Pemanfaatan surimi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dalam pembuatan sosis rasa sapi dengan penambahan isolat protein kedelai

(1)

ISABEL PATRICIA GRANADA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

ISABEL PATRICIA GRANADA. C34070099. Pemanfaatan surimi ikan lele dumbo (Claris gariepinus) dalam pembuatan sosis rasa sapi dengan penambahan

isolat protein kedelai. Dibimbing oleh DJOKO POERNOMO dan AGOES M. JACOEB.

Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh manusia. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan konsumsi ikan, salah satunya dengan diversifikasi pengolahan hasil perikanan. Pemanfaatan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) sebagai bahan pangan sumber protein diharapkan mampu mengubah pola makan masyarakat yang masih rendah terhadap konsumsi ikan. Penambahan isolat protein kedelai yang tepat diharapkan mampu menghasilkan sosis ikan yang dapat diterima oleh masyarakat secara luas.

Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan meliputi tahap pencucian daging lumat, sedangkan pada penelitian utama yaitu penambahan konsentrasi isolat protein kedelai pada sosis ikan. Konsentrasi isolat protein kedelai yang digunakan yaitu 10%; 13%; 16% dan 19% (b/b). Karakteristik sosis ikan yang dievaluasi meliputi analisis fisik, uji sensori, analisis kimia dan mikrobiologi.

Hasil penelitian pendahuluan yang terpilih adalah dengan perlakuan pencucian daging lumat sebanyak dua kali pencucian. Hasil uji sensori pada penelitian utama menunjukkan bahwa para panelis lebih menyukai sosis ikan lele dumbo dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai dengan konsentrasi sebesar 10% dan 13%. Formulasi terpilih penelitian utama adalah sosis ikan lele dumbo dengan penambahan isolat protein kedelai sebesar 13%. Uji perbandingan berpasangan menunjukkan uji lipat, aroma, tekstur dan uji gigit sosis ikan lele dumbo formulasi terpilih lebih disukai dibandingkan dengan produk komersial, sedangkan penampakan dan rasa produk komersial lebih disukai dibandingkan sosis ikan lele dumbo.

Berdasarkan hasil uji, kekuatan gel, WHC dan stabilitas emulsi yang terpilih pada sosis ikan dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai

sebesar 13% dengan nilai berturut-turut sebesar 337,35 (gf), 72,99% dan 67,87%. Hal ini disebabkan adanya isolat protein kedelai yang mampu meningkatkan kekuatan gel, WHC dan stabilitas emulsi produk. Hasil analisis proksimat untuk kadar air sebesar 79%, abu 1,79%, protein 12,60%, lemak 1,80% dan karbohidrat 4,81%. Hasil uji mikrobiologi yang didapat yaitu 2,3 x 102 cfu/gram, nilai tersebut masih di bawah batas untuk pangan yang aman


(3)

ISABEL PATRICIA GRANADA C34070099

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(4)

Nama : Isabel Patricia Granada

NIM : C34070099

Program Sarjana : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Ir. Djoko Poernomo,B.Sc) (Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol.) NIP. 19580419 198303 1 001 NIP. 19591127 198601 1 005

Mengetahui :

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

(Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS.M.Phil.) NIP : 19580511 198503 1 002

 

 

 

 

 


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pemanfaatan Surimi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dalam Pembuatan Sosis Rasa Sapidengan Penambahan Isolat Protein Kedelai adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Isabel P.Granada

C34070099


(6)

Puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi “Pemanfaatan Surimi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dalam Pembuatan Sosis Rasa Sapi dengan Penambahan Isolat Protein Kedelai “ dengan baik.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu , diantaranya adalah :

1) Bapak Ir. Djoko Poernomo, B.Sc selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberi arahan serta bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

2) Bapak Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol sebagai dosen pembimbing dan Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan.

3) Dra. Pipih Suptijah, MBA sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi kepada penulis selama menempuh kuliah di THP sekaligus sebagai sebagai dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan perbaikan dalam skripsi ini.

4) Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil, selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

5) Ayah Muhadiono, Ibu Kusrochartini, kakak-kakakku Yoscarini Hermita Milasari dan Aqualina Pradnya Mahardita yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat yang luar biasa.

6) Ghazali Ramadhani yang selalu memberikan motivasi dan semangat yang tak kenal lelah.

7) Ibu Emma, Ibu Rubiyah dan Mas Zaky yang telah membantu selama teknis di laboratorium.

8) Partner seperjuanganku : Salman, Idris, Nisa_dede terimakasih atas kebersamaan dan pengalaman berharga selama ini.

9) Mila, Suhana, Dian, Anis, Salman, Adit_Widodo, Nisa_dede, Chendra, Dhea, Linda, Kiki, Bunbil, Adi, Rika, Gian, Tija, Aul, Za, Ka Yayan, Ka Wahyu terimakasih atas persahabatan, motivasi dan bantuannya selama ini.


(7)

11)Keluarga OMI 2011 : Bang Prima, Cha_Jam, Tyas, Ayu, Vini, Wiwid, Ade_Ay, Mano, Resty, Mei, Yu_daL, Fateh, Adit, Irwan, Yudha, Bokep, Pram, Agung, BunCai, Kadek, Nabil yang telah memberikan support dan kenyamanan dalam sebuah persahabatan.

12)Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan, staff dosen dan Tata Usaha (TU), serta teman-teman THP 43, 44, 45 dan 46 yang telah memberikan dorongan dan semangat.

13) Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan nama satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Terima kasih.

Bogor, Agustus 2011 Isabel P.Granada

C34070099


(8)

Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 2 Juni 1989 dari pasangan Bapak Muhadiono dan Ibu Kusrochartini sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai di TK Regina Pacis Bogor dan lulus pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2001 di SD Regina Pacis Bogor. Pada tahun 2004, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Regina Pacis Bogor. Pada tahun 2007, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Regina Pacis Bogor. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) di Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama studi di SMA, penulis mendapat kesempatan untuk menjadi anggota PURNA PASKIBRAKA INDONESIA (PPI) PROVINSI JAWA BARAT tahun 2005. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam kepanitiaan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor dan berbagai kegiatan, antara lain sebagai atlit basket PORIKAN (2009-2011) dan OMI (2010-2011). Selain itu, penulis juga pernah mengikuti pelatihan HACCP pada tahun 2010 yang diadakan di Institut Pertanian Bogor. Penulis pun aktif dalam kejuaraan Pekan Karya tulis Mahasiswa pada tahun 2011. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis pernah menjadi Asisten Luar Biasa m.k Teknologi Pengolahan Tradisional Hasil Perairan (2011/2012).

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul “Pemanfaatan Surimi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dalam Pembuatan Sosis Rasa Sapi dengan Penambahan Isolat Protein Kedelai “. Dibimbing oleh Ir. Djoko Poernomo dan Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol.


(9)

iii

 

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) ... 3

2.2 Komposisi Kimia Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) ... 4

2.3 Surimi ... 4

2.4 Mekanisme Pembentukan Gel ... 8

2.5 Sosis ... 9

2.6 Protein Daging Ikan ... 14

2.6.1 Protein sarkoplasma ... 14

2.6.2 Protein miofibril ... 14

2.6.3 Protein jaringan ikat (stroma) ... 15

2.7 Emulsi ... 15

2.8 Bahan Pengikat dan bahan pengisi ... 17

2.8.1 Tapioka ... 17

2.8.2 Isolat protein kedelai ... 18

2.9 Bahan Tambahan ... 21

2.9.1 Garam ... 21

2.9.2 Gula ... 21

2.9.3 Bawang putih (Allium sativum) ... 22

2.9.4 Bawang merah (Allium ascalonicum) ... 22

2.9.5 Lada putih (Piper nigrum L.) ... 22

2.9.6 Jahe (Zingiber officinale) ... 23

2.9.7 Air es atau es ... 23

2.9.8 Perasa sapi ... 24

2.9 Selongsong ... 25

2.10 Lemak ... 25

3 METODOLOGI ... 27

3.1 Waktu dan Tempat ... 27


(10)

iv

 

3.4 Prosedur Analisis ... 32

3.4.1 Rendemen daging dan surimi ... 33

3.4.2 Analisis fisik ... 33

(1) Uji lipat (folding test) ... 33

(2) Uji gigit (teeth cutting test) ... 33

(3) Pengukuran kekuatan gel ... 34

(4) Stabilitas emulsi ... 34

(5) Daya mengikat air (DMA) ... 34

3.4.3 Uji organoleptik ... 35

3.4.4 Uji perbandingan pasangan ... 35

3.4.5 Analisis proksimat ... 36

(1) Analisis kadar air ... 36

(2) Analisis kadar abu ... 36

(3) Analisis kadar protein ... 36

(4) Analisis kadar lemak ... 37

(5) Analisis kadar karbohidrat by difference ... 38

3.4.6 Analisis mikrobiologi ... 38

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 39

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Penelitian pendahuluan ... 41

4.1.1 Karakteristik fisik ... 41

1) Rendemen daging dan surimi ... 41

2) Uji lipat (folding test) ... 41

3) Uji gigit (teeth cutting test) ... 43

3) Kekuatan gel (gel strength) ... 43

4.1.2 Karakteristik sensori ... 44

1) Penampakan ... 45

2) Warna ... 46

3) Rasa ... 47

4) Aroma ... 48

5) Tesktur ... 49

4.2 Penelitian Utama ... 50

4.2.1 Karakteristik sensori ... 50

1) Penampakan ... 50

2) Warna ... 51

3) Rasa ... 52

4) Aroma ... 53

5) Tesktur ... 54

4.2.2 Karakteristik fisika ... 55

1) Uji lipat ... 55

2) Uji gigit (cutting test) ... 57

3) Kekuatan gel ... 58


(11)

v

 

4.2.5 Karakteristik mikrobiologi ... 66

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(12)

vi

 

Gambar Halaman  

1 Morfologi Ikan Lele (Clarias gariepinus) ... 4 

2 Diagram alir proses pengolahan surimi ... 6 

3 Mekanisme pembentukan gel ikan ... 9

4 Tipe emulsi minyak dalam air (o/w) dan air dalam minyak (w/o) ... 16

5 Proses pengolahan isolat protein kedelai ... 20 

6 Diagram alir penelitian pendahuluan pembuatan gel ikan ... 31 

7 Diagram alir penelitian utama pembuatan sosis ikan lele dumbo ... 32 

8 Histogram nilai rata-rata uji lipat gel ikan lele dumbo ... 42 

9 Histogram nilai rata-rata uji gigit gel ikan lele dumbo ... 43 

10 Histogram nilai rata-rata kekuatan gel ikan lele dumbo ... 44 

11 Histogram nilai rata-rata penampakan gel ikan lele dumbo ... 45 

12 Histogram nilai rata-rata warna gel ikan lele dumbo ... 46 

13 Histogram nilai rata-rata rasa gel ikan lele dumbo ... 47 

14 Histogram nilai rata-rata aroma gel ikan lele dumbo ... 48 

15 Histogram nilai rata-rata tekstur gel ikan lele dumbo ... 49 

16 Histogram nilai rata-rata penampakan sosis ikan lele dumbo ... 51 

17 Histogram nilai rata-rata warna sosis ikan lele dumbo ... 52 

18 Histogram nilai rata-rata rasa sosis ikan lele dumbo ... 53 

19 Histogram nilai rata-rata aroma sosis ikan lele dumbo ... 54 

20 Histogram nilai rata-rata tekstur sosis ikan lele dumbo ... 55 

21 Histogram nilai rata-rata uji lipat sosis ikan lele dumbo... 56 

22 Histogram nilai rata-rata uji gigit sosis ikan lele dumbo ... 57 

23 Histogram nilai rata-rata kekuatan gel sosis ikan lele dumbo... 58

24 Histogram nilai rata-rata WHC sosis ikan lele dumbo ... 59 

25 Histogram nilai rata-rata stabilitas emulsi sosis ikan lele dumbo ... 61 

26 Grafik nilai perbandingan pasangan sosis ikan lele dumbo ... 64


(13)

vii

 

