cereus B. cereus dan P. aeruginosa ATCC 27853.

8 termakan dapat menyebabkan serangan mendadak yaitu kekejangan pada perut dan muntah-muntah yang hebat Buckle et al,. 2007. Kebanyakan galur S. aureus bersifat patogen dan memproduksi enterotoksin yang tahan panas, ketahanan panas bakteri ini melebihi sel vegetatifnya. Beberapa galur, terutama yang bersifat patogenik, memproduksi koagulase menggumpalkan plasma, bersifat proteolitik, lipolitik dan betahomolitik. Spesies lain yaitu Staphylococcus epidermidis, biasanya tidak bersifat patogen dan merupakan flora normal yang terdapat pada kulit tangan dan hidung Fardiaz, 1992. Suhu minimum pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 6 – 7 °C, suhu maksimum 45,5 °C, sedangkan suhu optimum pertumbuhan adalah 35 – 37 °C. Nilai pH optimum adalah 7 – 7,5 dengan kisaran pH 4 – 9,8. Bakteri ini memproduksi pigmen kuning sampai orange Fardiaz, 1992.

P. aeruginosa

Pseudomonas merupakan salah satu jenis dalam kelompok Pseudomonadaceae yang sering menimbulkan kebusukan makanan. Bakteri ini bersifat motil dengan flagella polar. Sifat-sifat penting Pseudomonas yang mempengaruhi pertumbuhan pada makanan adalah 1 umumnya mendapatkan sumber karbon dari senyawa yang bukan karbohidrat, 2 dapat menggunakan senyawa-senyawa nitrogen sederhana, 3 kebanyakan spesies tumbuh baik pada suhu rendah bersifat psikrofilik, mesofilik dengan suhu optimum relatif rendah, kecuali P. aeruginosa dan P. fluorescens yang dapat tumbuh pada suhu 37 °C, 4 memproduksi senyawa-senyawa yang bau busuk, 5 dapat mensintesa faktor-faktor pertumbuhan dan vitamin, 6 beberapa spesies bersifat proteolitik memecah protein dan lipolitik memecah lemak dan pektinolitik memecah pektin, 7 pertumbuhan pada posisi aerobik berjalan dengan cepat, dan biasanya membentuk lender, 8 tidak tahan terhadap panas dan keadaan kering, oleh karena itu mudah dibunuh dengan proses pemanasan dan pengeringan Fardiaz, 1992.

B. cereus

Spesies Bacillus ada yang mempunyai sifat proteolitik kuat, sedang atau tidak bersifat proteolitik. Salah satu spesies yang bersifat proteolitik yaitu B. cereus, yang memproduksi enzim proteolitik bersifat menyerupai rennin sehingga dapat 9 menggumpalkan susu. Beberapa spesies Bacillus juga bersifat lipolitik memecah lipid, sedangkan yang lain tidak bersifat lipolitik Fardiaz, 1992. Bakteri Bacillus merupakan Gram positif. B. cereus memiliki ciri-ciri berbentuk batang, bergerak, dapat membentuk spora, bersifat fakultatif anaerob dan tersebar secara luas dalam tanah dan air. Organisme ini sampai saat ini belum dapat dikatakan sebagai bakteri patogenik. Sejumlah keracunan akibat tercemarnya bahan pangan dengan bakteri ini banyak ditemukan pada daging saus berempah dan nasi goreng. Kemampuan Bacillus membentuk spora memungkinkan mikroorganisme ini tetap hidup pada operasi pengolahan dengan pemanasan. Gejala-gejala keracunan bahan pangan yang tercemar karena bakteri ini termasuk diare, sakit perut dan kadang muntah-muntah, tetapi belum jelas apakah ini merupakan suatu bentuk keracunan bahan pangan yang bersifat intoksikasi atau infeksi Buckle et al., 2007. 10 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Kegiatan Penelitian dilaksanakan selama enam bulan dari April sampai September 2011. Materi Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat indigenus bakteri asam dari daging sapi lokal Indonesia yaitu L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta bakteri indikator Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, P. aeruginosa ATCC 27853 dan B. cereus, media De Man Rogosa and Sharpe Broth MRSB, De Man Rogosa Sharp Agar MRSA, Yeast Extract YE 3, NaCl 1, NaOH 1 N, ammonium sulfat, buffer kalium fosfat, resin SP Sepharose – Fast flow, media Mueller Hinton Agar MHA, Bacto Agar BA, dan aquadest. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, jarum Ose, cawan petri, tabung Erlenmeyer, membran saring Sartorius, gelas ukur, pipet volumetrik, mikro pipet, sentrifuse, incubator, refrigerator, membran dialisis, vortex, alumunium foil, kapas, bunsen, alkohol 70, kertas saring, plastik PE, plastik wrap, oven, otoklaf, pH meter, neraca digital dan jangka sorong. Prosedur Pemeriksaan Kemurnian Bakteri Asam Laktat Pelczar dan Chan, 2005 Kultur starter yang telah diisolasi dari daging sapi pada penelitian sebelum- nya dikonfirmasi kembali untuk memastikan kemurnian kultur dengan cara ditumbuhkankan pada media De Man Rogosa Sharp Agar MRSA dengan metode striking dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam, kemudian diambil satu koloni yang dianggap sebagai koloni bakteri asam laktat dan dimasukkan ke De Man Rogosa Sharp Broth MRSB. Kultur ini disebut kultur stok. Setiap kultur stok dilakukan penyegaran pada media MRSB sebelum dilakukan pengujian. Sebanyak satu ml kultur diinokulasikan ke dalam media MRSB. Kultur kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam yang hasil ini disebut kultur kerja. Kultur kerja ini 11 yang digunakan untuk mengkonfirmasi bakteri uji. Uji yang dilakukan adalah uji pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram Hadioetomo, 1990. Sampel bakteri dari koloni yang homogeny dioleskan pada kaca objek kemudian difiksasi panas. Satu ose bakteri kemudian diteteskan dengan kristal violet selama satu menit, diratakan, dibilas dengan akuades dan dikering udarakan. Setelah kering, olesan bakteri diteteskan iodium dan diratakan kembali, kering udara selama dua menit, kemudian dibilas akuades dan ditiriskan. Preparat dicuci dengan pemucat warna yaitu alkohol 95 setetes demi setetes selama 30 detik, kemudian dicuci segera dengan akuades dan ditiriskan. Setelah kering, preparat diteteskan minyak imersi dan diamati di bawah mikroskop untuk melihat bentuk dan warna dinding sel setelah dilakukan pewarnaan. Bakteri yang termasuk dalam kelompok Gram positif akan menunjukkan warna ungu, sedangkan kelompok bakteri Gram negatif akan menunjukkan warna merah safranin. Produksi Supernatan Netral Asal Isolat L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 Todorov dan Dicks, 2005 Sebanyak 500 ml media MRS-broth ditambah yeast extrack 3 dan NaCl 1 diinokulasikan dengan 10 vv kultur L. plantarum. Terdapat empat galur L. plantarum yang digunakan untuk diperoleh bakteriosin yaitu L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1, dan 2B2 yang telah disegarkan, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 °C selama 20 jam. Setelah selesai diinkubasi, L. plantarum disimpan pada refrigerator suhu 4 °C selama dua jam dan dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit suhu 4 °C. Setelah selesai, dilakukan penyaringan dengan menggunakan membran saring Sartorius berdiameter 0,22 µm yang selanjutnya supernatan bebas sel dari setiap galur L. plantarum dinetralkan menjadi pH 5,8 – 6,2 dengan menggunakan 1 N NaOH. Pengecekan pH menggunakan kertas lakmus dan pH meter dengan kalibrasi dua kali yaitu pH 7 dan pH 4. Supernatan bebas sel yang telah dinetralkan kemudian dilakukan uji antagonistik terhadap bakteri patogen Salmonella ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, B. cereus dan P. aeruginosa ATCC 27853. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas penghambatan supernatan bebas sel galur 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 pada bakteri patogen indikator. 12 Tabel 1. Penggunaan Padatan Ammonium Sulfat Penjenuhan Awal 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 Konsentrasi Akhir dari Padatan Ammonium Sulfat g 1000 ml 10.6 13.4 16.4 19.4 22.6 25.8 29.1 32.6 36.1 39.8 43.6 47.6 51.6 55.9 60.3 65.0 69.7 10 5.3 8.1 10.9 13.9 16.9 20.0 23.3 26.6 30.1 33.7 37.4 41.2 45.2 49.3 53.6 58.1 62.7 20 2.7 5.5 8.3 11.3 14.3 17.5 20.7 24.1 27.6 31.2 34.9 38.7 42.7 46.9 51.2 55.7 25 2.7 5.6 8.4 11.5 14.6 17.9 21.1 24.5 28.0 31.7 35.5 39.5 43.6 47.8 52.2 30 2.8 5.6 8.6 11.7 14.8 18.1 21.4 24.9 28.5 32.3 36.2 40.2 44.5 48.8 35 2.9 5.7 8.7 11.8 15.1 18.4 21.8 25.8 29.6 32.9 