawasan olahraga terpadu yang berlokasi di Kecamatan Tamalate dengan brand Barombong Sport
City Bappeda, 2005. Rencana tersebut dengan cara mereklamasi sepanjang
pesisir Pantai Barombong untuk kegiatan olahraga, wisata, dan bisnis.
Pengembangan pantai Kota Makassar sebagai kawasan olahraga sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lanskap. Jenis olahraga yang dikembangkan juga
sebaiknya tidak terlalu banyak merubah lanskap pantai. Jenis olahraga yang dapat dikembangkan baik olahraga darat dan air, antara lain, jogging, voli pantai,
berenang, ski air, dan selancar angin. Urutan keempat menurut responden adalah kawasan jasabisnis dan
perdagangan bobot 0,171. Di kawasan pantai Kota Makassar juga berkembang kawasan jasabisnis dan perdagangan yang dapat dilihat antara lain, adanya hotel,
restoran, rumah makan, dan pusat perbelanjaan. Data BPS 2007 menunjukkan jumlah hotel di Kecamatan Ujung Pandang sebanyak 40 hotel, di Kecamatan
Mariso sebanyak 2 hotel, dan di Kecamatan Tamalate sebanyak 7 hotel. Adanya pelabuhan laut dan aktivitas pariwisata yang berkembang di kawasan pantai
mendorong perkembangan kawasan bisnis. Berdasarkan RTRW Kota Makassar tahun 2006-2016, kawasan bisnis dan
pariwisata terpadu akan dibangun pada tanah tumbuh dan sekitarnya dengan jalan mereklamasi kawasan sekitar tanah tumbuh dari deposit hasil sedimentasi. Saat ini
pembangunan telah dimulai dan rencananya kawasan bisnis dan pariwisata terpadu dengan brand Tanjung Bunga Waterfront City tersebut akan dibangun
menjadi kawasan wisata termegah dan terbesar di Asia Tenggara yaitu Trans Studio Makassar TSM. Kawasan tersebut rencananya juga akan menyediakan
monorail pertama di Indonesia dan lokasi Family Entertainment Centre FEC
yang menyerupai Disneyland dengan 23 jenis permainan. Pengembangan kawasan bisnis dan pariwisata terpadu di pantai Kota
Makassar perlu mempertimbangkan pengaruh reklamasi terhadap perubahan lanskap di kawasan pantai. Menurut Dharmayanti 2006, reklamasi biasanya
dilakukan dengan mengorbankan ekosistem, habitat atau lahan basah yang sudah ada di wilayah pesisir seperti hutan mangrove, rawa, lahan basah, pantai
berlumpur, dan lain sebagainya yang dianggap “kurang bernilai” dan perlu dikonversi menjadi lahan bentuk lain yang dapat memberikan keuntungan secara
ekonomi. Oleh karena itu, reklamasi sebaiknya direncanakan dan dilaksanakan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan kualitas pantai, bukan justru
sebaliknya terjadi penurunan kualitas perairan atau bahkan menimbulkan konflik sosial dan permasalahan penataan ruang lainnya.
Kawasan budaya berada pada urutan kelima dengan bobot 0,123. Adanya Benteng Somba Opu yang menampilkan rumah-rumah adat Sulawesi Selatan
seperti rumah tongkonan Tana Toraja dan rumah panggung Bugis mendasari pengembangan kawasan budaya. Saat ini kondisi Benteng Somba Opu tidak
terawat dengan beberapa rumah yang rusak, rumput yang tidak terpangkas, dan kurangnya pengunjung. Selain Benteng Somba Opu, situs sejarah peninggalan
Belanda yaitu Benteng Ujung Pandang Fort Rotterdam yang dikelola oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar juga mendukung pengembangan
kawasan budaya. Di dalam benteng tersebut terdapat Museum Lagaligo yang dikelola oleh Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan.
Urutan keenam menurut penilaian responden adalah kawasan permukiman dengan bobot 0,071. Kawasan permukiman yang berkembang di dekat pantai
semula adalah permukiman nelayan. Akan tetapi setelah reklamasi dilakukan, pengembangan kawasan permukiman skala besar dilakukan oleh pihak
pengembang yaitu PT. Gowa Makassar Tourism Development PT. GMTD. Selain itu, untuk mengatasi masalah kawasan kumuh yang berkembang terutama
di Kecamatan Mariso, pemerintah Kota Makassar telah membangun rumah susun sederhana sewa rusunawa dengan jumlah kamar sebanyak 288 unit Gambar 9.