Tabel Halaman

1 Kandungan gizi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 4

2 Standar mutu surimi ... 7 

3 Syarat mutu sosis ... 11

4 Komposisi kimia isolat protein kedelai ... 21

5 Bahan dan bumbu pada penelitian utama... 29 

6 Kandungan gizi sosis ikan lele dumbo terpilih ... 62 

7 Hasil perbandingan pasangan kekuatan gel, daya mengikat air dan stabilitas emulsi ... 65 


(14)

viii

 

Lampiran Halaman 

1 Tabel scoresheet uji lipat ... 75 

2 Tabel scoresheet uji gigit ... 76

3 Tabel scoresheet uji organoleptik ... 77 

4 Tabel scoresheet uji perbandingan pasangan ... 78 

5 Contoh perhitungan rendemen ... 79 

6 Analisis Kruskal Wallis analisis sensori gel ikan lele dumbo ... 80 

7a Uji lanjut Multiple Comparison parameter uji lipat gel ikan lele dumbo ... 81 

7b Uji lanjut Multiple Comparison parameter warna gel ikan lele dumbo ... 81 

8 Analisis Kruskal Wallis analisis sensori sosis ikan lele dumbo ... 82

9a Uji lanjut MultipleComparison parameter rasa sosis ikan lele dumbo ... 83 

9b Uji lanjut MultipleComparison parameter tekstur sosis ikan lele dumbo ... 83 

9c Uji lanjut Multiple Comparison parameter uji lipat sosis ikan lele dumbo.... 83

10a Uji lanjut Multiple Comparison parameter uji gigit sosis ikan lele dumbo .. 84 

10b Analisis Kruskal Wallis kekuatan gel sosis ikan lele dumbo ... 84 

10c Uji lanjut Multiple Comparison kekuatan gel sosis ikan lele dumbo ... 84 

11a Analisis Kruskal Wallis WHC sosis ... 85

11b Uji lanjut Multiple Comparison WHC sosis ikan lele dumbo ... 85 

11c Analisis Kruskal Wallis stabilitas emulsi sosis ... 85 

12 Uji lanjut Multiple Comparison parameter stabilitas emulsi sosis... 86

13 Rekapitulasi uji sensori, uji lipat dan uji gigit gel ikan lele dumbo ... 87 

14 Rekapitulasi uji sensori, uji lipat dan uji gigit sosis ikan lele dumbo ... 88

15a Hasil uji kenormalan parameter kekuatan gel ... 89

15b Hasil uji kenormalan parameter WHC ... 89

15c Hasil uji kenormalan parameter stabilitas emulsi... 90


(15)

1.1 Latar Belakang

Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005). Berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan konsumsi ikan, salah satunya dengan diversifikasi pengolahan hasil perikanan. Komoditas perikanan yang cukup digemari oleh masyarakat Indonesia adalah ikan lele dumbo karena rasa daging yang khas dan lezat.

Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan sebagai salah satu jenis ikan sudah dikenal masyarakat Indonesia mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan ikan lele lokal, misal pertumbuhannya yang cepat, proporsi daging yang bisa dimakan lebih banyak dan kandungan gizinya tinggi. Ikan lele dumbo hanya memerlukan waktu sekitar tiga bulan untuk mencapai berat 0,2-0,3 kg, sedangkan ikan lele lokal membutuhkan waktu mencapai satu tahun (Najiati 1992 diacu dalam Chamidah 2005).

Kebutuhan lele konsumsi dalam negeri terus mengalami peningkatan sejalan dengan semakin populernya lele sebagai hidangan yang sangat lezat. Produksi ikan lele di Indonesia beberapa tahun terakhir ini meningkat cukup signifikan dari sekitar 60.000 ton tahun 2004, menjadi 79.000 ton pada tahun

2005 dan terus meningkat hingga 96.140 ton pada tahun 2007 (Nurilmala et al. 2009). Peluang ekspor lele dalam bentuk fillet mulai terbuka

untuk pasar Amerika dan Eropa sehingga ikan lele sudah dijadikan salah satu komoditi ekspor (DKP 2006).

Pengolahan ikan merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan hasil panen yang disertai dengan usaha peningkatan penerimaan konsumen melalui rasa, aroma, penampakan produk. Pengolahan ikan juga bertujuan untuk menghambat kegiatan zat-zat dan mikroorganisme yang dapat menimbulkan kemunduran mutu dan kerusakan (Moeljanto 1982). Salah satu upaya diversifikasi pada olahan ikan lele adalah dengan pembuatan sosis ikan. Komponen penyusun dalam pembuatan sosis antara lain bahan pengikat. Banyak bahan yang dapat


(16)

digunakan sebagai bahan pengikat, diantaranya isolat protein kedelai yang dibuat untuk dapat mengikat air dan minyak, menstabilkan emulsi dan membantu mempertahankan struktur pada produk olahan daging. Produksi kedelai di Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 1992 yaitu sebanyak 1,87 juta ton.

Namun setelah itu, produksi terus mengalami penurunan hingga hanya 603.531 ton pada tahun 2009. Namun, tingkat konsumsi kedelai di Indonesia

mencapai 2,2 juta ton per tahun, dari jumlah itu sekitar 1,6 juta ton harus diimpor. Kesadaran konsumen akan pentingnya kesehatan saat ini semakin meningkat (Kwak dan Junes 2001). Konsumen mulai percaya bahwa makanan yang dikonsumsi berkontribusi terhadap kesehatan (Siro et al. 2008). Kandungan protein yang tinggi pada sosis merupakan salah satu alternatif produk pangan yang dapat digunakan sebagai sumber protein yang mudah dikonsumsi (Colmenero et al. 2010) dan berkontribusi terhadap kesehatan. Oleh karena itu, dengan kombinasi white meat (daging ikan) dan isolat protein kedelai diharapkan dapat membantu program pemerintah untuk meningkatkan konsumsi daging ikan dengan memproduksi sosis yang berbahan baku ikan.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Mengupayakan pengembangan produk perikanan, khususnya ikan lele menjadi produk olahan berupa sosis ikan.

2) Mempelajari proses pembuatan sosis dari ikan lele dumbo. 3) Mengetahui karakteristik fisik sosis ikan lele dumbo.

4) Menemukan konsentrasi bahan pengikat (isolat protein kedelai) yang menghasilkan sosis ikan terbaik (yang paling disukai panelis).

5) Mengetahui nilai gizi yang terkandung dalam sosis ikan lele dumbo terpilih, serta

6) Membandingkan sosis lele dumbo rasa sapi hasil penelitian dengan sosis komersil yang ada di pasaran.


(17)

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu jenis ikan yang dibudidayakan di Indonesia. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) memiliki kulit tubuh yang licin, berlendir dan tidak bersisik. Jika terkena sinar matahari, warna tubuhnya berubah menjadi pucat dan jika terkejut warna tubuhnya menjadi loreng seperti mozaik hitam putih. Ukuran mulut relatif lebar yaitu ± ¼ dari panjang total tubuhnya. Tanda spesifik lainnya yaitu adanya kumis di sekitar mulut sebanyak delapan buah yang berfungsi sebagai alat peraba saat bergerak atau ketika mencari makan (Riesnawaty 2007).

Ikan lele memiliki alat pernapasan tambahan yang terletak di bagian depan rongga insang yang memungkinkan ikan mengambil oksigen dari udara (Suyanto 1999). Oleh karena itu, ikan lele dapat hidup dalam kondisi perairan yang sedikit mengandung kadar oksigen (Prihartono et al .2000). Klasifikasi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) menurut Saanin (1984), yaitu :

Kingdom : Animalia

Phyllum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Ostariophysi

Famili : Clariidae Genus : Clarias

Species : Clarias gariepinus

Lele dumbo (Clarias gariepinus) memiliki tiga sirip tunggal, yaitu sirip punggung, sirip ekor dan sirip dubur yang digunakan sebagai alat berenang serta sirip berpasangan yaitu sirip dada dan sirip perut. Sirip dada dilengkapi dengan jari-jari sirip yang keras dan runcing yang disebut patil. Patil digunakan sebagai alat bantu gerak dan juga berfungsi sebagai senjata (Prihartono et al.2000).

Mahyuddin (2008) menyatakan bahwa ikan lele dumbo merupakan salah satu ikan yang aktif mencari makan di malam hari (nokturnal). Ikan lele dumbo hanya memerlukan waktu sekitar tiga bulan untuk mencapai berat 0,2-0,3 kg, sedangkan ikan lele lokal membutuhkan waktu mencapai satu tahun (Najiati 1992


(18)

diacu dalam Chamidah 2005). Ikan lele dumbo dapat tumbuh lebih besar, telurnya lebih banyak sehingga dapat menghasilkan benih yang lebih banyak dan dapat diberi berbagai macam jenis pakan, sehingga biaya pemeliharaannya lebih murah (Prihartono et al.2000).

Gambar 1 Morfologi Ikan Lele (Clarias gariepinus) (Sumber : Anonim 2011)

2.2 Komposisi Kimia Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Menurut Suzuki (1981), komposisi kimia daging ikan yaitu kandungan protein sebesar 15-24%, lemak 0,1-22%, karbohidrat 1-3%, air 66-84% dan bahan

organik sebesar 0,8-2%. Pada umumnya bagian ikan yang dapat dimakan (edible portion) berkisar antara 45-50% dari berat ikan. Ikan lele memiliki nilai

gizi yang tinggi. Kandungan gizi ikan lele dumbo dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan gizi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Sumber : Rosa et al. (2007)

2.3 Surimi

Daging lumat ikan atau minced fish yaitu daging ikan yang telah dipisahkan dari tulang, kepala, kulit, jeroan dan dilumatkan. Proses pelumatan daging ikan dapat dilakukan secara manual dan mekanik (FAO 2001). Daging lumat ikan dikelompokkan berdasarkan jenis daging ikan, yaitu berdasarkan warna daging ikan, serta kandungan lemaknya.

Secara umum, warna daging lumat digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu daging putih, gelap dan medium. Ikan yang berkadar lemak rendah menghasilkan daging lumat berwarna putih dan memiliki tingkat kekuatan gel yang tinggi. Ikan

Komposisi Jumlah (%)

Air Protein Lemak Abu

75,68 16,80 5,70 1,00


(19)

berkadar lemak tinggi misalnya ikan mackerel dan sardine akan menghasilkan daging berwarna gelap, sedangkan daging lumat berwarna medium dihasilkan dari ikan yang mengandung mioglobin dan haemoglobin yang tinggi, misalnya pada ikan tuna dan catfish (Shevielo 1997 diacu dalam Gashti 2002). Daging lumat

ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan surimi, bakso, burger, fish cake

(FAO 2011).

Surimi adalah protein miofibril yang didapat dengan pemisahan daging dari tulang ikan secara mekanis dan dicuci dengan air dan ditambahkan

cryoprotectant (Park dan Lin 2005). Surimi merupakan produk yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai produk. Surimi dibuat dari daging ikan giling yang telah diekstraksi dengan air dan diberi bahan anti denaturan, lalu dibekukan. Ada dua tipe surimi yang biasa diproduksi, yaitu surimi yang dibuat tanpa penambahan

garam (mu-en surimi) dan surimi yang dibuat dengan menambahkan garam (ka-en surimi) (Muchtadi 1989).

