Analisis Potensi Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Pendapatan Perkapita Kabupaten Samosir

(1)

S E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N

A

ANALISIS POTENSI EKONOMI DAN JUMLAH

PENDUDUK MISKIN TERHADAP PENDAPATAN

PERKAPITA KABUPATEN SAMOSIR

TESIS

OLEH

PAIMIN MARBUN

107018006/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ANALISIS POTENSI EKONOMI DAN JUMLAH

PENDUDUK MISKIN TERHADAP PENDAPATAN

PERKAPITA KABUPATEN SAMOSIR

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan Pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

PAIMIN MARBUN

107018006/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

Judul Tesis : ANALISIS POTENSI EKONOMI DAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN TERHADAP PENDAPATAN PERKAPITA KABUPATEN SAMOSIR

Nama Mahasiswa : Paimin Marbun Nomor Pokok : 107018006

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ramli, SE.MS) (Dr. Jonni Manurung, MS

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE. M.Ec

Direktur


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 15 Pebruari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ramli, SE.MS Anggota : 1. Dr. Jonni Manurung, MS

2. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE. M.Ec 3. Dr. Murni Daulay, SE, M.Si


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : “ANALISIS POTENSI EKONOMI DAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN TERHADAP PENDAPATAN PERKAPITA KABUPATEN SAMOSIR” adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Pebruari 2013

Paimin Marbun 107018006/MEP


(6)

ANALISIS POTENSI EKONOMI DAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN TERHADAP PENDAPATAN PERKAPITA KABUPATEN SAMOSIR

ABSTRAK

Analisis Potensi Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Pendapatan Perkapita Kabupaten Samosir bertujuan untuk mengetahui sektor apakah yang menjadi sektor basis, sektor unggulan dan mempunyai daya saing pada perekonomian Kabupaten Samosir. Data yang diolah adalah data sekunder, yaitu nilai PDRB sembilan sektor perekonomian pada Kabupaten Samosir periode 2002 sampai dengan 2010. Dengan menggunakan Analisis Location Quotient (LQ), Analisis Shift-Share (SSA) dan Analisis Regresi yang digunakan untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk miskin, pengaruh sektor basis dan nilai shift-share terhadap pendapatan perkapita Kabupaten Samosir, diketahui bahwa yang menjadi sektor basis di Kabupaten Samosir adalah sektor pertanian dan jasa-jasa (terutama pariwisata). Hal tersebut dikarenakan sektor tersebut lebih menonjol dan surplus, memiliki keunggulan komparatif dan merupakan sektor unggulan untuk ekspor. Untuk sektor pertanian trendnya meningkat sedangkan sektor jasa-jasa (terutama pariwisata) trendnya menurun. Sektor potensial dan berspesialisasi dengan sektor yang pertumbuhannya cepat di tingkat propinsi Sumatera Utara berturut-turut adalah sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, pengangkutan dan komunikasi, perdagangan, hotel dan restoran, bangunan dan konstruksi. Sektor yang mempunyai sumber daya yang menguntungkan, mempunyai daya tarik dan cepat tumbuh dibandingkan sektor yang sama di propinsi Sumatera Utara, berturut-turut adalah sektor pertanian, listrik, gas dan air minum, pertambangan dan penggalian. Sedangkan sektor yang mempunyai elastisitas LQ dan SSA positif terhadap pendapatan perkapita adalah sektor pertanian sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya. Jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap pendapatan perkapita. Bila jumlah penduduk miskin tinggi pendapatan perkapita menurun, sebaliknya bila jumlah penduduk miskin dapat dikurangi, maka pendapatan perkapita akan meningkat.

Kata kunci : Sektor Pertanian, Sektor Basis, Sektor Unggulan, Potensi Ekonomi, Daya Saing Sektor


(7)

ANALYSIS OF THE POTENTIAL ECONOMIC AND NUMBER OF THE POOR OF CAPITA INCOME DISTRICT SAMOSIR

ABSTARCT

Analysis of Economic Potential and Number of Poor People Against Per Capita Income Samosir regency aimed to determine whether the sector is a sector basis, the dominant sector and the competitiveness of the economy have Samosir regency. The processed data is secondary data, the value of GDP of nine sectors of the economy in Samosir regency period 2002 to 2010. Analysis using Location Quotient (LQ), Shift-Share Analysis (SSA) and regression analysis were used to determine the effect of the number of poor people, the influence of the base sector and shift-share value of the per capita income of Samosir regency, which became known that a sector basis in the District Samosir is agriculture and services (especially tourism). That is because the sector is more prominent and surplus, has a comparative advantage and is a flagship for the export sector. Increasing trend for the agricultural sector, while the services sector (especially tourism) declining trend. Potential sectors and specializes in fast-growing sectors in the province of North Sumatra respectively sector banks and other financial institutions, transport and communication, trade, hotels and restaurants, building and construction. Sectors that have a beneficial resource, has a charm and fast growing than the same sector in the province of North Sumatra, respectively agriculture, electricity, gas and water, mining and quarrying. While the sector has a positive elasticity of the LQ and SSA per capita income is agriculture services sector, the trade, hotel and restaurant sector and banks and other financial institutions. The number of poor people negatively affect per capita income. When a high number of poor people per capita income decreased, whereas if the number of poor people can be reduced, then the per capita income will increase.

Keywords: agriculture, base, key sectors, economic potential and competitiveness of the sector


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Potensi Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Pendapatan Perkapita Kabupaten Samosir” . Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna meraih gelar Magister Sains pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pembahasan utama dalam tesis ini adalah menganalisis potensi ekonomi dan jumlah penduduk miskin dalam kaitannya dengan Pendapatan Perkapita Kabupaten Samosir, yang hasilnya diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan di Kabuapten Samosir.

Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSC (CTM). Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A.Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah Pascasarjana, Prof. Dr. Erman Munir, MSc dan Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS selaku Wakil Direktur I dan Wakil Direktur II Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec selaku Ketua Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Bapak Prof. Dr. Ramli, S.E, M.S, selaku Sekretaris Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I, yang atas arahan dan bimbingannya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

5. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS, sebagai Dosen Pembimbing II, yang ditengah kesibukannya yang sangat padat selalu memberi waktu kepada penulis untuk konsultasi dan memberi bimbingan, saran, arahan dan masukan mulai dari awal penulisan hingga selesainya tesis ini.

6. Ibu Dr. Murni Daulay, Bapak Prof. Dr. Sirojuzilam, Dapak Drs. H.B. Tarmizi, SU., sebagai dosen pembanding dan penguji, yang telah banyak memberikan saran dan masukan yang berharga dalam penyempurnaan tesis ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen serta Pegawai dan Staff Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Ir. Ronny Kusuma Yudistiro, MM, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Utara dan Bapak Saut Ganda Tampubolon, SH, MH, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Samosir selaku pimpinan di lembaga dimana penulis mengabdi, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Univeritas Sumatera Utara.

9. Ayahanda St. Simbat Marbun dan Ibunda Ruminta Situmeang, serta Ayah Mertua St. D.E Panjaitan dan Ibu Mertua L.E Hutagaol, atas segala dukungan doa yang tiada henti-henti, yang mendorong semangat penulis


(10)

10. Isteriku Elise Natalin Panjaitan, SP, serta kedua puteriku tercinta Betsyeba Miracle Anastasia Marbun dan Sharon Bernadetha Marbun yang selalu memberi dukungan dan motivasi bagi penulis selama mengikuti perkuliahan di Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

11. Rekan – rekan mahasiswa Angkatan XIX Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sebagai rekan seperjuangan dan diskusi dalam mengikuti perkuliahan di kampus, sekaligus mendorong dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Pepatah mengatakan, tiada gading yang tidak retak. Demikian halnya dengan tesis ini, penulis menyadarai bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian, penulis tetap berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat. Mohon maaf atas segala kekurangan, terimakasih.

Medan, Pebruari 2013 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis, Paimin Marbun, lahir di Dese Aeknadua, Kabupaten Tapanuli Tengah pada tanggal 2 Juni 1969, anak ketujuh dari delapan bersaudara. Ayah St. Simbat Marbun dan Ibu Ruminta Situmeang. Menikah dengan Elise Natalin Panjaitan, SP dan, telah dikaruniai dua orang puteri, yaitu Betsyeba Miracle Anastasia Marbun dan Sharon Bernadetha Marbun

Menempuh pendidikan dasar, tamat Sekolah Dasar pada tahun 1982 di Padangsidimpuan, melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP tetap di kota yang sama dan tamat pata tahun 1985. Menyelesaikan pendidikan SLTA di SMA Negeri 2 Padangsidimpuan pada tahun 1989 dan melanjutkan pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Jambi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, pada tahun 1995.