Gambar 9. Rumah susun sederhana sewa
Urutan terakhir berdasarkan penilaian responden adalah kawasan pertaniantambak bobot 0,008. Di kawasan pantai Kota Makassar khususnya
Kecamatan Tamalate terdapat beberapa area yang digunakan sebagai lahan pertanian, sedangkan tambak sudah tidak produktif hanya bekas areal tambak.
Umumnya lahan yang dijadikan tambak adalah bekas rawa-rawa atau konversi hutan mangrove yang merupakan daerah bentuk lahan alluvial marine yang
terbentuk akibat pengendapan alluvial dari laut DKKP, 2007a. Secara ekologis, keberadaan tambak di kawasan pantai Kota Makassar
berfungsi sebagai daerah resapan air terutama pada musim hujan. Akan tetapi, secara ekonomi keberadaan tambak sudah tidak menguntungkan karena kualitas
air yang buruk sehingga produksi sangat kecil. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007, tambak merupakan bagian dari ekosistem pantai yang
menggunakan air laut bercampur dengan air sungai sebagai penggenangnya. Untuk dapat menghasilkan produksi, tambak seharusnya masih dipengaruhi oleh
pasang surut air laut, sedangkan tambak di kawasan pantai Kota Makassar sudah tidak dipengaruhi pasang surut karena antara tambak dengan laut sebagian besar
telah direklamasi. Dengan kondisi tersebut, beralasan jika responden menempatkan kawasan pertaniantambak sebagai urutan terakhir dalam
pengembangan Kota Makassar sebagai waterfront city. Faktor lain yang kemungkinan mempengaruhi penilaian responden adalah
kenyataan bahwa industri tambak atau tambak intensif telah menyebabkan kerusakan lingkungan pantai dan laut di Indonesia. Menurut WALHI 2006, luas
tambak di Indonesia pada tahun 2005 telah mencapai 800.000 ha, dengan rata-rata kenaikan jumlah luasan setiap tahunnya sekitar 14. Industri tambak tersebut
telah mengakibatkan degradasi hutan mangrove yang setiap tahunnya hilang sebesar 2 dari total keseluruhan hutan mangrove yang ada. Usaha tambak
terutama udang juga telah mengakibatkan meluasnya resapan air garam ke wilayah persawahan dan lahan-lahan pertanian lainnya. Selain itu, akibat usaha
tambak terutama udang menyebabkan masyarakat pesisir telah kehilangan kayu, daun obat-obatan, dan sumber daya lainnya.
4.5.1. Alternatif Manfaat Benefit
Berdasarkan analisis urutan prioritas manfaat benefit yang diperoleh jika kawasan pantai Kota Makassar dikembangkan, responden menilai aktivitas
rekreasi sebagai prioritas pertama, sedangkan atraksi budaya sebagai prioritas terakhir. Urutan prioritas manfaat benefit menurut penilaian tertera pada Tabel
16, Lampiran 16, dan Lampiran 17. Tabel 16. Analisis alternatif manfaat benefit pengembangan kawasan pantai
Kota Makassar
Kriteria Alternatif Manfaat Benefit
Krek Kkon Kola
Kjas Kbud Kmuk Ktan Nilai Prioritas
Aktivitas rekreasi
4,5 2,8 3,9 3,0 4,3 2,3 2,1 8,452 1
Perubahan visualestetika
4,3 2,9 3,5 3,6 3,2 2,9 2,3 8,431 2
Peningkatan kualitas
lingkungan 4,1 3,3 3,3 3,3 3,3 3,0 2,5 8,414 3
Pendapatan masyarakat
3,8 2,3 3,5 4,3 3,6 2,4 4,0 8,377 4
Keamanan dan kesejahteraan masyarakat
3,7 3,0 2,9 3,6 2,9 3,3 3,3 8,357 5
Peluang usaha
3,8 2,0 3,8 4,6 2,9 2,4 3,8 8,350 6
Atraksi budaya
3,6 2,2 3,4 2,8 4,6 2,3 2,7 8,278 7
Bobot 0,274 0,179 0,175 0,171 0,123 0,071 0,008 1,000
Keterangan: Krek
: Kawasan rekreasi Ktan : Kawasan pertaniantambak
Kjas : Kawasan jasa dan perdaganganbisnis
Kola : Kawasan olahraga Kmuk : Kawasan permukiman
Kbud : Kawasan budaya Kkon
: Kawasan konservasi
Kawasan pantai Kota Makassar memiliki potensi untuk pengembangan rekreasi. Berbagai aktivitas rekreasi dapat dilakukan oleh wisatawan di kawasan
pantai, seperti menikmati pemandangan sunset, viewing, photo hunting, berenang, voli pantai, dan bermain pasir. Selain itu di kawasan laut dan pulau, wisatawan