Pada prinsipnya ada empat tahap proses dalam pembuatan surimi, yaitu pencucian daging ikan, penggilingan, pengemasan dan pembekuan. Pencucian daging dilakukan tiga sampai lima kali. Air yang digunakan mempunyai suhu rendah (5-10 °C) atau air es, karena air kran biasa dapat merusak tekstur (akibat denaturasi protein) dan mempercepat degradasi lemak. Banyaknya air yang digunakan dan ulangan pencucian tergantung dari jenis ikan yang diolah, jenis air pencuci dan mutu surimi yang diinginkan. Biasanya air pencuci terakhir mengandung garam (NaCl) sebanyak 0,01-0,3% (Muchtadi 1989).

Pencucian dengan air sangat diperlukan dalam pembuatan surimi karena

dapat menunjang kemampuan untuk membentuk gel. Selama pencucian, daging ikan dibersihkan dari darah, pigmen, lemak, lendir dan protein larut air,

dengan cara ini warna dan bau daging akan menjadi lebih baik, di samping kandungan aktimiosinnya meningkat, sehingga dapat memperbaiki sifat elastisitas produk yang dihasilkan. Semua jenis ikan pada dasarnya dapat diolah menjadi produk surimi. Kualitas surimi yang baik didapatkan dengan menggunakan ikan yang masih segar karena elastisitas yang terbaik hanya didapatkan dari ikan yang segar (Muhibuddin 2010). Menurut Lee (1984) diacu dalam Muhibuddin (2010), faktor penting yang mempengaruhi proses pembentukan surimi berkualitas baik


(20)

antara lain cara penyiangan, besarnya partikel dari daging lumat, kualitas air, suhu, peralatan yang digunakan dan cara pencucian.

Park dan Lin (2005) menyatakan bahwa pencucian merupakan tahapan yang penting khususnya untuk ikan-ikan yang mempunyai kemampuan membentuk gel yang rendah serta berdaging merah. Pengaruh pencucian dalam pembuatan surimi selain berfungsi untuk mendapatkan warna daging yang putih, juga untuk menghilangkan protein sarkoplasma (Suzuki 1981). Proses pembuatan surimi yang umum dilakukan dapat dilihat pada Gambar 2.

 

Gambar 2 Diagram alir proses pengolahan surimi (Muhibuddin 2010)

Surimi dengan mutu yang paling baik adalah surimi dengan derajat putih paling tinggi, paling bersih dan kekuatan gelnya paling tinggi. Kualitas surimi secara garis besar dipengaruhi oleh faktor intrinsik (biologi) dan ekstrinsik (pengolahan). Faktor-faktor intrinsik yang mempengaruhi kualitas surimi yaitu jenis ikan, musim, kematangan gonad dan tingkat kesegaran ikan, sedangkan untuk faktor-faktor ekstrinsik terdiri dari pemanenan, penanganan bahan baku, air dan proses pencucian surimi (Park dan Lin 2005). Menurut Winarno (1997), mutu surimi yang paling baik adalah yang berwarna putih kuat dan dapat membentuk gel.

Pemisahan tulang dan pelumatan

Daging lumat

Pencucian Pengurangan air Penambahan cryoprotectant Pengepakan dan pembekuan

Surimi beku Ikan segar


(21)

Komponen yang berperan dalam pembentukan gel ini adalah protein miofibril yang dapat diekstrak menggunakan larutan garam netral. Standar mutu surimi menurut Lanier (1992) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Standar mutu surimi

Tingkatan mutu (Grade)

Surimi Kadar

air (%)

pH Impurities (Score)

Kekuatan gel (g cm) tanpa pati

1 75±0,5 >7 10,0 >680

2 75±0,5 7 >9,0 >680

3 75±0,5 7 >8,0 >640

4 75±1,0 7 >6,0 >520

5 75±1,0 7 >5,0 >440

6 76±1,0 7 >4,0 >310

Mutu surimi yang baik ditentukan oleh kemampuannya untuk membentuk gel. Kemampuan membentuk gel ini berpengaruh terhadap elastisitas dari produk lanjutan yang diolah dari surimi tersebut. Pembentukan gel adalah hasil dari ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik dan ikatan kovalen disulfida (Park 2005). Dalam pembentukan gel ikan komponen terpenting adalah fraksi miosin. Kekuatan gel ikan akan meningkat seiring peningkatan miosin pada gel ikan tersebut. Pada daging mentah ikan yang digiling dan ditambahkan garam maka miosin akan larut dalam larutan garam yang membentuk sol yang sangat adhesive. Sol ini akan membentuk gel dengan konstruksi seperti jala bila dipanaskan dan

dapat memberikan sifat elastis pada gel daging ikan (Tanikawa 1985). Irianto (1990) menyatakan bahwa surimi memiliki sifat khusus antara lain :

1) Mampu membentuk gel bila dipanaskan setelah dicampur dengan garam. 2) Merupakan produk yang tidak berwarna, tidak berbau dan berasa,

sehingga memungkinkan untuk dimodifikasi menjadi produk dengan berbagai sifat rasa, warna dan bau yang dikehendaki.

3) Mempunyai tingkat elastisitas yang dapat dimodifikasi sesuai dengan yang dikehendaki.

4) Mudah dibentuk tanpa alat bantu dan sesuai dengan yang dikehendaki. 5) Mampu mengikat bahan dengan baik sehingga dapat dicampur dengan


(22)

Dalam proses pembuatan surimi sering digunakan bahan-bahan tambahan yang ditambahkan dengan maksud dan tujuan tertentu. Bahan yang ditambahkan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas surimi. Bahan tambahan yang dapat ditambahkan dalam pembuatan surimi antara lain garam dan cryprotectant (Park 2005).

 

2.4 Mekanisme Pembentukan Gel

Gelasi protein daging terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah denaturasi protein (tidak menggulungnya rantai protein) dan tahap kedua adalah terjadinya agregasi protein membentuk struktur tiga dimensi (Niwa 1992). Hudson (1992) membagi proses gelasi menjadi tiga bagian yang diawali dengan proses denaturasi protein utuh dari bentuk terlipat menjadi tidak terlipat. Tahap pertama adalah pembentukan turbiditas yang terjadi pada 3-10 menit pemanasan pertama. Pada tahap ini terjadi interaksi hidrofobik. Menurut Niwa (1992), ketika suhu naik, maka ikatan hidrogen menjadi tidak stabil dan interaksi hidrofobik akan berlangsung lebih kuat

Tahap kedua adalah oksidasi sulfihidril (Hudson 1992). Pada tahap ini menurut Niwa (1992) pasta surimi akan mengeras, dimana ikatan intermolekul disulfida (SS) terbentuk melalui oksidasi dari dua residu sistein. Ikatan disulfida lebih intensif terjadi pada suhu pemanasan yang lebih tinggi (di atas 80 ºC). Tahap ketiga adalah tahap peningkatan elastisitas gel yang terjadi ketika pendinginan. Peningkatan elastisitas ini terjadi karena pembentukan ikatan hidrogen kembali yang menyebabkan peningkatan terhadap kekerasan gel (Hudson 1992).

Pasta surimi yang dibuat dengan mencampurkan daging dengan garam dan dipanaskan, akan menyebabkan pasta daging tersebut berubah menjadi gel swari. Gel swari tidak hanya terbentuk oleh hidrasi molekul protein, tetapi juga oleh pembentukan jaringan oleh ikatan hidrogen pada molekul miofibril. Gel swari terbentuk dengan cara menahan air di dalam ikatan molekul yang terbentuk oleh ikatan hidrofobik dan ikatan hidrogen, Pembentukan gel swari terjadi pada pemanasan dengan suhu 50 ºC (Suzuki 1981).

Pemanasan gel bila ditingkatkan hingga di atas suhu 50 ºC, maka struktur gel tersebut akan hancur. Fenomena ini disebut modori. Modori akan terjadi


(23)

apabila pasta surimi dipanaskan pada suhu 50-60 ºC selama 20 menit, pada rentang suhu tersebut enzim alkali proteinase akan aktif. Enzim tersebut dapat menguraikan kembali struktur jaringan tiga dimensi gel yang telah terbentuk sehingga gel surimi akan menjadi rapuh dan hilang elastisitasnya. Berkaitan dengan fenomena tersebut, maka dibuat sebuat metode untuk membuat gel surimi yang kuat dengan melewatkan secara cepat pasta surimi tersebut pada zona rentang suhu dimana modori dapat terjadi. Gel surimi yang elastis terbentuk ketika pasta daging dipanaskan dengan melewati suhu modori, dengan cara pemanasan ini terbentuk jaringan dengan dimensi lebih besar yang disebut gel ashi (Suzuki 1981). Proses pembentukan gel ikan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Mekanisme pembentukan gel ikan (Suzuki 1981)

2.5 Sosis

Sosis adalah salah satu produk olahan dari bahan hewani. Secara umum sosis diartikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang, dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan dalam pembungkus berbentuk bulat panjang yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, baik dengan atau tanpa dimasak (Suhatini dan Nur 2005).

Sosis atau sausage berasal dari bahasa latin salsus yang berarti daging yang digarami atau diawetkan dengan penggaraman. Menurut Buckle et al. (1987), sosis adalah bahan pangan yang berasal dari potongan kecil-kecil daging yang digiling dan diberi bumbu, yang dapat langsung disiapkan dansegera dimasak untuk dimakan. Sosis adalah daging cincang yang diberi perlakuan penambahan pengawet berupa garam serta bahan lainnya meliputi bumbu-bumbu, bahan pengikat dan air yang kemudian dibentuk menggunakan selongsong yang terbuat dari jaringan ikat usus hewan atau selulosa sehingga membentuk silinder (Kramlich 1971).


(24)

Soeparno (1994) membagi sosis menjadi beberapa jenis, sosis segar dibuat dari daging segar, tidak dikuring (tidak dilakukan penggaraman), dicacah, dilumatkan atau digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu, dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong serta harus dimasak sebelum dimakan. Sosis masak dibuat dari daging segar, bisa dikuring atau tidak, dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong, tidak diasap dan setelah dibuat harus segera dimakan. Sosis spesialis daging masak adalah produk daging khusus yang dikuring atau tidak dikuring, dimasak dan jarang diasap, sering dibuat dalam bentuk batangan atau daging loaf serta biasa dijual dalam bentuk irisan-irisan yang dipak atau dibungkus yang dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin. Sosis kering dan agak kering dibuat dari daging yang dikuring dan dikeringkan udara, dapat diasap sebelum pengeringan serta dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin atau setelah masak.

Sosis dapat dibuat dari berbagai macam daging, antara lain daging sapi, babi, ayam, ikan yang digiling, ditambah lemak, air, dan bumbu sehingga membentuk emulsi sosis. Hampir semua jenis ikan dapat dibuat sosis. Ikan dipilih karena kemampuannya untuk dijadikan sosis dan jumlahnya yang banyak. Daging ikan yang biasa digunakan berbentuk lempengan atau lembaran yang biasa disebut

fillet, daging lumat dan surimi (Erdiansyah 2006).

Sosis yang telah banyak dikenal biasanya terbuat dari daging sapi, tetapi saat ini mulai dibuat sosis dari daging ikan. Beberapa macam sosis yang dibuat dari daging ikan lumat, pada dasarnya menggunakan resep pembuatan sosis daging dengan cara mengganti komponen daging dengan ikan. Taylor (2002) menyatakan bahwa sosis ikan dibuat menyerupai pembuatan sosis yang terbuat dari daging. Pada dasarnya pencampuran daging ikan yang didapat dari lembaran

fillet ikan, ditambahkan bumbu dan bahan-bahan aditif ke dalam casingnya. Adonan sosis merupakan emulsi minyak dalam air. Untuk memperkuat emulsi air dan lemak dapat ditambahkan bahan pengikat, misalnya susu skim atau konsentrat protein kedelai. Penambahan bahan-bahan yang mengandung karbohidrat misalnya tepung tapioka, tepung terigu, tepung sagu atau tepung beras dapat membentuk tekstur sosis yang kompak (padat).


(25)

Pembungkus sosis (casing) khususnya pada sosis ikan dapat digunakan casing buatan yang terbuat dari selulosa, serat dan kolagen. Sosis merupakan produk yang dihasilkan dari emulsi minyak dalam air (oil in water atau o/w). Struktur dasar emulsi adalah campuran dari bagian-bagian daging halus yang tersebar sebagai emulsi lemak dalam air. Berdasarkan metode pembuatannya, sosis dibagi menjadi enam kelompok yaitu sosis segar, sosis asap tidak dimasak, sosis asap dimasak, sosis masak, sosis fermentasi dan daging giling masak (Cabeza 2009).

Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain, yang molekul-molekul kedua cairan itu tidak berbaur tetapi saling antagonistik. Pada emulsi terdapat tiga bagian utama yaitu bagian yang terdispersi terdiri dari butir-butir lemak, media pendispersi yang terdiri dari air dan emulsifier yang

berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi di dalam air (Winarno 1997). Persyaratan sosis menurut SNI (1995) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Syarat mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan :

Bau - Normal

Rasa - Normal

Warna - Normal

Tekstur - Bulat panjang

2 Air %b/b Maks 67.0

3 Abu %b/b Maks 3.0

4 Protein %b/b Min 13.0

5 Lemak %b/b Maks 25.0

6 Karbohidrat %b/b Maks 8

Sumber: SNI 1995

Sosis merupakan produk olahan makanan sebagai usaha diversifikasi yang terbuat dari daging lumat ikan maupun daging yang banyak mengandung air, protein, lemak dan mineral-mineral. Adapun kandungan yang terdapat pada sosis, antara lain :

a) Protein

Protein merupakan salah satu zat makanan yang penting bagi tubuh, mempunyai fungsi sebagai pertumbuhan sel (Rodwell et al. 2000 diacu dalam Husni et al.2007). Fungsi protein sebagai penyerap lemak dan penstabilitas emulsi


(26)

yang dapat digunakan pada makanan dan bahan pangan lain (Sathivel et al. 2009). Jumlah dan jenis daging serta jumlah bahan pengikat dapat mempengaruhi kadar protein pada sosis. Protein dalam daging dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan kelarutannya, meliputi protein sarkoplasma yang dapat larut dalam air, protein miofibril dapat larut dalam larutan garam, dan protein stroma yang tidak larut dalam larutan garam.

b) Air

Kadar air merupakan kandungan air yang terdapat pada suatu bahan pangan. Kadar air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan citarasa dan merupakan komponen sangat penting dalam bahan pangan. jumlah pati maupun jumlah es yang ditambahkan pada proses pengolahan dapat mempengaruhi kadar air sosis (Rompis 1998).

c) Abu

Abu yang terdapat dalam daging umumnya terdiri dari fosfor, kalsium, besi, magnesium, sulfur, sodium dan potassium. Kadar abu pada sosis berasal dari daging, tepung, sodium tripolifosfat maupun garam yang ditambahkan.

d) Lemak

Kandungan lemak dalam pembuatan sosis merupakan komponen penting. Kadar lemak dapat dipengaruhi oleh penambahan jenis dan jumlah daging serta lemak dalam pembuatan sosis.

e) Karbohidrat

Kandungan karbohidrat pada sosis dapat berbeda berdasarkan jenis dan jumlah pengisi yang ditambahkan. Kadar karbohidrat daging segar yaitu kurang dari 1 % dari berat daging yang umumnya terdapat dalam bentuk glikogen dan asam laktat.

Tahap pembuatan sosis ikan adalah sebagai berikut (Shierly 2002 diacu dalam Santoso 2007) :

1) Penyiangan dan pencucian

Penyiangan merupakan tahap pembuangan bagian yang tidak diperlukan dari ikan (isi perut, sirip ekor dan lain-lain). Penyiangan dan pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir, dari ikan yang merupakan sumber bakteri pembusuk maupun bakteri patogen.


(27)

2) Filleting

Filleting merupakan tahap memisahkan daging ikan dari tulang-tulangnya atau dengan kata lain hanya mengambil bagian dagingnya saja atau mengambil bagian yang dapat dimakan, dalam hal ini dilakukan skinless.

3) Penggilingan

Penggilingan dilakukan dengan menggunakan grinder yang bertujuan untuk menghaluskan daging sehingga memudahkan untuk pencampuran bahan-bahan lain untuk membentuk adonan. Selama penggilingan timbul panas akibat gesekan antara ikan dan alat, sehingga mengakibatkan denaturasi dari aktomiosin, oleh sebab itu perlu adanya penambahan es.

4) Pengadonan

Sebelum pengadonan, dilakukan pencucian terlebih dahulu. Pengadonan merupakan proses pencampuran dari berbagai bahan dasar agar semua bahan tercampur merata homogen. Mutu adonan antara lain dipengaruhi oleh jumlah dan lemak yang ditambahkan, lama pengadukan yang baik biasanya antara 15-25 menit.

5) Pengisian dalam selongsong

Apabila adonan sudah homogen, kemudian dimasukkan ke dalam selongsong (casing) yang masih dalam bentuk panjang, untuk itu perlu diikat menjadi bentuk yang kecil dan seragam, berukuran kurang lebih 10-15 cm.

6) Perebusan

Secara umum, panas berguna untuk menghentikan atau menghambat proses pembusukan oleh bakteri maupun enzim (Moeljanto 1992). Perebusan yang dilakukan terlalu lama dapat menyebabkan zat-zat makanan yang ada dalam produk akan terekstraksi dan akhirnya zat-zat makanan tersebut akan banyak terbuang selama perebusan. Temperatur yang tinggi akan mengeraskan (membuat liat) protein daging, ikan dan telur. Air yang mendidih dengan cepat akan mengurai kehalusan makanan (Widyati 2001 diacu dalam Astuti 2009). Kekuatan gel yang terbentuk setelah pemanasan dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan (Tanikawa 1985).


(28)

2.6 Protein Daging Ikan

Protein merupakan senyawa kimia utama dan merupakan bagian terbesar dari daging ikan dalam keadaan berat kering selain lemak, air dan beberapa jenis mineral. Daging ikan juga mengandung produk metabolisme dari protein dan lemak, serta beberapa bahan khusus yang berpengaruh terhadap kerja tubuh sehari-hari, seperti fosfatida, sterol, vitamin,enzim, serta berbagai jenis hormon.

Protein ikan merupakan komponen terbesar setelah air, komposisi protein daging ikan secara umum berkisar 15-25% (Suzuki 1981). Protein ikan dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu protein sarkoplasma, miofibril dan jaringan ikat (stroma). Komposisi dari masing-masing golongan protein tersebut adalah

sarkoplasma 18-35%, miofibril 65-75% dan stroma 3-10% (Mackie 1992 diacu dalam Lestari 2005).

2.6.1 Protein sarkoplasma

Protein sarkoplasma merupakan protein yang larut dalam air, secara normal ditemukan dalam plasma sel dan berperan sebagai enzim yang diperlukan untuk metabolisme anaerob sel otot. Kandungan protein sarkoplasma pada daging ikan bervariasi berdasarkan spesies ikan. Sarkoplasma terdapat dalam jumlah yang besar pada ikan-ikan pelagis misalnya ikan sardine dan mackerel, serta terkandung dalam jumlah yang rendah pada ikan-ikan demersal (Suzuki 1981). Protein sarkoplasma pada ikan jauh lebih stabil dibandingkan protein miofibrilnya. Protein ini tidak berperan dalam pembentukan gel dan kemungkinan akan menghambatnya (Nurfianti 2007).

2.6.2 Protein miofibril

Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging ikan, yaitu protein yang larut dalam larutan garam. Protein ini terdiri dari miosin, aktin serta protein regulasi yaitu gabungan dari aktin dan miosin yang terbentuk aktomiosin. Protein miofibril sangat berperan dalam pembentukan gel dan proses koagulasi terutama dari fraksi aktomiosin (Suzuki 1981). Umumnya protein yang larut dalam larutan garam lebih efisien sebagai pengemulsi dibandingkan dengan protein yang larut dalam air (Junianto 2003).

Protein miofibril akan mengalami denaturasi dengan kisaran nilai pH kurang dari 6,5 yang berdampak pada kemampuan pembentukan gel.


(29)

Pembentukan gel oleh protein miofibril pada surimi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain konsentrasi protein miofibril, jumlah air yang terkandung, tipe ion dan kekuatannya, pH dan interaksi yang terjadi antara miofibril dengan bahan lain yang ditambahkan, misalnya cryoprotectant (Lee 1984 diacu dalam Muhibuddin 2010).

2.6.3 Protein jaringan ikat (stroma)

Protein stroma disusun dari kolagen dan elastin. Protein stroma penting dalam proses pangan karena mempunyai beberapa pengaruh merugikan terhadap sifat fungsional daging. Pengaruh perlakuan panas juga perlu diperhatikan, karena kolagen mudah terdenaturasi oleh panas yang akan mempengaruhi sifat fisiknya. Selain itu, stroma memiliki kelarutan yang rendah, mengandung muatan rendah dan proporsi asam-asam amino esensial yang rendah, sehingga dapat menurunkan kapasitas emulsi daging, mengganggu kapasitas daya pengikatan air pada daging dan berpengaruh terhadap nilai nutrisi daging (Nurfianti 2007).

2.7 Emulsi

Emulsi merupakan suatu suspensi cairan dalam cairan lain yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling

antagonistik. Cara kerja dari emulsifier yaitu bila butir-butir lemak telah terpisah karena adanya tenaga mekanik (pengocokan), maka butir-butir lemak yang terdispersi tersebut segera terselubungi oleh selaput tipis emulsifier. Bagian molekul emulsifier yang nonpolar larut dalam lapisan luar butir-butir lemak, sedangkan bagian yang polar menghadap kepelarut (air). Pada suatu emulsi, biasanya terdapat tiga bagian utama, yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang dikenal sebagai

continous phase, biasanya terdiri dari air, dan bagian ketiga adalah emulsifier

yang berfungsi menjaga agar butir minyak tadi tetap tersuspensi di dalam air. Molekul-molekul emulsifier mempunyai afinitas terhadap kedua cairan tersebut.

Daya afinitasnya harus parsial dan tidak sama terhadap kedua cairan tersebut (Winarno 1997). Pada emulsi minyak dalam air, air berperan sebagai fase


(30)

emulsi minyak dalam air (o/w) dan air dalam minyak (w/o) dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Tipe emulsi minyak dalam air (o/w) dan air dalam minyak (w/o) Pada sistem emulsi daging ikan, protein yang paling berperan sebagai

emulsifier adalah protein larut garam dan protein larut air. Protein yang larut garam pada daging ikan adalah protein miofibril yang terdiri atas protein struktural (aktin, miosin, dan aktomiosin) dan protein regulasi (troponin, tropomiosin dan aktinin). Protein miofibril merupakan bagian terbesar protein ikan yaitu sekitar 66-77 % dari total protein ikan dan bila dibandingkan daging mamalia dan unggas, daging ikan mengandung protein miofibril yang terbanyak. Miofibril ini sangat berperan dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada daging ikan (Suzuki 1981).

