Pro dan Kontra Pidana Mati di Indonesia

masyarakat. Dari bencana atau bahaya kejahatan akan mengakibatkan kesengsaraan dan mengganggu ketertiban serta keamanan rakyat umum dalam pergaulan hidup manusia dan bermasyarakat dan bernegara. Salah satu pakar hukum pidana dan tokoh pembaharuan hukum pidana nasional Barda Nawawi Arief secara eksplisit dalam sebuah bukunya menyatakan bahwa pidana mati masih perlu dipertahankan dalam konteks pembaharuan KUHP Nasional. Hal ini dapat penulis gambarkan, melalui pendapatnya yang menyatakan: “bahwa walaupun dipertahankan pidana mati terutama didasarkan sebagai upaya perlindungan masyarakat jadi lebih menitikberatkan atau berorintasi pada kepentingan masyarakat, namun dalam penerapannya diharapkan bersifat selektif, hati-hati dan berorientasi juga pada perlindungankepentingan individu pelaku tindak pidana ”. 19 Bahkan Marjono Reksodiputro yang juga seorang tokoh pembaharuan hukum pidana nasional mendukung keberadaan lembaga pidana mati dengan membantah hipotesa yang meragukan efektivitas pidana mati melalui pendapatnya yang menyatakan hubungan ancaman hukuman mati dengan mengurangi kejahatan atau tindak kejahatan sangatlah sulit. Memang secara praktik kurang bisa dibuktikan, tetapi bukan berarti bahwa tidak dapat mengurangi. Orang yang mengatakan hapuskan hukuman matipun tidak dapat membuktikan bahwa pidana mati itu tidak efektif. 20 19 Arief Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, cetakan kedua, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, h. 89. 20 Herliady , Efektivitas Hukuman Mati, http:herliady.blog.friendster.comefektivitas- hukuman-mati. Diakses pada 16 Juni 2016 pukul 21:00. Salah seorang pakar hukum yaitu Enrico Ferri seorang berkebangsaan Italia dalam hal menentang pidana mati berpendapat bahwa untuk menjaga orang yang mempunyai pradisposisi untuk kejahatan cukup dengan pidana penjara seumur hidup, tidak perlu dengan pidana mati. 21 Apa yang disampaikan Enrico Ferri dalam bukunya mengenai kriminologi tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan kriminologi Oxvord, Roger Hood yang menggunakan analisis efek jera pidana mati dan penjara seumur hidup. Adapun pendapatnya yang emosional bila kita menerima hipotesis bahwa hukuman mati atas pembunuhan menghasilkan efek jera yang jauh lebih besar daripada yang dihasilkan oleh hukuman yang diangap lebih ringan, yakni hukuman penjara seumur hidup. 22 Adapun hak-hak asasi manusia yang dilindungi oleh hukum Islam menurut Al- Qur’an antara lain adalah : 1. Hak hidup Hak hidup adalah hak asasi yang paling utama bagi manusia, yang merupakan karunia dari Allah bagi setiap manusia. Perlindungan hukum Islam terhadap hak hidup manusia dapat dilihat dari ketentuan- ketentuan syari’ah yang melindungi dan menjunjung tinggi darah dan nyawa manusia, melalui larangan membunuh, ketentuan qishash dan larangan bunuh diri. Jadi islam memperbolehkan adanya pidana mati 21 Andi Hamzah dan A. Sumangelipu, Pidana Mati di Indonesia ... ... h. 37. 22 Todung mulia Lubis dan Alexander Lay, Kontroversi Hukuman Mati Perbedaan Pendapat Hakim Konstitusi, Jakarta: Kompas Media Group 2009, h. 106. karena untuk menjaga keberlangsungan hidup dan demi menjaga nyawa orang banyak. 