sehari-hari. Cara kedua ini dalam prakteknya digunakan oleh ahli moral dan sosiolog.
Ketiga, pendekatan yang ketiga ini pada dasarnya lebih ditekankan dengan mengambil konsep tentang manusia sendiri. Yakni, aksentuasi penyelidikan ini
dilakukan dengan pengamatan-pengamatan tentang lembaga-lembaga etika dari yuridis dan secara langsung maupun tidak langsung telah terbentuk dari
pengalaman-pengalaman historis dan sosial kemasyarakatan.
12
Yang dapat digunakan sebagai pegangan tentang hak asasi manusia itu antara lain:
1. Hak Asasi Manusia itu sebagai ilmu pengetahuan yang tersusun secara
sistematis atas dasar kekuatan pemikiran. 2.
Hak Asasi Manusia itu sebagai suatu disiplin yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan-kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.
3. Hak Asasi Manusia itu sebagai kaidah yaitu pedoman atau patokan
perilaku yang pantas atau diharapkan. 4.
Hak Asasi Manusia itu sebagai tata hukum yakni struktur atau proses seperangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan
tempat tertentu serta bentuk tertulis. 5.
Hak Asasi Manusia sebagai petugas yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan pengakuan hukum.
6. Hak Asasi Manusia sebagai keputusan penguasa yakni hasil proses
diskresi.
12
Marcel A. Boisard, Humanisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1980 Cet I, h. 92.
7. Hak Asasi Manusia sebagai proses pemerintah yakni proses timbal balik
antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan. 8.
Hak Asasi Manusia sebagai perilaku tertulils. 9.
Hak Asasi Manusia sebagai jalinan nilai-nilai yakni jalinan dari konsespsi konsepsi abstrak yang dianggap baik dan buruk.
Sedangkan menurut W.J.S Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, hak-hak asasi itu adalah :
“Asasi adalah berarti sesuatu yang pokok, yang menjadi dasar. Sedangkan hak adalah sesuatu yang benar, sungguh ada, kewenangan, milik atau kepunyaan,
kekuataankekuasaan untuk menuntut yang benar ataupun berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh aturan undang-
undang”.
13
Dengan kata lain hak asasi manusia itu telah dimiliki oleh manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran ataupun kehadirannya
dalam kehidupan bermasyarakat. Secara garis besar bahwa hak asasi manusia itu dapat dikatakan telah meliputi Hak Ekonomi, misalnya hak atas penghidupan
yang layak, Hak Sosial dan Budaya, misalnya hak atas pendidikan, Hak Sipil dan Politik, misalnya hak untuk beragama dan hak untuk hidup serta hak-hak lainnya.
C. Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam
Islam adalah agama yang menempatkan manusia sebagai makhluk yang mulia, berkepribadian dan bertanggung jawab. Islam mempunyai pandangan sama
rata kepada pengikutnya. Ajarannya tidak membedakan asal usul apakah ia dari golongan elite, ningrat, jutawan, pangkat, teknokrat, ataupun rakyat jelata; mereka
13
W.J.S Poerwadarminta,” Kamus Umum Bahasa Indonesia”, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976
diperlakukan sama. Sebab ditinjau dari segi manusiawi, mereka sama-sama manusia; yang membedakan manusia dengan manusia lain hanyalah
ketakwaannya kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang pria
dan seorang wanita dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal hidup rukun damai. Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”. Q.S. Al-Hujurat [49]:13
14
Islam menerangkan bahwa Allah SWT telah memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada manusia untuk memilih tindakannya. Akan tetapi
kebebasan tersebut dibatasi oleh tanggung jawab manusia itu sendiri, sesuai dengan petunjuk al-Qur
’an dalam memanfaatkan kebebasan tersebut. Allah SWT memberikan kebebasan itu yang disebut sebagai hak asasi manusia. Manusia
bebas berbuat apa saja, tetapi harus senantiasa dibarengi dengan tanggung jawab.
