gambar dibawah ini. Sub faktor tanah adat untuk kabupaten Cianjur tidak ditemukan sehingga dapat diabaikan.
Gambar 14. Peta Penggunaan Lahan dan Statusnya terhadap Ketersediaan Lahan Pertanian
5.2. Kendala
Kendala menunjukkan kondisi yang tidak sesuai bernilai nol untuk semua sub faktor yang ada. Kendala yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah tubuh air
danausitusungai dan bangunanpermukiman dari sub faktor penggunaan lahan; kawasan lindung dari sub faktor RTRW, hutan lindung dari sub faktor perijinan kawasan
hutan.
5.3. Hasil Analisis AHP untuk Nilai W dari Sub Faktor
Hasil analisis AHP menunjukkan bahwa sub faktor kesesuaian lahan merupakan sub faktor dengan bobot tertinggi 16,7 dibandingkan dengan sub faktor lain. Sub
faktor kedua adalah sub faktor akses lahan ke sumber air dengan bobot 12.4. Sub faktor
yang memiliki bobot terendah adalah sub faktor penggunaan lahan. Tingginya bobot kesesuaian lahan menunjukkan bahwa dalam identifikasi ketersediaan lahan sawah, aspek
fisik lahan memerlukan perhatian yang lebih banyak. Syarat kesesuaian lahan untuk sawah cenderung lebih spesifik jika dibandingkan dengan penggunaan lain, terutama dari
sisi kemiringan lereng. Lahan sawah memerlukan area dengan bentuk lahan yang datar. Pada lokasi tertentu bentuk lahan dengan kemiringan lereng yang tidak datar akan
memerlukan tindakan konservasi tertentu seperti pembuatan teras, dengan konsekuensi luas areal yang ditanami tidak dapat seluas jika berada di lahan datar Arsyad, 2006.
Selain itu faktor akses lahan terhadap sumber air juga memiliki bobot yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan faktor lain. Kondisi ini sangat sesuai dengan karakteristik lahan
sawah yang memerlukan air yang lebih banyak dibandingkan tanaman pertanian lainnya. Hasil wawancara dengan petani di beberapa lokasi menunjukkan beberapa lokasi lahan
sawah dengan jumlah musim tanam yang dipengaruhi oleh ketersediaan air. Semakin jauh jarak dari sumber air, kesempatan untuk mengolah tanah lebih dari satu kali musim
tanam menjadi semakin berkurang. Nilai indeks konsistensi CI yang diperoleh adalah sebesar 0, sehingga nilai
inkonsistensinya CR menjadi nol dan kriteria yang ditetapkan oleh Saati dimana CR 10 menunjukkan bahwa inkonsistensi yang terjadi dianggap masih dapat diterima.
Tabel berikut ini menyajikan rincian nilai bobot hasil analisis AHP.
Tabel 13. Nilai Bobot Sub Faktor berdasarkan AHP Sub Faktor
Nilai W Kesesuaian lahan
0.167 RTRW
0.124 Akses ke sumber air
0.124 Akses ke jalan
0.115 Tingkat erosi
0.115 Akses ke pasar
0.101 Perijinan
0.099 Hak Tanah Adat
0.092
Penggunaan lahan aktual 0.063
Jumlah 1.000
Berdasarkan tabel tersebut di atas, maka persamaan WLC dapat ditulis menjadi
dimana WLC = weighted linear combination, W=bobot, C= kendala; X
i
=Nilai kesesuaian untuk setiap sub faktor, dengan rincian: X =Kemampuankesesuaian lahan,
X =Akses lahan ke sumber air, X
3
=tingkat erosi,X
4
=penggunaan lahan saat ini, X
5
=akses lahan ke pasar,X
6
=akses lahan ke jalan, X
7
=RTRW, X
8
5.4. Analisis Ketersediaan dengan Model Booolean Combination