Pada tahun 1997 mengabdi sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara, dan saat ini mejabat sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kantor Pertanahan Kabupaten Samosir. Pada tahun 2010, atas ijin dari pimpinan, memperoleh kesempatan untuk mengikuti kuliah pada Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Univeristas Sumatera Utara.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 10

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Teori Kemiskinan ... 12

2.1.1. Indikator Kemiskinan ... 15

2.2. Pembangunan Ekonomi Regional ... 15

2.3. Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 17

2.4. Pendapatan Regional ... 19

2.4.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 20

2.4.2. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar ... 21

2.4.3. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Biaya Faktor ... 21

2.5. Perencanaan Pembangunan Wilayah ... 22

2.6. Teori Basis Ekspor (Export Base Theory) ... 24

2.7. Pengembangan Sektor Unggulan sebagai Strategi Pembangunan Daerah ... 25

2.8. Penelitian Terdahulu ... 28

2.9. Kerangka Pemikiran Konseptual... 28

2.10. Hipotesis ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1. Penentuan Daerah Penelitian... 31

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 31

3.3. Metode Analisis ... 32

3.3.1. Analisis Location Quotient (LQ) ... 32

3.3.2. Analisis Shift Share (Shift Share analyzing) ... 34

3.3.3. Analisiss Regresi ... 37


(13)

3.3.3.1.1. Autokorelasi ... 39

3.3.3.1.2. Multikolinearitas ... 40

3.3.3.1.3. Heteroskedastisitas ... 42

3.3.3.1.4. Uji Normalitas ... 42

3.3.3.2. Koefisien Determinasi R2 (R Square) ... 43

3.3.3.3. Uji F ... 44

3.3.3.4. Uji t ... 44

3.3.4. Elastisitas ... 44

3.4. Teknik Pengolahan dan Penyajian Data ... 45

3.5. Definisi Operasional Variabel ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 47

4.1.1. Letak Geografis ... 47

4.1.2. Wilayah Administrasi... 48

4.1.2.1. Dewan Perwakilan Daerah ... 48

4.1.2.2. Pegawai Negeri Sipil ... 48

4.1.2.3. Administrasi Pemerintahan ... 49

4.1.3. Topografis ... 49

4.1.4. Penduduk ... 50

4.1.5. Ketenaga Kerjaan ... 51

4.2. Analisa Location Quetient (LQ) ... 52

4.3. Analisa Shift Share ... 54

4.4. Analisis Menurut Lapangan Usaha ... 56

4.4.1. Analisis Sektor Pertanian ... 56

4.4.2. Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian ... 59

4.4.3. Analisis Sektor Industri Pengolahan ... 61

4.4.4. Analisis Sektor Listrik, Gas dan Air Minum ... 63

4.4.5. Analisis Sektor Bangunan dan Konstruksi ... 64

4.4.6. Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ... 67

4.4.7. Analsis Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ... 68

4.4.8. Analisis Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 70 4.4.9. Analisi Sektor Jasa-jasa... 71

4.5. Analisis Potensi Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Pendapatan perkapita Kabupaten Samosir ... 73

4.6. Analisis Regresi ... 77

4.6.1. Sektor Pertanian ... 78

4.6.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian ... 78

4.6.3. Sektor Industri/Manufacture ... 79

4.6.4. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum ... 79

4.6.5. Sektor Bangunan/Konstruksi ... 80

4.6.6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ... 81

4.6.7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ... 81

4.6.8. Sektor Bank dan Nonbank ... 82

4.6.9. Sektor Jasa-jasa ... 83


(14)

4.6.10.3. Uji Normalitas ... 85

4.6.10.4. Heteroskedastisitas ... 87

4.6.10.4.1. Uji White ... 87

4.6.11. Koefisien Determinasi (R-Square) ... 88

4.6.12. Uji F ... 89

4.6.13. Uji t-Ratio ... 89

4.6.14. Elastisitas ... 90

4.6.14.1. Elastisitas Indeks Location Quotient (LQ) Menurut Lapangan Usaha ... 91

4.6.14.1.1. Elastistas Pertanian (LQ1) ... 91

4.6.14.1.2. Elastisitas Pertambangan dan Penggalian (LQ2) ... 91

4.6.14.1.3. Elastisitas Industri (LQ3) ... 92

4.6.14.1.4. Elastisitas Listrik, Gas dan Air Minum (LQ4) ... 92

4.6.14.1.5. Elastisitas Bangunan (LQ5) ... 92

4.6.14.1.6. Elastisitas Perdagangan, Hotel dan Restoran(LQ6) ... 92

4.6.14.1.7. Elastisitas Pengangkutan dan Komunikasi (LQ7) ... 93

4.6.14.1.8. Elastisitas Bank dan Nonbank (LQ8) ... 93

4.6.14.1.9. Elastisitas Jasa-jasa (LQ9) ... 93

4.6.14.2. Elastisitas Shift-Sahre (SSA) ... 93

4.6.14.2.1. Elastistas Pertanian (SSA1) ... 93

4.6.14.2.2. Elastisitas Pertambangan dan Penggalian (SSA2) ... 93

4.6.14.2.3. Elastisitas Industri (SSA3) ... 94

4.6.14.2.4. Elastisitas Listrik, Gas dan Air Minum (SSA4) ... 94

4.6.14.2.5. Elastisitas Bangunan (SSA5) ... 94

4.6.14.2.6. Elastisitas Perdagangan, Hotel dan Restoran (SSA6) ... 94

4.6.14.2.7. Elastisitas Pengangkutan dan Pomunikasi(SSA7) ... 94

4.6.14.2.8. Elastisitas Bank dan Nonbank (SSA8) ... 95

4.6.14.2.9. Elastisitas Jasa-jasa(SSA9) ... 95

4.6.14.2.10.Elastisitas Jumlah Penduduk Miskin (JPM) ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

5.1. Kesimpulan ... 96

5.2. Saran-saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 99


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Tahun 2010

Menurut Kabupaten/ Kota Propinsi Sumatera Utara (000 jiwa) ... 5 1.2. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Samosir atas Dasar

Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2010... 8 1.3. Produk Domestik Regional Bruto perKapita Kabupaten Samosir

atas Dasar Harga konstan 2000 (000 rupiah) 2006-2010 ... 9 4.1. Hasil perhitungan indeks Location Quetiont (LQ) menurut

Lapangan Usaha Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 53 4.2. Hasil Perhitungan Nilai Rata-rata Shift Share menurut lapangan

Usaha di Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 56 4.3. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Pertanian Kabupaten Samosir

Tahun 2004-2010 ... 58 4.4. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Pertambangan dan

Penggalian Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 61 4.5. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Industri Pengolahan

Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 62 4.6. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Listrik, Gas dan Air minum

Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 64 4.7. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Bangunan dan Konstruksi

Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 66 4.8. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 68 4.9. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 70 4.10. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Bank dan Lembaga Keuangan

Lainnya Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 71 4.11. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Jasa-jasa Kabupaten Samosir

Tahun 2004-2010 ... 73 4.12. Nilai Koefficient, Standard Error, t-statistic, Probabilitas

Jumlah Penduduk Miskin, Location Quotient (LQ), Shift-Share Analisis Sektor Pertanian (1), Pertambangan dan Penggalian (2), Industri (3), Listrik, Gas dan Air Minum (4), Bangunan (5), Perdagangan, Hotel dan Restoran (6), Pengangkutan dan Komunikasi (7), Bank dan Non Bank (8) dan Jasa-jasa (9)

Kabupaten Samosir ... 77 4.13. Nilai Koefisien Korelasi Variabel, Provinsional Share (PVS),

Jumlah Penduduk Miskin (JPM), Indeks Location Quotient (LQ),

Propostional Shift (PS) dan Differential Shift (DS) ... 85 4.14. Nilai Mean, Median, Maximum, Std. Deviasi, Skewnes, Kutosis,


(16)

4.15. Uji Heteroskedastisitas dengan White Test (no cross terms) Persamaan regresi menurut Lapangan Usaha Kabupaten Samosir, Tahun 2003-2010 ... 87 4.16. Nilai Elastisitas LQ dan SSA Sektor Pertanian, Pertambangan dan

Penggalian, Industri, Listrik, Gas dan Air Minum, Bangunan, Perdagangan, Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, Lembaga Bank dan NonBank dan Jasa-jasa, Kabupaten Samosir Tahun 2012 ... 91


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 1.1. Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Anggaran Pendapatan

Belanja Negara untuk Pengentasan Kemiskinan di Indonesia

Tahun 2006-2010 ... 4

1.2. Lingkaran Perangkap Kemiskinan (Ramli, 2012) ... 6

2.1. Kerangka Pemikiran Konseptual... 29

3.1. Klassifikasi Keputusan Statistik Durbin-Watson ... 40

4.1. Nilai LQ Sektor Pertanian Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 .... 57

4.2. Nilai Differential Shift (D) Sektor Pertanian Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 59

4.3. Nilai LQ Sektor Pertambagan dan Penggalian Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 60

4.4. Nilai LQ Sektor Industri Pengolahan Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 61

4.5. Nilai Differential Shift Industri Pengolahan Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 63

4.6. Nilai LQ Sektor Litrik, gas dan air minum Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 63

4.7. Nilai LQ Sektor Bangunan dan Konstruksi Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 65

4.8. Nilai (D) Sektor Bangunan dan Konstruksi Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 66

4.9. Nilai LQ Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 67

4.10. Nilai LQ Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 69

4.11. Nilai LQ Sektor Bank dan Lembaga Keuanga Lainnya Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 70

4.12. Nilai LQ Sektor Jasa-jasa Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 72

4.13. Pendapatan per Kapita Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 75


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. PDRB Menurut Lapangan usaha dengan Harga Konstran 2000

Tahun 2002-2010 (Milyar/Milyar Rp) ... 101 2. PDRB Prof. Sumatera Utara Menurut Lapangan usaha dengan

Harga Konstran 2000, Tahun 2002-2010 (Milyar Rp)... 102 3. PDRB Kabupaten Samosir per Kapita Dengan Harga Berlaku

Menurut Lapangan Usaha dengan harga konstran 2000, Tahun 2002-2010 (Milyar/Rp) ... 103 4. PDRB Prop. Sumatera Utara per Kapita Harga Berlaku Menurut

Lapangan Usaha dengan harga konstran 2000, Tahun 2002-2010 (Milyar Rp) ... 104 5. PDRB Kabupaten Samosir per Kapita Dengan Harga Berlaku

