Perbandingan Hasil Ketersediaan Lahan Metode Boolean dan WLC Aplikasi Analisis WLC dalam Redsitribusi Lahan Sawah

Tabel 16. Luas Peta Kendala Kategori Luasan Ha Keterangan -1 638148 74539 sama dengan luas kategori 2 pada peta hasil tumpangtindih 1 287311 Berdasarkan hasil tersebut di atas, model WLC yang diperoleh dapat digunakan untuk perhitungananalisis selanjutnya.

5.7. Perbandingan Hasil Ketersediaan Lahan Metode Boolean dan WLC

Uraian mengenai hasil analisis ketersediaan lahan dari dua metode Boolean dan WLC menunjukkan hasil yang cukup berbeda, dimana luas ketersediaan lahan yang dihasilkan oleh analisis WLC jauh lebih luas jika dibandingkan dengan metode Boolean. Metode Boolean dengan logika AND mensyaratkan terpenuhinya status kesesuaian 1 untuk 9 faktor yang digunakan dalam analisis. Sedangkan pada metode WLC logika boolean dengan operator AND hanya digunakan pada area-area yang secara mutlak tidak dapat dikategorikan sebagai area sesuai, seperti area terbangun, tubuh air, kawasan lindung, dan lain-lain. Pada sisi lain, area-area yang dinilai sesuai diberi derajat kesesuaian dengan skala 1 – 5 yang menunjukkan tingkat resiko dalam pengambilan keputusan. Semakin tinggi nilainya menunjukkan derajat kesesuaian yang semakin tingggi dengan tingkat resiko yang semakin rendah. Gambar 21. Grafik Perbandingan Luas Lahan Sawah Aktual, Analisis Boolean dan WLC Sangat Tersedia ST ha Hasil analisis Boolean combination juga menunjukkan bahwa dari total luas lahan sawah eksisting 65 ribu ha, sekitar 35 ribu ha diantaranya berada pada lokasi yang jika dilihat berdasarkan 9 aspek yang menjadi dasar perhitungan ketersediaan lahan berada pada nilai kesesuaian di bawah 1. Demikian juga sebaliknya dengan hasil analisis WLC dimana luas lahan tersedia mencapai lebih dari 2 kali lahan sawah aktual. Hal ini juga menunjukkan bahwa masih ada areal potensial di luar area sawah aktual yang masih memungkinkan untuk diusahakan sebagai lahan sawah yang tentunya dengan tetap memperhatikan karakteristik yang ada pada area tersebut.

5.8 Aplikasi Analisis WLC dalam Redsitribusi Lahan Sawah

Kabupaten Cianjur sebagai kabupaten lumbung beras di Jawa Barat jika dilihat dari sisi kecukupan supplypenawaran beras sangat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan beras lokal. Sebaliknya jika dilihat dari sisi proporsi rumah tangga tani antara yang memiliki lahan dengan yang berprofesi sebagai buruh tani masih menunjukkan - 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 5.000 AG R AB IN T A B OJ ONGP IC UNG C AM P AKA C AM P AKA M U L Y A C IA NJ UR C IBE BE R C IB INONG C IDA UN C IJ AT I C IKAD U C IK A L ONG K UL ON C IL AKU C IP AN AS C IR AN JAN G C UGE NA NG GE K B R ONG HAU R W AN G I K A DUP A NDAK K A R A NGT E NG AH LE LE S M A NDE NA R INGGUL P AC E T P AG E L AR AN P AS IR KU D A S INDA NGB A R A NG S UK A L UYU S U KAN AG AR A S U KAR E S M I T AKO KA K T A NGGE UNG W A R UNGK ONDA NG Luas Aktual Boolean WLC_ST angka yang cukup siginifikan. Berdasarkan data potensi desa tahun 2008, dari total KK 597.568 di Kabupaten Cianjur sebanyak 65.77 diantaranya merupakan kelompok rumah tangga yang memiliki pekerjaan utama di bidang pertanian dengan komoditi utama yang diusahakan umumnya adalah Padi. Jika dilihat berdasarkan status pekerjaan di bidang pertanian, maka sebanyak 60.33 atau 237.119 KK diantaranya merupakan KK pertanian yang bekerja sebagai buruh tani. Kondisi ini secara kasar dapat menggambarkan bahwa masih ada sekitar hampir 60 dari KK tani yang memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani, terutama bagi petani-petani yang belum memiliki lahan pertanian, akses petani terhadap lahan perlu ditingkatkan yang salah satunya dengan program redistribusi lahan pertanian. Lahan sebagai obyek redistrisbusi perlu diidentifikasi ketersediaan aktual dan potensinya. Berikut ini tabel yang menunjukkan croos tabulation antara penggunaan lahan aktual dengan lahan tersedia hasil analisis WLC dengan derajat kesesuaian 4 dan 5 Tersedia dan Sangat Tersedia. Penggunaan Lahan Derajat Kesesuaian Jumlah 4 5 T ST Hutan 1,598 519 2,117 Ladang 25,532 11,961 37,493 Pasir Pantai 21 21 Perkebunan 24,805 5,344 30,149 Rawa 484 92 575 Sawah 7,985 19,017 27,001 Sawah Tadah Hujan 9,001 15,698 24,698 Semak Belukar 9,628 2,373 12,001 Jumlah 79,053 55,003 134,056 Keterangan: T=Tersedia, ST=Sangat Tersedia Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa sawah irigasi dan tadah hujan aktual yang ada pada derajat kesesuaian 4 dan 5 seluas 51.699 ha, maka lahan tersedia untuk sawah potensial untuk diredistribusikan adalah seluas 82.356 ha. Potensi lahan sawah ini tentunya perlu diperhatikan kembali karakteristik biofisik, sosial ekonomi dan aspek legalnya. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa untuk lahan tersedia potensial kondisi aktual penggunaan lahannya bervariasi, dimana ladang termasuk pada jenis penggunaan lahan yang dominan, kemudian diikuti oleh perkebunan, semak belukar, hutan, dan pasir pantai. Secara umum ladang dan semak belukar cenderung lebih mudah untuk diusahakan untuk dikonversi terlebih dahulu ke sawah jika dibandingkan dengan hutan dan perkebunan. Pada lahan dengan tipe penggunaan hutan dan perkebunan perlu diperhatikan aturan legal dalam pengalihan penguasaanpengusahaan dengan memperhatikan tipe kawasan hutan untuk penggunaan hutan dan umur ijin HGU untuk perkebunan. Pada lahan perkebunan tentunya untuk perkebunan dengan umur ijin HGU yang telah habis dapat dipertimbangkan untuk dikonversi penguasaan maupun pengusahaanya menjadi lahan sawah. Jika diasumsikan semua aspek baik fisik, sosek dan aspek legal telah terpenuhi bagi pengusaahan lahan untuk sawah di area potensial tersebut di atas, maka dengan asumsi satuan luas lahan yang akan diredistribusi kepada petani seluas 1 ha KK, terdapat potensi peningkatan kesejahteraan petani sejumlah 82.356 KK atau setara 35.78 dari total KK dengan profesi sebagai buruh. Tentu pada aplikasi yang sebenarnya akan banyak sekali aspek lain yang perlu dipertimbangkan. VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan