kehidupannya”.
24
Beriku tnya UUD Pasal 28 I menyatakan, “Hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dik
urangi dalam keadaan apa pun.”
25
Mengacu pada kedua ayat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa, pada dasarnya pandangan tentang hak-hak individu yang dianut oleh Negara Kesatuan
Republik Indonesia mengakui apa yang dikenal oleh para filsuf dengan “Hukum
Kodrat”, sebagaimana dijelaskan di atas, yang menyatakan bahwa hak untuk hidup adalah hak yang melekat pada setiap individu yang tidak dapat dirampas
dan dikurang-kurang non-derogable rights oleh siapapun, atas nama apapun dan dalam situasi apapun termasuk oleh negara, atas nama hukum, agama atau dalam
situasi darurat. Dalam Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 1
menyebutkan : 1
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia yang diberikan oleh Yang Maha Esa dan merupakan
anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukun, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
24
Bab XA Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28A Amandemen kedua UUD 1945
25
AmandemenKeduaUUD1945
2 Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila
tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya Hak Asasi Manusia.
26
Mengacu pada pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwa terpidana narkotika tidak dapat memenuhi
kewajibannya sebagaimana kewajiban yang tercantum dalam pasal 1 ayat 1 undang-undang tersebut, yaitu melanggar hak hidup masyarakat umum yang
dilindungi undang-undang. Sehingga terpidana narkotika dapat dikenai hukuman mati karena dianggap tidak berhak atas hak asasinya yaitu hak hidup.
Selain itu pidana mati narkotika tidak bertentangan dengan HAM. Dengan alasan karena penderitaan dan kerugian yang diderita oleh korban pengguna
narkotika biasanya mewarisi kerugian materiil dan immaterial, misalnya perasaan takut, sakit, sedih, kejutan psikis yang cukup mengkhawatirkan. Korban dari
tindak pidana narkotika pada umumnya adalah remaja yang besar artinya bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia di Indonesia.
27
26
Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
27
Wirasila, Pidana Mati Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Indonesia, Denpasar: Makalah Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, h. 2.
73
BAB IV ANALISIS PUTUSAN MK NO.2-3PUU-IV2007
A. Analisa Pidana Mati Sebelum Putusan MK No.2-3PUU-IV2007
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika
Kontroversi tentang diberlakukannya eksekusi mati terus saja berlangsung. Rasanya debat itu tidak pernah habis sampai kapan pun. Pandangan yang kontra
menganggap, bahwa hukuman mati tidak manusiawi, dan bukan merupakan hukum yang memperbaiki tingkah laku seseorang. Juga termasuk beberapa orang yang
mengajukan permohanan kepada Mahkamah Konstitusi bahwa pidana mati adalah jenis pidana yang sangat tidak manusiawi. Kelompok ini berpendapat bahwa hak
hidup adalah hak dasar yang melekat pada diri setiap manusia yang sifatnya kodrati sebagai karunia Tuhan YME, yang tidak boleh dirampas, diabaikan atau diganggu-
gugat oleh siapapun.
Narapidana yang Sudah dieksekusi Mati Sebelum Putusan MK No. 2- 3PUU-IV2007
NO NO. PERKARA
NAMA TERDAKWA
WARGA NEGARA
JENIS DAN
BARANG BUKTI
TANGGAL PUTUSAN
KETERANGAN
1.
544PD.B1994PN.MDN
Ayodnya Prasad
Chaubey WN India
Dieksekusi tgl 5 Agustus
2004 Heroin:
12,19 Kg PN.08-09-
1994 PT. 14
Desember 1994
MARI Kasasi: 26-
05-1995 MA PK 28-
02-1997 Tuntutan JPU:
Mati Putusan PN: Mati
Putusan PT: Mati Putusan MA: Mati
Mengajukan Grasi Dieksekusi tgl 5
Agustus 2004
2.