Menurut Lapangan Usaha dengan harga konstran 2000, Tahun 2002-2010 (Milyar Rp) ... 105 6. PDRB Prop. Sumatera Utara per Kapita Harga Berlaku Menurut

Lapangan Usaha dengan harga konstran 2000, Tahun 2002-2010 (Milyar Rp) ... 106 7. Nilai Location Quatient (LQ) Menurut Lapangan usaha

Kabupaten Samosir Tahun 2003-2010 ... 107 8. Nilai Provincial Share (PS) Menurut Lapangan Usaha

Kabupaten Samosir, Tahun 2003-2010 ... 108 9. Nilai Proportional Shift (P) Menurut Lapangan Usaha Kabupaten

Samosir, Tahun 2003-2010 ... 109 10.Nilai Differential Shift (D) Menurut Lapangan Usaha Kabupaten

Samosir, Tahun 2003-2010 ... 110 11.Nilai Pertumbuhan PDRB Total/ Shift-Share (∆Y) Menurut

Lapangan Usaha, Kabupten Samosir, Tahun 2003-2010 ... 111 12.Nilai Koefisien Regresi, Std. Error, t-statistic, GLS Potensi

Ekonomi Thp Pendapatan, Perkapita Kab. Samosir 2003-2010 ... 112 13.Nilai Residual, Jarque-Bera Uji Normalitas Persamaan Regresi

Potensi Ekonomi Thdp, Pendapatan perkapita Kab. Samosir, Tahun 2003-2010 ... 113 14.Nilai Korelasi PVS, JPM, LQ dan DS Potensi Ekonomi, Terhadap


(19)

ANALISIS POTENSI EKONOMI DAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN TERHADAP PENDAPATAN PERKAPITA KABUPATEN SAMOSIR

ABSTRAK

Analisis Potensi Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Pendapatan Perkapita Kabupaten Samosir bertujuan untuk mengetahui sektor apakah yang menjadi sektor basis, sektor unggulan dan mempunyai daya saing pada perekonomian Kabupaten Samosir. Data yang diolah adalah data sekunder, yaitu nilai PDRB sembilan sektor perekonomian pada Kabupaten Samosir periode 2002 sampai dengan 2010. Dengan menggunakan Analisis Location Quotient (LQ), Analisis Shift-Share (SSA) dan Analisis Regresi yang digunakan untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk miskin, pengaruh sektor basis dan nilai shift-share terhadap pendapatan perkapita Kabupaten Samosir, diketahui bahwa yang menjadi sektor basis di Kabupaten Samosir adalah sektor pertanian dan jasa-jasa (terutama pariwisata). Hal tersebut dikarenakan sektor tersebut lebih menonjol dan surplus, memiliki keunggulan komparatif dan merupakan sektor unggulan untuk ekspor. Untuk sektor pertanian trendnya meningkat sedangkan sektor jasa-jasa (terutama pariwisata) trendnya menurun. Sektor potensial dan berspesialisasi dengan sektor yang pertumbuhannya cepat di tingkat propinsi Sumatera Utara berturut-turut adalah sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, pengangkutan dan komunikasi, perdagangan, hotel dan restoran, bangunan dan konstruksi. Sektor yang mempunyai sumber daya yang menguntungkan, mempunyai daya tarik dan cepat tumbuh dibandingkan sektor yang sama di propinsi Sumatera Utara, berturut-turut adalah sektor pertanian, listrik, gas dan air minum, pertambangan dan penggalian. Sedangkan sektor yang mempunyai elastisitas LQ dan SSA positif terhadap pendapatan perkapita adalah sektor pertanian sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya. Jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap pendapatan perkapita. Bila jumlah penduduk miskin tinggi pendapatan perkapita menurun, sebaliknya bila jumlah penduduk miskin dapat dikurangi, maka pendapatan perkapita akan meningkat.

Kata kunci : Sektor Pertanian, Sektor Basis, Sektor Unggulan, Potensi Ekonomi, Daya Saing Sektor


(20)

ANALYSIS OF THE POTENTIAL ECONOMIC AND NUMBER OF THE POOR OF CAPITA INCOME DISTRICT SAMOSIR

ABSTARCT

Analysis of Economic Potential and Number of Poor People Against Per Capita Income Samosir regency aimed to determine whether the sector is a sector basis, the dominant sector and the competitiveness of the economy have Samosir regency. The processed data is secondary data, the value of GDP of nine sectors of the economy in Samosir regency period 2002 to 2010. Analysis using Location Quotient (LQ), Shift-Share Analysis (SSA) and regression analysis were used to determine the effect of the number of poor people, the influence of the base sector and shift-share value of the per capita income of Samosir regency, which became known that a sector basis in the District Samosir is agriculture and services (especially tourism). That is because the sector is more prominent and surplus, has a comparative advantage and is a flagship for the export sector. Increasing trend for the agricultural sector, while the services sector (especially tourism) declining trend. Potential sectors and specializes in fast-growing sectors in the province of North Sumatra respectively sector banks and other financial institutions, transport and communication, trade, hotels and restaurants, building and construction. Sectors that have a beneficial resource, has a charm and fast growing than the same sector in the province of North Sumatra, respectively agriculture, electricity, gas and water, mining and quarrying. While the sector has a positive elasticity of the LQ and SSA per capita income is agriculture services sector, the trade, hotel and restaurant sector and banks and other financial institutions. The number of poor people negatively affect per capita income. When a high number of poor people per capita income decreased, whereas if the number of poor people can be reduced, then the per capita income will increase.

Keywords: agriculture, base, key sectors, economic potential and competitiveness of the sector


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, diselenggarakan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Agenda besar pembangunan Indonesia termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 yang kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan. Tema RKP 2010 adalah ”Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat, sedangkan tema RKP 2011 adalah ”Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat Daerah”. RPJMN 2010-2014 juga telah menetapkan sasaran pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat, antara lain: (1) Pertumbuhan ekonomi, dengan proyeksi 7,0 – 7,7 persen pada tahun 2014; (2) Penurunan


(22)

tingkat pengangguran, dengan target 5 – 6 persen pada akhir 2014; dan (3) Penurunan angka kemiskinan, dengan target 8-10 persen di akhir 2014.

RPJMN dan RKP ini berkaitan dengan Sepuluh Direktif Presiden yang disampaikan pada Rapat Kerja dengan menteri, gubernur, serta ahli ekonomi dan teknologi, di Istana Tampak Siring 2010, yakni: (1) Ekonomi harus tumbuh lebih tinggi; (2) Pengangguran harus menurun dengan menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak; (3) Kemiskinan harus makin menurun; (4) Pendapatan per kapita harus meningkat; (5) Stabilitas ekonomi terjaga; (6) Pembiayaan (financing) dalam negeri makin kuat dan meningkat; (7) Ketahanan pangan dan air meningkat; (8) Ketahanan energi meningkat; (9) Daya saing ekonomi nasional menguat dan meningkat; (10) Memperkuat “green economy” atau ekonomi ramah lingkungan.

Terkait hal tersebut, pemerintah telah menetapkan tiga jalur strategi pembangunan, yaitu: (1) Pro-Pertumbuhan (pro-growth), untuk meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui investasi, sehingga diperlukan perbaikan iklim investasi, melalui peningkatan kualitas pengeluaran pemerintah, melalui ekspor, dan peningkatan konsumsi; (2) Pro-Lapangan Kerja (pro-job), agar pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya dengan menekankan pada investasi padat pekerja; (3) Pro-Masyarakat Miskin (pro-poor), agar pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi jumlah penduduk miskin sebesar-besarnya dengan penyempurnaan sistem perlindungan, meningkatkan akses kepada pelayanan dasar, dan melakukan pemberdayaan masyarakat.


(23)

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.1. Bila dibandingkan tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat, peningkatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia terbesar pada tahun 2007 sebesar 6,3 persen naik dibandingkan tahun 2006 sebesar 5,5 persen, walaupun pertumbuhan ekonomi menurun di tahun 2008 sebesar 6,0 persen dan anjlok sebesar 4,5 persen tahun 2009 namun akhirnya meningkat pada tahun 2010 sebesar 6,1 persen (trend fluktuatif).

Sedangkan Gambaran kemiskinan di Indonesia selama periode 2006 sampai dengan tahun 2010 rata-rata mengalami penurunan dari 39,30 persen menjadi 31,02 persen pada Tahun 2010. Begitu pula jumlah penduduk miskin dari tahun 2006 sampai tahun 2010 mengalami penurunan 17,8 juta orang menjadi 13,3 juta orang.

Fungsi anggaran pemerintah dalam mengurangi garis kemiskinan selama periode 2006 sampai dengan tahun 2010 menunjukan trend peningkatan secara konsisten, ini artinya upaya pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia terus meningkat dengan tambahan alokasi anggaran kemiskinan tiap tahunnya.


(24)

Sumber : BPS dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, 2010

Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara untuk Pengentasan Kemiskinan di Indonesia, Tahun 2006-2010

Berdasarkan hal di atas, maka kegiatan pembangunan perlu diarahkan untuk merubah kehidupan penduduk miskin semakin menjadi lebih baik. Perencanaan dan implementasi pembangunan sudah seharusnya berisi usaha untuk memberdayakan mereka sehingga mereka mempunyai akses pada sumber-sumber ekonomi. Nampaknya tidak berlebihan apabila dinyatakan bahwa upaya untuk melawan kemiskinan dan kesenjangan yang utama sesungguhnya berada di desa atau kabupaten.

