Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

teritorial sebuah negara. Begitu derasnya kemauan dan daya desak HAM, sehingga jika ada negara yang diidentifikasi melanggar HAM, dengan spontan seluruh negara akan memberikan respon, tidak terkecuali negara- negara “adi kuasa”. 6 Dalam konteks Indonesia ada juga yang memberikan sanksi yaitu pidana mati yang merupakan hukuman yang paling berat dijatuhkan oleh Majelis Hakim terhadap tindak pidana tertentu yang diancam dengan hukuman mati. Penjatuhan hukuman mati diatur dalam KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, seperti yag dikutip dalam Pasal 10 tentang jenis hukuman pemidanaan dan diatur dalam undang-undang lainnya yang merupakan hukum positif yang berlaku di Indonesia. 7 Hukuman tersebut bertentangan dengan HAM. Pidana mati merupakan warisan yang ditinggalkan oleh pemerintah kolonial, dan diubah menjadi Undang-undang Nomor 1 Tahhun 1946 Tentang Hukum Pidana. Bahkan sesudah Indonesia merdeka, beberapa undang-undang yang dikeluarkan kemudian, ternyata mencantumkan juga ancaman pidana mati di dalamnya. Dengan demikian, alasan bahwa pidana mati itu tercantum dalam 6 Jimly Asshidiqie dan Hafid Abbas, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007, h. 2. 7 Rizky Ariestandi Irmansyah, Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Demokrasi Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013, h. 87. W.v.S KUHP pada waktu diberlakukan oleh pemerintah kolonial didasarkan pada antara lain “alasan berdasarkan faktor rasial”. 8 Seperti diketahui, dalam hukum positif Indonesia kita mengenal dengan adanya pidana mati. Salah satu diantaranya adalah KUHP Indonesia yang memungkinkan terpidana dijatuhi pidana mati atas kejahatan yang berat extra ordinary crime. Pidana mati yang merupakan salah satu jenis hukuman pidana sebagaimana tertulis dalam Pasal 10 KUHP masih mendapatkan tempat dalam pemberantasan kejahatan. 9 Pasca Reformasi nilai-nilai HAM sudah diakomodir di UUD 1945 sehingga aturan atau norma juga bertujuan memberikan perlindungan terhadap HAM. Bukan hanya segelintir orang saja yang harus terlindungi haknya namun semua lapisan masyarakat juga harus terlindungi haknya. Namun yang masih menjadi masalah adalah pada praktek oleh Undang-undang. Selain diakomodir dalam bentuk perundang-undangan penjaminan atas HAM juga telah diterima oleh semua lapisan anggota masyarakat.hal ini dibuktikan dengan adanya kelompok-kelompok pejuang HAM, untuk menunjukkan efektivitasnya kelompok-kelompok tersebut melakukan gerakan- gerakan seperti kegiatan mulai dari memberikan upaya pemahaman dan 8 Sahetapy, Ancaman Pidana Mati terhadap Pembunuhan Berencana, Bandung: Alumni, 1979, h. 29. 9 Rizky Ariestandi Irmansyah, Hukum, Hak Asasi Manusia ... .... h. 87. penyebarluasan informasi tentang HAM kepada masyarakat sehinga msayarakat mulai dapat diterima dan dipahami dan telah dituangkan oleh UU. Suatu hal yang tak dapat disangkal bahwa kepentingan dari orang seorang anggota masyarakat menjadi tanggung jawab negara. Negara tidak hanya menjaga ketertiban umum, tetapi juga memajukan kesejahteraan masyarakat, namun tujuan negara tersebut dirasakan kontra produktif dengan masih diberlakukannya pidana mati dalam KUHP. Sebab, dengan adanya pidana mati tersebut jaminan hak orang atau terpidana mati telah dirampas oleh negara dan upaya untuk memajukan kesejahteraan masyarakat telah gagal. 10 Selagi negara masih mempunyai alat-alat lain untuk mempertahankan keamanan dan menjalankan kewajibannya sebaiknya tidak menggunakan pidana mati. Ini berarti bahwa selagi negara itu masih merupakan suatu negara yang teratur, dimana polisi dan pengadilan dapat menjalankan pekerjaan dengan tenang, maka pidana mati tidak tepat sebagai pidana. Dengan tindakan memidana mati itu negara hanya memperlihatkan ketidakmampuannya, kalau hanya untuk memberantas kejahatan. 