Evaluasi Lanskap Pantai TINJAUAN PUSTAKA

pengalaman yang menarik harus tetap diperhatikan. Hal yang paling diminati pengunjung adalah kesempatan untuk makan atau duduk santai sambil melihat-lihat. 5. Persepsi publik Sebelum pengembangan dimulai, publik harus diyakinkan bahwa kegiatan ini akan meningkatkan kualitas kawasan sekitarnya dan kegiatan yang sudah terbentuk tidak akan terganggu dengan adanya pengembangan ini. Tujuan ini dapat dicapai dengan menginformasikan kepada masyarakat tentang kegiatan yang akan berlangsung sehingga masyarakat akan mendukung keberhasilan pengembangan kawasan waterfront. 6. Pelestarian lingkungan Pengembangan waterfront harus tetap melestarikan lingkungan, bahkan jika memungkinkan dapat memperbaiki lingkungan yang rusak. Selain itu, pengembangan sedapat mungkin mengurangi dampak lingkungan dan memanfaatkan secara maksimal sumber daya alam yang ada. 7. Teknologi konstruksi Tugas utama dalam bidang konstruksi adalah membuat suatu metode yang dapat menstabilkan garis pertemuan antara darat dan air. 8. Manajemen Manajemen yang baik dan efektif terhadap pemeliharaan kawasan dan peningkatan daya tarik dengan mengadakan kegiatan berkala sangat diperlukan untuk menghidupkan kawasan pantai.

