minyak jagung dari ekstrak kloroform ini mempunyai sifat semipolar sama dengan sifat kepolaran kloroform.
Dari tabel 6 terlihat bahwa hasil recovery dari ekstrak butanol dan sisa air lebih banyak dari hasil dari ekstrak kloroform, namun karena nilai tegangan
permukaan hasil dari ekstrak kloroform ini lebih rendah dibanding keduanya dan indeks emulsinya lebih tinggi dari keduanya, maka diambil kesimpulan bahwa
hasil biotransformasi minyak jagung yang mengindikasikan biosurfaktan adalah hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform.
C. Karakteristik Hasil Biotransformasi Minyak Jagung dari Ekstrak kloroform
1.Identifikasi Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer Inframerah FT-IR Analisis hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform
dengan FT-IR bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam hasil dari ekstrak kloroform. Selain hasil dari ekstrak kloroform, minyak jagung juga
dianalisis dengan FT-IR, karena hasil kedua analisis dapat dibandingkan sehingga dapat diketahui perubahan gugus fungsi minyak jagung sebelum terjadi
biotransformasi dan sesudah terjadi biotransformasi. Gambar 8 adalah gabungan spektra minyak jagung sebelum dan seudah terjadi biotransformasi, sehingga
dapat terlihat dengan jelas perubahan yang terjadi. Tabel 7 menunjukkan gugus fungsi yang terdapat dalam minyak jagung dan hasil dari ekstrak kloroform, data
lengkap analisis FT-IR minyak jagung dan hasil dari ekstrak kloroform tercantum dalam lampiran 7.
Pada spektra minyak jagung muncul serapan gugus karbonil ester C=O pada 1747,4 cm
-1
, serapan 1238,2 cm
-1
milik uluran C-O ester, serapan C-H alifatis rantai panjang pada serapan 721,5 cm
-1
dan ketidakmunculan gugus OH pada spektra minyak jagung membuktikan bahwa minyak jagung mengandung
asam lemak yang berbentuk trigliserida gambar 7. Asam lemak yang berbentuk trigliserida dapat mengalami biotransformasi
menjadi asam lemak bebas seperti yang terlihat pada gambar 7. Selanjutnya asam lemak bebas baik asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dapat mengalami
biotransformasi. Biotransformasi asam lemak jenuh dapat terjadi reaksi oksidasi, reduksi, desarturasi dan hidroksilasi, sedangkan pada asam lemak tidak jenuh
dapat terjadi reaksi hidrogenasi, hidroksilasi dan epoksidasi.
O H
2
C O C R CH
2
OH O
O CH O C R
CH OH + 3 R C OH
O C
2
H O C R CH
2
OH
Gambar 7. Biotransformasi asam lemak dalam bentuk triglisrida menjadi asam lemak bebas
Minyak jagung mengalami biotransformasi Tabel 7 dan gambar 8 menunjukkan perubahan yang terjadi, yaitu dengan munculnya serapan OH yang
lebar pada spectra hasil dari ekstrak kloroform pada serapan 3394,5 cm
-1
dan serapan khas uluran C-O alkohol pada serapan pada 1080,1cm
-1
, menunjukkan bahwa hasil dari ekstrak kloroform mengandung gugus hidroksi alkohol. Pada
spectra hasil dari ekstrak kloroform muncul serapan C=O asam karboksilat pada serapan 1747,4 cm
-1
, begitu juga pada spektra minyak jagung juga muncul serapan C=O pada 1747,4 cm
-1
, ini berarti gugus karboksilat pada asam lemak tidak mengalami perubahan. Maka hasil dari ekstrak kloroform masih mempunyai
gugus karboksilat. Pada spectra hasil dari ekstrak kloroform muncul serapan C=O keton pada 1558,4 cm-
1
.