Protein yang larut air adalah sarkoplasma yang mengandung miogen. Kandungan protein sarkoplasma pada ikan tergantung pada jenis ikan dan biasanya terdapat dalam jumlah sekitar 10 % dari total protein ikan. Protein ini harus dihilangkan karena dapat menghambat pembentukan gel. Setiap globula lemak dalam emulsi daging diselimuti protein daging yang terlarut. Protein akan membentuk suatu matriks yang menyelubungi butiran lemak sehingga globula lemak tidak mudah terpisah dari sistem (Suzuki 1981). Protein merupakan senyawa poliionik yang bersifat surface-active yang dapat membantu proses pembentukan dan penstabilan emulsi minyak dan air. Stabilitas emulsi menunjukkan kestabilan suatu bahan (fase pendispersi dan fase terdispersi) dalam kondisi baik. Emulsi yang stabil diperoleh dari adanya komponen ketiga yaitu bahan pengemulsi yang berfungsi untuk mempercepat terjadinya emulsi dan meningkatkan kestabilan emulsi. Struktur molekul pengemulsi mengandung dua


(31)

bagian, yaitu bagian yang bersifat polar (hidrofil) dan non polar (hidrofob) (Kramlich 1971). Protein jaringan ikat (stroma) dalam pengolahan surimi tidak dihilangkan karena mudah larut dalam panas dan merupakan komponen netral pada produk akhir. Penyusun dari protein jaringan ikan antara lain kolagen dan elastin (Hall dan Ahmad 1992).

2.8 Bahan pengikat dan bahan pengisi

Bahan pengikat dan bahan pengisi adalah bahan yang bukan daging, ditambahkan ke dalam adonan sosis untuk meningkatkan kestabilan emulsi, mengurangi penyusutan selama pemasakan, memperbaiki sifat irisan, memperbaiki cita rasa serta mengurangi biaya produksi (Widodo 2008).

Bahan pengikat merupakan bahan bukan daging yang ditambahkan ke dalam adonan dan mempunyai kemampuan untuk mengikat air dan mengemulsikan lemak. Bahan pengikat menurut asalnya dibedakan menjadi bahan pengikat hewani dan bahan pengikat nabati. Bahan pengikat hewani merupakan produk susu yang meliputi susu bubuk tanpa lemak, susu bubuk tanpa lemak rendah kalsium dan sodium kaseinat. Bahan pengikat nabati yang sering digunakan dalam pembuatan sosis adalah produk kedelai (Kramlich 1971).

Bahan pengisi yang umum digunakan dalam pembuatan sosis adalah tepung serealia, ekstrak pati dan sebagainya. Kandungan pati dalam bahan tersebut tinggi tetapi kadar proteinnya rendah, sehingga mempunyai kemampuan

untuk mengikat air, tetapi tidak berperan dalam mengemulsi lemak (Wilson et al.1981). Bahan pengikat dan bahan pengisi ditambahkan ke dalam

formulasi pembuatan sosis dengan tujuan untuk mengurangi harga formulasi, memperbaiki hasil masakan, memperbaiki karakteristik irisan, memperbaiki aroma, menambah kandungan protein, memperbaiki stabilitas emulsi, memperbaiki proses pengikatan lemak dan meningkatkan pengikatan air.

2.8.1 Tapioka

Menurut SNI 01-3451-1994, tapioka adalah pati (amilum) yang diperoleh dari umbi kayu segar (Manihot utilissima) setelah melalui cara pengolahan tertentu, dibersihkan dan dikeringkan. Proses ekstraksi umbi kayu relatif mudah,


(32)

karena kandungan protein dan lemaknya rendah. Jika proses pembuatannya dilakukan dengan baik, pati yang dihasilkan akan berwarna putih bersih.

Tepung tapioka digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan sosis, berfungsi sebagai pengikat dan perekat bahan lain. Kualitas tepung yang digunakan sebagai bahan makanan sangat berpengaruh terhadap makanan yang dihasilkan. Tepung yang baik kualitasnya dapat dilihat berdasarkan ciri-ciri yaitu berwarna putih, tidak berbau apek,teksturnya halus (Daniati 2005).

Menurut Hermawan (2002) penambahan tepung tapioka sebanyak 5-10% tidak berpengaruh nyata terhadap semua karakteristik penampakan, warna, tekstur, aroma, dan rasa dari produk. Tapioka dapat digunakan di berbagai industri pangan. Industri pangan yang menggunakan tapioka diantaranya adalah :

1) langsung dimakan sebagai makanan, custard dan bentuk makanan lainnya. 2) sebagai pengental misalnya pada soup, makanan bayi, saus dan lain-lain. 3) sebagai bahan pengisi untuk memadatkan kandungan soup, pil tablet, es krim

dan lain-lain.

4) sebagai bahan pengikat untuk menggabungkan massa dan mencegahnya dari penguapan selama pemasakan.

2.8.2 Isolat Protein Kedelai

Isolat protein kedelai adalah produk dari protein kedelai bebas lemak atau berlemak rendah yang diolah sedemikian rupa sehingga kandungan proteinnya tinggi. Isolat protein kedelai atau isolat soy protein (ISP) bersifat hidrofilik dan dapat menyatu dengan produk olahan daging untuk mengurangi terjadinya

cooking loss (Zhang et al. 2010). Menurut definisinya, kandungan protein pada isolat protein kedelai minimum 95%. Isolat protein kedelai sangat dibutuhkan dalam industi pangan, karena banyak sekali digunakan untuk formulasi berbagai jenis makanan. Sifat yang diunggulkan dari isolat protein kedelai adalah sifat fungsional proteinnya. Sifat ini menentukan pemakaian atau fungsi produk tersebut dalam berbagai produk makanan (Koswara 2005).

Isolat protein kedelai dapat dibuat dari tepung kedelai bebas lemak maupun biji kedelai utuh. Proses pembuatannya hampir sama, hanya saja cara

ekstraksi proteinnya yang berbeda. Jika dibuat dari tepung kedelai, maka mula-mula tepung harus dicampur dengan air (perbandingan tepung : air = 1 : 8),


(33)

kemudian pH-nya ditingkatkan menjadi 8,5-8,7 dan diaduk pada suhu 50-55 °C selama 30 menit, sehingga proteinnya terekstrak. Ekstraksi dari biji utuh dilakukan dengan perendaman 5-8 jam, diikuti pembuatan bubur kedelai (kedelai kupas kulit dihancurkan seperti pada pembuatan susu kedelai), lalu diencerkan hingga perbandingan kedelai kering : air = 1 : 8, setelah itu dilakukan pengaturan pH hingga 8,5-8,7 dan diaduk 30 menit. Setelah protein terekstrak, maka residu nonprotein harus dipisahkan dengan sentrifugal utuk menentukan kemurnian isolat protein kedelai yang dihasilkan. Filtrat yang diperoleh kemudian diturunkan pH-nya sampai 4,5 sehingga protein akan mengendap. Endapan protein yang diperoleh kemudian dipisahkan dengan sentrifugal lalu dicuci dan dikeringkan dengan pengering beku (freezee dryer) atau pengering semprot (spray dryer). Hasilnya merupakan isolat protein kedelai.

Prinsip yang digunakan untuk mengisolasi protein kedelai adalah penendapan seluruh protein pada titik isoelektrik yaitu pH dimana seluruh protein menggumpal. Pemilihan suasana basa berdasarkan kenyataan bahwa sebagian besar asam amino akan bermuatan negatif pada pH di atas isoelektrik, muatan yang sejenis cenderung untuk tolak menolak, hal ini menyebabkan minimumnya interaksi antara residu-residu asam amino (Rusmianto 2007).

Isolat protein kedelai merupakan bentuk protein kedelai yang paling murni, karena kadar proteinnya minimum 95 % dalam berat kering. Produk ini hampir bebas dari karbohidrat, serat dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik dibandingkan dengan konsentrat kedelai dan tepung kedelai. ISP biasanya digunakan sebagai bahan campuran dalam makanan olahan daging dan susu dan baik sekali digunakan dalam formulasi berbagai produk makanan, juga

sebagai bahan pengikat dan pengemulsi dalam produk-produk daging (Koswara 2005). Isolat protein ini sudah banyak digunakan dalam industri daging

karena kemampuannya dalam mengikat air dan lemak dan kemampuannya membentuk gel selama pemanasan. Diagram alir proses pengolahan isolat protein kedelai dapat dilihat pada Gambar 5.


(34)

 

                        

Penambahan isolat protein kedelai dalam jumlah besar dapat menyebabkan warna produk menjadi coklat dan memberikan bau dan cita rasa langu sehingga menurunkan mutu sensori (warna dan rasa) produk akhir (Wulandhari 2007). Produk-produk olahan kedelai tersebut terdapat dalam bentuk tepung kedelai, konsentrat protein, atau protein isolat. Bahan pengikat ini mengandung protein yang tinggi. Jumlah protein yang tinggi ini dapat menstabilkan emulsi sosis yang terbentuk (Soeparno 1994). Komposisi kimia isolat protein kedelai dapat dilihat pada Tabel 4.

Pencampuran tepung : air = 1:8 Perendaman 8-12 jam

Pengupasan kulit

Pembuatan bubur / susu kedelai

Ekstraksi dengan alkali encer, pH 8,5-8,7

Pengadukan, suhu 50-55 °C Sentrifuse

Pencucian Pengeringan

Tepung kedelai Biji kedelai

Filtrat Residu (polisakarida, pigmen,

komponen non-protein)

Whey Endapan protein

Isolat protein kedelai


(35)

Tabel 4 Komposisi kimia isolat protein kedelai (% berat kering)

Komponen Jumlah (%)

Protein kasar Lemak kasar Abu

Karbohidrat

92 0,5 4,5 0,3

Sumber : Ulya (2005)

2.9 Bahan Tambahan

Bahan tambahan lain yang digunakan dalam penelitian pembuatan sosis ikan lele dumbo antara lain garam, gula, air, bawang putih, bawang merah, lada putih, jahe air es dan perasa sapi.

2.9.1 Garam

Garam berfungsi sebagai pemberi rasa, pelarut protein dan pengawet (Wibowo 1999). Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metode pengawetan pangan yang pertama dan masih dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Garam memberi sejumlah pegaruh bila ditambahkan pada jaringan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme proteolitik dan pembentuk spora adalah yang

paling mudah terpengaruh walaupun kadar garam yang rendah sekalipun (Buckle et al. 1987).

Garam mempunyai istilah kimia natrium klorida (NaCl). Pada umumnya digunakan untuk memantapkan rasa dalam pembuatan makanan termasuk dalam pembuatan sosis. Mencermati bentuk dari garam, ada garam padat berbentuk batang, garam kasar atau garam krosok, dan garam halus yang sering digunakan sebagai garam meja. Fungsi garam adalah memberi rasa memberi rasa gurih pada bahan, garam yang bermutu baik adalah berwarna putih, bersih dari kotoran. Garam yang digunakan sekitar 2,5 % dari berat ikan (Daniati 2005).

2.9.2 Gula

Gula adalah istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa , gula yang diperoleh dari bit atau tebu. Adanya gula, sukrosa, pati dan lain-lain dapat meningkatkan cita rasa pada makanan serta menimbulkan rasa khusus pada makanan (Buckle et al.1987).


(36)

Selain memberikan rasa manis, gula juga berfungsi sebagai pengawet karena memiliki sifat higroskopis. Kemampuannya menyerap kandungan air dalam bahan pangan ini bisa memperpanjang masa simpan (Saparinto dan Hidayati 2006)

Gula jika dipanaskan akan bereaksi dengan asam amino sehingga terbentuk warna coklat yang membuat bahan lebih menarik (Winarno 1997). Gula berfungsi untuk memodifikasi rasa dan menurunkan kadar air yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Konsentrasi gula yang tinggi dalam curing berfungsi sebagai bahan preservatif (Soeparno 1994).

2.9.3 Bawang putih (Allium sativum)

Bawang putih (Allium sativum) berasal dari daerah Asia Tengah, bawang putih mempunyai bau yang tajam karena umbinya mengandung sejenis minyak atsiri (methyl allyl disulfida) sehingga akan memberikan aroma yang harum. (Hassan 1980 diacu dalam Daniati 2005).

