3. Penentuan Umur Simpan
Menurut Syarief et al 1989, secara garis besar umur simpan dapat
ditentukan dengan menggunakan metode konvensional Extended Storage
Studies, ESS dan metode akselerasi kondisi penyimpanan Accelerated Storage Studies, ASS atau Accelerated Storage Shelf Life . Umur simpan produk pangan
dapat diduga kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep tersebut Floros 1993.
Penentuan umur simpan dengan metode konvensional atau ESS adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan cara menyimpan satu seri produk pada
kondisi lingkungan sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat,
namun pada awal penentuan dan penggunaan metode ini dianggap memerlukan waktu yang panjang dan anĂ¡lisis parameter mutu yang relatif banyak. Dewasa ini
metode ini sering digunakan untuk produk yang mempunyai masa kadaluarsa kurang dari tiga bulan. Metode ESS ini dapat juga diterapkan pada produk yang
mempunyai waktu kadaluarsa lebih dari tiga bulan, tetapi akan lebih baik jika digunakan bersamaan dengan metode ASS dengan bantuan
Weibull Hazard Analysis, dengan demikian akan dapat menyingkat waktu penentuan kadaluarsa.
Metode ini biasanya juga digunakan untuk mengukur produk yang telah siap edar atau produk yang masih dalam tahap penelitian Arpah 2001.
Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses
penurunan mutu produk pangan deteriorasi. Keuntungan dari metode ini adalah waktu pengujian yang relatif singkat 3-4 bulan, serta ketepatan dan akurasinya
tinggi, tetapi relatif mahal. Metode ini dapat dilakukan dengan mengontrol semua lingkungan produk dan mengamati parameter perubahan yang berlangsung.
Kesempurnaan model ini secara teoritis ditentukan oleh kedekatan hasil yang diperoleh dengan nilai ESS. Hasil yang bervariasi dapat terjadi akibat
ketidaksempurnaan model dalam mendeskripsikan sistem, yang terdiri atas produk, bahan, pengemas, dan lingkungan Arpah 2001.
Pengemasan
Biskuit merupakan produk yang mudah menyerap air dan oksigen, oleh sebab itu bahan pengemasnya harus memenuhi beberapa syarat antara lain
kedap air, kedap oksigen, kedap terhadap komponen volatil, terutama bau- bauan, kedap terhadap sinar, dan mampu melindungi produk dari kerusakan
mekanis. Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan
maupun tidak Manley 1998. Pengemasan produk untuk memberikan perlindungan yang aman hingga
penyajian. Beberapa sifat fisika-kimia produk dipastikan akan sangat erat berkaitan dengan penyimpanan dan masa simpan. Aspek keamanan pangan
yang mungkin terjadi berkaitan dengan pengemasan adalah bahan kimia pengawet, kebocoran, kegagalan pengawetan, kontaminasi
container, pengaruh atmosfer bebas, dan kemungkinan respirasi produk Syarief
et al 1989. Fungsi-fungsi suatu kemasan antara lain harus dapat mempertahankan
produk agar bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran, pencemaran lainnya, kerusakan fisik, air, oksigen, dan sinar, harus berfungsi
secara benar, efisien, dan ekonomis dalam proses pengepakan, harus mempunyai suatu tingkat kemudahan untuk dibentuk menurut rancangan
bentuk, ukuran, dan berat pangan, dan harus memberi pengenalan, keterangan, dan daya tarik penjualan Syarief
et al 1989. Kemasan mempengaruhi nilai gizi bahan pangan dengan cara mengatur
derajat sejumlah faktor yang berkaitan dengan pengolahan, penyimpanan, dan penanganan zat yang dapat bereaksi dengan komponen bahan pangan. Faktor-
faktor tersebut antara lain cahaya, konsentrasi oksigen, kadar air, pemindahan panas, kontaminasi, dan serangan makhluk hayati Syarief
et al 1989. Bahan pengemas yang digunakan antara lain plastik,
aluminium foil, kertas minyak, karton berlipat dan kaleng berbentuk persegi atau bulat.
Aluminium foil, plastik, dan kertas minyak termasuk dalam kemasan primer, yaitu kemasan yang melapisi, melindungi atau kontak langsung dengan produk,
sedangkan karton berlipat termasuk kemasan sekunder, yaitu kemasan yang melapisi, melindungi kemasan primer. Fungsi kemasan kaleng dapat
dikategorikan sebagai kemasan primer maupun sekunder. Jenis-jenis plastik antara lain selofan, selulosik, poliolefin, turunan vinil, poliester, pliofilm, dll
Syarief et al 1989.
Polipropilen termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propilen. Sifat-sifat utama dari polipropilen antara lain ringan densitas 0,9
gcm
3
, mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film, tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku. Polipropilen mempunyai kekuatan tarik
lebih besar dari polietilen PE. Pada suhu rendah akan rapuh, dalam bentuk
murni pada suhu -30 C mudah pecah sehingga perlu ditambahkan PE atau
bahan lain untuk memperbaiki ketahanannya terhadap benturan. Tidak dapat digunakan untuk kemasan beku. Polipropilen bersifat lebih kaku dari PE dan
tidak mudah sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk
makanan yang peka terhadap oksigen. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150
C, sehingga dapat dipakai untuk makanan yang harus disterilisasi. Titik leburnya tinggi, sehingga sulit dibuat kantung dengan sifat kelim yang
bagus. Mengeluarkan benang-benang plastik pada suhu tinggi. Tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak. Baik untuk kemasan sari buah dan minyak. Tidak
terpengaruh oleh pelarut pada suhu kamar kecuali HCl. Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzene, silikon, toluene, terpentin, dan asam nitrat kuat
Syarief et al 1989.
Kerusakan Pangan 1. Deteriorasi
Kerusakan pangan dimulai dengan penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya, yang disebut sebagai deteriorasi. Produk pangan mengalami
deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi deteriorasi dimulai dengan
persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya, atau akibat perubahan suhu. Reaksi ini dapat pula diawali dengan hentakan mekanis seperti
vibrasi, kompresi, dan abrasi Arpah 2001. Pengaruh beberapa faktor terhadap reaksi deteriorasi pada produk pangan disajikan pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3 Pengaruh beberapa faktor terhadap reaksi deteriorasi pada produk pangan
Faktor Utama Effek Deterioratif
Oksigen Oksidasi lipid, kerusakan vitamin, kerusakan
protein, dan oksidasi pigmen Uap
air Kehilangankerusakan vitamin, perubahan
organoleptik, reaksi pengcoklatan browning,
dan oksidasi lipid Cahaya
Oksidasi, pembentukan bauperubahan flavor, kerusakan vitamin, dan kerusakan
pigmenperubahan warna Mikroorganisme
Pembentukan racun, kehilangan nutrisi, dan keracunanalergi
Kompresibantingan, vibrasi, abrasi, dan penanganan
secara kasar Perubahan organoleptik dan kebocoran pada
pengemas Bahan kima toksikbahan
kimia off-flavour
Off-flavour, perubahan organoleptik, perubahan kimia, dan pembentukan racun
Sumber: Floros 1993
2. Penyebab Kerusakan Pangan