11 Khususnya tindak pidana mati terhadap penyalahgunaan narkotika. 10 Ing Oei Tjo Lam, “Sekitar Soal Hukuman Mati’, Varia Peradilan No. 10, 11, 12 Mei, Juni, Juli 1964, h. 184-190. 11 Andi Hamzah A. Sumangelipu, Pidana Mati di Indonesia di Masa Lalu, Kini dan Masa Depan, Jakarta: Ghalia Indonesia,1985, h. 39-40. Narkotika menurut UU RI No 22 1997 yaitu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Meskipun narkotika sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan, namun apabila disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan petunjuk pengobatan, terlebih jika disertai dengan peredaran narkotika secara ilegal akan menimbulkan akibat merugikan perorangan maupun masyarakat khususnya generasi muda. Bahkan dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional. 12 Dalam usaha menanggulangi masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut pada pokoknya mengatur narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. Pelanggaran terhadap peraturan itu diancam dengan pidana yang tinggi dan berat dengan dimungkinkannya terdakwa divonis maksimal yakni pidana mati selain pidana penjara dan pidana denda. 13 12 Syamsul Hidayat, Pidana Mati di Indonesia, Yogyakarta: Genta Press, 2010, h. 1. 13 Syamsul Hidayat, Pidana Mati di Indonesia ................. h. 3. Selain konteks politik hukum di Indonesia, karena pidana mati tidak relevan dengan UUD 195. Karakter reformasi hukum positif Indonesia masih belum menunjukkan sistem peradilan yang independen, imparsial, dan aparaturnya yang bersih. Serta bertentangan dengan konstitusi dan hukum internasional HAM. Sejumlah ketentuan perundang-undangan nasional, khususnya UUD 1945 sebagai hukum dasar tertinggi , serta UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dukungan hukuman mati didasari argumen diantaranya bahwa hukuman mati untuk pembunuhan sadis akan mencegah banyak orang untuk membunuh karena gentar akan hukuman yang sangat berat. Jika pada hukuman penjara penjahat bisa jera dan bisa juga membunuh apalagi menghilangkan banyak nyawa lagi jika tidak jera, pada hukuman mati penjahat pasti tidak akan bisa membunuh lagi karena sudah dihukum mati dan itu hakikatnya memelihara kehidupan yang lebih luas. Dalam berbagai kasus banyak pelaku kejahatan yang merupakan residivis yang terus berulang kali melakukan kejahatan karena ringannya hukuman. Seringkali penolakan hukuman mati hanya didasarkan pada sisi kemanusiaan terhadap pelaku tanpa melihat sisi kemanusiaan dari korban sendiri, keluarga, kerabat ataupun masyarakat yang tergantung pada korban. Bisa dilihat dari ini sebelum menjatuhkan vonis dan untuk menilai apakah peristiwa hukum yang dapat menggerakan hukum untuk bekerja lebih lanjut sampai menjatuhkan sanksi, dilakukan dengan cara meletakkan peristiwa itu ke dalam undang-undang lewat penafsiran tekstual-gramatikal yang sangat mekanistik dan legalistik seperti diperagakan model penalaran Positivisme Hukum. Dengan demikian, di tangan praktisi penegak hukum polisi, jaksa, hakim, dan pengacara semua peristiwa dikonstruksi dengan cara berpikir yang khas, yang disebut juridisch denken. 14 Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh bagaimana Ancaman Pidana Mati Terhadap Kasus Penyalahgunaan Narkotika Sebelum dan Sesudah Putusan MK No.2-3PUU-IV2007 dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. Dengan demikian penulis tertarik mengangkat tema ini yang akan lebih lanjut dituangkan dalam sebuah skripsi. Hal ini menarik karena menyangkut kebebasan hidup seseorang. Dengan demikian penulis tertarik mengangkat tema ini yang akan lebih lanjut dituangkan dalam sebuah skripsi.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

