31 dalam minyak sawit maupun stearin. Kedua bahan tersebut dapat dengan mudah bercampur
sehingga proses pemanasan pada proses blending hanya membutuhkan waktu yang singkat. Kemiripan komposisi kedua jenis bahan ini yang kemungkinan menyebabkan nilai SFC
pada formulasi oil blend POPS yang dihasilkan memiliki keteraturan.
b. Oil blend minyak kelapa CNO dengan minyak sawit PO
Minyak kelapa memiliki karakter yang berbeda dari minyak sawit dan jenis minyak pada umumnya yaitu titik cair yang cenderung tajam 24.4-25.6⁰C. Titik cair yang rendah
menyebabkan minyak sawit akan berwujud cair pada suhu ruang dengan warna yang bening dan jernih. Minyak kelapa memiliki kurva SFC yang berbeda dengan minyak sawit. Kurva
SFC minyak sawit cenderung landai sedangkan minyak kelapa memiliki kurva SFC yang tajam slope tinggi seperti yang diperlihatkan pada Gambar. Minyak kelapa pada suhu
10⁰C, 20⁰C, 30⁰C dan 40⁰C menghasilkan nilai SFC senilai 80.18, 33.29, 0 dan - 0.09 secara berurutan. Hal ini diakibatkan karena minyak kelapa memiliki kandungan
asam lemak dengan bobot molekular ringan yang tinggi high content of low-molecular- weight fatty acid
dibandingkan dengan panjang rantai penyusunnya Lawson, 2005. Kandungan asam laurat dan rantai asam lemak rantai pendek yang cukup tinggi
mengakibatkan minyak kelapa memiliki titik leleh yang rendah dengan kurva solid fat content
yang curam. Karakter SFC yang curam dengan titik leleh yang tajam di bawah suhu tubuh tersebut yang kemudian berkontribusi menghasilkan sensasi dingin cooling effect di
mulut dan karakter yang baik dalam mulut O’Brien, 2004. Titik leleh yang tajam membuat
minyak kelapa cocok digunakan untuk produk permenmanisan confectionary dan cookie fillings
. Minyak kelapa memiliki titik cair yang jauh lebih rendah daripada minyak sawit
sehingga diharapkan minyak kelapa akan menurunkan kurva SFC yang dihasilkan hanya oleh PO. Namun pada pengamatan didapatkan bahwa formulasi oil blend POCNO seperti
yang terlihat dari grafik yang tersaji pada Gambar 7 tidak menunjukkan keteraturan kurva SFC seperti yang dihasilkan pada formulasi oil blend POPS. Bentuk kurva SFC PO dan
CNO yang sangat berbeda mengakibatkan kurva SFC oil blend POCNO memiliki bentuk kombinasi antara keduanya. Kurva SFC yang dihasilkan oleh oil blend POCNO=4060
hingga POCNO=1090 cenderung mengikuti bentuk kurva CNO sebagai minyak penyusunnya. Sementara oil blend POCNO=9010 hingga POCNO=5050 cenderung
menghasilkan kurva SFC dengan bentuk landai seperti kurva PO. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat keteraturan nilai SFC oil blend POCNO pada suhu diantara
±26⁰C hingga suhu 40⁰C dimana kurva SFC yang dihasilkan berada diantara kurva SFC minyak sawit PO dan minyak kelapa CNO.
Kurva SFC oil blend POCNO terhadap fraksi POCNO yang digunakan pada masing-masing suhu observasi ditampilkan pada Gambar 8. Kurva tersebut selain
menampilkan hasil kurva SFC oil blend POCNO hasil percobaan E juga menampilkan kurva SFC secara teoritis T. Minyak kelapa dalam oil blend dengan minyak sawit
menghasilkan nilai SFC yang bervariasi. Kurva SFC oil blend POCNO yang menunjukkan adanya linieritas dan hubungan antara proporsi POCNO dengan nilai SFC yang dihasilkan
hanya teramati pada suhu observasi 10⁰C R
2
=0.924 dengan korelasi positif dan 30⁰C R
2
=0.972 dengan korelasi negatif. Nilai titik cair CNO yang lebih rendah dari PO diharapkan menurunkan nilai SFC PO namun pada suhu 10⁰C peningkatan proporsi CNO
32 justru meningkatkan nilai SFC oil blend. Hal ini dipengaruhi oleh sifat minyak kelapa
dengan kurva SFC yang curam. Pada suhu 10⁰C CNO cenderung mengkristal lebih cepat dibandingkan PO dan menghasilkan padatan yang lebih banyak dengan wujud fisik yang
lebih keras.