Bawang putih juga mengandung protein, lemak, vitamin B, dan C serta mineral yaitu kalium, fosfat, besi dan belerang (Wibowo 1999). Umbi bawang putih dapat digunakan sebagai campuran bumbu masak serta penyedap berbagai

masakan. Bawang putih yang sering digunakan sekitar 1 % dari berat daging ikan (Wibowo 2004 diacu dalam Daniati 2005).

2.9.4 Bawang merah (Allium ascalonicum)

Bawang merah umumnya digunakan sebagai bumbu masak. Bawang merah memiliki kandungan kimia sebagian besar terdiri dari air sekitar 80-85 %, protein sebesar 1,5 %, lemak sebesar 0,3 % dan karbohidrat sebesar 9,2 %. Selain itu, pada umbi bawang merah juga terdapat suatu senyawa yang mengandung ikatan asam amino yang tidak berbau, tidak berwarna dan dapat larut dalam air (Wibowo 1999). Bawang merah berperan sebagai antioksidan, berdasarkan penelitian diketahui bahwa ekstrak bawang merah dapat menurunkan bilangan peroksida dan kadar asam lemak bebas sebagai indikasi tingkat kerusakan minyak (Panagan 2010).

2.9.5 Lada putih (Piper nigrum L.)

Lada atau merica merupakan rempah-rempah yang sering digunakan dalam pengolahan makanan. Lada sering ditambahkan pada saat memasak ikan atau daging. Lada mempunyai peranan dalam dehidrasi sehingga dapat berfungsi


(37)

sebagai penghambat pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan. Lada sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Kedua sifat tersebut disebabkan kandungan bahan-bahan kimia organik yang terdapat pada lada. Rasa pedas lada disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin serta hapisin (Rismunandar 1993).

2.9.6 Jahe (Zingiber officinale)

Jahe merupakan salah satu rempah-rempah penting. Rimpangnya sangat luas dipakai, antara lain sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan misalnya roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai minuman. Jahe dapat digunakan sebagai sebagai bumbu masak, pemberi aroma berbagai makanan dan minuman serta bahan obat-obatan tradisional. dan aneka keperluan lainnya. Sifat khas jahe disebabkan oleh adanya kandungan minyak atsiri dan oleoresin jahe. Minyak atsiri menyebabkan aroma harum jahe, sedangkan oleoresin menyebabkan rasa pedas. Kandungan minyak atsiri dalam jahe kering sekitar 1-3 %. Komponen utama minyak atsiri jahe yang menyebabkan bau harum adalah

zingiberen dan zingiberol, disamping itu terdapat juga pati, damar, asam-asam organik, misalnya asam malat dan asam oksalat, vitamin A, B dan C serta senyawa flavonoid dan polifenol (Matondang 2008).

2.9.7 Air es

Air merupakan salah satu bahan yang umumnya ditambahkan dalam adonan. Penambahan air dalam bentuk es atau air es bertujuan untuk melarutkan garam, memudahkan ekstraksi protein serabut otot, membantu pembentukan emulsi, dan mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan dan pembuatan adonan (Kramlich 1971).

Adanya air es atau es pada pembuatan produk daging misalnya sosis atau bakso adalah untuk mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan daging dan pembuatan adonan. Selain itu, suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein dapat berjalan dengan baik, karena apabila protein terdenaturasi akibat suhu adonan yang terlalu tinggi maka protein tersebut tidak bisa bersifat sebagai pengemulsi. Penambahan es juga meningkatkan


(38)

rendemennya, untuk itu dapat digunakan es sebanyak 10-15 % dari berat daging, bahkan 30 % dari berat daging (Wibowo 1999).

2.9.8 Perasa sapi

Perasa (flavor) yang berasal dari bahan sintetis relatif lebih aman. Namun demikian, kadar dan pemakaiannya perlu dikontrol dengan baik. Hampir semua makanan yang ada dipasaran mengandung bahan perasa buatan. Mulai dari snack

anak-anak, permen, kue, sampai minuman ringan, jus buah, dan susu hampir semuanya menggunakan bahan tersebut. Bahan perasa merupakan salah satu dari beberapa bahan tambahan makanan yang berguna untuk memantapkan rasa dan aroma dalam pengolahan makanan. Selain itu juga untuk meminimalkan biaya produksi.

Dengan bahan perasa tersebut para produsen dapat menghasilkan berbagai rasa hanya dengan mengubah rasa atau flavor yang digunakan, misalnya saja pada sirup bahan dasarnya adalah air dan gula. Namun dengan ditambahkan flavor dapat dihasilkan berbagai jenis minuman dengan rasa yang berbeda. Bahan perasa sendiri dari segi pembuatannya dibedakan menjadi dua, yaitu flavor natural (alami)yaitu perasa alami diambil dari bahan-bahan alami, misalnya rasa bawang maka diambil dari ekstrak bawang dan rasa ayam diambil dari sari ayam dan

flavor sintetis (buatan) yaitu perasa buatan dihasilkan dari bahan-bahan sintetis, misalnya dari sintetis bahan-bahan kimia yang berasal dari turunan minyak bumi. Bahan-bahan tersebut memiliki karakter seperti penyusun rasa tertentu, misalnya

butyl butirate yang memiliki rasa mirip pir dan nanas. Atau berbagai asam amino yang melalui suatu reaksi bisa menyerupai rasa daging atau kimia.

Hampir setiap makanan dan minuman olahan yang beredar di pasaran tidak terlepas dari bahan perasa buatan. Bahan perasa atau flavor memang sudah menjadi kebutuhan bagi industri pangan dewasa ini. Dengan bahan perasa tersebut produsen bisa menghasilkan berbagai rasa hanya dengan mengubah rasa atau

flavor yang digunakan (Irham 2009). Perasa yang ditambahkan pada adonan sosis berbahan baku surimi ikan lele yaitu perasa sapi cair. Perasa ditambahkan pada adonan saat dicampur dengan bahan lain menggunakan food processor. Perasa yang ditambahkan akan membantu menghilangkan bau amis dari bahan baku ikan lele dan memberikan rasa yang jauh lebih enak.


(39)

2.10 Selongsong (casing)

Selongsong atau casing adalah sarung pembungkus yang digunakan untuk membungkus dan membentuk sosis. Selongsong diperlukan sebagai wadah pembentuk sosis dan menentukan bentuk serta ukuran sosis yang dihasilkan. Selongsong alami terutama dari saluran pencernaan ternak misalnya sapi, babi, domba atau kambing. Selongsong alami biasanya terbuat dari usus alami hewan. Selongsong ini mempunyai keuntungan dapat dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada produk. Kerugian penggunaan casing ini adalah produk tidak awet.

Casing kolagen biasanya berbahan baku dari kulit hewan besar. Selongsong alami adalah kolagen yang mudah sekali rusak oleh mikroorganisme sehingga setelah dibersihkan perlu dikeringkan atau digarami, dalam keadaan basah mudah ditembus asap atau cairan. Selongsong buatan terdiri dari empat kelompok yaitu selulose, kolagen yang dapat dimasak, kolagen yang tidak dapat dimasak, dan plastik. Selongsong buatan memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan selongsong alami (Soeparno 1994). Casing selulosa biasanya berbahan baku pulp. Keuntungan casing selulosa adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Casing selulosa sangat keras dan dianjurkan untuk tidak dimakan. Saat ini telah dikembangkan poly amid casing, yaitu selongsong yang terbuat dari plastik.

Casing jenis ini tidak bisa dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur, tahan terhadap panas dan dapat dicetak (Astawan 2008).

2.11 Lemak

Sumber lemak dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu berasal dari tumbuh-tumbuhan yang meliputi biji-bijian, misalnya kedelai, biji kapas, kacang

tanah, bunga matahari dan sumber yang berasal dari hewan antara lain sapi, domba, ikan sardin, herring dan sebagainya (Buckle et al. 1987). Keuntungan dari lemak nabati yaitu, mengandung kolesterol kandungan linoleat, oleat, dan linolenat yang lebih besar dibandingkan lemak hewani (Dotulong 2009). Penambahan lemak pada proses pembuatan sosis berpengaruh positif terhadap produk yang dihasilkan. Kelembutan dan kekerasan sosis juga dipengaruhi oleh kandungan lemak, sosis masak misalnya frankfurter dan bologna dibatasi kandungan lemaknya oleh pemerintah USA maksimal 30 %.


(40)

Jumlah lemak yang harus ditambahkan harus seimbang degan jumlah air dan protein. Jumlah penambahan lemak dalam pembuatan sosis dibatasi untuk mempertahankan tekstur selama pengolahan dan penanganannya, lemak yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 30 % bobot daging (Erdiansyah 2006). Apabila lemak yang ditambahkan sedikit maka sosis yang dihasilkan akan keras, sebaliknya apabila penambahan lemak terlalu berlebihan maka sosis yang dihasilkan akan keriput dan lunak karena selama pemasakan terjadi cooking loss


(41)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan Juni 2011 di Laboratorium PAU (Pusat Antar Universitas) Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Pengolahan Pangan Depertemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk membuat sosis meliputi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang berasal dari Pasar Ciampea, Bogor Barat, isolat protein kedelai (toko kimia Setia Guna), tepung tapioka, garam, gula, bawang putih, bawang merah, lada putih, jahe, lemak sapi, perasa sapi dan air es. Bahan yang digunakan untuk analisis kimia dan fisik antara lain akuades, HCl 0,1 N, K2SO4,

HgO, H2SO4, NaOH 40 %, H3BO3 dan sebagainya.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan sosis antara lain pisau, panci, baskom, sendok, kain blacu, benang kasur, selongsong, timbangan digital, grinder, food processor, stuffer. Alat yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain cawan, desikator, oven, tanur, erlenmeyer, gelas kimia dan termometer.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan perlakuan pencucian daging ikan untuk menentukan kekuatan gel yang terbaik yang akan dianalisis lebih lanjut pada penelitian utama. Penelitian utama dilakukan untuk menganalisis karakteristik sosis dengan perlakuan konsentrasi isolat protein kedelai.

3.3.1 Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan gel yang terbaik pada daging lumat ikan sebagai bahan baku sosis. Perlakuan pada penelitian


(42)

pendahuluan adalah frekuensi pencucian daging lumat dengan penambahan garam yang sama pada tiap perlakuan yaitu sebesar 0,3% (b/b). Penelitian pendahuluan dilakukan dengan perlakuan pencucian daging lumat sebanyak :

a) 1 kali dengan penambahan garam 0,3% (b/b).

b) 2 kali dengan penambahan garam 0,3% (b/b) pada pencucian ke-2. c) 3 kali dengan penambahan garam 0,3% (b/b) pada pencucian ke-3.

Perbandingan air es dan daging lumat yang digunakan pada pencucian yaitu sebesar 3:1. Pada pelakuan satu kali pencucian, daging lumat dicuci dengan

air es (5-8 °C) dan diaduk selama 10 menit dengan penambahan garam 0,3% (b/b). Setelah itu, daging lumat disaring menggunakan kain blacu dan

diperas untuk mengeluarkan airnya, kemudian daging lumat yang sudah menjadi surimi tersebut ditimbang. Pada pencucian dua kali dilakukan pencucian pertama

dengan air es dan pencucian kedua dengan air es dan penambahan garam 0,3% (b/b), sedangkan untuk pencucian tiga kali, pencucian pertama dan kedua

dilakukan dengan air es sebanyak dua kali dan pencucian ketiga dengan air es dan penambahan garam 0,3% (b/b). Hasil pencucian yang diperoleh kemudian ditimbang dan dilakukan pencampuran dengan garam 2,5% (b/b) menggunakan

food processor hingga adonan homogen dan dicetak dengan menggunakan tabung

stainless. Hasil pencetakan tersebut kemudian direbus dengan suhu 45-50 °C selama 20 menit dan dilanjutkan dengan suhu 80-90 °C selama 30 menit. Analisis pada gel ikan yang dihasilkan dilakukan untuk menentukan kekuatan gel yang terbentuk pada gel ikan yaitu dengan pengujian sensori, uji pelipatan, uji gigit dan uji kekuatan gel (gel strength). Diagram alir penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 6.

