26
f. Rumah Potong Hewan RPH
Rumah Potong Hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan disain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan selain unggas bagi
konsumsi masyarakat luas Manual Kesmavet, 1993. Saat ini, jumlah RPH di Indonesia cukup banyak. Menurut Data Kesmavet 2010 ada 894 unit RPH sapi dan 40 unit
rumah potong unggas RPU skala besar. Berdasarkan data LPPOM MUI menyebutkan bahwa kurang lebih dari 900 RPH
yang ada di Indonesia baru 115 RPH, atau sekitar 11 saja yang baru mendapatkan sertifikat halal. Ternyata masih banyak pula RPH milik pemerintah belum bersertfikat
halal Anonim 2011. Hal ini didukung pula berdasarkan hasil wawancara dengan pihak RPH yang menyebutkan bahwa kurangnya informasi mengenai prosedur sertifikasi
halal untuk RPH. Oleh karena itu diperlukan kerja sama yang baik antara pihak LPPOM MUI dengan dinas terkait untuk memberikan edukasi dan informasi kepada RPH.
3. Audit Sertifikasi Halal
Setelah perusahaan mengisi formulir pendaftaran dan melengkapai lampiran- lampirannya, maka langkah selanjutnya adalah penilaian Sistem Jaminan Halal. Pihak
LPPOM MUI akan melakukan penilaian dalam bentuk kecukupan Manual SJH on desk appraisal dan audit implementasi SJH. Penilaian kecukupan Manual SJH dilakukan
pihak LPPOM MUI dengan cara memeriksa kecukupan dan kesesuaian Manual SJH berdasarkan komponen-komponen seperti pada Tabel 2.
Hasil penilaian Manual SJH akan ditentukan oleh auditor dan diperiksa ulang oleh manajemen LPPOM MUI. Kemudian, ringkasan penilaian akan diinformasikan kepada
perusahaan dalam bentuk audit memorandum. Apabila hasil penilaian Manual SJH belum mencukupi, maka perusahaan harus melakukan revisi sesuai dengan yang ditentukan
LPPOM MUI. Sementara itu, apabila hasil penilaian Manual SJH sudah sesuai dan mencukupi ketentuan yang berlaku, maka perusahaan siap dilakukan audit sertifikasi
sekaligus audit implementasi oleh pihak LPPOM MUI. Pihak LPPOM MUI akan melakukan audit halal ke perusahaan, apabila
perusahaan telah melengkapi beberapa persyaratan seperti : a Telah melengkapi semua dokumen halal untuk seluruh bahan yang digunakan
b Manual SJH Perusahaan telah memenuhi standar kecukupan c Telah menerapkan SJH sedikitnya selama enam bulan
d Telah melakukan audit internal SJH e Telah menandatangani Akad Sertifikasi dan melunasi biaya yang telah
disepakati. Audit sertifikasi halal merupakan suatu proses pemeriksaan independen,
sistematis, dan fungsional terhadap produk yang dilakukan oleh tim Auditor LPPOM MUI. Pemerikasaan secara umum meliputi : 1 bahan baku raw material, 2 proses
dan kendali halal halal control, dan 3 administrasi yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan persoalan kehalalan. Pengambilan sampel terkadang
dilakukan untuk pengujian laboratorium. Audit halal akan dilakukan apabila proses produksi sedang berlangsung di
perusahaan. Jika perusahaan belum dapat melakukan proses produksi pada saat audit dilakukan, maka audit akan dilakukan pada skala laboratorium. Jika proses produksi
27
sudah berjalan, maka akan dilakukan audit ulang untuk melihat kesesuaian proses skala produksi dengan skala laboratorium yang sudah pernah diaudit sebelumnya.
