dari sungai Wembrak dan sungai Warmamedi dengan debit yang rendah pada musim kemarau dan tinggi pada musim hujan.
Pantai Wermon memiliki topografi yang lebih landai yaitu 14 dengan jarak pantai kearah laut pada surut terendah ±100 m dan jarak perairan kedaratan
20 m Gambar 18. Masukan air tawar ke perairan berasal dari sungai Wermon yang mengalir sepanjang tahun dan memiliki debit air yang besar. Perairan kepala
burung cenderung dalam dengan kisaran 2000 - 4000 m jika dilihat dari batimetri Gambar 19. Kondisi ini menyebabkan kedua pantai ini sangat rentan terhadap
pengaruh fisik oseanografi yang mempengaruhi topografi pantai yang selalui berubah ubah sepanjang tahun
Gambar 19. Batimetri pesisir utara Kepala Burung menunjukkan kisaran kedalaman 1000 m sampai 9500 m.
Gambar 18. Bentang alam pantai Wermon
5.1.2 Arah dan Kecepatan Angin
Nontji 1986 menyatakan angin sangat menentukan terjadinya gelombang dan arus permukaan. Pola angin yang sangat berperan di Indonesia adalah angin
musim monsun. Perairan utara kepala burung Papua sangat dipengaruhi angin monsun baik barat maupun timur. Angin monsun timur Juni-Juli-Agustus 2010
angin berhembus dari arah timur laut menuju keselatan dengan kekuatan melemah dengan rata rata adalah 6.6mdetik BMG Sorong 2012. Monsun barat
Desember-Januari-Februari 20112012 berhembus ketika musim panas di Belahan Bumi Utara BBU atau asia summer season yang ditandai dengan
musim peneluran di Wermon. Angin berhembus dari selatan akan mengarah ke timur dengan kekuatan 6.6 mdetik BMG Sorong 2012.
5.2 Penilaian Non Detrimental Finding Penyu Belimbing
5.2.1 Biologi, Distribusi, Migrasi dan Karakteristik
Penyu belimbing adalah salah satu dari tujuh jenis penyu yang ada di dunia dan saat ini mengalami penurunan populasi akibat tingginya angka kematian
induk dewasa maupun tukik dan telur yang gagal menetas. Taksonomi dari penyu belimbing adalah
Klass : Reptilia
Ordo : Testudines
Family : Dermochelidae
Spesies : Dermochelys coriacea Vrandelli 1761
Penyu belimbing merupakan monospesies dari genus dermochelidae yang terdistribusi pada daerah tropis maupun sub tropis Bahler et al. 1996. Studi lain
menyatakan bahwa genetik dari populasi peneluran Penyu Belimbing menyebar dalam skala global Dutton et al. 1999, 2002. Penyu belimbing yang melakukan
peneluran di Pantai Jamursba Medi dan Wermon dan beberapa pantai di Indonesia termasuk dalam populasi di Pasifik Barat termasuk populasi PNG dan Kepulauan
Salomon. Penyu belimbing yang bertelur di Indonesia memiliki bentuk morfologi yang sama dengan populasi di lokasi lainnya. Perbedaan hanya terdapat pada
bagian ekor dimana penyu jantan memiliki ekor yang relatif lebih besar dan panjang dibandingkan induk betina Pritchard 1971. Berat rata rata penyu
belimbing adalah 300 - 600 kg bahkan ada yang bisa mencapai 1 ton, dengan panjang karapas berkisar antara 160 - 180 cm.
5.2.2 Ekologi dan Reproduksi
Penyu tergolong kedalam kelompok reptil, dan secara fisiologis memiliki ketergantungan terhadap faktor lingkungan. Ketergantungan terhadap lingkungan
mempengaruhi semua fase hidup dari penyu mulai dari fase perkawinan, peneluran, sukses penetasan telur sampai fase pertumbuhan Ackerman 1997.
Faktor lingkungan yang memiliki keterkaitan nyata adalah suhu sebagai penentu seksualitas dari tukik Mrosovsky 1996 in Ackerman 1997. Penyu belimbing
memiliki masa hidup panjang dan melalui beberapa fase atau siklus hidup yang sulit. Penyu yang berumur muda sekitar 20 - 50 tahun akan mengawali dengan
proses pemijahan kemudian melakukan fase migrasi untuk prose perkawinan dengan penyu jantan. Setelah kawin, penyu akan kembali ke daerah peneluran dan
kawin dengan waktu yang dibutuhkan adalah 2 tahun. Penyu belimbing memiliki laju reproduksi tinggi ditunjukan dengan
jumlah telur yang dihasilkan oleh satu induk penyu betina selama musim peneluran Tabel 19. Estimasi dalam satu musim peneluran induk bisa memiliki
periode bertelur 3 - 4 kali, maka rata rata telur yang dihasilkan oleh satu induk dalam 1 musim peneluran rata-rata berkisar antara 231
– 360 butir. Kondisi ini berbanding terbalik dengan persentasi penetasan dan jumlah tukik yang berhasil
hidup hingga mencapai dewasa. Sebagaimana diketahui bahwa penyu belimbing memiliki laju rekruitmen yang rendah meskipun laju reproduksinya tinggi. Hal ini
tentunya berdampak terhadap jumlah populasi muda yang dihasilkan. Secara ekologis penyu memiliki karakteristik habitat sebagaimana ditampilkan pada
Tabel 19. Tabel 19. Karakteristik habitat peneluran penyu belimbing
Rata-rata Stdv kisaran
Produksi Telur Ekologi Habitat Peneluran
Tipe Habitat
Suhu Pasir
C Potensial
Air Kpad
Tekstur pasir m
Rata-rata Kedalaman
sarang cm 77.04±16.79
41-116 Pasir
25-34 -
Partikel halus 500 m-
500 m 85.17 cm