Dari tabel 1.1. dapat dijelaskan bahwa persentase kemiskinan propinsi Sumatera Utara sampai tahun 2010 adalah sekitar 11,31 %, sebanyak 14 Kabupaten/ Kota yang persentase kemiskinan lebih kecil dari persentase propinsi Sumatera Utara, sedangkan 19 kabupaten/ kota lainnya lebih besar dari persentase propinsi Sumatera Utara,

17.8

16.6

15.4 14.2 13.3

39.30

51.0 63.0

66.2 94.0

2007 2008 2009 2010

42.0

37.17

34.96

32.53

31.02

2006

6.3

6.0

4.5

6.1

Pertumbuhan Ekonomi (Persen)

Penduduk Miskin (Jumlah Juta Orang) Persentase

Anggaran Kemiskinan (Rp. Triliun) 5.5


(25)

dimana 5 persen daerah berada di kota dan 14 daerah berada di kabupaten termasuk Kabupaten Samosir, maka benarlah bahwa kemiskinan lebih besar berada di kabupaten/ desa.

Tabel 1.1. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin Tahun 2010Menurut Kabupaten/ Kota Propinsi Sumatera Utara (000 jiwa)

No. Kabupaten/ Kota Jumlah Penduduk Miskin Jumlah %

1. Nias 131.377 26.4 19.98

2. Mandailing Natal 404.945 50.9 12.60

3. Tapanuli Selatan 263.815 31.5 11.96

4. Tapanuli Tengah 311.232 52.2 16.74

5. Tapanuli Utara 279.257 34.9 12.50

6. Toba Samosir 173.129 17.6 10.15

7. Labuhan Batu 415.110 44.3 10.67

8. Asahan 668.272 76.3 11.42

9. Simalungun 817.720 87.7 10.73

10. Dairi 270.053 26.9 9.97

11. Karo 350.960 38.7 11.02

12. Deli Serdang 1790.431 96.0 5.34

13. Langkat 967.535 104.8 10.85

14. Nias Selatan 289.708 60.1 20.73

15. Humbang Hasundutan 171.650 18.2 10.61

16. Pakpak Barat 40.505 5.6 13.81

17. Samosir 119.653 19.7 16.51

18. Serdang Bedagai 594.383 62.8 10.59

19. Batu Bara 375.885 46.0 12.29

20. Padang Lawas Utara 223.531 25.0 11.19

21. Padang Lawas 225.259 25.0 11.13

22. Labuhan Batu Selatan 277.673 43.4 15.58

23. Labuhan Batu Utara 330.701 40.9 12.32

24. Nias Utara 127.244 40.7 31.94

25. Nias Barat 81.807 25.1 30.89

26. Kota Sibolga 84.481 11.7 13.91

27. Kota Tanjung Balai 154.445 25.2 16.32

28. Kota Pematang Siantar 234.698 27.5 11.72

29. Kota Tebing Tinggi 145.248 18.9 13.06

30. Kota Medan 2097.610 212.3 10.05

31. Kota Binjai 246.154 18.0 7.33

32. Kota Padang Sidempuan 191.531 20.3 10.53

33. Kota Gunung Sitoli 126.202 42.5 33.87

Sumatera Utara 12982.204 1490.9 11.31 Sumber : Sensus Penduduk 2010


(26)

Meier dan Baldwin berpendapat lingkaran perangkap kemiskinan ini timbul dari hubungan saling mempengaruhi antara keadaan masyarakat yang masih terbelakang dan tradisional dengan kekayaan alam yang berpotensi yang belum dikembangkan. Untuk mengembangkan kekayaan alam yang dimiliki, harus ada tenaga kerja yang mempunyai keahlian untuk memimpin dan melaksanakan berbagai macam kegiatan. (Meier, 1960).

Secara garis besar lingkaran perangkap kemiskinan dapat dilihat pada Gambar berikut ini :

Sumber : Prof. Dr. Ramli, 2012

Gambar 1.2. Lingkaran Perangkap Kemiskinan (Ramli, 2012)

Dari gambar lingkaran perangkap kemiskinan diatas dapat dijelaskan bahwa kemiskinan berkaitan dengan akses informasi, pengetahuan dan ketrampilan yang sangat rendah. Kemiskinan sama halnya dengan tingkat pendapatan masyarakat rendah yang disebabkan oleh faktor-faktor kinerja, lemah fisik, status gizi dan kualitas kesehatan, lingkungan hidup infrastruktur dan konsumsi masyarakat yang rendah, dengan rendahnya pendapatan mengakibatkan tabungan rendah dan modal kerja yang sangat terbatas.

Pengetahuan dan Ketrampilan rendah

Akses Informasi

Produksi Rendah Pendapatan rendah

MISKIN

Kinerja rendah

Lemah Fisik

Status Gizi dan Kualitas Kesehatan rendah

Konsumsi Rendah

Modal Kerja Produksi

rendah

Produktifitas Kerja Modal Kerja

Pengetahuan

Lingkungan Infrastruktur Hidup rendah

Tabungan rendah


(27)

Untuk meningkatkan koordinasi penanggulangan kemiskinan, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010, tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Dalam Perpres tersebut diamanatkan untuk membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di tingkat pusat yang keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya. Sedangkan di Provinsi dan Kabupaten/ Kota dibentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi dan Kabupaten/ Kota.

Gubernur Sumatera Utara juga mengatakan, sejalan dengan hal tersebut Pemerintah Daerah Sumatera Utara telah menyusun strategi pembangunan yang dituangkan di dalam berbagai program pembangunan pada rencana pembangunan jangka menengah daerah tahun 2009-2013 Provinsi Sumatera Utara. Kegiatan itu antara lain, pemberian bea siswa bagi siswa miskin dan peningkatan kesejahteraan guru, pengadaan obat-obatan dan jaminan kesehatan daerah (jamkesda), gerakan terpadu penanggulangan kemiskinan (gardunangkis), pengembangan kawasan agropolitan dataran tinggi bukit barisan. Kemudian, pengembangan kawasan agromarinepolitan dan pulau – pulau terluar, pembangunan pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit listrik tenaga mini hidro, pembangunan jaringan irigasi desa dan jaringan irigasi tingkat usaha tani; pengadaan bibit/ benih secara gratis bagi masyarakat petani; pengadaan pupuk non bersubsisi dan sebagainya.


(28)

Pada tahun 2010 Sumatera Utara menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,27 persen lebih tinggi dari yang ditargetkan nasional sebesar 5,5 persen, demikian pula dengan tingkat inflasi ditargetkan sebesar 6,50 persen, hal ini merupakan kondisi umum akibat geliat pembangunan ekonomi yang semakin tinggi, ujarnya.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Propinsi Sumatera Utara merupakan dasar pembentukan Kabupaten Samosir. Kabupaten Samosir dengan latar belakang kabupaten tertinggal diantara 14 (empat belas) kabupaten di Propinsi Sumatera Utara. Dengan terbentuknya Kabupaten Samosir yang baru maka pembenahan diberbagai sektor secara terus menerus dilakukan oleh Pemerintah bersama masyarakat untuk mengejar ketertinggalannya.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Samosir dapat dilihat nilai produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan 2000, dari tabel 1.2. dapat dijelaskan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi Kabupaten Samosir tahun 2010 sebagian besar berasal dari sektor pertanian.

Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Samosir Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006 – 2010 (persen)

No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009**) 2010*)

1. Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

589088 617422 649293 682885 721006 2. Pertambangan dan Penggalian 292 305 320 336 357 3. Industri Pengolahan 13070 13297 13579 13918 14370 4. Listrik, Gas & Air Bersih 1087 1153 1232 1334 1460 5. Bangunan 2633 2879 3160 3473 3828 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 75685 78999 83015 87330 92046 7. Pengangkutan dan Komunikasi 9626 9984 10442 10964 11604 8. Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan,

Bangunan dan Tanah, Jasa Perusahaan

17204 17708 18464 19379 20441 9. Jasa-jasa 159904 166711 174347 182841 193370

PDRB 868589 908458 953851 1002459 1058485


(29)

Sementara itu PDRB perkapita Propinsi Sumatera Utara atas harga konstan 2000 adalah Rp. 9.14 juta tahun 2010, sedangkan PDRB perkapita Samosir Rp. 8.846 juta tahun 2010 mengalami peningkatan disbanding tahun 2009, namun lebih rendah dari PDRB perkapita Propinsi Sumatera Utara (tabel 1.3.).

Tabel 1.3. Produk Domestik Regional Bruto perkapita Kabupaten Samosir atas Harga konstan 2000 (000 rupiah) 2006 – 2010

Tahun Atas Harga Konstan

Samosir Sumatera Utara

2006 7066 7383

2007 7439 7775

2008 7864 8141

2009 8823 8421

2010 8846 9139

Sumber : BPS Kabupaten Samosir, 2011

Dari uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti “Analisis Potensi Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Pendapatan Perkapita Kabupaten Samosir”.

1.2. Perumusan Masalah

Beberapa masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sektor apakah yang menjadi sektor basis pada perekonomian Kabupaten Samosir.

2. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor unggulan dan cepat tumbuh dan berdaya saing pada perekonomian Kabupaten Samosir

3. Sektor-sektor apakah yang mempunyai daya saing atau tidak pada perekonomian Kabupaten Samosir.


(30)

4. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi besarnya peningkatan pendapatan perkapita Kabupaten Samosir.

5. Berapa nilai elastisitas masing-masing faktor yang mempengaruhi pendapatan perkapita Kabupaten Samosir.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui sektor apakah yang menjadi sektor basis pada

perekonomian Kabupaten Samosir.