2.3. Evaluasi Lanskap Pantai

Lanskap kawasan pantai sebagai daerah peralihan ecoton merupakan kawasan yang sangat peka dan rapuh. Kerusakan di kawasan pantai terjadi karena lahan tidak dimanfaatkan sesuai dengan kemampuannya mendukung aktivitas di kawasan tersebut. Akibatnya kerusakan tersebut akan berdampak sangat serius terhadap kelangsungan hidup ekosistem di kawasan pantai. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengetahui potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu adalah evaluasi kesesuaian lahan. Menurut Tahir et al. 2002, salah satu upaya untuk membantu pengembangan program pengelolaan sumber daya pesisir yang berkelanjutan adalah kegiatan evaluasi kesesuaian lahan. Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tata guna lahan yang bertujuan menentukan nilai kelas suatu lahan untuk tujuan tertentu. Inti dari evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut Hardjowigeno Widiatmaka, 2007. Evaluasi lahan dapat dibedakan dalam tiga intensitas kerincian sebagai berikut FAO, 1976; 1989; dan 1990. 1. Tingkat tinjau reconnaissance Evaluasi lahan dengan intensitas ini dilakukan dalam skala nasional atau provinsi. Evaluasi lahan dilakukan secara kualitatif dan analisis ekonomi hanya dilakukan dengan sangat umum. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk perencanaan secara nasional, yang dapat menentukan skala prioritas untuk masing-masing daerah. 2. Tingkat semi detil semi-detail Evaluasi lahan dengan intensitas ini dilakukan untuk tujuan-tujuan yang lebih khusus, misalnya studi kelayakan feasibility study untuk suatu proyek. Survei pertanian dan analisis sosial-ekonomi merupakan faktor penting, dan evaluasi lahan sebaiknya dilakukan secara kuantitatif. Hasil evaluasi dapat memberikan keterangan untuk pengambilan keputusan, penelitian proyek, dan perubahan-perubahan yang mungkin diperlukan terhadap proyek yang direncanakan. 3. Tingkat detil detail Evaluasi lahan dilakukan untuk perencanaan yang telah pasti atau setelah kepastian melaksanakan proyek tersebut diputuskan, misalnya untuk pembuatan desain. Menurut FAO 1976, evaluasi lahan mencakup kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan sebagaimana yang terlihat pada Gambar 3. Gambar 3. Skema kegiatan-kegiatan dalam evaluasi lahan FAO, 1976 1. Konsultasi pendahuluan Kegiatan ini merupakan pertukaran pendapat mengenai tujuan survei dan jenis evaluasi yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. 2. Tipe penggunaan lahan, syarat-syarat, dan pembatas Identifikasi dan deskripsi terhadap tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan merupakan bagian penting dalam evaluasi lahan. Ada dua kemungkinan, yaitu a tipe penggunaan lahan telah ditentukan dari awal evaluasi dilakukan dan b tipe penggunaan lahan ditetapkan pada awal evaluasi, tetapi dapat mengalami modifikasi dan penyesuaian. Selanjutnya masing-masing tipe penggunaan lahan mempunyai syarat-syarat dan pembatas tertentu. Faktor pembatas untuk suatu tipe penggunaan lahan diperlakukan sama dengan persyaratan penggunaan lahan. Konsultasi pendahuluan Tipe penggunaan lahan Satuan peta lahan Pembandingan syarat- syarat penggunaan lahan dengan kualitas lahan Syarat-syarat masing-masing penggunaan lahan Kualitas lahan Klasifikasi kesesuaian lahan Penyajian hasil 3. Satuan peta lahan dan kualitas lahan Penentuan batas satuan-satuan peta lahan didasarkan pada karakteristik lahan yang mudah dipetakan seperti kemiringan lahan, bentuk lahan landform, jenis tanah, dan bahan induk tanah. Akan tetapi, kualitas lahan yang besar pengaruhnya terhadap tipe penggunaan lahan yang direncanakan perlu mendapat perhatian. 4. Pembandingan persyaratan penggunaan lahan dengan kualitas lahan Pembandingan dilakukan terhadap persyaratan dari tipe penggunaan lahan dengan kualitas lahannya untuk dapat melakukan perbaikan yang diperlukan. Dengan membandingkan persyaratan penggunaan lahan dengan kualitas lahan yang dimiliki oleh masing-masing satuan peta lahan akan didapatkan kelas kesesuaian lahan dan faktor pembatasnya bagi penggunaan lahan tersebut. 5. Klasifikasi kesesuaian lahan Hasil pembandingan persyaratan dari tipe penggunaan lahan tertentu dengan kualitas lahan suatu satuan peta lahan menghasilkan suatu kelas kesesuaian lahan yang menunjukkan kesesuaian masing-masing satuan peta lahan untuk tipe penggunaan lahan tertentu. Kesesuaian lahan dapat dibagi menjadi empat kelas, yaitu S1 sangat sesuai, S2 cukup sesuai, S3 sesuai marginal, dan N tidak sesuai dengan deskripsi masing-masing pada Tabel 1. Dalam mengambil keputusan untuk klasifikasi kesesuaian lahan menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007, dapat digunakan berbagai cara seperti metode penghambat maksimum, metode parametrik dengan pemberian angka nilai untuk masing-masing faktor, kemudian dijumlahkan atau dikalikan dan sebagainya. Dengan metode yang berbeda tersebut sudah pasti akan menghasilkan kelas yang berbeda-beda pula. 6. Penyajian hasil Hasil evaluasi lahan disajikan dalam bentuk peta dan laporan. Peta kesesuaian lahan dengan penjelasan penting dalam legenda merupakan penyajian yang paling efektif dari hasil evaluasi, sedangkan keterangan yang lebih detil disajikan dalam laporan. Tabel 1. Kelas kesesuaian lahan dan deskripsi Kelas Kesesuaian Lahan Deskripsi S1 Sangat Sesuai Highly Suitable Lahan tidak mempunyai pembatas yang serius untuk penerapan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukan tingkatan perlakuan yang diberikan S2 Cukup Sesuai Moderately Suitable Lahan mempunyai pembatas yang cukup serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus ditetapkan atau hanya mempunyai pembatas yang hanya meningkatkan masukantingkatan perlakuan yang diperlukan S3 Sesuai Marginal Marginally Suitable Lahan mempunyai pembatas dengan tingkat sangat berat, tetapi masih memungkinkan diatasidiperbaiki; lahan masih dapat ditingkatkan menjadi sesuai jika dilakukan perbaikan dengan tingkat introduksi teknologi yang lebih tinggi atau dapat dilakukan dengan perlakuan tambahan dengan biaya rasional N Tidak Sesuai Not Suitable Lahan sama sekali tidak dapat digunakan karena memiliki pembatas yang permanen sehingga tidak mungkin digunakan terhadap suatu penggunaan yang lestari Sumber: FAO 1976

2.4. Pengembangan Kawasan Pantai dan Pesisir