penting dari x
3
, maka x
1
harus lebih penting dari x
3
. Ukuran konsistensi dihitung dengan persamaan berikut Saaty dalam
dan , dimana CI
= indeks konsistensi, λ Teknomo et al.,1999:
max
Lahan tersedia
Kesesuaian biofisik Kelayakan sosial ekonomis
Pemenuhan aspek legal
Kemampuan lahan
Akses ke sumber air
Penggunaan lahan saat ini
Akses ke pasar
Akses ke jalan raya
Tingkat erosi Alokasi lahan
PEMDA RTRW
Perijinan Adat
=nilai eigen
terbesar dari matriks orde n, n=jumlah faktor, CR=rasio konsistensi, RI=nilai pembangkit random. Bila CI=nol berarti matriks konsisten. Ukuran inkonsistensi
dilihat dari nilai CR, jika CR 10 maka inkonsistensi yang terjadi dianggap masih dapat diterima. Berikut ini struktur hirarki faktor pendukung ketersediaan lahan sawah
untuk metode AHP
Gambar 4. Gambar Struktur hirarki faktor pendukung ketersediaan lahan sawah untuk metode AHP
Latar belakang responden yang diwawancari tentang penentuan ketersediaan lahan adalah para peneliti di Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah P4W – LPPM IPB yang berjumlah 7 orang. Latar belakang pendidikan dan keahlian dari responden adalah 1 orang doktor, 4 orang master dan 2 orang sarjana
dengan keahlian dibidang perencanaan wilayah, remote sensing, dan GIS.
3.7. Derajat Ketersediaan Sub Faktor
Metode boolean combination menentukan derajat ketersediaan dengan logika boolean
dimana setiap faktor ditetapkan dengan kriteria sesuai dan tidak sesuai. Sedangkan WLC mengasumsikan bahwa derajat kesesuaian tidak hanya 2 kriteria
sesuai dan tidak sesuai, tetapi membagi kriteria dengan pendekatan 1 faktor pendukung
diberi derajat nilai lebih dari dua misalnya pada skala 1 – 5 atau 1 – 9
dan 2 faktor kendala dengan derajat nilai mengikuti logika boolean.
Metode boolean combination menetapkan untuk setiap faktor penentu ketersediaan lahan menjadi 2 kelas yaitu sesuai atau tidak sesuai untuk lahan
pertanian yang dalam sisten pengkodean di komputer diberi nilai 1 untuk yang sesuai dan nilai 0 untuk yang tidak sesuai.
Metode WLC menetapkan derajat ketersediaan untuk setiap faktor penentu ketersediaan lahan, yaitu untuk faktor pendukung nilai skala 1 -5 dan faktor kendala
sama dengan logika boolean 0 dan 1. Tabel di bawah ini menunjukkan derajat ketersediaan untuk faktor Biofisik.
Tabel 4. Derajat Ketersediaan untuk Faktor Biofisik
Faktor Kode Sub Faktor
ElemenKriteriaJarak Boolean
Non Boolean
Konstrain Biofisik
X Ό Kesesuaian Lahan
Sesuai 1
5 Agak Sesuai
1 3
Tidak Sesuai X
Akses ke Sumber Air
Hitung dengan Class break
X Ύ Tingkat Erosi
A = T 1
Class break A T
Sub faktor kesesuaian lahan terdiri dari kriteria sesuai, agak sesuai dan tidak sesuai. Nilai derajat ketersediaan dengan metode boolean memasukkan kriteria sesuai
dan agak sesuai dengan nilai 1 dan yang tidak sesuai bernilai 0. Pada metode WLC kriteria sesuai diberi nilai 5, agak sesuai 3 dan tidak sesuai 0. Sub faktor akses ke
sumber air memiliki data jarak ke sungai dalam satuan meter, dan pada metode boolean ditetapkan nilai = nilai maksimal jarak sebagai batas nilai 1. Sedangkan
pada metode WLC nilai derjat ketersediaan ditetapkan dengan terlebih dahulu mereklasifikasi class break data jarak menjadi lima kelas dengan selang nilai
terendah berarti memiliki nilai derajat ketersediaan 5 dan kelas dengan selang tertinggi diberi nilai 1.