-20 20
40 60
80 100
5 10
15 20
25 30
35 40
45
Karakter SFC berbagai kombinasi oil blend minyak sawit PO
dan minyak kelapa CNO
POCNO=1000 POCNO=9010
POCNO=8020 POCNO=7030
POCNO=6040 POCNO=5050
POCNO=4060 POCNO=3070
POCNO=2080 POCNO=1090
POCNO=0100 Sol
id Fa
t C ont
ent
Suhu °C
Gambar 7. Karakter SFC berbagai kombinasi oil blend minyak sawit PO dengan minyak kelapa CNO
Karakter kurva SFC CNO dalam oil blend dengan PO pada suhu 20⁰C dan 40⁰C memiliki bentuk kurva yang tidak linier dan tidak memiliki pola keteraturan sehingga tidak
dapat diprediksikan. Titik leleh CNO adalah sekitar 24-26⁰C Canapi dkk, 2005 sehingga pada analisa dengan water bath 40⁰C secara fisik CNO telah menjadi cairan seluruhnya. Hal
tersebut menyebabkan beberapa hasil nilai SFC oil blend POCNO yang terbaca oleh NMR pada suhu observasi 40⁰C bernilai negatif kecuali pada oil blend POCNO=9010 dan
POCNO=8020 yang tetap bernilai positif dikarenakan proporsi CNO yang masih cukup rendah dan tidak cukup memberi pengaruh tersebut.
Nilai SFC untuk oil blend antara PO dan CNO juga diprediksi dengan pendekatan secara matematis untuk seluruh formulasi pada masing-masing suhu observasi. Selisih nilai
SFC rata-rata yang dihasilkan antara hasil teoritis dengan percobaan paling rendah teramati pada suhu observasi 30⁰C yaitu 1.4. Namun secara keseluruhan, hasil perhitungan statistik
paired T-test antara kurva SFC hasil percobaan dengan kurva SFC secara teoritis
menunjukkan bahwa kedua kurva tersebut berbeda nyata pada taraf signifikansi α=0.05.
33
-20 20
40 60
80
8020 6040
4060 2080
Kurva SFC oil blend POCNO experiment dan teoritical
pada berbagai suhu observasi
T10.E T20.E
T30.E T40.E
T10.T T20.T
T30.T T40.T
SFC
Fraksi POCNO
Gambar 8. Kurva SFC hasil eksperimen E dan secara teoritis T untuk oil blend antara minyak sawit PO dan minyak kelapa CNO pada suhu observasi
10ºC T10, 20 ºC T20, 30 ºC T30, dan 40 ºC T40 Pada suhu observasi 20⁰C terjadi penyimpangan kurva SFC yang cukup jauh
terhadap nilai teoritis 12.08SFC dan menunjukkan adanya perbedaan dengan hasil. Kurva SFC yang dihasilkan juga tidak menunjukkan linieritas. Kondisi ini menunjukkan adanya
interaksi antara PO dan CNO sebagai minyak penyusunnya. Interaksi yang dihasilkan pada kasus ini disebut dengan interaksi eutectic dan merupakan indikator compatibility
minyaklemak. Sepeti yang dilaporkan oleh Noor Lida, dkk 2002, interaksi ini juga terjadi pada oil blend PO dengan palm kernel oil PKO dan umumnya terjadi pada minyaklemak
yang tidak cocok dengan perbedaan volume molekular maupun polimorfnya. PKO sendiri merupakan salah satu jenis minyak asam laurat seperti CNO. Efek eutactic juga dapat terjadi
akibat komponen yang satu memiliki SMP yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan komposisi lainnya, yaitu minyak kelapa terhadap minyak sawit. Pada kondisi pembuatan
margarin atau shortening, interaksi eutectic dapat menguntungkan.
c. Oil blend minyak sawit PO, stearin PS, dan minyak kelapa CNO