3.3.2 Penelitian utama

Sosis ikan dibuat dengan menggunakan surimi terbaik dari penelitian pendahuluan yang ditambahkan perlakuan penambahan isolat protein kedelai dengan konsentrasi yang berbeda. Selain itu, pada pembuatan sosis ikan ditambahkan tepung tapioka sebesar 10% dari bobot daging dan isolat protein kedelai (400 gram) dan diberi bumbu-bumbu yaitu garam, gula halus, bawang putih, bawang merah, lada putih, lemak sapi, perasa sapi, jahe, dan air es dengan konsentrasi yang sama pada tiap perlakuan.


(43)

Konsentrasi penambahan isolat protein kedelai pada penelitian utama, yaitu : 1) Penambahan isolat protein kedelai 10% sebagai perlakuan 1

2) Penambahan isolat protein kedelai 13% sebagai perlakuan 2 3) Penambahan isolat protein kedelai 16 % sebagai perlakuan 3 4) Penambahan isolat protein kedelai 19 % sebagai perlakuan 4

Konsentrasi bahan dan bumbu yang ditambahkan dalam penelitian utama dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Bahan dan bumbu pada penelitian utama

Bahan dan bumbu % per bobot total

Garam Gula halus Bawang putih Bawang merah Lada putih Perasa sapi

Ekstrak lemak sapi Jahe 3 1,5 3 4 0,5 1 3 0,25

Sosis yang dihasilkan diuji secara sensori, fisik, kima, mikrobiologi dan perbandingan berpasangan. Analisis fisik dilakukan untuk menentukan konsentrasi penambahan isolat protein kedelai terbaik dengan pengujian sensori (penampakan, warna, rasa, aroma dan tekstur), uji lipat, kekuatan gel, stabililitas emulsi, daya ikat air dan juga dilakukan analisis kimia yaitu analisis proksimat sosis ikan (kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat) serta uji perbandingan berpasangan sosis hasil penelitian dengan sosis rasa sapi komersial.

Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dibersihkan dari kotoran, kemudian difillet dan diskinless untuk diambil dagingnya saja, setelah itu digiling untuk mendapatkan lumatan daging ikan. Selama penggilingan, daging dijaga kondisinya pada suhu dingin dengan penambahan es. Hal ini dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya denaturasi protein aktomiosin oleh panas yang timbul akibat proses penggilingan. Sebagian daging ikan digunakan untuk analisis proksimat yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Lumatan daging ikan yang telah digiling kemudian dicuci sesuai dengan perlakuan banyak pencucian yang diperoleh dari penelitian pendahuluan dan diperas menggunakan kain blacu.


(44)

Setelah itu dilakukan pencampuran dengan bumbu-bumbu yaitu tapioka, garam, gula halus, bawang putih, bawang merah, lada putih, lemak sapi, perasa sapi dan isolat protein kedelai hingga homogen menggunakan food processor

dengan ditambahkan air es dengan perbandingan 1:1 dari bobot daging.

Adonan yang telah homogen kemudian dimasukkan ke dalam selongsong menggunakan stuffer dengan ukuran panjang masing-masing ± 10 cm dan diikat dengan benang kasur. Perebusan pertama dilakukan pada suhu 45-50 °C selama 20 menit dan dilanjutkan dengan suhu 80-90 °C selama 30 menit. Setelah itu sosis diangkat, didinginkan dan dikemas untuk dikonsumsi.

Selanjutnya dilakukan analisis fisik untuk menentukan konsentrasi

penambahan isolat protein kedelai terbaik yaitu dengan pengujian sensori, uji lipat, kekuatan gel, stabililitas emulsi, daya ikat air dan uji mikrobiologi (uji TPC). Selain itu, dilakukan pula analisis kimia untuk mengetahui proksimat

dari sosis ikan yang dihasilkan meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak karbohidrat serta melakukan uji perbandingan berpasangan sosis hasil penelitian dengan sosis komersial. Diagram alir pembuatan sosis ikan lele dumbo pada penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 7.


(45)

(a) (b) (c)

Gambar 6 Diagram alir pembuatan gel ikan (kamaboko)

Pemfilletan

Penggilingan

Pencucian (air es : ikan = 3:1)

Pengadonan hingga homogen dan lengket (adhesive) Penimbangan

Pencetakan dalam tabung stainless (diameter 3,25 cm; tinggi 3cm)

Perebusan 45-50 °C (20 menit) dilanjutkan 80-90 °C (30 menit) Penyiangan

Gel Ikan (kamaboko)

Pencampuran dengan garam 2,5 % (b/b) skinless

1x pencucian + garam 0,3% (b/b)

10 menit

2x pencucian + garam 0,3% (b/b)

10 menit

3x pencucian + garam 0,3% (b/b)

10 menit

Penghilangan air dengan pemerasan Ikan Lele Dumbo


(46)

Gambar 7 Diagram alir pembuatan sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

3.4 Prosedur Analisis

Analisis yang dilakukan meliputi analisis fisika, kimia dan sensori yaitu rendemen, uji lipat, uji gigit, kekuatan gel, stabililitas emulsi, daya ikat air, proksimat (kadar air, abu, protein, lemak karbohidrat by difference), uji organoleptik dan uji perbandingan berpasangan.

Pemfilletan

Penggilingan Pencucian terpilih

Pemerasan

Pencampuran Penyiangan

Tepung tapioka(10 %), isolat protein kedelai (10 %,13 %,16 %,19 %)

Gula halus, garam, bw. merah, bw. putih, lada putih, lemak, perasa sapi,jahe,air es. 

Pendinginan

Sosis ikan lele dumbo Ikan Lele Dumbo

Penghilangan kulit (skinless)

Pencetakan dalam selongsong


(47)

3.4.1 Rendemen daging dan surimi

Rendemen daging dihitung dengan membandingkan antara berat daging dengan berat ikan utuh. Ikan lele dumbo utuh ditimbang sebagai berat awal (a). Kemudian dilakukan penyiangan dengan membuang kulit, tulang, isi perut dan kepala lalu ditimbang sebagai berat akhir (b). Selanjutnya rendemen daging dihitung dengan persamaan :

Rendemen surimi dihitung dengan membandingkan berat surimi dengan berat ikan utuh. Ikan lele dumbo utuh ditimbang sebagai berat awal (a). Kemudian dagingnya dilumatan, dicuci dan diperas lalu ditimbang sebagai berat akhir (c). Selanjutnya rendemen surimi dihitung dengan persamaan :

3.4.2 Analisis fisik

Produk sosis ikan berbahan baku ikan lele dumbo yang dihasilkan dianalisis untuk mengetahui karakteristik fisiknya. Analisis fisik yang dilakukan yaitu analisis uji lipat, kekuatan gel, stabililitas emulsi dan daya ikat air.

1) Uji lipat (folding test) (Suzuki 1981)

Uji lipat merupakan salah satu pengujian mutu gel yang dilakukan dengan cara memotong sampel dengan ketebalan 3 mm. Potongan sampel tersebut diletakkan di antara ibu jari dan telunjuk, kemudian dilipat untuk diamati ada tidaknya keretakan pada produk. Contoh lembar penilaian uji pelipatan dapat dilihat pada Lampiran 1.

2) Uji gigit (teeth cutting test) (Suzuki 1981)

Uji gigit ini merupakan taksiran secara obyektif dari seorang panelis terhadap produk, panelis yang melakukan pengujian sebanyak 30 orang. Pengujian dilakukan dengan cara menggigit sampel antara gigi seri atas dan bawah. Sampel yang diuji mempunyai ketebalan 5 mm, scoresheet untuk pengujian uji gigit dapat dilihat pada Lampiran 2.

Rendemen daging = b x 100 % a

Rendemen surimi = c x 100% a


(48)

3) Pengukuran kekuatan gel (White dan Englar diacu dalam Alpis 2002)

Pengukuran kekuatan gel dilakukan secara obyektif dengan menggunakan

Texture analyzer (TA-XT21). Tingkat kekerasan sosis ikan dinyatakan dalam gram force tiap cm2(gf/cm2) yang berarti besarnya gaya tekan untuk memecah deformasi produk. Sampel diletakkan di bawah probe berbentuk silinder pada tempat penekanan, dengan sisi lebar ke atas, kemudian dilakukan penekanan terhadap sampel dengan probe silinder tersebut. Kecepatan alat ketika menekan sampel adalah 1 mm/s. Tekanan dilakukan sebanyak satu kali dan hasil pengukuran akan tercetak pada kertas grafik dan dapat dilihat tinggi saat sampel benar-benar pecah. Nilai tertinggi pada grafik menunjukkan nilai kekuatan gel pada suatu bahan.

4) Stabilitas emulsi (Acton dan Saffle 1970 diacu dalam Hambali et al. 2002)

Sampel sosis dihancurkan, lalu ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 45 °C selama 1 jam, kemudian dimasukkan dalam pendingin dengan suhu dibawah 0 °C selama 1 jam. Sampel dimasukkan lagi ke dalam oven pada suhu 45 °C dan dibiarkan sampai beratnya konstan selama ±1 jam. Pengamatan dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya pemisahan air dari emulsi. Bila terjadi pemisahan, emulsi disebut tidak stabil dan tingkat kestabilannya dihitung berdasarkan presentase fase terpisah terhadap emulsi keseluruhan. Stabilitas emulsi (SE) dapat dihitung berdasarkan rumus berikut :

5) Daya mengikat air (DMA) (Hamm 1972 diacu dalam Wahyuni 1992)

Daya ikat air dapat diukur dengan menggunakan alat carverpress. Sampel sebanyak 0,3 gram diletakkan di kertas saring dan dijepit dengan carverpress, yaitu diantara dua plat jepitan berkekuatan 35 kg/cm2 selama 5 menit. Kertas saring yang digunakan yaitu Whatman 1 no 40. Luas area basah yaitu luas air yang diserap kertas saring akibat penjepitan, dengan kata lain selisih luas antara lingkaran luar dan dalam kertas saring. Bobot air bebas (jumlah air dalam sosis yang terlepas) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

SE (%) = Berat fase yang tersisa x 100 % Berat total bahan emulsi


(49)

3.4.3 Uji organoleptik (Rahayu 2001)

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan, panelis diminta untuk memberikan tanggapan tentang tingkat kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkatan disebut skala hedonik dan dalam analisisnya ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaannya.