juga dapat melakukan aktivitas yang menyenangkan dan menantang seperti menyelam snorkling, diving, mengamati, dan memotret keindahan dan kekayaan
kehidupan bawah air terumbu karang dan berbagai jenis ikan karang. Beberapa kegiatan rutin telah dilaksanakan di kawasan pantai Kota Makassar untuk
mendukung pengembangan pariwisata, antara lain Makassar Regatta, Sandeq Race
, Pesta Bandar Makassar sejak 2003 disebut Festival Losari, lomba jolloroq dan sekoci, dan lomba jet ski. Makassar Regatta adalah perlombaan perahu layar
yacht rally, sedangkan Sandeq Race adalah lomba perahu layar tradisional tipe sandeq
dari Majene ke Makassar. Kapal jolloroq adalah jenis kapal yang digunakan sebagai alat transportasi nelayanmasyarakat dari Makassar ke pulau-
pulau sekitarnya atau antar pulau, sedangkan perahu sekoci adalah kapal motor yang dipersewakan untuk mengangkut wisatawan dari Makassar ke pulau-pulau
sekitarnya Burhanuddin et al., 2006. Perubahan visual estetika berdasarkan penilaian responden ditempatkan
sebagai urutan kedua. Kawasan pantai memiliki keindahan lingkungan sebagai daya tarik wisatawan. Setelah Anjungan Bahari di Pantai Losari dibangun, terjadi
perubahan visual yang meningkatkan nilai estetika. Pantai Losari yang memiliki pemandangan sunset yang indah sering dijadikan lokasi viewing dan photo
hunting bagi masyarakat.
Urutan ketiga alternatif manfaat benefit berdasarkan penilaian responden adalah peningkatan kualitas lingkungan. Apabila kawasan pantai dikembangkan
sebagai waterfront city, menurut responden dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Perencanaan dan pengelolaan yang teratur dan terarah dapat
menghindari kerusakan lingkungan hidup, terhindar dari pencemaran, hutan mangrove menjadi lestari sehingga dapat mengikat sedimen dan memperkecil
erosi atau abrasi pantai, dan terumbu karang tumbuh dengan baik. Urutan keempat alternatif manfaat benefit adalah pendapatan masyarakat,
yang sejalan dengan keamanan dan kesejahteraan masyarakat pada urutan kelima serta peluang usaha pada urutan keenam. Pengembangan kawasan pantai Kota
Makassar sebagai waterfront city dengan pengembangan utama sebagai kawasan wisata harus direncanakan secara menyeluruh, tidak hanya mempertimbangkan
dampak terhadap lingkungan pantai, tetapi juga pengaruhnya terhadap masyarakat lokal. Manfaat yang dapat diperoleh dari pengembangan pariwisata suatu daerah
menurut Nurisyah dan Damayanti 2006, yaitu 1 penciptaan lapangan kerja dan peluang usaha, 2 peningkatan pendapatan daerah dan masyarakat, 3 penciptaan
pasar baru bagi penduduk lokal, 4 peningkatan infrastruktur, fasilitas, dan pelayanan bagi masyarakat, dan 5 peningkatan pengetahuan serta perlindungan
dan pelestarian lingkungan dan budaya. Menurut Suwantoro 2004, pengembangan pariwisata akan memberi
dampak positif bagi kehidupan perekonomian masyarakat, yaitu membuka kesempatan berusaha seperti usaha penyediaan makanan, minuman, dan usaha
transportasi baik tradisional maupun konvensional. Dengan terbukanya
kesempatan usaha tersebut, diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi baik langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan pariwisata, misalnya
pengamanan kawasan, ketertiban dan kebersihan kawasan, penyediaan sarana dan prasarana, termasuk kebutuhan akomodasi homestay. Sebagai contoh,
masyarakat nelayan yang tinggal di pulau-pulau kecil terdekat dan memiliki perahu sering menyewakan perahunya bagi pengunjung yang akan berwisata ke
pulau. Masyarakat yang tinggal di Pantai Tanjung Bayang juga banyak menyediakan shelter dan rumah-rumah sewa bagi pengunjung. Akan tetapi, usaha
ini tidak didukung dengan perencanaan lanskap yang baik. Shelter untuk tempat duduk-duduk dibangun tidak teratur, padat, dan semakin mendekati garis pantai.