Tabel 7. Perubahan Serapan Gugus Fungsi Minyak Jagung dan Hasil Biotransformasi Minyak dari Ekstrak Kloroform
Data FT-IR Pustaka
keterangan Asam lemak dalam bentuk
trigliserida gliserol
Asam lemak bebas
minyak Hasil
ekstrak v cm-1
Identifikasi jagung kloroform
Hasil ekstrak kloroform mengandung gugus hidroksi
- 3394,5
3650-3200 OH
alkohol 2927,7
minyak jagung dan hasil ekstrak 2854,5
3000-2800 CH alifatik
kloroform mempunyai rantai 2927,7
2854,5 panjang hidrokarbon
minyak jagung dan hasil ekstrak kloroform merupakan senyawa
karboksilat yang berarti gugus karboksilat pada asam lemak
1747,4 1747,4
1850-1650 C=O
tidak mengalami perubahan -
C=O Hasil ekstrak kloroform
1558,4 1870-1540
keton mengandung gugus keton
1461,9 1458,1
1440-1395 uluran C-O
minyak jagung dan hasil ekstrak 1377,1
1377,1 1320-1210
Tekukan O-H kloroform adalah senyawa
alkanoat 1238,2
- 1000-1300
ulur C-O minyak jagung berbentuk
trigliserida -
1080,1 1000-1260
uluran C-O pada Hasil ekstrak kloroform
mengandung gugus hidroksi alkohol
alkohol 968,2
987,5 960-990
tekukan C-H Hasil ekstrak kloroform yang
dihasilkan kemungkinan masih trans RCH=CHR mengandung asam lemak
tak jenuh 721,3
721,5 720-725
-CH2n-rock minyak jagung dan hasil ekstrak
Dimana n 4 kloroform mempunyai rantai
karbon panjang alifatik
Keterangan: Silverstein, et.al., 1986: 106-129
Palleros, 2000 : 678
Gambar 8. Analisis FT IR minyak jagung A dan hasil dari ekstrak kloroformB
-OH CH alifatik
C-O O-H
tekukan C-O alkohol
-CH
2
n- n
4 C=O
721,5
A
B
2927,7 2854,5
1747,4 1461,9
1377,1 1238,1
968,2 914.2
721,3
3394,5 2927,7
2854,5 1747,4
1558,4 1458,3
1377,3 1080,1
987,5
C=O keton 4000.0
3000.0 2000.0
1500.0 1000.0
500.0 4000.0
3000.0 2000.0
1500.0 1000.0
500.0
Hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform tersebut diperkirakan membentuk suatu asam hidroksi alkanoat dan asam ketoalkanoat.
Karena banyak penelitian menunjukkan bahwa R. rhodochrous dapat digunakan untuk konversi asam lemak tak jenuh pada substrat asam oleat yang dihasilkan
asam 10-hidroksistearat dan asam 10-ketostearat dan jika menggunakan asam linolaeat sebagai substrat dihasilkan asam 10-hidroksi-12-oktadekanoat dan asam
10-keto-12-oktadekanoat Litchfield and pierce, 1986 dalam Kian et al, 1997. Pada spektra hasil ekstrak kloroform masih terdapat serapan ikatan rangkap C=C
pada 987,5 cm
-1
, ini menunjukkan bahwa ikatan rangkap dalam minyak jagung belum terbiotransformasi semua.
Dari beberapa penelitian menunjukkan R. rhodochrous dapat digunakan untuk konversi asam lemak tak jenuh menjadi asam mono hidroksi alkanoat dan
asam mono keto alkonoat, dan belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa R. rhodochrous dapat digunakan untuk konversi asam lemak tidak jenuh yang akan
dihasilkan asam polihidroksi alkanoat. Dari penelitian Lietchfield dan Pierce 1986 dan penelitian Koritala et al 1989 dalam Kian et al 1997 menunjukkan
bahwa konversi asam lemak tidak jenuh oleh R. rhodochrous sebagian besar menghasilkan asam hidroksi alkanoat mencapai 75-80, sedangkan asam keto
alkanoat yang dihasilkan hanya dalam jumlah kecil. Maka perkiraan reaksi dari hidroksilasi asam lemak tak jenuh yaitu asam oleat berubah menjadi asam
monohiroksi stearat dan asam keto stearat dengan reaksi :
CH
3
CH
2 7
CH=CHCH
2 7
COOH CH
3
CH
2 7
CH-CH
2
CH
2 7
COOH OH
Asam 10-hidroksistearat
CH
3
CH
2 7
CH
2
-CH CH
2 7
COOH OH
Asam 9-hidroksistearat
Gambar 9. Perkiraan reaksi biotransformasi asam oleat menjadi asam mono hidroksi stearat dan asam keto stearat
CH
3
CH
2 7
CH
2
-C-CH
2 7
COOH O
Asam 9-ketostearat
CH
3
CH
2 7
-C-CH
2
CH
2 7
COOH O
Asam 10-ketostearat
Asam linoleat juga dapat mengalami biotransformasi menjadi asam mono hidroksi oktadekanoat dan asam keto oktadekanoat. Perkiraan reaksi
biotransformasi asam linoleat dapat dilihat pada gambar 10.
CH
3
CH
2 4
CH=CH-CH
2
-CH=CHCH
2 7
COOH CH
3
CH
2 4
CH-CH
2
-CH
2
-CH=CHCH
2 7
COOH OH
Asam 13-hidroksi-9-oktadekanoat
CH
3
CH
2 4
CH
2
-CH-CH
2
-CH=CHCH
2 7
COOH OH
Asam 12-hidroksi-9-oktadekanoat
CH
3
CH
2 4
CH=CH-CH
2
-CH
2
-CHCH
2 7
COOH OH
Asam 9-hidroksi-12-oktadekanoat
Gambar 10. Perkiraan reaksi biotransformasi asam linoleat menjadi asam monohidroksi oktadekanoat dan asam keto oktadekanoat
CH
3
CH
2 4-
C-CH
2
-CH
2
-CH=CHCH
2 7
COOH O
Asam 13-keto-9-oktadekanoat
CH
3
CH
2 4
CH
2
-C-CH
2
-CH=CHCH
2 7
COOH O
Asam 12-keto-9-oktadekanoat
CH
3
CH
2 4
CH=CH-CH
2
-C-CH
2
CH
2 7
COOH O
Asam 10-keto-12-oktadekanoat
CH
3
CH
2 4
CH=CH-CH
2
-CH
2
-C- CH
2 7
COOH O
Asam 9-keto-12-oktadekanoat
CH
3
CH
2 4
CH=CH-CH
2
-CH-CH
2
CH
2 7
COOH OH
Asam 10-hidroksi-12-oktadekanoat
Hasil identifikasi menggunakan FT-IR hanya bisa digunakan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi sebelum dan sesudah biotransformasi.