36.9 41.0 45.3 40 2.9 5.8 8.9 12.0 15.3 18.7 22.2 26.3 29.6 33.5 37.6 41.8 45 3.0 5.9 9.0 12.3 15.6 19.0 22.6 26.3 30.2 34.2 38.3 50 3.0 6.0 9.2 12.5 15.9 19.4 23.5 26.8 30.8 34.8 55 3.1 6.1 9.3 12.7 16.1 20.1 23.5 27.3 31.2 60 3.1 6.2 9.5 12.9 16.8 20.1 23.9 27.9 65 3.2 6.3 9.7 13.2 16.8 20.5 24.4 70 3.2 6.5 9.9 13.4 17.1 20.9 75 3.3 6.6 10.1 13.7 17.4 80 3.4 6.7 10.3 13.9 85 3.4 6.8 10.5 90 3.4 7.0 95 3.5 100 Sumber : Simpson 2006 13 Purifikasi Parsial dengan Menggunakan Presipitasi Ammonium Sulfat Todorov dan Dicks, 2005 Supernatan antimikrob yang telah disaring steril ditambahkan serbuk ammonium sulfat sebanyak 80 secara bertahap 20, 40, 60, dan 80 untuk menghasilkan endapan protein, kemudian dihomogenkan secara perlahan pada suhu 4 o C selama dua jam Abo Amer, 2007. Tahapan ini dilakukan untuk menghasilkan endapan protein yang selanjutnya disebut presipitat bakteriosin. Presipitat dikoleksi pada tabung steril. Pengecekan protein dari presipitat bakteriosin diamati dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada absorbansi 280 nm. Dialisis. Dialisis dilakukan dengan tujuan untuk desalting atau menghilangkan garam ammonium sulfat yang masih bercampur dengan presipitat bakteriosin. Buffer yang digunakan adalah buffer kalium fosfat pH 6,8 campuran KH 2 PO 4 dan K 2 HP0 4 dengan perbandingan 1 : 1.000 1 bagian presipitat dan 1.000 bagian buffer. Dialisis dilakukan dengan menggunakan membran dialisis berdiameter 20 pada buffer kalium fosfat selama 12 jam, dan dilakukan penggantian buffer sebanyak dua kali 2 dan 4 jam pada suhu 4 °C. Setelah selesai, didapatkan ekstrak kasar bakteriosin. Pengecekan protein plantarisin hasil dialisis diamati menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 280 nm. Purifikasi dengan Menggunakan Kromatographi Pertukaran Kation Hata et al., 2010 Kolom diisi dengan resin SP Sepharose – fast flow. Buffer yang digunakan adalah buffer kalium fosfat pH 6,8. Kolom terlebih dahulu dipasangkan pada penjepit Bunsen kemudian buffer dituangkan ke dalam kolom. Setelah itu buffer dibuang secara perlahan. SP Sepharose secara perlahan dengan menggunakan pipet Pasteur dimasukkan ke dalam kolom, dan diusahakan supaya tidak ada udara gas yang masuk ke dalam kolom. Selanjutnya resin akan menjadi gel. Kemudian di atas resin diberikan buffer dan kolom disimpan pada refrigerator 4 °C. Plantarisin hasil dialisis dimasukkan ke dalam kolom secara perlahan-lahan, dan di bawah kolom diberikan tabung penampung eluent yang keluar dari kolom. Eluent pertama adalah buffer, sedangkan yang berikutnya adalah sampel plantarisin murni. Kecepatan alir yang diberikan adalah 0,8 mlmenit. Setelah selesai, dilakukan pencucian 14 dengan buffer kembali dan ditampung untuk mengambil eluent yang terikat pada gel resin. Semua dilakukan pada suhu dingin 4 °C. Setelah selesai dalam beberapa tabung koleksi didapatkan eluent yang berisi plantarisin murni. Plantarisin murni disimpan pada suhu dingin 4 °C dan protein plantarisin murni diukur dengan menggunakan spektrofotometer yang selanjutnya plantarisin murni siap untuk dianalisis sifat dan karakteristiknya. Karakteristik Plantarisin Hata et al., 2010 Ketahanan terhadap Suhu. Uji ketahanan terhadap suhu sangat penting untuk mengetahui karakteristik aktivitas plantarisin sebagai antimikrob yang dapat diaplikasikan pada berbagai kondisi penanganan dan pengolahan pangan. Plantarisin murni hasil kromatografi kolom diuji ketahanannya setelah mengalami penyimpanan selama 15 hari yaitu 0, 5, 10, dan 15 hari pada suhu refrigerator 10 °C. Ketahanan terhadap suhu dilihat dengan menguji aktivitas antimikrob plantarisin murni hasil perlakuan lama penyimpanan dengan metode sumur. Zona hambat baik zona bening maupun zona semu yang terdapat disekitar sumur pada cawan yang berisikan bakteri patogen dan pembusuk, menunjukkan bahwa plantarisin tersebut masih memiliki aktivitas antagonistik selama penyimpanan terhadap bakteri patogen. Aktivitas Antimikrob Plantarisin