2. Untuk mengetahui sektor-sektor apakah yang menjadi sektor unggulan dan cepat tumbuh pada perekonomian Kabupaten Samosir

3. Untuk mengetahui sektor-sektor apakah yang mempunyai daya tarik atau tidak pada perekonomian Kabupaten Samosir.

4. Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang mempengaruhi peningkatan pendapatan perkapita Kabupaten Samosir.

5. Untuk mengetahui nilai elastisitas masing-masing faktor yang mempengaruhi pendapatan perkapita Kabupaten Samosir.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk antara lain:

1. Menjadi bahan referensi bagi pihak-pihak, baik pemerintah, swasta dan masyarakat dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di Kabupaten Samosir.


(31)

2. Sebagai bahan rujukan dan pedoman bagi pihak-pihak, baik pemerintah, pengambil kebijakan serta peneliti lainnya yang sejenis.

3. Menambah khasanah pengetahuan, terutama bagi penulis, dalam hal potensi ekonomi dan sosial yang dapat diberdayakan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di Kabupaten Samosir.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Kemiskinan

Kemiskinan hanyalah menunjuk pada rendahnya tingkatan pendapatan perkapita suatu Negara. Isitilah ini tidak ada hubungannya dengan budaya bangsa tersebut. Dengan demikian kata “miskin” dan “kurang berkembang” dapat saling dipertukarkan (Jhingan, 2008).

Prof Shannon dalam (Jhigan, 2008) membuat pembedaan sebagai berikut : “Suatu daerah atau negara dapat digolongkan sebagai berkembang (develop) tetapi miskin disebut sebagai kurang berkembang, suatu daerah yang ‘tidak berkembang’ mungkin dapat disebut sebagai kurang berkembang, apabila ia tidak mampu untuk berkembang, “miskin (poor)” dan “terbelakang (backward)” juga digunakan sebagai sinonim “kurang berkembang.

Simon Kuznets dalam (Jhingan, 2008) mengusulkan tiga definisi tentang keterbelakangan. Pertama, istilah itu dapat berarti kegagalan memanfaatkan secara penuh potensi produktif dengan menggunakan tingkat pengetahuan teknologi yang ada. Kedua, berarti keterbelakangan dalam kinerja (performance) ekonomi dibandingkan dengan daerah atau negara lain dalam periode yang sama. Ketiga, ia dapat berarti kemiskinan ekonomi, dalam arti kegagalan menyediakan biaya hidup yang memadai dan harta benda yang dapat memuaskan sebagaian besar penduduk. Adapun beberapa kriteria “miskin” atau “keterbelakangan” adalah sebagai berikut :


(33)

Kriteria pertama ialah nisbah (rasio) penduduk terhadap wilayah tanah. Akan tetapi betapa sulit untuk memastikan apakah rasio tinggi atau rendah penduduk terhadap wilayahnya merupakan suatu indikator keterbelakangan. Kriteria kedua adalah perbandingan output industri terhadap keseluruhan output atau sebagai rasio populasi industri terhadap populasi keseluruhan. Menurut kriteria ini, Negara dengan rasio rendah antara output industri dan output keseluruhan dianggap “miskin”. Kriteria ketiga adalah rasio yang rendah antara modal terhadap populasi per kepala. Kriteria keempat adalah kemiskinan itu bukan disebabkan Negara itu miskin sumber daya alam, tetapi kemiskinan dapat dikurangi dengan penerapan metode-metode yang telah teruji diterapkan dinegara yang sudah berhasil.

Kriteria kelima kemiskinan yang paling umum diterima ialah rendahnya pendapatan perkapita Negara-negara terbelakang (Jhingan, 2008).

Teori lingkaran perangkap kemiskinan (the vicious circle of poverty) adalah serangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi secara sedemikian rupa sehingga menimbulkan keadaan di mana sesuatu negara/ wilayah akan tetap miskin dan akan tetap mengalami banyak kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi (Nurkse, 1960) “Suatu Negara akan jadi miskin karena ia merupakan Negara miskin” (A country is poor because it is poor), pendapat lain (Meier dan Baldwin) berpendapat lingkaran perangkap kemiskinan ini timbul dari hubungan saling mempengaruhi antara keadaan masyarakat yang masih terbelakang dan tradisional dengan kekayaan alam yang berpotensi yang (belum dikembangkan). Untuk mengembangkan kekayaan alam yang dimiliki,


(34)

harus ada tenaga kerja yang mempunyai keahlian untuk memimpin dan melaksanakan berbagai macam kegiatan. (Meier, 1960).

Hakikatnya teori lingkaran perangkap kemiskinan yang menghambat terciptanya pembentukan modal dan perkembangan ekonomi adalah : (i) adanya ketidakmampuan mengerahkan tabungan yang cukup, (ii) kurangnya rangsangan melakukan penanaman modal, dan Informasi usaha yang minim (iii) rendahnya taraf pendidikan, pengetahuan dan kemahiran masyarakat. (Sadono, 2006).

Pandangan atau kritik atas lingkaran perangkap kemiskinan lain dikemukakan oleh Bauer, ia berpendapat tidak benar bahwa Negara berkembang terjerat dalam suatu lingkaran perangkap kemiskinan dan stagnasi, yang ada bahwa adanya perdagangan dengan Negara maju tersebut akan menjadi perangsang untuk mempertinggi daya usaha masyarakat dan akan menaikkan tingkat kegiatan ekonomi. (Bauer, 1971).

Karakteristik masyarakat miskin secara umum ditandai oleh ketidakberdayaan/ ketidakmampuan (powerlessness) dalam hal :

a. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan;

b. Melakukan kegiatan usaha produktif; c. Menjangkau akses sumber daya ekonomi;

d. Menentukan nasibnya sendiri serta senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistik;

e. Membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah.


(35)

2.1.1. Indikator Kemiskinan

Indikator nasional dalam menentukan jumlah penduduk yang dikategorikan miskin ditentukan oleh standar garis kemiskinan dari Badan Pusat Statistik (BPS), dengan cara menetapkan nilai standar kebutuhan minimum. Baik berupa kebutuhan makanan dan non-makanan yang harus dipenuhi seseorang untuk hidup layak. Penetapan nilai standar inilah yang digunakan untuk membedakan antara penduduk miskin dan tidak miskin.

Menurut BPS (BPS, 2011) yang dimaksud Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan, sedangkan garis kemiskinan makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari. Garis kemiskinan non makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kebutuhan dasar lainnya.

2.2. Pembangunan Ekonomi Regional

Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi adalah proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil.

Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa


(36)

ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya baru terjadi jika jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya.

Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah dapat ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan pendapatan masyarakat secara keseluruhan sebagai cerminan kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang tercipta di suatu wilayah. Todaro dalam (Sirojuzilam, 2008), mendefinisikan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multidimensional, yang melibatkan kepada perubahan besar, baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi.

Menurut Adisasmita (2008:13), pembangunan wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan (kewiraswastaan), kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas.


(37)

2.3. Pertumbuhan Ekonomi Regional

Teori pertumbuhan ekonomi wilayah menganalisis suatu wilayah sebagai suatu sistem ekonomi terbuka yang berhubungan dengan wilayah-wilayah lain melalui arus perpindahan faktor-faktor produksi dan pertukaran komoditas.

Pembangunan dalam suatu wilayah akan mempengaruhi pertumbuhan wilayah lain dalam bentuk permintaan sektor untuk wilayah lain yang akan mendorong pembangunan wilayah tersebut atau suatu pembangunan ekonomi dari wilayah lain akan mengurangi tingkat kegiatan ekonomi di suatu wilayah serta interrelasi.

Pertumbuhan ekonomi dapat dinilai sebagai dampak kebijaksanaan pemerintah, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan yang terjadi dan sebagai indikator penting bagi daerah untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan (Sirojuzilam, 2008).

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah peningkatan volume variabel ekonomi dari suatu sub sistem spasial suatu bangsa atau negara dan juga dapat diartikan sebagai peningkatan kemakmuran suatu wilayah. Pertumbuhan yang terjadi dapat ditinjau dari peningkatan produksi sejumlah komoditas yang diperoleh suatu wilayah.

Perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat dalam era otonomi daerah. Hal ini cukup logis, karena dalam era otonomi daerah masing-masing daerah berlomba-lomba meningkatkan pertumbuhan ekonomi


(38)

pembahasan tentang struktur dan faktor penentu pertumbuhan daerah akan sangat penting artinya bagi pemerintah daerah dalam menentukan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya (Sjafrizal, 2008:86).

Perubahan sistem pemerintahan menimbulkan perubahan yang cukup signifikan dalam pengelolaan pembangunan daerah. Pola pembangunan daerah dan sistem perencanaan yang selama ini cenderung seragam telah berubah menjadi lebih bervariasi tergantung pada potensi dan permasalahan pokok yang dihadapi di daerah. Penetapan kebijaksanaan yang sebelumnya hanya sebagai pendukung kebijaksanaan nasional telah mengalami perubahan sesuai dengan aspirasi yang berkembang di daerah. Kondisi ini juga memicu persaingan antara daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya.

Menurut (Richardson, 2001) perbedaan pokok antara analisis pertumbuhan perekonomian nasional dan analisis pertumbuhan daerah adalah bahwa yang dititikberatkan dalam analisis tersebut belakangan adalah perpindahan faktor (factors movement). Kemungkinan masuk dan keluarnya arus perpindahan tenaga kerja dan modal menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi regional.

Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah akan lebih cepat apabila memiliki keuntungan absolute kaya akan sumber daya alam dan memiliki keuntungan komparatif apabila daerah tersebut lebih efisien dari daerah lain dalam melakukan kegiatan produksi dan perdagangan (Sirojuzilam, 2008).


(39)

Pembangunan dengan pendekatan sektoral mengkaji pembangunan berdasarkan kegiatan usaha yang dikelompokkan menurut jenisnya ke dalam sektor dan sub sektor. Sektor-sektor tersebut adalah sektor pertanian, pertambangan, konstruksi (bangunan), perindustrian, perdagangan, perhubungan, keuangan dan perbankan, dan jasa.

Pemerintah daerah harus mengetahui dan dapat menentukan penyebab, tingkat pertumbuhan dan stabilitas dari perekonomian wilayahnya. Identifikasi sektor dan sub sektor yang dapat menunjukkan keunggulan komparatif daerah merupakan tugas utama pemerintah daerah.

2.4. Pendapatan Regional

Informasi hasil pembangunan ekonomi yang telah dicapai dapat dimanfaatkan sebagai bahan perencanaan maupun evaluasi pembangunan. Untuk dapat mengukur seberapa jauh keberhasilan pembangunan, khususnya di bidang ekonomi salah satu alat yang dapat dipakai sebagai indikator pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah adalah melalui penyajian angka-angka pendapatan regional.

Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah selama satu tahun (Sukirno, 1985). Sedangkan (Tarigan 2007), pendapatan regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada suatu wilayah analisis. Tingkat pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan wilayah ataupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut.


(40)

Beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan pendapatan regional, diantaranya adalah:

2.4.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.

Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan menghitung nilai tambah bruto dari dari masing-masing sektor dan kemudian menjumlahkannya akan menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Sektor-sektor perekonomian berdasarkan lapangan usaha yang tercakup dalam PDRB, yaitu:

a. Pertanian.

b. Pertambangan dan Penggalian. c. Industri Pengolahan.

d. Listrik, Gas dan Air Bersih. e. Bangunan/Konstruksi.

f. Perdagangan, Hotel dan Restoran. g. Pengangkutan dan Komunikasi.

h. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan. i. Jasa-jasa.


(41)

2.4.2. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar. PDRN dapat diperoleh dengan cara mengurangi PDRB dengan penyusutan. Penyusutan yang dimaksud di sini adalah nilai susut (aus) atau pengurangan nilai barang-barang modal (mesin-mesin, peralatan, kendaraan dan lain-lainnya) karena barang modal tersebut dipakai dalam proses produksi. Jika nilai susut barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, hasilnya merupakan penyusutan keseluruhan.

2.4.3. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Biaya Faktor. Jika pajak tidak langsung netto dikeluarkan dari PDRN atas Dasar Harga Pasar, maka didapatkan Produk Regional Netto atas Dasar Biaya Faktor Produksi. Pajak tidak langsung meliputi pajak penjualan, bea ekspor, bea cukai, dan pajak lain-lain, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseroan.

Perhitungan pendapatan regional metode langsung dapat dilakukan melalui tiga pendekatan (Tarigan, 2007:24), yaitu:

a. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach).

Pendekatan pengeluaran adalah penentuan pendapatan regional dengan menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu wilayah. Total penyediaan barang dan jasa dipergunakan untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (investasi), perubahan stok dan eskpor netto (ekspor-impor).

b. Pendekatan Produksi (Production Approach).


(42)

tiap sektor produksi yang ada dalam perekonomian. Maka itu, untuk menghitung pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi, maka pertama-tama yang harus dilakukan ialah menentukan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor di atas. Pendapatan regional diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang tercipta dari tiap-tiap sektor.

c. Pendekatan Penerimaan (Income Approach).

Dengan cara ini pendapatan regional dihitung dengan menjumlahkan pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi barang-barang dan jasajasa. Jadi yang dijumlahkan adalah: upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung netto.

2.5. Perencanaan Pembangunan Wilayah

Menurut Arsyad (1999:23), fungsi-fungsi perencanaan pembangunan secara umum adalah:

d. Dengan perencanaan, diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan.

e. Dengan perencanaan, dapat dilakukan suatu perkiraan potensi-potensi, prospekprospek pengembangan, hambatan, serta resiko yang mungkin dihadapi pada masa yang akan datang.

f. Perencanaan memberikan kesempatan untuk mengadakan pilihan yang terbaik.

g. Dengan perencanaan, dilakukan penyusunan skala prioritas dari segi pentingnya tujuan.


(43)

h. Perencanaan sebagai alat untuk mengukur atau standar untuk mengadakan evaluasi.

Perencanaan pembangunan regional merupakan suatu entitas ekonomi dengan unsur-unsur interaksi yang beragam. Aktivitas ekonomi wilayah diidentifikasi berdasarkan analisa ekonomi regional, yaitu dievaluasi secara komparatif dan kolektif terhadap kondisi dan kesempatan ekonomi skala wilayah.

Nugroho dalam (Sirojuzilam, 2008) menyatakan bahwa pendekatan perencanaan regional dititikberatkan pada aspek lokasi di mana kegiatan dilakukan.

Pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dengan instansi-instansi di pusat dalam melihat aspek ruang di suatu daerah. Artinya bahwa dengan adanya perbedaan pertumbuhan dan disparitas antar wilayah, maka pendekatan perencanaan parsial adalah sangat penting untuk diperhatikan. Dalam perencanaan pembangunan daerah perlu diupayakan pilihan-pilihan alternatif pendekatan perencanaan, sehingga potensi sumber daya yang ada akan dapat dioptimalkan pemanfaatannya.

Kebijakan pembangunan wilayah merupakan keputusan atau tindakan oleh pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan publik guna mewujudkan suatu kondisi pembangunan. Sasaran akhir dari kebijakan pembangunan tersebut adalah untuk dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara menyeluruh sesuai dengan keinginan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.


(44)

2.6. Teori Basis Ekspor (Export Base Theory)

Aktivitas perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan, yaitu aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) keluar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan, sedangkan kegiatan non basis merupakan kegiatan berorientasi local yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan masyarakat dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan.

Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya.

Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005:28).

Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008).

Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik Location Quotient (LQ), untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau sektor unggulan (leading sectors). Teknik analisis Location Quotient (LQ) dapat menggunakan variabel tenaga kerja atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Location Quotient merupakan rasio antara jumlah tenaga kerja pada sektor tertentu atau PDRB


(45)

terhadap total jumlah tenaga kerja sektor tertentu atau total nilai PDRB suatu daerah dibandingkan dengan rasio tenaga kerja dan sektor yang sama dengan daerah yang lebih tinggi (referensi).

2.7. Pengembangan Sektor Unggulan sebagai Strategi Pembangunan Daerah Permasalahan pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang di dasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia. Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan ekonomi (Arsyad, 1999).

Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, ketimpangan ekonomi regional di Indonesia disebabkan karena pemerintah pusat menguasai dan mengendalikan hampir sebagian besar pendapatan daerah yang ditetapkan sebagai penerimaan negara, termasuk pendapatan dari hasil sumber daya alam dari sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan/kelautan. Akibatnya daerah-daerah yang kaya sumber daya alam tidak dapat menikmati hasilnya secara layak.

Menurut pemikiran ekonomi klasik bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin sumber daya alam. Hingga tingkat tertentu, anggapan ini masih bisa dibenarkan, dalam artian sumber daya alam harus dilihat


(46)

sebagai modal awal untuk pembangunan yang selanjutnya harus dikembangkan terus.

Dan untuk ini diperlukan faktor-faktor lain, diantaranya yang sangat penting adalah teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001).

Perbedaan tingkat pembangunan yang di dasarkan atas potensi suatu daerah, berdampak terjadinya perbedaan sektoral dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara hipotesis dapat dirumuskan bahwa semakin besar peranan potensi sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDRB di suatu daerah, maka semakin tinggi laju pertumbuhan PDRB daerah tersebut.

Berdasarkan pengalaman negara-negara maju, pertumbuhan yang cepat dalam sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya berawal dari pengembangan beberapa sektor primer. Pertumbuhan cepat tersebut menciptakan efek bola salju (snow ball effect) terhadap sektor-sektor lainnya, khususnya sektor sekunder.

Pembangunan ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan selain berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada perubahan mendasar dalam struktur ekonomi.

Pengertian sektor unggulan pada dasarnya dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun nasional. Pada lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan pada lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain, baik di pasar nasional ataupun domestik.


(47)

Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana daerah memiliki kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan potensi daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi daerah untuk peningkatan kemakmuran masyarakat.

Menurut Rachbini (2001) ada empat syarat agar suatu sektor tertentu menjadi sektor prioritas, yakni (1) sektor tersebut harus menghasilkan produk yang mempunyai permintaan yang cukup besar, sehingga laju pertumbuhan berkembang cepat akibat dari efek permintaan tersebut; (2) karena ada perubahan teknologi yang teradopsi secara kreatif, maka fungsi produksi baru bergeser dengan pengembangan kapasitas yang lebih luas; (3) harus terjadi peningkatan investasi kembali dari hasil-hasil produksi sektor yang menjadi prioritas tersebut, baik swasta maupun pemerintah; (4) sektor tersebut harus berkembang, sehingga mampu memberi pengaruh terhadap sektor-sektor lainnya.