Audit halal dilaksanakan di semua fasilitas berkaitan dengan produk yang disertifikasi. Audit di RPH dilakukan diseluruh fasilitas pemotongan. Bagi industri
pengolahan, audit dilakukan di pabrik, tempat penyimpanan bahan, atau pun tempat maklon. Audit untuk restoran dilakukan di kantor pusat, gudang distribusi, dan seluruh
gerai. Tim Auditor LPPOM MUI pun secara bersamaan melakukan audit implementasi
Sistem Jaminan Halal di perusahaan berdasarkan Manual Sistem Jaminan Halal yang telah disusun sebelumnya oleh perusahaan. Auditor akan mewawancara semua karyawan
yang terkait, mengumpulkan bukti-bukti dokumen implementasi sistem, dan memverifikasi pelaksanaan Sistem Jaminan Halal. Hasil evaluasi dan penilaian Sistem
Jaminan Halal akan ditentukan dalam Rapat Auditor. Setelah melewati serangkaian audit, maka hasil audit dan analisa laboratorium
akan didiskusikan dalam rapat auditor dan tenaga ahli. Selain itu, LPPOM MUI akan memberikan hasil penilaian atas kinerja pelaksanaan Sistem Jaminan Halal di perusahaan.
Kategorisasi penilaian status Sistem Jaminan Halal adalah sebagai berikut: a Baik A, jika pencapaian telah mencapai 90 - 100
b Cukup B, jika pencapaian baru mencapai 80 - 90 c Kurang C, jika pencapaian baru mencapai 70 - 80
d Tolak D, jika pencapaian berada di bawah 70 Kemudian, hasilnya dituangkan dalam bentuk Laporan Audit Sertifikasi. Laporan
ini kemudian disampaikan dan dipertanggungjawabkan oleh Direktur LPPOM MUI dalam Rapat Komisi Fatwa MUI Pusat. Pada rapat komisi fatwa ini, diputuskan kehalalan
produk yang periksa. Jika disetujui untuk mendapatkan Sertifikat Halal, maka MUI akan mengeluarkan Sertifikat Halal. Selain itu, perusahaan hanya akan mendapatkan sertifikat
halal, jika status implementasi SJH bernilai minimum “B” LPPOM MUI 2010b. Namun apabila dalam Laporan Audit Sertifikasi ditemukan bahan baku, alur
proses, atau kendali mutu yang dapat mengubah status kehalalan produk, maka LPPOM MUI akan memberitahukan perusahaan melalui audit memorandum. Pihak LPPOM MUI
akan meminta perusahaan untuk melakukan tindakan koreksi. Tindakan koreksi yang dilakukan berupa perbaikan, perubahan bahan baku, proses maupun kendali halal. Setelah
perusahaan melakukan tindakan koreksi tersebut, LPPOM MUI akan melakukan evaluasi ulang dengan memasukkan tindakan koreksi ini dalam Laporan Audit Sertifikasi.
Selanjutnya, laporan ini kembali diajukan dalam Komisi Fatwa MUI untuk diputuskan status kehalalannya.
Proses audit sertifikasi ini tidak dipungkiri terdapat beberapa permasalahan dan kendala yang dialami oleh perusahaan. Berdasarkan hasil data kuesioner, ditemukan
beberapa kendala selama proses audit sertifikasi. Secara umum kendala-kendala yang dialami oleh perusahaan selama audit sertifikasi diantaranya :
a Terdapat perbedaan pandangan, kompetensi, dan profesionalisme pada auditor b Kurangnya tenaga auditor, terutama untuk mengaudit restoran atau katering
c Penentuan nama auditor yang akan melakukan audit terkadang mendadak dan masih belum pasti
d Pemberitahuan fatwa MUI terkadang mendadak sehingga waktu untuk persiapan sampel sangat singkat
28
e Nilai status SJH belum dapat diketahui lebih awal f Penetapan jadwal audit untuk pabrik di luar negeri
g Implementasi SJH untuk pabrik di luar negeri, contohnya di China, tidak memiliki karyawan muslim sehingga perlu effort yang besar untuk
implementasi SJH. Permasalahan-permasalahan tersebut sebaiknya harus segera diatasi. Hal ini jika
dibiarkan terus-menerus akan menghambat proses audit sertifikasi selanjutnya. Pihak LPPOM MUI dan perusahaan harus dapat berinteraktif dengan baik selama proses audit.
4. Penerbitan Sertifikat Halal