Informasi struktur hasil biotransformasi minyak jagung belum bisa diketahui, sehingga belum bisa memastikan biotransformasi minyak jagung terbentuk
biosurfaktan. 2.Penentuan Indeks emulsi
Pada penelitian ini dilakukan penentuan indeks emulsi antara air dan minyak sawit sebelum dan sesudah penambahan hasil biotransformsi minyak
jagung dari ekstrak kloroform selama 14 hari untuk mengetahui apakah hasil biotransformasi minyak jagung membentuk biosurfaktan.
Tabel 8. Indeks emulsi antara air dan minyak sawit dengan penambahan hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform
Emulsi Emulsi
hari tanpa penambahan
dengan penambahan Hasil ekstrak kloroform Hasil ekstrak kloroform
1 43
97 2
93 3
90 4
90 5
83 6
76 7
72 8
66 9
55 10
41 11
28 12
21 13
7 14
Dari tabel 8 terlihat bahwa indeks emulsi E24 pada minyak sawit tanpa penambahan produk hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform
hanya 43 dan setelah lebih dari 24 jam atau pada hari kedua dan seterusnya emulsi yang terbentuk habis. Emulsi yang terbentuk dalam minyak sawit dengan
penambahan hasil dari ekstrak kloroform lebih baik dibanding emulsi dalam
minyak sawit tanpa penambahan hasil ekstrak kloroform, yaitu sebesar 97 dan setelah lebih dari 24 jam atau pada hari kedua emulsi masih terbentuk walaupun
terjadi penurunan nilai indek emulsi. Setiap hari indeks emulsi terjadi penurunan sedikit demi sedikit, sampai akhirnya pada hari ke-14 emulsi yang terbentuk
habis. Pada saat penentuan indeks emulsi diperoleh tiga lapisan dalam sistem
emulsi. Hal ini bertentangan dengan sifat biosurfaktan yang dapat melarutkan dua fase dengan kepolaran yang berbeda atau emulsi yang terbentuk dengan adanya
biosurfaktan maksimal hanya terdapat dua lapisan dalam sistem emulsi. Sebagai contoh adalah emulsi yang dibentuk antara air dan minyak sawit oleh biosurfaktan
jenis rhamnolipid yang dihasilkan Pseudomonas aeruginosa mempunyai indeks emulsi 67 dan stabil sampai 30 hari, serta terdapat dua lapisan dalam sistem
emulsinya Patel, R.M, 1996. Berdasarkan data diatas hasil biotransformasi minyak jagung belum dapat disimpulkan membentuk suatu biosurfaktan.
3.Penentuan Tegangan Permukaan Pada penelitian ini untuk mengetahui apakah hasil biotransformasi minyak
jagung membentuk biosurfaktan dilakukan pengukuran tegangan permukaan minyak sawit sebelum dan sesudah penambahan produk hasil dari biotransformasi
minyak jagung dari ekstrak kloroform. Tabel 9 menunjukkan hasil pengukuran tegangan permukaan minyak sawit sebelumdan sesudah penambahan hasil ekstrak
kloroform. Tabel 9. Penurunan tegangan permukaan minyak sawit sebelum dan sesudah
ditambah hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform. Tanpa penambahan hasil
dari ekstrak kloroform Dengan penambahan hasil
dari ekstrak kloroform hx
cm Massa
jenis gml
Tegangan permukaan
Nm hx
cm Massa
jenis gml
Tegangan permukaan
Nm Penurunan
tegangan permukaan
1 0,9395
0,0623 0,5
0,9229 0,0306
50,8828
Dari tabel 9 terlihat bahwa hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform mampu menurunkan tegangan permukaan minyak sawit
mencapai 50,8828. Biosurfaktan mempunyai sifat dapat menurunkan tegangan antar muka dua fase cair yang berbeda kepolarannya. Pada penelitian ini hasil
biotransformasi minyak jagung dapat menurunkan tegangan permukaan minyak sawit, tetapi hasil ini tidak dapat digunakan untuk karakterisasi terbentuknya
biosurfaktan. Senyawa selain biosurfaktan juga dapat menurunkan tegangan permukaan larutan, contohnya asam yang mempunyai tegangan permukaan lebih
rendah dari air, jika ditambahkan ke dalam air akan menurunkan tegangan permukaan air Oscik, 1982
Dari ketiga parameter karakteristik hasil biotransformasi minyak jagung belum dapat disimpulkan membentuk suatu biosurfaktan.
D. Aplikasi Hasil Biotransformasi Minyak Jagung Untuk Pengambilan Logam Cd