Akibatnya kondisi lingkungan menjadi rusak, luas pantai untuk kegiatan rekreasi menjadi berkurang, dan kualitas estetika menurun.
Pengembangan pariwisata juga berpengaruh terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya untuk tumbuh dan berkembang. Menurut DPLHK 2006, kondisi
perekonomian Kota Makassar cukup baik. Indikator yang menunjukkan hal tersebut adalah tingginya PAD yang bersumber dari kegiatan-kegiatan ekonomi
dan interaksi masyarakat dalam bidang perekonomian. Sumber pajak dan retribusi andalan adalah pajak hotel dan restoran, pajak reklame, dan retribusi IMB.
Indokator lain adalah meningkatnya PDRB dari tahun ke tahun, serta meningkatnya pendapatan per kapita masyakarat Kota Makassar.
Manfaat benefit sebagai urutan terakhir berdasarkan penilaian responden adalah atraksi budaya. Menurut Nurisyah dan Damayanti 2006, budaya pesisir
yang tercermin dari bentuk lanskap vernakulernya dan struktur kehidupan masyarakat seperti nelayan, pelaut, dan penguasa daerah, juga dapat dijadikan aset
komplementer dari pengembangan kawasan pantai. Pola perkampungan nelayan tradisional, pertanian lahan pesisir, ragam dan adat kehidupan masyarakat yang
hidup di kawasan tersebut, tempat pelelangan dan pasar ikan, gudang-gudang serta pelabuhan pada era kerajaan dan kolonial, serta banyak legenda, cerita rakyat
atau folklore merupakan atraksi budaya. Kawasan pantai Kota Makassar memiliki perkampungan nelayan Kampung
Lette, tempat pelelangan ikan Rajawali, pelabuhan kapal rakyat Paotere, dan Benteng Ujung Pandang Fort Rotterdam sebagai aset wisata budaya. Selain itu,
adat kehidupan masyarakat terutama orang Bugis-Makassar yang memiliki hubungan erat dengan budaya laut dapat menjadi atraksi budaya yang menarik.
Sebagai contoh, prosesi upacara laut seperti aparuru bundu, angngasong angngaru
, dan appattepu kale merupakan ritual sebelum berangkat bertempur di laut agar selamat kembali dengan membawa kemenangan. Apabila mengalami
cuaca buruk, para pelaut melakukan ritual songkabala di atas kapal agar terhindar dari badai laut. Atraksi lain adalah kisah-kisah heroik, kegigihan, dan keberanian
anak bangsa dalam bertempur dan mengarungi samudera sebagai simbol semangat bahari nusantara. Salah satu kisah heroik di Sulawesi Selatan adalah kisah Sultan
Hasanuddin sebagai seorang pahlawan yang gagah berani bertempur melawan imperialisme Belanda. Sebelum berangkat berlayar, seluruh pasukan laut Sultan
Hasanuddin juga melakukan ritual marewangan yang dimaksudkan untuk memohon berkah kepada penguasa laut agar semangat juang para prajurit tidak
kendur, pantang menyerah, dan memenangkan medan laga Pramono, 2005.
