Hak Anak menurut Islam
َݖفَ ۡم݀ ݒ ۡخ۬ فَ ۡمݏ ءٓ۲ ۵۱ ء َ݊ݗگ݃
َ َمۻۡأ ط ۡخ أَٓ۲ ݈ݘفَ ٞ܅۲ جَ ۡم݀ۡݘ ݄ ܯَ سۡݘ ݃ ݑَ ۚۡم݀ݘ݃ ݒ م ݑ
َݎ۵ َ
َ ݉۲ ك ݑَ ۚۡم݀۵ݒ݄قَ ۡ۹ ڭ݈ ܰ ۻَ۲ڭمَ݊݀ ݃ ݑ َڭّ
َ َاܑݒܸ غ
۱َ َ۲ ݈ݘحڭܑ
72
َ
Hal ini dimaksudkan demi ketenangan jiwa sang anak. Adanya kejelasan nasab bagi anak merupakan kebanggaan batin dan agar tidak
terjadi kerancuan dan kebimbangan dalam masyarakat.
73
c. Hak anak untuk menerima pemberian nama yang baik.
Diantara tradisi masyarakat yang berlaku ialah ketika seorang anak menjadi bahan ejekan serta cemooh hendaknya dihindari. Nama-nama yang
paling utama adalah nama0nama para nabi atau nama Abd yang dirangkai dengan nama-nama Allah SWT, seperti Abd Al-Rahman, Abd Al-Rahim.
d. Hak anak untuk menerima susuan rada’ah.
Hak ini ini berdasarkan fiman Allah SWT:
َ ݑ َ۹ ݃ ݒۡ݃
َ َڭمۼݗَ ݉ أَ ܍۱ ܑ أَ ۡ݊ َ݈݃ ۖ݊ۡݘ ݄م۲ كَ ݊ۡݘ ݃ ۡݒ حَ ڭ݊ݏ ݃ ۡݑ أَ ݊ ۡܰض ۡܒݗ
َۚ ۸ ܯ۲ ضڭܒ݃ َ
َݔ ݄ ܯ ݑ َ܍ݒ݃ ۡݒ ݈ۡ݃
َ َݎ ݃
َ َ۵َ ڭ݊ݐۻ ݒ ۡسك ݑَ ڭ݊ݐق ۡܓܑ
َۚفݑܒ ۡܰ ݈ۡ݃ َ
َ َ َ ۲ ݏ ݃ ݒ۵َ ۢ۷ ݃ ݑَ ڭܑٓ۲ ܤۻَ ََ ۚ۲ ݐ ܰ ۡسݑَ ڭََ۫ ٌسܸۡ َ فڭ݄ ݀ۻ
َ َ ݑ َ
َݎڭَ݃ ٞ܍ݒ݃ ۡݒ م َ
َݍ ݃ ݒ۵ ََۚ
َݔ ݄ ܯ ݑ َ۽ܑ۱ ݒۡ݃
َ َ َ۲ ܠفَ۱ ܍۱ ܑ أَ ۡ݉۬ فَ ۗ ك݃ َ݂ۡ܀م
َ َ ٖܡ۱ ܒ ۻَ݊ ܯ
َ۱ٓݒܰض ۡܒ ۼ ۡس ۻَ ݉ أَ ۡمڮۻ܍ ܑ أَ ۡ݉۫ ݑَ ۗ۲ ݈ݐۡݘ ݄ ܯَ ܅۲ جَ ٗ فَ ܑٖݑ۲ ش ۻ ݑَ ۲ ݈ݐۡگم َڭمَمۼ ݈ۡڭ݄ سَ۱ َ۫ ۡم݀ۡݘ ݄ ܯَ ܅۲ جَ ٗ فَ ۡمك ݃ ۡݑ أ
َٓ۲َ َ۵َمۼۡݘ ۻ۱ ء
َۗفݑܒ ۡܰ ݈ۡ݃ َ
َ ݑ َ۱ݒقڭۻ
َ َ ڭّ
َ َ ݑ
َ۱ٓݒ݈ ݄ ۡܯ َ
َ ڭ݉ أ َ ڭّ
َ َ ݉ݒ݄ ݈ ۡܰ ۻَ۲ ݈۵
َ َٞܒݘܠ ۵
َ
74
َ
72
Lihat, QS. Al-Ahzab [33:5]
73
Untuk memperjelas tentang keturunan, dalam fiqh diterangkan bagaimana cara menentukian nasab, yaitu dengan pengakuan, penetapan hakim, dan persaksian. Lihat, Mustafa as-
Siba‟I, Ahwal asy-Syakhsiyyah. Damaskus : tnp.., tt... Hal. 291-294.
74
Lihat, QS. Al-Baqarah [2:233]
Sebagaimana ayat diatas, adapula ayat lain yang menerangkan bahwa ada keringanan dalam segi beribadah kepada Allah SWT bagi para ibu
yang sedang menyusui, seperti dalam ibadah puasa.
75
Dalam kondisi tertentu, apabila seorang tidak memungkinkan untuk memberikan ASInya
kepada anaknya, karena kemaslahatannya, maka wajib orang tua untuk mencari orang lain untuk menyusui anaknya.
76
Sebagai pemenuhan hak- haknya untuk mendapatkan ASI.
e. Hak anak untuk mendapatkan asuhan, perlindungan dan pemeliharaan.
