Deskripsi Penyu Belimbing .1 Klasifikasi

1. Keaktifan dan peran masyarakat lokal di kawasan konservasi, 2. Perlindungan dan kontrol di daerah zona inti dengan pembangunan lampu suar, pemasangan pelampung serta peningkatan pengawasan dan penegakan hukum, 3. Pengelolaan yang berpusat pada satu instansi dimana pemberian wewenang kepada satu pengelola dengan mengakomodir semua kepentingan, 4. Peningkatan pendidikan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kawasan konservasi, 5. Pengembangan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir, 6. Pengembangan program penelitian dan monitoring serta sistem informasi bagi pengelolaan kawasan konservasi. Mengacu pada enam program strategis tersebut dalam rangka pengelolaan kawasan konservasi, re-evaluasi atau kondisi kawasan konservasi harus dilakukan dengan pertimbangkan 1 tujuan, alasan pengelolaan dan arah pengembangan kawasan konservasi dimasa mendatang; 2 identifikasi sistem penunjang dan kelengkapannya; 3 prosedur berdasarkan identifikasi kemungkinan penambahan kawasan untuk memenuhi tujuan nasional; 4 rencana aksi untuk mencapai tujuan pengelolaan keanekaragaman hayati laut. Pengembangan program konservasi membutuhkan pola inovatif, dimana pola tersebut merupakan cara pemanfaatan yang mempertimbangkan aspek keberlanjutan untuk kemanjuan pengembangan jangka pendek maupun jangka panjang. Mengubah kawasan konservasi dengan alasan desakan kebutuhan ekonomi harus dicegah karena kawasan konservasi menjamin kelestarian plasma nutfa bagi kepentingan generasi kedepan Dahuri 2000. 2.4 Deskripsi Penyu Belimbing 2.4.1 Klasifikasi Penyu belimbing adalah satu dari tujuh spesies penyu laut yang masih hidup di dunia seperti pada Gambar 3. Penyu ini merupakan mono spesies yang disebut leatherback turtle atau dengan nama lokal penyu raksasa, penyu kantong, penyu kantong gelising, tabob dan mabo. Penyu belimbing bersifat karnivora dengan makanan utama adalah ubur ubur atau invertebrata berbadan lunak. Penyu belimbing terdistribusi hampir diseluruh perairan dunia seperti yang ditunjukkan Gambar 3, memiliki laju migrasi yang luas, areal makan dan kawin yang jauh dan berbeda dari areal peneluran. Secara biologi penyu belimbing termasuk dalam famili dermochelidae dan hanya terdapat satu jenis spesies dari famili ini. Berikut ini sistimatika penamaan dari penyu belimbing menurut Pritchart 1761 : Filum : Vertebrata Kelas : Reptilia Sub Kelas : Anapsida Ordo : Testudinata Sub Ordo : Thecophoriidae Famili : Dermochelidae Genus : Dermochelys Spesies : Dermocheys coriacea

2.4.2 Karakteristik

Morfologi penyu belimbing dijelaskan oleh Pritchart 1761 yaitu bentuk kepala besar, bulat, tanpa adanya sisik seperti halnya penyu yang lain. Karapas penyu belimbing adalah sisik yang ditutup oleh lapisan kulit yang kasar dan berkaret serta tidak menjadi satu dengan tulang belakang atau tulang rusuk. Pada bagian karapas juga ditemukan sejumlah kepingan-kepingan kecil berbentuk segi banyak dan bentuk deretan iga atau alur memanjang longitudinal ridge sebanyak 7 buah sedangkan pada karapas plastron sebanyak 5 buah alur Pritchard 1971. Warna karapas penyu belimbing dewasa kehitam hitaman atau coklat tua. Pada bagian atas karapas terdapat bercak putih dan bercak hitam pada bagian Gambar 3. Jenis penyu belimbing dan distribusi genetiknya di perairan tropis dan sub tropis Dutton et al. 2006 bawah. Bentuk morfologi penyu jantan dan betina hampir sama, kecuali bentuk ekor pada penyu jantan lebih besar dan lebih panjang, serta pada plastron terdapat sedikit cekungan kedalam. Berat tubuh mencapai 1.0 ton dengan panjang tubuh 215 cm Pritchard 1971.

2.4.3 Siklus Hidup

Sejak ditetaskan tukik penyu juvenile mulai melakukan perjalanan di laut hingga sepanjang umurnya ± 50 tahun. Setelah dewasa, penyu selalu berada di perairan laut benthic feeding zone hingga bertemu pasangannya dan kawin. Setelah tiba saatnya bertelur, penyu betina akan mendarat di pantai untuk membuat sarang dan bertelur. Dalam interval waktu ± 6 bulan, penyu betina akan bertelur kembali di pantai yang sama dengan frekuensi peneluran 4 - 5 kali per musim. Selanjutnya penyu akan kembali ke laut hingga musim kawin tiba. Periode ini diketahui periode pertumbuhan penyu hingga dewasa pada masa pengembaraan ini sebagai „waktu yang hilang‟ Carr 1980 in Ackerman 1997. Siklus hidup penyu ini divisualisasilan seperti pada Gambar 4. Pertumbuhan anak penyu atau tukik menuju usia dewasa memiliki survival rate yang rendah. Menurut Ehrenfeld 1974 in Ackerman 1997 hanya 1 dari 99 tukik penyu yang mampu bertahan hidup hingga usia dewasa. Selama siklus hidup penyu memerlukan ketahanan hidup yang tinggi terhadap pemangsaan predator, keterbatasan makanan, serangan hama penyakit serta polusi air laut, perubahan lingkungan serta dieksploitasi manusia. Siklus hidup penyu belimbing memiliki kesamaan dengan jenis penyu laut lainnya, yakni: pertumbuhan yang lambat untuk sampai usia kedewasaan dan mampu mencapai umur yang panjang. Waktu yang diperlukan untuk satu generasi dapat diukur dari usia kedewasaan ditambah setengah kali umur produktif Pianka 1974 in Ackerman 1997. 2.5 Perilaku Penyu 2.5.1 Perilaku Peneluran