4.5.2. Alternatif Biaya Cost
Berdasarkan analisis urutan prioritas biaya cost yang diperoleh jika kawasan pantai Kota Makassar dikembangkan, responden menilai pemeliharaan
infrastruktur sebagai prioritas pertama, sedangkan perubahan nilai sosial budaya sebagai prioritas terakhir. Urutan prioritas biaya cost menurut penilaian tertera
pada Tabel 17, Lampiran 18, dan Lampiran 19. Tabel 17. Analisis alternatif biaya cost pengembangan kawasan pantai Kota
Makassar
Kriteria Alternatif biaya cost
Krek Kkon Kola
Kjas Kbud Kmuk
Ktan Nilai Prioritas
Pemeliharaan infrastruktur
3,8 2,2 3,8 3,8 3,9 3,6 2,1 8,396 1 Perubahan morfologi pantai
3,7 2,2
3,5 3,3
2,3 3,5
2,9 8,264
2 Perubahan
mata pencaharian 3,6 2,3 3,3 3,6 2,6 2,4 2,3 8,254 3
Pencemaran lingkungan
3,4 2,3 3,0 2,6 2,6 3,3 3,2 8,170 4 Kemacetan
lalu lintas
2,6 2,0 3,3 3,0 2,4 3,2 2,3 8,077 5 Perubahan
nilai sosial-budaya 3,0 2,3 2,7 2,4 2,4 2,5 2,2 8,050 6
Bobot 0,274 0,179 0,175 0,171
0,123 0,071
0,008 1,000
Keterangan: Krek
: Kawasan rekreasi Ktan : Kawasan pertaniantambak
Kjas : Kawasan jasa dan perdaganganbisnis
Kola : Kawasan olahraga Kmuk : Kawasan permukiman
Kbud : Kawasan budaya Kkon
: Kawasan konservasi
Alternatif biaya cost sebagai urutan pertama adalah biaya untuk pemeliharaan infrastruktur. Pengembangan kawasan pantai Kota Makassar
memerlukan biaya pemeliharaan yang sangat besar. Biaya tersebut harus dikeluarkan untuk reklamasi pantai, mulai dari pengerukan sungai dan laut,
penimbunan lahan, perbaikan saluran drainase, pembangunan jalan dan jembatan, dan lain-lain.
Urutan kedua alternatif biaya cost berdasarkan penilaian responden adalah perubahan morfologi pantai. Kawasan pantai senantiasa mengalami perubahan
untuk mencapai keseimbangan pantai akibat pengaruh eksternal dan internal baik alami maupun buatan. Faktor alami yang mempengaruhi antara lain, gelombang,
arus, kecepatan angin, arah angin, debit sungai, kondisi tumbuhan pantai, dan aktivitas tektonik atau vulkanik, sedangkan faktor buatan atau campur tangan
manusia akibat pemanfaatan kawasan pantai misalnya sebagai kawasan perikanan, industri, pelabuhan, pariwisata, pertanian, kehutanan, pertambangan, dan
permukiman. Perubahan garis pantai di sekitar muara Sungai Jeneberang dari tahun 1849 hingga tahun 1993 dapat dilihat pada Lampiran 20. Perubahan ini
telah mengakibatkan pertumbuhan daratan di sekitar kawasan pantai Kota Makassar.
Perubahan mata pencaharian berdasarkan penilaian responden ditempatkan sebagai urutan ketiga. Pengembangan kawasan pantai Kota Makassar dapat
menyebabkan perubahan mata pencaharian masyarakat. Jumlah penduduk Kota Makassar yang mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan adalah 83.616 jiwa
Ihsan, 2003. Apabila kawasan pantai dikembangkan, mata pencaharian penduduk akan berubah menjadi tukang ojek, pedagang kelontongan, menjadi
buruh pelabuhan, buruh pabrik, dan lain-lain. Urutan keempat alternatif biaya cost adalah pencemaran lingkungan.
Kawasan pantai Kota Makassar telah mengalami pencemaran dengan sumber utama pencemaran dari limbah domestik, industri pengolahan, dan kegiatan
pertanian di hulu Sungai Jeneberang. Outlet pembuangan dan kanal-kanal kota yang langsung ke laut menyebabkan tingginya pencemaran. Limbah dari rumah
tangga, hotel, restoran, dan rumah sakit yang berada di kawasan pantai langsung dibuang ke laut tanpa adanya pengolahan. Selain itu, kegiatan industri yang ada di
Kota Makassar diduga ikut mempengaruhi penurunan kualitas perairan. Menurut Monoarfa 2002, limbah industri walaupun telah diproses di IPAL, tetapi
kualitasnya masih jelek nilainya masih di atas ambang batas yang telah ditetapkan saat dibuang ke laut sehingga masih berpengaruh terhadap kualitas
ekosistem perairan. Menurut DPLHK 2006, industri kecil di kecamatan pesisir antara lain, industri tempetahu, meubel kayurotan, konveksi, pandai besi,
kompor, pengolahan ikan, dan industri emasperak. Pencemaran lingkungan juga terkait dengan masalah sampah. Jika tidak