2. Hak Persamaan Menurut Islam, manusia dilahirkan dalam keadaan fithrah, tanpa membawa dosa warisan, dan merdeka tanpa menanggung beban sebagai budak atau dosa orang lain. Konsep fithrah dan merdeka free ini juga memberi arti persamaan derajat equality atauequalitarisme bagi setiap manusia yang lahir karena sama-sama lahir dalam keadaan fithrah dan merdeka tadi. Perbedaan ras, etnik, nasionalisme, atau golongan justru untuk semakin mewujudkan perkenalan bukan lambang dekradasi kedudukan. 23 3. Hak atas keadilan Keadilan adalah dasar dari cita-cita Islam dan merupakan disiplin mutlak untuk menegakkan kehormatan manusia Keadilan adalah hak setiap manusia dan menjadi dasar bagi setiap hubungan individu. Oleh karena itu, merupakan hak setiap orang untuk meminta perlindungan kepada penguasa yang sah dan menjadi kewajiban bagi para pemimpin atau penguasa untuk menegakkan keadilan dan memberikan jaminan keamanan yang cukup bagi warganya. 4. Hak mendapatkan pendidikan 23 A. Qodri Abdullah Azizy, Masyarakat Madani Antara Cita dan Fakta; Kajian Historis Normative, dalam Ismail SM dan Abdul Mukti. ed. Pendidikan Islam Demokratisasi dan Masyarakat Madani Cet I, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2000, h. 103. Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan bukan hanya merupakan hanya merupakan hak, tapi juga merupakan kewajiban bagi setiap manusia. Pentingnya pendidikan ini, karena melalui pendidikan orang akan menyadari harga dirinya dan martabatnya sebagai manusia, dengan pendidikan dapat membuka akal pikiran manusia terhadap kenyataan hidup dalam alam semesta ini dan terhadap hubungan manusia dengan Tuhan-nya dan hubungan manusia dengan sesama manusia, dan dengan pendidikan pula orang dapat menyadari dan memperjuangkan hak-haknya. 5. Hak kebebasan beragama Manusia mempunyai hak kebebasan personal untuk memiliki keyakinan atau ideologi mana saja. Kebebasan ini harus dihormati dan dilindungi oleh orang lain. Pada putusan Mahkamah Konstitusi dalam Permohonan Pengujian materil Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 Tentang Narkotika terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pidana mati tidaklah bertentangan dengan konstitusi terdapat empat pendapat berbeda dissenting opinion dari hakim konstituisi. Hakim-hakim tersebut adalah Hakim Konstitusi H. Harjono, Hakim Konstitusi H. Achmad Roestandi, Hakim Konstitusi H.M. Laica Marzuki, dan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan. Dalam hal ini penulis sedikit menyampaikan alasan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan menolak adanya pidana mati. : “Bagi hak untuk hidup, tidak terdapat petunjuk yang menyatakan pembatasan hak itu dapat dilakukan dengan menghilangkan hidup itu sendiri, meskipun diakui dan telah menjadi bagian dari hak asasi orang lain yang harus pula dihormati, hak untuk hidup boleh dibatasi karena 38 iker membutuhuhkan keadilan untuk mengembalikan keseimbangan yang dicederai oleh pelanggaran yang dilakukannya berupa pembatasan ruang geraknya dengan ditempatkan dalam tempat khusus serta menjalani pembinaan-pembinaan tertentu yang diwajibkan. ” Jelas pendapat Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan menitikberatkan pada konsep hak asasi manusia. Permasalahan pro dan kontra terhadap pidana mati merupakan suatu permasalahan yang tidak mudah untuk digeneralisirkan dalam satu pola 38iker yang sama pada setiap orang.