Penetapan nilai derajat kesesuaian untuk tingkat erosi dilakukan dengan membagi peta erosi aktual A dengan peta erosi yang dapat ditoleransikan TSL
dengan kriteria sebagai berikut: • Untuk metode Boolean Combination:
o Jika A= TSL, maka nilai kesesuaiannya 1 sesuai
o Jika A TSL, maka nilai kesesuaiannya menjadi 0 tidak sesuai
• Untuk metode Weighted Linear Combination WLC, nilai derajat kesesuaian di buat dalam rentang skala 1-5 dengan pengertian makin besar nilai, maka
semakin tinggi derajat kesesuaiannya. Sub faktor penggunaan lahan terdiri dari hutan, kebunperkebunan, ladang,
sawah, sawah tadah hujan, rawa, semak belukar, permukiman, gedung, pasir pantai, tubuh air. Penetapan derajat ketersediaan lahan pada data penggunaan lahan dilakukan
dengan dasar kemungkinan kesesuaian untuk penggunaan lahan sawah. Nilai tertingginya 5 untuk tipe penggunaan lahan sawah dan sawah tadah hujan, dan yang
paling rendah yaitu 1 untuk permukiman dan gedung. Penetapan nilai derajat ketersediaan untuk sub faktor jarak ke pasar dan jarak ke jalan menggunakan cara
yang sama dengan penetapan derajat ketersediaan pada sub faktor jarak ke sumber air. Tabel berikut ini menunjukkan nilai derajat ketersediaan lahan untuk faktor sosial
ekonomi.
Tabel 5. Nilai Derajat Kesesuaian Lahan Faktor Sosial Ekonomi
Faktor Kod
e Sub Faktor
ElemenKriteria Boolean
Non Boolean
Konstrain Sosial
Ekonomi X
Ώ Penggunaan Lahan
Hutan 1
KebunPerkebunan 1
Ladang 1
3 Sawah
1 5
Sawah tadah hujan 1
5 Rawa
1 Semak Belukar
1 3
Permukiman Gedung
Pasir Pantai Tubuh Air
X ΐ Akses ke Pasar
Hitung dengan Class break
X Α Akses ke Jalan
Hitung dengan Class break
Sub faktor RTRW terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi, hutan produksi terbatas, kawasan resapan air, perairan, perkebunan tanaman tahunan,
perlindungan geologi, permukiman pedesaan, permukiman perkotaan, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, sempadan sungaidanausitupantai, sesuai untuk hutan
lindung dan waduk. Penetapan nilai derajat ketersediaan dilakukan dengan membagi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung dimasukkan pada area
konstrain bernilai 0, sedangkan kawasan budidaya cara penetapan nilainya mengikuti logika yang dilakukan ketika membuat nilai ketersediaan pada data penggunaan
lahan. Tabel berikut ini menunjukkan nilai derajat ketersediaan untuk sub faktor RTRW.
Tabel 6. Nilai Derajat Ketersediaan Lahan Sub Faktor RTRW
Sub Faktor ElemenKriteriaJarak
Boolean Non Boolean Konstrain RTRW
Hutan Konservasi Hutan Lindung
Hutan Produksi 2
Hutan Produksi Terbatas 1
Kawasan Resapan Air 1
Perairan PerkebunanTanaman Tahunan
1 Perlindungan Geologi
Permukiman Pedesaan Permukiman Perkotaan
Pertanian Lahan Basah 1
5 Pertanian Lahan Kering
1 5
Sempadan SungaiDanauSituPantai
Sesuai untuk Hutan Lindung Waduk Cisokan
Sub faktor perijinan terdiri dari dua, yaitu perijinan kawasan hutan dan perijinan HGU perkebunan. Perijinan kawasan hutan terdiri dari hutan lindung, cagar
alam, taman nasional, taman wisata alam yang semuanya dimasukkan pada area konstrain bernilai 0. Sedangkan hutan produksi dan hutan produksi terbatas, pada
metode Boolean diberi nilai nol, dan pada metode WLC diberi nilai masing-masing 3 dan 1. Areal penggunaan lain APL pada metode Boolean diberi nilai 1 dan pada
metode WLC diberi nilai 5. Perijinan kawasan perkebunan, untuk area HGU diberi nilai nol, sedangkan yang bukan area HGU diberi nilai 1 pada metode Boolean dan 5
pada metode WLC. Tabel berikut ini menunjukkan nilai derajat ketersediaan lahan dari sub faktor perijinan
Tabel 7. Nilai Derajat Ketersediaan Sub Faktor Perijinan
Sub Faktor ElemenKriteriaJarak
Boolean Non Boolean Konstrain Perijinan
-Kawasan Hutan Areal Penggunaan Lain
1 5
Cagar Alam Hutan Lindung
Hutan Produksi 3
Hutan Produksi Terbatas 1
Taman Nasional Taman Wisata Alam
WadukBendungan -Ijin Perkebunan
HGU Perkebunan Non-HGU
1 5
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1. Letak dan Luas Wilayah