Data PDRB merupakan informasi yang sangat penting untuk mengetahui

output pada sektor ekonomi dan melihat pertumbuhan di suatu wilayah tertentu

(provinsi/kabupaten/kota). Dengan bantuan data PDRB, maka dapat ditentukannya sektor unggulan (leading sector) di suatu daerah/wilayah. Sektor unggulan adalah satu grup sektor/subsektor yang mampu mendorong kegiatan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan di suatu daerah terutama melalui produksi, ekspor dan penciptaan lapangan pekerjaan, sehingga identifikasi sektor unggulan sangat penting terutama dalam rangka menentukan prioritas dan perencanaan pembangunan ekonomi di daerah.


(48)

Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi bagi perekonomian secara nasional dan regional. Sektor unggulan dipastikan memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam suatu daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor unggulan tersebut yaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan teknologi (technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.

2.8. Penelitian Terdahulu

Penelitian Amir dan Riphat tahun 2005, dengan judul Analisis Sektor Unggulan untuk Evaluasi Kebijakan Pembangunan Jawa Timur menggunakan Tabel Input-Output 1994 dan 2000. Berdasarkan analisis sektor unggulan menggunakan angka pengganda (output, pendapatan dan lapangan kerja) dan keterkaitan sektoral direkomendasikan untuk menjadikan Jawa Timur sebagai pusat industri, pusat perdagangan, dan pusat pertanian.

2.9. Kerangka Pemikiran Konseptual

Potensi ekonomi suatu daerah bila terukur secara jelas sektor unggulannya dan potensi/ daya tarik daerah tersebut maka dengan mudah bisa diambil keputusan untuk pengembangan sektor unggulan dan potensi daerah tersebut, namun dilain pihak terdapat kendala jumlah penduduk miskin yang berpengaruh terhadap pendapatan perkapita Kabuapaten Samosir.


(49)

Upaya pengembangan potensi ekonomi harus sejalan dengan upaya mengatasi semakin besarnya jumlah penduduk miskin, penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan besarnya faktor potensi ekonomi dan jumlah penduduk miskin tersebut mempengaruh pendapatan perkapita Kabupaten Samosir, sehingga para pihak pengambilan keputusan secara optimal dan mampu membuat kebijakan yang efesien dan efektif dalam rangka terciptanya pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional dan kesejahteraan masyarakat.

2.11.Hipotesis

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

2.10. Hipotesis

Berdasarkan uraian diatas maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Sektor pertanian merupakan sektor basis dan potensial dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Samosir.

2. Sektor pertanian Kabupaten Samosir merupakan sektor cepat tumbuh dan berdaya saing.

3. Sektor Pertanian merupakan sektor yang mempunyai daya saing untuk

Potensi Ekonomi dan Nonpotensi

Kabupaten Samosir

Analisis Location Quetion (LQ)

Analisi Shift-Share

(SSA)

Analisis Regresi : Jumlah Penduduk Miskin (JPM), LQ nilai shift-share (SSA)

Pendapatan perkapita Kabupaten


(50)

4. Sektor Unggulan berkontribusi positif terhadap peningkatan pendapatan per kapita Kabupaten Samosir, sedangkan Jumlah penduduk miskin berkontribusi negative terhadap pendapatan perkapita Kabupaten Samosir.

5. Nilai Elastisitas masing-masing faktor mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan perkapita Kabupaten Samosir, kecuali Jumlah Penduduk Miskin berpengaruh negative terhadap pendapatan perkapita Kabupaten Samosir.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ini dilakukan di Kabupaten Samosir. Pertimbangan ini dilakukan karena Kabupaten Samosir masuk dalam kategori wilayah miskin, namun juga mempunyai potensi ekonomi yang dapat diberdayakan dan dikembangkan.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, antara lain:

1. PDRB Kabupaten Samosir dan Propinsi Sumatera Utara dari tahun 2003-2010 menurut lapangan usaha dengan harga konstan 2000, data ini digunakan untuk analisis sektor basis dan non basis, analisis perubahan dan pergeseran sektor ekonomi dan potensi pengembangan daerah, pengaruh dan besarnya pengaruh sektor perekonomian terhadap pendapatan perkapita Kabupaten Samosir. Data ini diperoleh dari Biro Pusat Statistik Kabupaten Samosir dan Propinsi Sumatera Utara.

2. Pendapatan perkapita Kabupaten Samosir dari tahun 2003-2010 menurut lapangan usaha dengan harga konstan 2000, data ini digunakan untuk analisis pengaruh dan besarnya pengaruh sektor unggulan dan SSA sektor unggulan terhadap pendapatan perkapita Kabupaten Samosir. Data ini


(52)

3. Jumlah penduduk miskin Kabupaten Samosir dari tahun 2003-2010, data ini digunakan untuk analisis pengaruh dan besarnya pengaruh jumlah penduduk miskin terhadap pendapatan perkapita Kabupaten Samosir. Data ini diperoleh dari Biro Pusat Statistik Kabupaten Samosir.

3.3. Metode Analisis

Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini digunakan beberapa metode, yaitu :

1. Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk menentukan sektor basis dan non basis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Samosir. 2. Analsisi Shift-Share (SSA) digunakan untuk mengetahui perubahan dan

pergeseran sektor perekonomian wilayah Kabupaten Samosir.

3. Analisis Regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh dan besarnya pengaruh jumlah penduduk miskin, pengaruh sektor basis/ unggulan yang diukur dari nilai LQ masing sektor dan SSA masing-masing sektor unggulan yang diukur dari analisis Shift-Share terhadap pendapatan perkapita Kabupaten Samosir.

3.3.1. Analisis Location Quotient (LQ)

Untuk menentukan sektor basis dan non basis di Kabupaten Samosir digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Kabupaten Samosir yang menjadi pemacu pertumbuhan.


(53)

Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak pada penciptaan lapangan kerja.

Untuk mendapatkan nilai LQ digunakan metode yang dikemukakan oleh Bendavid-Val, (Kuncoro, 2004) sebagai berikut :

Untuk mendapatkan nilai LQ digunakan metode yang dikemukakan oleh Bendavid-Val, (Kuncoro, 2004) sebagai berikut:

SU op i Samosir i

PDRB X PDRB

x LQ

. Pr

=

Dimana :

i

x = PDRB sektor i di Kabupten Samosir.

i

X = PDRB sektor i Propinsi Sumatera Utara.

Samosir

PDRB = Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Samosir.

SU op

PDRBPr . = Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Sumatera Utara Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada tiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh (Bendavid-Val dalam Kuncoro, 2004:183), yaitu:

1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten Samosir adalah sama dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.


(54)

2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten Samosir Utara lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara. 3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di

daerah Kabupaten Samosir lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

Apabila nilai LQ > 1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Samosir. Sebaliknya apabila nilai LQ < 1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Samosir.

Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) ini adalah PDRB

Kabupaten Samosir dan Provinsi Sumatera Utara tahun 2002-2010 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000.

3.3.2. Analisis Shift-Share (Shift Share Analyzing)

Analisis shift share digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor pada perekonomian wilayah Kabupaten Samosir. Hasil analisis shift share akan menggambarkan kinerja sektor-sektor dalam PDRB Kabupaten Samosir dibandingkan Provinsi Sumatera Utara. Kemudian dilakukan analisis terhadap penyimpangan yang terjadi sebagai hasil perbandingan tersebut. Bila penyimpangan tersebut positif, maka dikatakan suatu sektor dalam PDRB Kabupaten Samosir memiliki keunggulan kompetitif atau sebaliknya.


(55)

Data yang digunakan dalam analisis shift share ini adalah PDRB Kabupaten Samosir dan Provinsi Sumatera Utara tahun 2002-2010 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000. Penggunaan data harga konstan dengan tahun dasar yang sama agar bobotnya (nilai riilnya) bisa sama dan perbandingan menjadi valid (Tarigan, 2005).

Metode Analisis Shift-Share (SSA), dengan formula sebagai berikut :

DS PS PVS

Y = + +

Keterangan : =

Y Perubahan nilai tambah tahun ke-t dengan nilai tambah tahun dasar sector-i.

Provincial Share (PVS), di dapat dengan rumus :

Proportional Shift (P), di dapat dengan rumus :

Differential Shift (DS), di dapat dengan rumus :

Prop.SU = Provinsi Sumatera Utara sebagai wilayah referensi yang lebih tinggi jenjangnya.

Di mana :

Samosir = Kabupaten Samosir sebagai wilayah analisis. Y = Nilai tambah bruto

i = Sektor dalam PDRB

) 1 ( 1 . Pr . Pr 1 − = − t SU op t SU op t iSamosir t iSamosir Y Y X Y PVS ) ( 1 . Pr . Pr 1 . Pr . Pr 1 − − − = t SU op t SU op t SU op i t SU op i t iSamosir t iSamosir Y Y Y Y X Y PS ) ( 1 . Pr . Pr 1 1 − − − = t SU op i t SU op i t iSamosir t iSamosir t iSamosir t iSamosir Y Y Y Y Y DS


(1)

Lampiran 7.Nilai Location Quetion (LQ) Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Samosir Tahun 2003-2010

Tahun LQ1 LQ2 LQ3 LQ4 LQ5 LQ6 LQ7 LQ8

2003 2.6659 0.0233 0.0576 0.1483 0.0540 0.4282 0.1487 0.3511 2004 2.6257 0.0275 0.0595 0.1512 0.0515 0.4804 0.1385 0.3303 2005 2.6828 0.0275 0.0620 0.1552 0.0478 0.4806 0.1322 0.3227 2006 2.7860 0.0280 0.0625 0.1582 0.0465 0.4758 0.1253 0.3093 2007 2.8430 0.0272 0.0619 0.1711 0.0482 0.4720 0.1209 0.2894 2008 2.8565 0.0273 0.0622 0.1774 0.0496 0.4735 0.1176 0.2748 2009 2.8648 0.0283 0.0620 0.1819 0.0512 0.4723 0.1148 0.2716 2010 2.8992 0.0286 0.0617 0.1873 0.0532 0.4708 0.1118 0.2605 Rata-rata 2.7780 0.0272 0.0612 0.1663 0.0502 0.4692 0.1262 0.3012 Sumber : Diolah dari BPS Propinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Samosir