14 C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, Bandung: Alumni, 1994, h. v-vi.

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan penelitian ini terarah dan tersusun secara sistematis pada tema bahasan yang menjadi titik sentral, maka perlu penulis uraikan pokok-pokok bahasan dengan memberikan perumusan dan pembatasan masalah. Untuk mendapatkan pembahasan yang objektif, maka penulis membatasinya dengan pembahasan mengenai Ancaman Pidana Mati Terhadap Kasus Penyalahgunaan Narkotika Sebelum dan Sesudah Putusan MK No.2- 3PUU-IV2007 dalam Perspektif Hak Asasi Manusia.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah disusun dengan pertanyaan penelitian research question, yaitu: a. Bagaimana implementasi Pidana Mati atas izin Presiden sebelum adanya Putusan MK No.2-3PUU-IV2007 ? b. Bagaimanakah implementasi Pidana Mati atas izin Presiden sesudah adanya Putusan MK No.2-3PUU-IV2007 ? c. Apakah penjatuhan pidana mati pada undang-undang Narkotika sesuai dengan tujuan pemidanaan ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.

1. Tujuan Penelitian.

Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui dan memahami penerapan Pidana Mati atas izin Presiden sebelum adanya Putusan MK No.2-3PUU-IV2007. b. Untuk mengetahui dan memahami penerapan Pidana Mati atas izin Presiden sesudah adanya Putusan MK No.2-3PUU-IV2007. c. Untuk mengetahui dan memahami sesuai atau tidak dengan Undang- undang Narkotika.

2. Kegunaan Penelitian.

Kegunaan penelitian ini diuraikan menjadi dua bagian, yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis. a. Kegunaan teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta memberikan suatu pemahaman dan kontribusi mengenai Ancaman Pidana Mati Terhadap Kasus Penyalahgunaan Narkotika Sebelum dan Sesudah Putusan MK No.2-3PUU-IV2007 dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. b. Kegunaan Praktis. Adapun manfaat praktis dari penilitian ini dapat diharapkan menjadi informasi bagi elemen masyarakat manapun untuk mengetahui Ancaman Pidana Mati Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Sebelum dan Sesudah Putusan MK No.2-3PUU-IV2007 dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. Hal ini dirasa penting mengingat Pidana Mati sangat bertentangan jika di lihat dari perspektif Hak Asasi Manusia karena hak-hak Asasi haruslah dilindungi oleh Negara.

D. Tinjauan Review Studi Terdahulu.

Nama penulisjudul skripsi, jurnal tahun Substansi Perbedaan dengan penulis. Rif’an, Peranan negara dalam perlindungan hak asasi manusia HAM : Studi Pemikiran al- Syathibi tentang hak asasi manusia, 2009 Skripsi ini membahas mengenai Hak Asasi Manusia namun dalam perspektif al-Syathibi Perbedaan dari skripsi ini dengan skripsi penulis adalah penulis dalam skripsinya mempertanyakan eksistensi negara dalam menjalankan fungsinya sebagai negara karena disini terasa penting karena itulah tugas pokok negara Husniyah, Hukuman Pancung dalam Perspektif Fiqih dan Ham, 2008 Skripsi ini membahas mengenai hukuman pancung dalam perspektif fiqih dan ham Perbedaan dari skripsi ini dengan skripsi penulis adalah Penulis membahas tentang eksistensinya, tidak dalam Perspektif hukumnya namun dalam