terhadap Bakteri Patogen dan Pembusuk Makanan Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922 , S. aureus ATCC 25923, P. aeruginosa ATCC 27853, dan B. cereus. Plantarisin murni hasil kromatografi kolom disiapkan dengan melarutkan 1:1 vv plantarisin dengan buffer kalium fosfat. Metode yang digunakan adalah metode difusi sumur Savadogo et al., 2006. Bakteri indikator Patogen dan pembusuk makanan sebanyak 10 6 cfuml yang berumur 24 jam diinokulasikan ke dalam cawan yang selanjutnya dituangkan media konfrontasi yaitu Mueller Hinton agar MHA sebanyak 15 – 20 ml. Setelah agar mengeras dan dingin, dibuat sumur pada cawan pada diameter lima mm. Sumur yang telah dibuat, kemudian ke dalam sumur dituangkan 50 µl plantarisin murni kemudian cawan disimpan dalam refrigerator selama 2 jam untuk memberikan kesempatan plantarisin berdifusi kedalam agar. Setelah itu cawan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk disekitar sumur menandakan bahwa 15 plantarisin mampu menghambat bakteri indikator. Selanjutnya dilakukan pengukuran diameter zona bening mm. Rancangan dan Analisis Data Rancangan dan analisis data meliputi perlakuan dan model statistik rancangan penelitian. Rancangan dan analisis data yang digunakan pada penelitian ini meliputi produksi plantarisin, uji antagonistik plantarisin murni 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 terhadap bakteri indikator selama penyimpanan suhu dingin. Produksi Plantarisin Nilai pH supernatan bebas sel netral dan konsentrasi protein plantarisin, analisis data dilakukan secara deskriptif. Rancangan percobaan yang digunakan untuk peubah hasil uji antagonistik supernatan bebas sel netral L. plantarum. adalah rancangan acak lengkap RAL faktorial dengan perlakuan 4 x 5 dan ulangan sebanyak tiga kali. Faktor perlakuan adalah galur L. plantarum, dengan empat taraf perlakuan yaitu galur 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 dan lima bakteri patogen indikator. Analisis data dilakukan secara statistik. Model statistik rancangan acak lengkap RAL faktorial adalah sebagai berikut. Y ijk = µ + P i + Y j + PY ij + € ijk Keterangan : Y ijk = Variabel respon akibat bakteri patogen indikator ke-i dan supernatan bebas sel ke- j pada ulangan ke-k. µ = Nilai tengah umum. P i = Pengaruh perlakuan bakteri patogen indikator ke-i, i = 1, 2, 3, 4, 5 Y j = Pengaruh perlakuan jenis supernatan bebas sel ke-j, j = 1, 2, 3, 4 PY ij = Pengaruh interaksi antara bakteri patogen indikator ke-i dengan jenis supernatan bebas sel ke- j € ij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ke-j, terhadap ulangan ke-k, k = 1, 2, 3 Peubah yang diamati adalah diameter zona hambat hasil uji antagonistik dari supernatan bebas sel asal berbagai strain L. plantarum dengan bakteri patogen indikator Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, P. aeruginosa ATCC 27853 dan B. cereus. Data yang diperoleh jika 16 memenuhi uji asumsi dianalisis dengan menggunakan analisa ragam yaitu uji parametrik dan bila hasil yang diperoleh nyata maka dilanjutkan uji banding dengan menggunakan uji Tukey Steel dan Torrie, 1995. Jika data tidak memenuhi asumsi, maka data dianalisis menggunakan uji Kruskal – Wallis uji non parametrik, bila hasil yang diperoleh menunjukkan pengaruh yang nyata pada non parametrik maka dilanjutkan dengan uji pembanding berganda Mattjik dan Sumertajaya, 2002. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Minitab14 dan Statistix8. Stabilitas Aktivitas Plantarisin selama Penyimpanan Suhu Dingin 10 °C Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dengan rancangan dasar rancangan acak lengkap RAL 4 x 4. Faktor perlakuan yang pertama adalah lama penyimpanan yang berbeda 0, 5, 10 dan 15 hari pada suhu dingin 10 °C dan faktor perlakuan kedua adalah plantarisin asal L. plantarum galur yang berbeda 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12. Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Model statistik rancangan faktorial dengan rancangan dasar RAL adalah sebagai berikut. Y ijk = µ + P i + Y j + PY ij + € ijk Keterangan : Y ijk = Variabel respon akibat pengaruh lama penyimpanan ke-i dan plantarisin ke- j pada ulangan ke-k. µ = Nilai tengah umum. P i = Pengaruh perlakuan lama penyimpanan ke-i, i = 1, 2, 3, 4 Y j = Pengaruh perlakuan jenis plantarisin ke-j, j = 1, 2, 3, 4 PY ij = Pengaruh interaksi antara lama penyimpanan ke-i dengan jenis plantarisin ke-j. € ij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ke-j, terhadap ulangan ke-k, k = 1, 2, 3 Peubah yang diamati adalah diameter zona hambat hasil uji antagonistik dari plantarisin murni asal berbagai galur L. plantarum hasil purifikasi parsial dengan perlakuan lama penyimpanan yang berbeda yang dilakukan terhadap bakteri indikator Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, P. aeruginosa ATCC 27853, dan B. cereus, sebagai kontrol adalah plantarisin yang tidak mengalami penyimpanan 0 hari. Data yang didapat jika 17 memenuhi uji asumsi dianalisis dengan menggunakan analisa ragam yaitu uji parametrik dan bila hasil yang diperoleh nyata maka dilanjutkan uji banding dengan menggunakan uji Tukey Steel dan Torrie, 1995. Jika data tidak memenuhi asumsi, maka data dianalisis menggunakan uji Kruskal – Wallis uji non parametrik, bila hasil yang diperoleh menunjukkan pengaruh yang nyata pada non parametrik maka dilanjutkan dengan uji pembanding berganda Mattjik dan Sumertajaya, 2002. Model statistik uji Tukey adalah sebagai berikut: w = q α p,fe x KTGr 12 Keterangan : q α = Taraf uji yang digunakan 95 atau 99 p = Jumlah taraf perlakuan fe = Derajat bebas db galat KTG = Kuadrat tengah galat r = Jumlah ulangan 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous daging sapi yaitu bakteriosin asal L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta bakteri patogen indikator yang terdiri atas bakteri Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, B. cereus, dan P. aeruginosa ATCC 27853. Karakteristik morfologis yang diamati meliputi bentuk dan susunan sel-sel bakteri secara mikroskopik, dilakukan dengan bantuan pewarnaan Gram. Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Pemeriksaan kemurnian Bakteri Asam Laktat BAL merupakan cara untuk memastikan bahwa bakteri yang akan diuji merupakan kultur murni BAL hasil isolasi dengan mengetahui karakteristik masing-masing kultur berdasarkan sifat yang tampak pada setiap bakteri. Karakteristik tersebut berdasarkan profil fenotip seperti berdasarkan dinding sel bakteri melalui pewarnaan Gram serta bentuk dari masing-masing isolat BAL yang sudah diisolasi sebelumnya dari daging sapi yang beredar di Bogor Hidayati, 2006. Morfologi Sel Konfirmasi bakteri uji yang selanjutnya diuji adalah morfologi sel. Sebanyak empat BAL dan lima bakteri patogen indikator dikarakterisasi berdasarkan morfologi selnya untuk mengetahui bentuk bakteri dari masing-masing isolat menggunakan mikroskop. Fardiaz 1992 menyatakan bahwa berdasarkan bentuk morfologinya bakteri dibagi menjadi tiga golongan yaitu golongan batang basil, bulat kokus, dan golongan spiral. Hasil pengamatan morfologi sel empat isolat BAL yaitu 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 adalah bakteri dengan bentuk batang basil dengan susunan tunggal atau pendek. Isolat ini merupakan kelompok bakteri asam laktat genus Lactobacillus Fardiaz, 1992. Menurut Buckle et al 2007, bakteri E. coli, Salmonella dan P. aeruginosa tergolong bakteri Gram negatif karena memiliki ciri-ciri morfologi yaitu berbentuk batang, bergerak, dan bersifat fakultatif anaerob. Bakteri S. aureus merupakan bakteri Gram 19 positf dengan ciri-ciri morfologi yaitu berbentuk kokus dan berkelompok menyerupai buah anggur, tidak bergerak, dan tidak berspora Holt et al., 1994. B. cereus juga merupakan bakteri Gram positif dengan ciri-ciri morfologi yaitu berbentuk batang dan merupakan bakteri gram positif yang memiliki spora Ray, 2000. Karakteristik keempat isolat BAL dan bakteri