Dalam penelitian ini digunakan sembilan skala hedonik yang menunjukkan tingkat kesukaan. Pelaksanaan uji dilakukan dengan cara menyajikan sosis yang telah diberi kode (menggunakan bilangan acak) dan panelis diminta untuk memberikan penilaian pada score sheet yang telah disediakan. Panelis yang dibutuhkan sebanyak 30 panelis semi terlatih. Parameter uji meliputi rasa, warna, aroma, tekstur dan penampakan, termasuk uji lipat. Parameter rasa dinilai pada saat memakan sosis. Parameter warna dan aroma dinilai dengan melihat dan mencium aroma sosis yang disajikan. Parameter tekstur dinilai dengan perabaan oleh lidah pada saat sosis dimakan, dan parameter kekenyalan dinilai berdasarkan kemudahan dalam melipat sosis. Scoresheet untuk pengujian sensori dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.4.4 Uji perbandingan pasangan (Rahayu 2001)

Kedua formula terbaik selanjutnya diuji dengan uji perbandingan pasangan menggunakan satu produk komersial. Uji perbandingan pasangan, panelis melakukan penilaian berdasarkan formulir isian dengan memberikan skor berdasarkan skala kelebihan, yaitu lebih baik atau lebih buruk. Penilaian uji perbandingan pasangan yaitu berupa angka dengan skala -3 sampai dengan +3, dimana -3 = sangat lebih buruk, -2 = lebih buruk, -1 = agak lebih buruk, 0 = tidak berbeda, +1 = agak lebih baik, +2 = lebih baik, +3 = sangat lebih baik. Scoresheet

untuk pengujian perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Lampiran 4. Berat air = Luas area basah - 8,0

0,0948

% air bebas = Berat air x 100 % 300 mg


(50)

3.4.5 Analisis proksimat

Analisis proksimat yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat.

1) Analisis kadar air (AOAC 1995)

Penentuan kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven selama

30 menit dengan suhu 105 °C, lalu didinginkan di dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam

cawan kemudian dikeringkan dalam oven 105 °C selama 6 jam. Cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang kembali. Kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan : B : Berat contoh (gram)

B1 : Berat (contoh+cawan) sebelum dikeringkan B2 : Berat (contoh+cawan) setelah dikeringkan

2) Analisis kadar abu (AOAC 1995)

Cawan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven selama 30 menit pada suhu 105 °C, lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan. Sampel dipanaskan di atas kompor listrik hingga uap air hilang. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 °C selama 8 jam. Lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus :

3) Analisis kadar protein (AOAC 1995)

Analisis kadar protein yaitu dengan mengukur kandungan nitrogen yang ada di dalam bahan makanan menggunakan metode Kjeldahl. Tiga tahapan yang dilakukan meliputi tahap destruksi, destilasi dan titrasi.

Kadar air (%) = B1-B2 x 100 % B

Kadar abu (%) = berat abu x 100 % berat contoh


(1)

Lampiran 12 Uji lanjut

Multiple Comparison

stabilitas emulsi sosis ikan lele dumbo

stabilitasemulsi

Duncan

perlakuan N

Subset

1 2 3 4

16 % 2 63,5000

13 % 2 67,8700

10 % 2 72,8450

19 % 2 80,1100

Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = ,814. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b Alpha = ,05.


(2)

Lampiran 13 Rekapitulasi uji sensori, uji lipat dan uji gigit gel ikan lele dumbo

Parameter

 

Penampakan Warna

Rasa

Aroma

Tekstur

Uji lipat

Uji gigit

Panelis

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

  1 7 5 7 5 6 7 7 7 7 4 5 6 6 5 7 3 3 5 7 6 8

  2 7 8 7 8 8 8 6 7 6 7 8 7 6 7 7 3 3 5 7 8 8

  3 7 7 6 7 7 6 7 4 4 7 4 4 7 6 6 5 3 5 8 6 7

  4 7 6 6 7 6 6 7 6 7 6 6 6 6 5 7 3 3 5 7 6 8

  5 8 7 8 8 7 8 8 7 8 8 7 8 8 7 8 5 3 5 8 7 8

  6 6 7 7 6 7 7 7 6 7 6 5 6 7 7 7 5 5 4 9 9 8

  7 6 7 7 6 7 7 4 6 5 3 4 4 5 7 6 5 5 5 6 7 8

  8 6 7 7 6 7 8 7 6 7 7 7 7 7 7 7 4 5 5 7 9 8

  9 6 6 5 7 7 5 7 6 7 6 6 6 7 6 6 4 5 5 8 6 8

  10 7 7 8 6 7 8 7 8 7 7 6 4 7 7 8 5 4 5 6 6 6

  11 7 6 7 6 7 6 7 6 6 7 6 5 7 7 7 4 4 5 9 7 8

  12 8 8 8 7 8 8 7 7 7 6 6 6 7 7 7 5 5 5 8 8 8

  13 7 9 8 7 9 8 7 8 6 7 9 8 7 8 6 3 5 5 6 9 7

  14 8 6 7 7 6 6 7 6 7 7 5 5 7 5 5 4 4 5 8 5 6

  15 5 4 6 5 4 7 5 6 5 5 5 5 7 5 5 5 3 5 7 7 9

  16 7 7 8 7 6 8 6 7 8 6 7 6 7 8 7 5 3 4 8 7 7

  17 6 6 7 6 6 7 6 6 6 4 4 4 6 6 6 3 5 5 7 7 8

  18 7 7 7 7 7 7 6 7 4 6 6 6 7 7 7 5 4 5 7 7 8

  19 6 5 7 6 5 9 3 7 5 8 6 7 7 4 8 5 5 5 4 5 9

  20 7 7 8 7 8 8 7 7 8 8 8 8 7 9 9 2 5 5 7 9 8

  21 8 7 8 7 7 8 4 4 4 5 4 5 4 6 7 3 5 4 6 8 7

  22 7 8 8 6 8 8 7 6 6 7 7 7 7 6 7 5 5 5 8 7 7

  23 6 6 6 7 6 6 6 7 6 6 7 7 6 6 6 4 4 4 7 7 8

  24 8 7 8 7 7 7 6 6 7 6 6 6 6 7 7 5 4 3 8 7 6

  25 7 7 7 6 7 7 5 6 7 5 7 5 6 7 7 5 4 5 7 5 6

  26 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 6 6 7 7 7 2 4 5 6 7 7

  27 5 5 5 6 6 6 6 6 6 5 5 5 6 6 6 3 5 5 6 7 7

  28 6 7 7 6 7 7 7 7 7 6 6 6 8 7 8 5 5 5 8 7 8

  29 6 7 6 6 8 8 6 7 7 6 7 5 6 7 6 5 5 5 6 6 6

  30 7 7 7 7 7 7 8 8 9 7 7 7 8 8 7 3 5 5 7 9 8


(3)

Parameter  Penampakan Warna Rasa Aroma Tekstur Uji lipat Uji lipat

      Panelis  10  13  16  19  10  13 16 19 10 13 16 19 10 13 16 19  10  13 16 19 10 13 16 19 10 13 16 19

  1 7 7 8 7 6 5 6 6 7 5 6 5 8 9 9 7 6 7 8 7 4 3 5 5 6 7 6 8

  2 6 7 7 7 6 7 7 6 6 7 6 7 5 5 6 6 4 6 6 8 3 4 4 4 2 4 6 7

  3 4 4 7 7 7 4 6 7 5 7 4 5 6 7 6 7 4 7 6 6 3 5 4 3 4 7 5 7

  4 7 7 7 7 7 6 8 7 7 8 7 9 8 7 8 8 7 7 8 7 4 5 4 4 5 7 8 7

  5 5 8 6 7 5 6 6 8 6 4 6 7 6 6 8 6 6 7 8 8 3 4 5 5 5 6 9 8

  6 7 7 7 8 8 7 6 6 6 7 5 5 7 6 5 5 3 5 4 6 3 5 3 3 4 5 6 5

  7 5 6 6 7 5 5 7 7 7 5 5 4 6 6 7 6 7 7 7 7 4 5 4 4 4 4 5 5

  8 6 6 7 6 4 6 6 6 4 7 6 2 5 6 7 5 4 4 7 7 3 5 3 4 4 4 7 6

  9 5 7 7 7 6 6 5 6 6 6 7 5 7 6 7 4 7 7 7 7 5 4 4 5 4 6 8 7

  10 7 7 7 7 6 7 7 7 5 7 5 4 7 6 7 7 4 7 7 5 5 4 5 5 7 6 6 8

  11

7 8 8 8 7 8 6 6 8 5 5 7 6 6 5 5 4 5 5 6 4 4 5 5 5 6 5 7

  12 7 8 6 6 8 6 7 7 6 5 7 6 6 6 8 6 6 6 6 7 4 3 4 4 6 6 7 6

  13 7 7 6 9 7 7 7 6 8 7 5 6 8 7 8 4 8 6 7 7 5 3 5 4 5 7 7 9

  14

5 6 6 6 6 4 4 4 7 6 4 4 6 7 7 6 6 5 5 5 3 3 5 4 5 5 6 6

  15

7 6 4 6 7 5 5 5 8 7 3 3 7 5 3 6 5 7 5 7 3 3 4 4 5 4 6 7

  16 7 8 8 8 7 7 6 7 5 6 6 5 6 6 6 5 7 7 7 8 4 4 4 5 7 8 7 10

  17 7 8 6 6 6 6 6 6 8 4 7 5 5 5 6 7 6 8 7 6 3 4 3 5 5 5 6 8

  18 6 7 7 6 7 7 7 6 4 8 5 6 6 7 4 5 4 6 5 5 3 5 4 4 2 3 5 4

  19 7 6 6 5 7 5 6 6 7 5 6 8 6 5 6 7 6 7 7 6 4 4 5 4 7 6 6 8

  20 5 6 4 6 6 7 6 5 7 5 7 6 5 8 7 3 4 4 8 7 4 3 4 5 7 5 8 7

  21 7 7 7 7 6 6 5 6 8 7 5 5 7 7 7 5 7 7 7 6 4 5 3 3 4 5 7 6

  22 6 7 6 7 7 6 6 5 6 5 5 5 6 7 6 5 7 6 6 6 4 4 3 5 4 4 4 4

  23

6 7 8 7 8 8 7 6 8 8 8 8 8 8 8 8 6 8 7 8 3 5 4 5 4 4 7 8

  24 9 9 8 7 9 8 6 7 7 7 7 7 6 5 5 6 7 6 7 7 3 5 5 4 6 4 6 6

  25 7 7 6 7 7 7 7 7 6 4 8 4 3 5 6 6 6 6 6 7 5 3 4 5 5 6 6 7

  26 7 4 6 8 7 5 6 7 6 7 5 5 6 6 4 6 6 5 8 7 3 4 4 5 9 5 6 7

  27 8 8 7 6 8 8 5 5 8 7 5 6 7 7 6 6 8 8 8 6 5 3 4 3 6 5 5 7

  28 6 5 6 5 6 6 5 6 5 7 6 6 6 6 5 7 6 6 6 7 4 3 4 4 6 6 9 8

  29 5 7 7 6 4 6 7 6 4 6 4 5 6 6 5 5 4 5 4 7 3 5 5 4 4 7 4 6

  30 5 5 7 6 6 7 7 7 8 7 6 7 7 8 7 6 7 8 7 7 3 3 5 5 5 7 7 8

Rataan


(4)

Lampiran 15a Hasil uji kenormalan parameter kekuatan gel

kekuat an gel

P e rc e n t 500 450 400 350 300 250 200 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean > 0,150 351,6 StDev 59,62 N 8 KS 0,217 P-Value

Probability Plot of kekuatan gel

Normal

Lampiran 15b Hasil uji kenormalan parameter WHC

WHC P e rc e n t 82 81 80 79 78 77 76 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean > 0,150 78,70 StDev 1,165 N 8 KS 0,163 P-Value

Probability Plot of WHC

Normal

 

 


(5)

Lampiran 15c Hasil uji kenormalan parameter stabilitas emulsi

st abilit as emulsi

P

e

rc

e

n

t

90 85

80 75

70 65

60 55

99

95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5

1

Mean

> 0,150 71,08

StDev 6,634

N 8

KS 0,165

P-Value

Probability Plot of stabilitas emulsi

Normal


(6)

Lampiran 16 Dokumentasi penelitian

 

      

 

        Fillet lele dumbo Penimbangan daging

fillet

      

  

    Kamaboko ikan lele dumbo Uji organoleptik

       

 

      Sosis ikan lele dumbo (utuh) Sosis ikan lele dumbo