15
Hak asasi manusia diberikan oleh Allah SWT kepada semua manusia ciptaan-Nya dengan tujuan agar manusia dapat memanfaatkan hak-haknya
tersebut dengan sebaik-baiknya sehingga dapat melaksanakan tanggung jawab
14
R.H. A. Soenarjo, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-
Qur’an, 1989, h. 847.
15
Baharudin Lopa, Al-Quran dan Hak-hak Asasi Manusia, Yogyakarta: Dasar Bhakti Primayasa, 1996, h. 17.
yang telah dibebankan Allah SWT kepadanya yaitu menjadi khalifatullah fil Ardli sekaligus sebagai hamba Allah SWT yang bertanggung jawab.
Diskursus mengenai HAM sebenarnya bukan hal yang baru. Dalam kehidupan manusia HAM sudah sejak lama dipermasalahkan karena penegakan
keadilan, dimanapun dan kapanpun, selalu menjadi harapan setiap orang. Banyak sejarah umat manusia yang menceritakan kehancuran suatu bangsa atau negara
yang disebabkan karena kurangnya keadilan para penguasa dalam memerintah. HAM dari masa ke masa selalu berkembang seiring dengan
berkembangnya pemikiran manusia dan kemajuan jaman. Kalau dulu, hak asasi manusia dilihat hanya sebatas hak-hak sipil dan politik, maka sekarang hak asasi
manusia mencakup pula hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Permasalahan mengenai HAM dewasa ini sering muncul di permukaan.
Banyak orang yang semakin memahami dan menyadari hak-hak asasinya. Di antara sebabnya adalah semakin lajunya proses pembangunan yang menjadi
tuntutan anggota masyarakat dan karena hubungan antara bangsa yang semakin intens. Untuk itu pelaksanaan HAM di segala bidang harus benar-benar
diterapkan untuk menghindari konflik sosial dalam masyarakat. Itulah sebabnya mengapa HAM bernilai relevan dan tetap up to date sesuai dengan
perkembangan jaman hingga sekarang. Pelanggaran HAM sering terjadi dimana-mana, baik di negara
berkembang, maupun di negara maju HAM sering diselewengkan seperti di AS dan negara-negara Barat lainnya. Karena itu, akan kurang tepat jika tuduhan dari
negara-negara maju misalnya bahwa negara-negara berkembang tertentu sering melakukan pelanggaran HAM. Tuduhan ini menimbulkan kesan bahwa negara-
negara maju atau Barat tidak pernah melakukan pelanggaran HAM, padahal dalam prakteknya di negara-negara majulah terdapat kasus kehidupan yang
rasialis, ketidakadilan, dan lain-lain yang jelas melanggar HAM. Hal ini bisa jadi disebabkan pemahaman HAM yang berbeda antara
masyarakat Barat dengan masyarakat Timur yang mempunyai kultur dan kebiasaan berbeda. Karena itu ada dua pendekatan untuk memahami HAM yaitu
pendekatan Barat dan pendekatan Islam.
16
Kalau dipelajari ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan-ketentuan RasulNya dalam Al-Qur
’an dan hadits-hadits shahih, maka segera mengetahui adanya tujuan disyariatkannya muqasid al-Syariah. Secara umum dapat
dirumuskan bahwa tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat, dengan jalan mengambil yang bermanfaat dan mencegah atau menolak
yang mudlarat. Dengan kata lain tujun hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia. Dalam pembahasannya Muqasid al-Syariah erat kaitannya dengan
perlindungan HAM hal tersebut disebabkan dalam Muqasid al-Syariah memiliki dimensi perlindugan HAM yaitu:
Pertama, Hifzh al-Dîn; artinya terjaga norma agama dari hal-hal yang mengotorinya, baik dari sisi akidah maupun amal, teori maupun praktek serta
menjamin keutuhan agama yang menjadi pilihan rakyat secara umum dengan
16
Abul A’la Al Maududi, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1985, h. 15.