patogen indikator dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta Bakteri Patogen Indikator Berdasarkan Uji Morfologi dan Pewarnaan Gram Bakteri Pewarnaan Gram Morfologi Bentuk dan Susunan L. plantarum 1A5 Positif Batang, susunan tunggal dan berkoloni rantai pendek L. plantarum 1B1 Positif Batang, susunan tunggal dan berkoloni rantai pendek L. plantarum 2B2 Positif Batang, susunan tunggal dan berkoloni rantai pendek L. plantarum 2C12 Positif Batang, susunan tunggal dan berkoloni rantai pendek Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028 Negatif Batang tunggal dan berkoloni E. coli ATCC 25922 Negatif Berbentuk batang, bergerak S. aureus ATCC 25923 Positif Bulat tunggal dan berkoloni seperti buah anggur P. aeruginosa ATCC 27853 Negatif Batang, susunan tunggal dan berkoloni rantai pendek B. cereus Positif Batang, susunan tunggal dan berkoloni serta terdapat kantung spora Pewarnaan Gram merupakan metode uji untuk mengetahui makromolekul dinding sel setiap isolat bakteri uji dan bakteri indikator. Bakteri berdasarkan reaksi pewarnaan Gram dibedakan menjadi bakteri Gram positif dan Gram negatif. Sebanyak empat isolat bakteri asam laktat dan lima bakteri patogen indikator dilakukan pengujian pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik morfologis dan kemurnian kultur bakteri yang digunakan. Karakteristik morfologis Lactobacillus sp. tergolong bakteri Gram positif yang mempunyai bentuk batang 20 bervariasi dari panjang dan ramping sampai kokobacilus pendek Pelczar dan Chan, 2005. Hasil pengamatan morfologi dan pewarnaan Gram secara mikroskopis dari bakteri L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta bakteri patogen indikator dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. A B C D Gambar 1. Morfologi dan Hasil Pewarnaan Gram L. plantarum : A L. plantarum 1A5; B L. plantarum 1B1; C L. plantarum 2B2; D L. plantarum 2C12 21 A B C D E Gambar 2. Morfologi dan Hasil Pewarnaan Gram Bakteri – Bakteri Patogen Indikator: A Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028; B E. coli ATCC 25922; C S. aureus ATCC 25923; D P. auruginosa ATCC 27853; E B. cereus 22 Hasil yang diperoleh berdasarkan pewarnaan Gram, ternyata bakteri L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta bakteri patogen indikator S. aureus ATCC 25923 dan B. cereus yang digunakan merupakan bakteri Gram positif. Hal ini disebabkan keenam bakteri ini tetap mempertahankan warna ungu Kristal violet meskipun telah diberi alkohol 95 dan zat warna lain yaitu safranin. Bakteri Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922 dan P. aeruginosa ATCC 27853 merupakan Gram negatif. Hal ini disebabkan ketiga bakteri tersebut tidak dapat mempertahankan warna ungu Kristal violet setelah diberi alkohol 95 dan bakteri ini menyerap warna merah yang berasal dari zat warna safranin. Produksi Plantarisin Produksi plantarisin dilakukan dengan menggunakan inducer berupa kombinasi NaCl 1 dan yeast extract 3 dengan media pertumbuhan kultur menggunakan MRS broth. Tabel 3 menunjukkan kondisi pH awal dari supernatan bebas sel dan kondisi pH supernatan bebas sel yang telah dinetralkan menggunakan NaOH 1N. Berdasarkan nilai pH pada Tabel 3 supernatan antimikrob yang telah dihasilkan dari media produksi dengan inducer berada pada kondisi asam. Kondisi asam tersebut disebabkan oleh adanya asam-asam organik yang terbentuk sebagai metabolit primer dari bakteri asam laktat. Asam organik tersebut mempunyai spektrum penghambatan yang luas terhadap mikroorganisme yaitu dengan cara menyerang dinding sel, membran sel, metabolisme enzim, sistem sintesis protein maupun secara genetik Smid dan Gorris, 2007. Asam-asam organik yang terdapat di dalam supernatan antimikrob L. plantarum dapat menutupi aktivitas plantarisin yang terbentuk saat akan menghambat bakteri indikator pada uji antagonistik. Asam-asam organik dihilangkan dengan cara dilakukan penambahan buffer NaOH 1N agar supernatan antimikrob tersebut mencapai pH 5,8 – 6,2. Hal ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh asam organik yang terdapat pada supernatan antimikrob sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan kerja plantarisin yang terbentuk. Kondisi pH dari supernatan antimikrob L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 pada media MRS broth dapat dilihat pada Tabel 3. 