direncanakan dan dikelola secara terarah, sampah yang dihasilkan pengunjung dapat menjadi masalah lingkungan yang dapat mempengaruhi kualitas kawasan
terutama kualitas air, sementara kualitas air merupakan kunci sukses dari pengembangan waterfront city Hata et al., 1991. Pengunjung memasuki
kawasan dengan membawa bekal makanan yang dikemas dalam berbagai bentuk. Menurut Hakim 2004, sumber polutan terbesar yakni bahan pengemas makanan
yang tidak dapat terdegradasi dan beracun, seperti plastik pengemas makanan, botol bekas, botol-botol aluminium, dan bahan-bahan sintetis dari senyawa
organik yang tidak terdegradasi. Bahan-bahan tersebut secara ekologis tidak akan dapat dicerna dan dihancurkan oleh organisme pengurai dan akibatnya limbah
tersebut terakumulasi di lingkungan tanpa dapat diuraikan. Kemacetan lalu lintas berdasarkan penilaian responden ditempatkan sebagai
urutan kelima. Pengembangan kawasan baru dengan berbagai peruntukan seperti pariwisata, pusat bisnis, industri, dan lain-lain akan menambah beban lalu lintas
yang baru. Menurut Bapedalda 2003, kepadatan lalu lintas sebelum revitalisasi pantai dilakukan relatif tinggi terutama di Jalan Penghibur dengan nilai kepadatan
lalu lintas puncak sebesar 509 smpjam dan kepadatan rata-rata 212 smpjam. Kepadatan tersebut mengalami fluktuasi mulai pagi hingga malam hari. Oleh
karena itu, berdasarkan RTRW Kota Makassar tahun 2006-2016, akan dibangun jalan arteri pembatas pada ruang belakang Pantai Losari sekitar kawasan
Makassar Golden Hotel MGH sampai ke depan Benteng Ujung Pandang untuk memecahkan kemacetan akibat bottle neck pada daerah sekitar MGH. Akan
tetapi, yang perlu diperhatikan dalam pembangunan jalan tersebut harus mempertimbangkan nilai-nilai sumber daya, nilai-nilai sosial, dan nilai-nilai
estetika selain pertimbangan teknik. Lintasan jalan raya yang dibangun harus mempunyai manfaat sosial yang maksimum dengan biaya sosial yang minimum
McHarg, 2005. Perubahan nilai sosial-budaya berdasarkan penilaian responden ditempatkan
sebagai prioritas terakhir. Nilai-nilai sosial-budaya masyarakat sebagai nelayan yang dikenal dengan pelaut ulung kemungkinan akan berubah dengan
dibangunnya kawasan bisnis dan pariwisata. Menurut Yanti 2002, nelayan merupakan mata pencaharian tertua di kalangan orang Makassar khususnya yang
berdomisili di kawasan pantai. Kerajaan Gowa sejak dahulu sudah dikenal sebagai kerajaan bahari atau kerajaan maritim dengan sumber dan tumpuan hidupnya
berasal dari laut. Nelayan Makassar mampu menjelajah laut sampai ke perairan bebas untuk mencari jenis ikan yang dikehendaki meskipun hanya menggunakan
perahu sederhana. Jiwa bahari bagi orang Makassar adalah gambaran siri’ sebagai etos watak
kebudayaan Makassar sejak dahulu sampai sekarang. Orang Makassar yang melakukan pelayaran memegang teguh motto “sekali berlayar tetap berlayar”
walau apapun yang terjadi tidak akan kembali ke kampung halaman sebelum sampai ke tujuan Limbugau, 1989 diacu dalam Yanti, 2002. Siri’ merupakan
unsur budaya masyarakat Bugis-Makassar yang memiliki pengertian sebagai malu, harga diri, dan martabat. Oleh karena itu, siri’ merupakan daya pendorong
untuk melenyapkan atau mengusir siapa saja yang menyinggung perasaan mereka dan untuk membangkitkan tenaga dalam bekerja atau berusaha Abdullah, 1985.
Menurut Ahmaddin 2007, untuk menegakkan dan membela siri’ yang dianggap tercemar atau dicemarkan oleh orang lain, masyarakat Bugis-Makassar bersedia
mengorbankan apa saja termasuk jiwanya yang paling berharga demi tegaknya siri’
dalam kehidupan masyarakat. Akan tetapi, saat ini siri’ tidak lagi diartikan sebagai sesuatu yang berharga dan harus dipertahankan. Pada prakteknya, budaya
siri’ telah mengalami pergeseran nilai dan siri’ dijadikan suatu legitimasi dalam
melakukan tindakan-tindakan yang anarkis, kekerasan, dan tidak bertanggung jawab. Seharusnya budaya siri’ sebagai nilai sakral masyarakat Bugis-Makassar
dipertahankan dan diamalkan sesuai koridor adat ade’ dan ajaran agama.
4.6. Evaluasi Kesesuaian Lahan