545PD.B1994PN.MDN
Saelow Prased
WN Thailand Dieksekusi
tgl 1 Oktober 2004
Heroin:
12,19 Kg
PN.08-09- 1994
PT. 14 Desember
1994 MARI
Kasasi: 28- 06-1995
MA PK 23- 10-1997
Tuntutan JPU: Mati
Putusan PN: Mati Putusan PT: Mati
Putusan MA: Mati Mengajukan Grasi
Dieksekusi tgl 1 Oktober 2004
Contoh kasus pidana mati yang telah dieksekusi mati, bisa dilihat walaupun sebelum adanya putusan MK tersebut negara berani menindak tegas para pelanggar
pelanyalahgunaan narkotika karena kejahatan tindak pidana narkotika adalah kejahatan kemanusiaan yang bertujuan membunuh dan memusnahkan umat manusia
secara perlahan tapi pasti, sehingga dapat dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa extra ordinary crime. Oleh karena itu, negara sudah tepat apabila pelakunya
diancam dengan hukuman yang sangat berat termasuk mengeksekusi mati. Sekelompok masyarakat terutama para pejuang HAM ada yang bertentang dengan
adanya putusan ini. Hal itu merujuk pada UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan
TAP MPR No. VXIIMPR1998, tentang sikap dan pandangan bangsa Indonesia
mengenai Hak-Hak Asasi Manusia, hal ini juga ditemukan dalam Amandemen ke-2 UUD 1945 pasal 28A
yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupann
ya”. Maka sebagai Hukum Dasar Tertinggi Grundnorm, itu haruslah menjadi pedoman bagi segenap aturan hukum
dibawahnya. Disamping itu berdasarkan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik tentang hak untuk hidup Right to Life
menyatakan bahwa “Setiap manusia berhak untuk hidup dan mendapat perlindungan hukum dan tiada yang dapat mecabut
hak itu”. Maka dengan demikian, hukuman mati jelas-jelas bertentangan dengan Kovenan Internasional tersebut, yang seharusnya segera dicabut oleh pemerintah
Indonesia sebagai bentuk kewajiban negara dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak asasi terhadap segenap warga negara sebagai mana telah
diadopsi dalam pasal 28A Amandemen UUD’45. Selain itu alasan umum yang sering dilontarkan orang-orang untuk menolak
hukuman mati diantaranya adalah karena menganggap manusia tidak berhak mencabut nyawa manusia lain, urusan kematian dianggap urusan Tuhan. Ada juga
alasan lain yang mengatakan bahwa setiap penjahat seharusnya diberikan kesempatan
untuk bertobat. B.
Analisa Pidana Mati Sesudah Putusan MK No.2-3PUU-IV2007 Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika
Pidana mati adalah sanksi pidana atau vonis yang dijatuhkan pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya
yang dirasa berdampak sangat buruk bagi masyarakat, negara dan bangsa. Pada RUU KUHP Tahun 2013 pidana mati masih termasuk dalam pidana pokok akan tetapi
bersifat khusus dan selalu diancam secara alternatif dijatuhkan sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat.
Dalam putusannya Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pidana mati tidak bertentangan dengan Agama, Pancasila dan UUD 1945, karena hak untuk hidup
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun yang tercantum dalam Pasal 28A dan Pasal 28I ayat 1 UUD 1945 sesungguhnya didasarkan atas argumentasi bahwa
hidup mati seseorang memang telah ditentukan oleh Tuhan, tetapi cara untuk hidup dan cara untuk matinya ditentukan oleh orang tersebut karena Tuhan telah
memberikan pilihan-pilihan dan acuan-acuan dalam menjalani kehidupan ini. Oleh karena itu, ketika seseorang dijatuhi pidana mati oleh negara atas kejahatan yang
diatur dalam UU narkotika, tidak berarti bahwa negara yang menentukan hidup matinya seseorang, melainkan bahwa orang tersebut telah menentukan sendiri secara
sadar cara untuk matinya. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada BAB XV
menjelaskan mengenai ketentuan pidana, disebutkan dalam undang-undang tersebut bahwa mengenai sanksi hukum terhadap tindak pidana narkotika. Sanksi yang
dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana narkotika itu terdiri dari beragam jenis sanksi pidana, yaitu pidana penjara, hukuman denda, dan hukuman pidana mati.
1
Adanya beragam
jenis sanksi
pidana yang
dijatuhkan terhadap
penyalahgunaan atau pelaku kejahatan peredaran gelap narkotika dan precursor narkotika sangat terkait pada jenis dan golongan narkotika. Jadi setiap sanksi pidana
yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana narkotika dibedakan menurut golongan dari narkotika itu sendiri.
Narkotika sebagaimana dimaksud di dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat dipergunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan
ketergantungan, contohnya: heroin, ektasi, kokain, ganja, shabu-shabu dan lain-lain. 2.
Narkotika Golongan II Narkotika berkhasiat untuk pengobatan guna sebagai pilihan terakhir dan dapat
dipergunakan dalam terapi atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
1
Indra Saputra, Skripsi Dengan Judul Analisis Putusan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Mati Kepada Pelaku Tindak Pidana Narkotika, Bandar Lampung: Fakultas Hukum, 2014, h. 25.