23 Tabel 3. Kondisi pH Supernatan Bebas Sel pH awal dan Supernatan Netral Plantarisin asal galur Lactobacillus plantarum pH awal pH setelah dinetralkan 1A5 4,01 ± 0,04 6,11 ± 0,34 1B1 3,94 ± 0,11 5,87 ± 0,12 2B2 4,00 ± 0,02 6,17 ± 0,31 2C12 3,98 ± 0,01 6,04 ± 0,16 Hasil uji antagonistik supernatan bebas sel asal empat galur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 dari media produksi plantarisin terhadap masing-masing bakteri indikator disajikan secara lengkap pada Tabel 4. Uji antagonistik keempat galur L. plantarum terhadap bakteri patogen indikator ditunjukkan dengan adanya zona hambat yang terbentuk di sekitar sumur. Tabel 4. Hasil Uji Antagonistik Supernatan Netral terhadap Bakteri Patogen Indikator Bakteri Patogen Supernatan Bebas Sel asal Galur Lactobacillus plantarum 1A5 1B1 2B2 2C12 Rata-rata ---------------------------------------------- mm -------------------------------------------- S. aureus ATCC 25923 12,64 ± 0,12 12,78 ± 0,28 12,57 ± 0,38 11,08 ± 0,10 12,27 ± 0,80 ab P. aeruginosa ATCC 27853 13,42 ± 1,03 13,10 ± 0,20 13,16 ± 0,15 11,23 ± 0,15 12,73 ± 1,01 ab Salmonella ATCC 14028 13,15 ± 0,85 13,19 ± 0,09 13,15 ± 0,45 12,14 ± 1,00 12,91 ± 0,51 ab E. Colli ATCC 25922 13,27 ± 0,32 13,31 ± 0,32 13,56 ± 0,04 12,33 ± 0,30 13,12 ± 0,54 a Bacillus cereus 12,17 ± 0,15 12,23 ± 0,20 12,60 ± 0,22 11,79 ± 0,27 12,20 ± 0,33 b Rata-rata 12,93 ± 0,52 A 12,92 ± 0,43 A 13,01 ± 0,42 A 11,71 ± 0,55 B 12,65 ± 0,40 Keterangan : Besarnya diameter zona hambat tidak termasuk diameter lubang sumur 5mm; Huruf superskrip horizontal yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata P0,01 terhadap supernatan yang berbeda; Huruf superskrip vertikal yang berbeda menun- jukkan perbedaan yang sangat nyata P0,01 terhadap bakteri patogen yang berbeda Berdasarkan Tabel 4, supernatan bebas sel netral asal empat galur L. plantarum terhadap bakteri patogen indikator setelah diuji statistik menunjukkan perbedaan yang sangat nyata P0,01 antara jenis patogen dan jenis superanatan bebas sel. Terdapat perbedaan yang sangat nyata antara supernatan bebas sel galur 1A5, 1B1 dan 2B2 24 dengan supernatan bebas sel galur 2C12. Supernatan bebas sel galur 2C12 menghasilkan rataan zona hambat yang paling rendah dibandingkan dengan supernatan asal galur lain. Hal ini dapat dikatakan bahwa 2C12 kurang efektif digunakan untuk uji antagonistik terhadap kelima bakteri patogen indikator. Diameter zona hambat supernatan bebas sel juga dipengaruhi oleh jenis bakteri patogen indikator, terdapat perbedaan yang sangat nyata diameter zona hambat yang dihasilkan keempat supernatan antara bakteri E. coli ATCC 25922 dengan bakteri B. cereus. Pengamatan secara deskriptif menunjukkan bahwa supernatan asal empat galur L. plantarum dapat menghambat pertumbuhan bakteri indikator Gram negatif E. coli ATCC 25922, Salmonella enteriditis ser. Typhimurium ATCC 14028, P. aeruginosa ATCC 27853. Hasil ini dikuatkan oleh pernyataan Smaoui et al. 2010 bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum sp. TN635 dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif Salmonella enterica ATCC43972, Pseudomonas aeruginosa ATCC 49189, Hafnia sp. and Serratia sp. dan Candida tropicalis R2 CIP203 yang termasuk jamur fungi patogen. Pengujian Konsentrasi Protein Plantarisin Plantarisin murni diperoleh dari beberapa tahapan, diantara tahapan yang digunakan yaitu tahap purifikasi. Tahap purifikasi terdiri atas purifikasi parsial yang menggunakan ammonium sulfat dan dialisis, serta purifikasi menggunakan kromatografi pertukaran kation. Hasil dari tahapan purifikasi menggunakan ammonium