D. Proses Pelaksanaan Pidana Mati di Indonesia

Menurut KUHP, ada sembilan 9 Pasal yang menyangkut jenis kejahatan yang diancam pidana mati, yaitu: 1. Makar dengan maksud membunuh presiden dan wakil presiden Pasal 104 KUHP; 2. Melakukan hubungan dengan negara asing sehingga terjadi perang Pasal 111 Ayat 2 KUHP; 3. Pengkhianatan memberitahukan kepada musuh di waktu perang Pasal 124 Ayat 3 KUHP; 4. Menghasut dan memudahkan terjadinya huru-hara Pasal 124 bis KUHP; 5. Pembunuhan berencana terhadap kepala negara sahabat Pasal 140 Ayat 3 KUHP; 6. Pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP; 7. Pencurian dengan kekerasan secara bersekutu mengakibatkan luka berat atau mati Pasal 365 Ayat 4 KUHP; 8. Pembajakan di laut mengakibatkan kematian Pasal 444 KUHP; 9. Kejahatan penerbangan dan sarana penerbangan Pasal 149 K Ayat 2 Pasal 149 O Ayat 2 KUHP. 24 Selain dari tindak pidana yang diatur dalam KUHP, ada beberapa ketentuan ketentuan di luar KUHP yang juga mengatur tentang kejahatan yang diancam dengan tindak pidana mati, di antaranya adalah: 1. Tindak Pidana Ekonomi UU Nomor 7Drt1955 ; 2. Tindak Pidana Narkotika UU Nomor 35 Tahun 2009; 3. Tindak Pidana Korupsi UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001; 4. Tindak Pidana terhadap Hak Asasi Manusia UU Nomor 39 tahun 1999; 5. Tindak Pidana Terorisme UU Nomor 15 tahun 2003. Penjatuhan pidana mati terhadap seorang terpidana dianggap melanggar Hak Asasi Manusia HAM. Mereka yang menaruh kepedulian atas hak-hak asasi manusia berpandangan bahwa kewenangan mencabut hak untuk hidup dapat digolongkan sebagai pelanggaran hak-hak asasi manusia yang berat gross violation of human rights. Karena merenggut salah satu hak yang tak boleh ditangguhkan 24 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bogor: Politea, 1960, h. 140. pemenuhannya. Tindakan ini merampas hidup yang merupakan hak dasar dalam diri seseorang yang tak pernah bisa tersembuhkan atau tergantikan. Pidana mati menunjukkan adanya kewenangan mencabut hak untuk hidup dan dirasa kejam, tak berperikemanusiaan serta menghina martabat manusia. 25 Tujuan pemidanaan pada hakikatnya memiliki unsur sebagai pencegahan, juga untuk memperbaiki terpidana, di samping mempertahankan tata tertib hukum. Pidana mati apabila bertujuan sebagai pembalasan maupun pembelajaran bagi masyarakat atau agar masyarakat menjadi jera untuk tidak mengulangi atau meniru tindakan yang melanggar hukum, ternyata maksud dan tujuan itu tidaklah tercapai seperti yang diharapkan, karena pada kenyataannya kasus tindak pidana pembunuhan dan kejahatan narkoba tidak menjadi berkurang, bahkan meningkat, sekalipun sudah terjadi pemidanaan mati yang dijatuhkan terhadap pelaku kejahatan tersebut. Dalam kasus tindak pidana narkoba yang dianggap sebagai kejahatan yang paling serius dan dapat menjadi alat subversi, bahkan akibat yang ditimbulkan dapat menghancurkan masa depan anak bangsa. Namun, dalam data yang diperoleh ternyata tidak ada korelasi antara hukuman mati dengan berkurangnya tingkat kejahatan tersebut, di Indonesia justru menunjukkan peningkatan dari pengguna dan pengedar, sampai pada adanya produsen. Dalam kaitan ini, upaya penanggulangan narkoba di negara-negara maju sudah mulai dilakukan dengan meningkatkan pendidikan sejak dini dan melakukan kampanye anti narkoba, serta penyuluhan 25 E. Utrecht, Hukum Pidana I, Bandung: Universitas, 1968, h. 107. tentang bahayanya. Demikian seriusnya penanggulangan masalah narkoba bagi kehidupan manusia sudah mendorong kerja sama internasional dalam memerangi kejahatan narkoba tersebut. 26 Pidana mati bagi bangsa Indonesia tidaklah terlepas dari pandangan dan sikap bangsa Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Ketetapan MPR Nomor XVIIMPR1998 Tentang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa pandangan dan sikap bangsa Indonesia mengenai hak asasi manusia adalah bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan Pancasila. Sehingga hak asasi manusia dirumuskan secara substansi dengan menggunakan pendekatan normatif, empiris, deskriptif, dan analitis, antara lain disebutkan bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas atau diganggu gugat oleh siapa pun. 27 Karena itu, dalam Ketetapan MPR Nomor XVIIMPR1998 tersebut Pasal 1 menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan seluruh aparatur pemerintah, untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat. Pandangan dan sikap bangsa Indonesia ini 26 Arief Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana... ... h. 56. 27 Andi Hamzah dan A. Sumangelipu, Pidana Mati di Indonesia ... ... h. 82.