Lampiran 8. Nilai Provincial Share (PS) Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Samosir Tahun 2003-2010

Tahun PVS1 PVS2 PVS3 PVS4 PVS5 PVS6 PVS7 PVS8

2003 5,347,387 9,445 1,302,498 67,753 338,700 1,034,535 290,134 174,160 2004 178,439 85 3,593 317 792 19,884 2,841 5,396


(2)

2005 157,782 78 3,386 288 704 20,482 2,598 4,694 2006 153,262 76 3,398 286 678 19,778 2,512 4,519 2007 239,593 119 5,316 442 1,071 30,783 3,915 6,997 2008 221,032 109 4,760 413 1,031 28,281 3,576 6,339 2009 184,111 91 3,850 349 896 23,539 2,961 5,236 2010 512,586 252 10,447 1,001 2,607 65,551 8,229 14,546 Rata-rata 874,274 1,282 167,156 8,856 43,310 155,354 39,596 27,736 Sumber : Diolah dari BPS Propinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Samosir

Lampiran 9. Nilai Proportional Shift (P) Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Samosir Tahun 2003-2010

Tahun PS1 PS2 PS3 PS4 PS5 PS6 PS7 PS8

2003 (1,130,559) 1,657 235,190 (52,161) 173,273 14,180,726 (67,390) (237,453

2004 (87,367) (345) (316) (207) 373 1,809 5,417 1,535

2005 (87,116) 19 (642) (26) 1,383 (2,843) 3,160 2,060

2006 (160,333) (43) (684) (246) 771 4,066 3,954 4,572

2007 (85,465) 63 (1,784) (548) 175 3,696 2,172 7,168

2008 (15,669) (6) (3,462) (167) 369 (1,491) 1,868 6,513

2009 (11,955) (95) (2,545) 50 376 2,408 2,107 1,600

2010 (77,603) (14) (2,289) 86 133 1,269 3,044 7,717

Rata-rata (207,008) 155 27,933 (6,652) 22,107 1,773,705 (5,708) (25,786) Sumber : Diolah dari BPS Propinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Samosir


(3)

Lampiran 10. Nilai Differential Shift (D) Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Samosir Tahun 2003-2010

Tahun DS1 DS2 DS3 DS4 DS5 DS6 DS7 DS8

2003 (2,417,275) (13,673) (2,097,040) (41,432) (660,977) (15,233,392) (296,289) 111,494 2004 (340,812) 200 (2,713) (341) (2,194) 27,946 (9,922) (16,536)

2005 44,879 (23) 2,814 123 (1,713) (5,947) (4,198) (4,457)

2006 184,676 50 1,283 189 (468) (3,485) (3,772) (5,131)

2007 43,151 (95) (2,211) 575 541 (11,619) (3,634) (10,865)

2008 441,946 210 9,305 1,124 2,715 55,520 4,520 4,407

2009 485,084 328 9,244 1,182 3,236 58,258 5,338 11,50

2010 (419,681) (211) (10,561) (622) (1,307) (66,191) (10,786) (21,996) Rata-rata (247,254) (1,652) (261,235) (4,900) (82,521) (1,897,364) (39,843) 8,552 Sumber : Diolah dari BPS Propinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Samosir

Lampiran 11. Nilai Pertumbuhan PDRB Total/ Shift-Share (∆Y) Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Samosir

Tahun ∆Y1 ∆Y2 ∆Y3 ∆Y4 ∆Y5 ∆Y6 ∆Y7 ∆Y8 ∆Y9

2003 1,799,554 (2,571)

(559,352)

(25,840) (149,004) (18,132)

(73,545) 48,201 2004

(249,740)

(60) 564 (231)

(1,029) 49,639 (1,664)

(9,606) 2005 115,546 74 5,558 386 373 11,692 1,561 2,297 2006 177,605 84 3,997 229 981 20,359 2,694 3,960 2007 197,279 87 1,321 470 1,787 22,859 2,453 3,300 2008 647,309 313 10,603 1,370 4,114 82,310 9,964 17,259


(4)

2009 657,240 325 10,549 1,581 4,508 84,205 10,406 18,337 2010 15,301 27

(2,403) 465 1,432 630 488 267 Rata-rata 420,012

(215)

(66,145)

(2,696)

(17,105) 31,695

(5,955) 10,502 Sumber : Diolah dari BPS Propinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Samosir

Keterangan

LQ,PS,P, D, Y:1 = Sektor Pertanian

LQ,PS,P, D, Y:1 = Sektor Pertambangan dan Penggalian LQ,PS,P, D, Y:1 = Sektor Industri

LQ,PS,P, D, Y:1 = Sektor Liastrik, Gas dan Air Minum LQ,PS,P, D, Y:1 = Sektor Bangunan

LQ,PS,P, D, Y:1 = Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran LQ,PS,P, D, Y:1 = Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

LQ,PS,P, D, Y:1 = Sektor Keuangan, Asuransi, Usaha Jasa persewaan Bangunan dan tanah, Jasa perusahaan LQ,PS,P, D, Y:1 = Sektor Jasa-jasa


(5)

Lampiran 12. Nilai Koefisien Regresi, Std. Error, t-statistic GLS Potensi Ekonomi Thp Pendapatan Perkapita Kab. Samosir 2003-2010

Dependent Variable: PDRBP?

Method: GLS (Cross Section Weights) Sample: 2003 2010

Included observations: 8

Number of cross-sections used: 9 Total panel (balanced) observations: 72 One-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1171379 1057411 1.10778 0.2731

JPM -2.040308 1.096254 -1.861164 0.0684

1--LQ 5727093 1670920 3.427509 0.0012

2--LQ -1713168 1650383 -1.038043 0.3041

3--LQ -1560788 1650337 -0.945739 0.3487

4--LQ -1702879 1650377 -1.031812 0.3069

5--LQ -1681877 1650361 -1.019097 0.3129

6--LQ -789038.4 1650285 -0.478123 0.6346

7--LQ -1596522 1650334 -0.967393 0.3378

8--LQ -1499509 1650303 -0.908627 0.3677

9--LQ 252999.3 1650918 0.153248 0.8788

1--(PS+PVS+DS) 2.617022 1.39279 1.878978 0.0659

2--(PS+PVS+DS) 0.101234 0.196737 0.514566 0.609

3--(PS+PVS+DS) 0.15874 0.185718 0.854738 0.3966

4--(PS+PVS+DS) 0.106653 0.195311 0.546067 0.5874

5--(PS+PVS+DS) 0.119088 0.191442 0.622055 0.5366

6--(PS+PVS+DS) 0.621052 0.172277 3.604968 0.0007

7--(PS+PVS+DS) 0.14237 0.18502 0.769485 0.4451

8--(PS+PVS+DS) 0.149324 0.17693 0.843972 0.4026

9--(PS+PVS+DS) 1.067592 0.296526 3.60033 0.0007

Weighted Statistics

R-squared 0.979571 Mean dependent var 844183

Adjusted R-squared 0.972106 S.D. dependent var 958385.4

S.E. of regression 160064.9 Sum squared resid 1.33E+12

F-statistic 131.2287 Durbin-Watson stat 0.765267


(6)

Lampiran 13. Nilai Residual, Jarque-Bera Uji Normalitas Persamaan Regresi Potensi Ekonomi Terhadap Pendapatan perkapita Kab. Samosir, Tahun 2003-2010

RESID1 RESID2 RESID3 RESID4 RESID5 RESID6 RESID7 RESID8 RESID9

Mean 1839.26 -79.36 -54.33 -76.08 -67.43 150.03 -50.68 -26.36 395.95

Median -135606.92 -960.65 -3034.59 -531.39 -2428.3 -25702.55 -3406.38 -1996.4 -49584

Maximum 925889.72 25879.82 19368.2 24812.61 21965.62 114270.7 17668.82 24080 238437

Minimum -643419.11 -26263.74 -14316.2 -24919.03 -21449.27 -64315.92 -14566.5 -17865 -1E+05

Std. Dev. 646036.8 18126.91 13921.61 17404.81 15632.95 64625.34 13547.73 13808 146882

Skewness 0.34 0.21 0.28 0.21 0.18 0.71 0.25 0.43 0.54

Kurtosis 1.5 2 1.44 1.97 1.79 2.08 1.38 2.2 1.76

Jarque-Bera 0.9 0.39 0.92 0.41 0.53 0.95 0.96 0.46 0.91

Probability 0.64 0.82 0.63 0.81 0.77 0.62 0.62 0.79 0.63

Observations 8 8 8 8 8 8 8 8 8

Lampiran 14. Nilai Korelasi PVS, JPM, LQ dan DS Potensi Ekonomi Thdp

Pendapatan Perkapita Kab. Samosir 2003-2010

Correlation

PVS

JPM

LQ

PS

DS

PVS

1

JPM

-0.1511

1

LQ

-0.8711

0.1139

1

PS

1

-0.1511

-0.8711

1

DS

-0.999

0.1195

0.8766

-0.999

1

Variance Inflating Factor (VIF)

PVS

JPM

LQ

PS

DS

PVS

¥

JPM

¥

LQ

¥

PS

¥