sulfat disebut presipitat plantarisin dan hasil dari tahap dialisis disebut plantarisin kasar, sedangkan hasil dari purifikasi menggunakan kromatografi pertukaran kation disebut plantarisin murni. Pengujian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui konsentrasi protein dari presipitat plantarisin, plantarisin kasar dan plantarisin murni, sehingga dapat dilihat perbedaan konsentrasi protein dari ketiga bentuk plantarisin tersebut. Pengujian protein ini menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang λ 280. Konsentrasi protein dari ketiga tahapan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. 25 Tabel 5. Konsentrasi Protein Plantarisin Asal L. plantarum pada Presipitat Plantarisin, Plantarisin Kasar dan Plantarisin Murni. Plantarisin asal galur L. plantarum Konsentrasi Protein Presipitat plantarisin Plantarisin kasar Plantarisin murni ----------------------------- mgml ------------------------------ 1A5 24,08 ± 0,50 56,65 ± 0,79 32,43 ± 1,80 1B1 24,61 ± 1,95 71,20 ± 0,90 37,22 ± 0,70 2B2 15,62 ± 2,79 44,60 ± 4,86 15,27 ± 1,64 2C12 3,41 ± 1,38 0,97 ± 0,13 10,65 ± 0,02 Berdasarkan Tabel 5, hasil kuantitatif presipitat plantarisin, plantarisin kasar dan plantarisin murni, secara deskriptif dapat dikatakan bahwa nilai rataan konsentrasi protein plantarisin kasar lebih tinggi dibandingkan presipitat plantarisin terhadap ketiga plantarisin asal galur L. plantarum 1A5, 1B1, dan 2B2. Presipitat plantarisin merupakan hasil dari purifikasi parsial dengan konsentrasi yang tinggi namun masih mengandung garam mineral yang digunakan untuk mengendapkan protein. Proses dialisis atau proses pencucian yang bertujuan untuk menghilangkan pengotor pada permukaan partikel- partikel protein sehingga dapat menghasilkan plantarisin kasar dengan konsentrasi protein yang lebih tinggi dari presipitat plantarisin Day dan Underwood, 2002. Nilai konsentrasi protein plantarisin kasar galur L. plantarum 2C12 cenderung lebih rendah dari ketiga galur lainnya. Konsentrasi protein plantarisin kasar 2C12 mengalami penurunan setelah tahap dialisis. Hal ini dapat disebabkan masih terdapat pengaruh media MRSB di dalam presipitat plantarisin dan pada saat didialisis banyak yang keluar. Proses purifikasi plantarisin dengan menggunakan kromatografi pertukaran kation akan menghasilkan sejumlah fraksi plantarisin murni yang konsentrasi proteinnya berbeda-beda. Fraksi dengan konsentrasi protein yang tidak terlalu tinggi dipilih sebagai sampel untuk melakukan pengujian karakterisasi plantarisin terhadap lamanya penyimpanan suhu dingin. Konsentrasi protein plantarisin murni jika dibandingkan dengan plantarisin kasar memiliki konsentrasi yang lebih rendah. Hal ini disebabkan konsentrasi protein yang dihasilkan oleh plantarisin kasar tidak hanya berasal dari plantarisin namun ada sumber 26 penghasil protein lain yaitu masih terdapat media MRSB yang memiliki kandungan pepton dan yeast extract. Konsentrasi protein keempat plantarisin murni yang diperoleh cukup tinggi, sehingga keempat plantarisin tersebut dapat digunakan untuk uji selanjutnya yaitu pengujian 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 terhadap ketahanan suhu dingin 10 °C. Pengaruh Lama Penyimpanan Plantarisin Murni Galur 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 melalui Aktivitas Penghambatan Antimikrob pada Suhu Dingin 10 °C Aktivitas penghambatan keempat plantarisin asal galur L. plantarum selama 15 hari pada suhu 10 °C diamati untuk mengetahui stabilitas plantarisin 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 selama penyimpanan suhu dingin. Stabilitas aktivitas penghambatan ditentukan melalui diameter zona hambat berupa zona bening atau zona semu yang dihasilkan terhadap kelima bakteri patogen indikator S. aureus ATCC 25923, Salmonella enteritidis ser. Thyphimurium ATCC 14028, P. aeruginosa ATCC 27853, E. coli ATCC 25922 dan B. cereus.

S. aureus ATCC 25923. Stabilitas aktivitas penghambatan plantarisin murni asal L.