Diantara berbagi tanggung jawab yang paling menonjol yang diperhatikan Islam adalah mengajar, membimbing, dan mendidik anak
yang berada dibawah tanggung jawabnya. Semua ini merupakan tanggung jawab yang besar, berat dan penting karena hal ini dimulai sejak anak
dilahirkan sampai pada masa aktif dewasa.] Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan diantara
fitrah manusia adalah ia dianugerahi akal dan kemampuan untuk berpikir. Sehingga selalu memiliki rasa ingin tahu curiously. Oleh karena itu dalam
Islam, orang tua memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan, bahkan mencari pengetahuan adalah suatu kewajiban. Begitu pula dengan
75
As-Sayyid Sabiq. Fiqh As-Sunnah. Beirut : Dae al-Fikr, 1403H1983 M. VII. Hal : 143.
76
As-Sayyid Sabiq. Fiqh As-Sunnah. Hal. 145.
anak-anak, dalam Islam, orang tua memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya.
Pendidikan anak ini dilaksanakan sebagai upaya mempersiapkan diri anak untuk menjalani kehidupannya, karena setiap anak yang dilahirkan itu
tidak mengetahui apa-apa, sebagaimana firman Allah SWT:
َڭّ ݑ َ
َۡݘ شَ ݉ݒ݈ ݄ ۡܰ ۻَ ََ ۡم݀ۼ ݐڭمأَ ݉ݒط۵َ ۢ݊گمَ م݀ ج ܒ ۡخ أ َا َ
َم݀ َ݃ ݂ ܰ ج ݑَ ۲ َ ܮ ݈ۡڭس݃
َ َ ݑ
َ ܒ ܠۡ۵ ِۡ َ
َ ݑ َۡف ِۡ
َ َ ۷
َ َ ݉ݑܒ݀ ۡش ۻَ ۡم݀ڭ݄ ܰ ݃
77
َ
Dalam hal ini dimaksudkan orang tua bertanggung jawab penuh untuk memberikan tanggung jawab pendidikan kepada anak-anaknya.
Pendidikan tanggung jawab ini meliputi: pertama, pendidikan iman, kedua, pendidikan moral, ketiga, pendidikan fisik, keempat, pendidikan
intelektual, kelima, pendidikan psikologis, keenam, pendidikan sosial dan ketujuh, pendidikan seks.
Oleh karena itu, diperlukan adanya bimbingan, pengarahan dan pengawasan agar anak dapat berkembang menuju kedewasaan
sebagaimana mestinya. Selain itu, pendidikan dalam Islam juga bertujuan untuk memelihara dan menjaga fitrah yang dimiliki anak itu sendiri, yaitu
bersih dan suci, terutama fitrah manusia atas agama.
78
Rincian hak anak diatas adalah kebutuhan anak yang harus diperhatikan. Kesemuanya itu merupakan pemenuhan kebutuhan anak
77
Lihat, QS. An-Nahl [16]:78
78
Nurcholis Madjid. Anak dan Orang Tua , Dalam Masyarakat Religius. Jakarta : Paramadina, 2000. Hal. 81-82.
sejak ia di dalam kandungan sampai ia akan menginjak dewasa, baik dari pemenuhan kebutuhan fisik maupun nilai-nilai kerohanian jiwa anak.
Karena bagaimanapun, mempersiapkan anak agar menjadi generasi yang berkualitas sudah diamankan dalam al-
Qur‟an maupun al-Hadist. f.
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Menurut Hukum Islam. Kepribadian yang seimbang mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kehidupan individu dan kelompok, kepribadian ini tidak bisa sempurna kecuali bila diarahkan, dibina dan dibimbing dari segala
aspeknya, tempat yang paling subur bagi pembinaan pendidikan adalah fase anaak-anak yang merupakan fase teristimewa, keistimewaan berupa
kelenturan, kesucian dan fitrah. Jika pada fase tersebut dibangun dengan penjagaan, pembimbingan, dan arahan yang baik, maka kelak ia akan
menjadi kokoh dihadapan goncangan hari depannya yang tentu akan ia hadapi ketika mulai menginjak dewasa.
79
Pemeliharaan perlindungan anak pada dasarnya menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya. Pemeliharaan dalam hal ini meliputi berbagai
hal, masalah ekonomi, pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok anak, oleh karenanya kerjasama dan tolong-menolong
antara suami dan istri dalam memelihara anak, dan mengantarkannya hingga anak tersebut dewasa sangat dibutuhkan.
80
79
Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Cara Nabi Mendidik Anak, Solo : Pustaka Arafah. 2006. Hal. 108.
80
Ahmad Rofiq. Hukum Islam di Indonesia. Cet. Ke-6, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Hal. 235.
Diminta atau tidak diminta, pemeliharaan perlindungan terhadap anak adalah hak anak. Maulana Hasan Wadong menerangkan bahwa hak
asasi anak dalam pandangan Islam dikelompokkan secara umum ke dalam bentuk hak asasi anak yang meliputi sebagai berikut.
81
a. Hak anak sebelum dan sesudah dilahirkan.
َڭۼ حَڭ݊ݐۡݘ ݄ ܯَ۱ݒقܸ أ فَ ٖ݂ ݈ۡ حَۺ ݃ݑأَڭ݊كَ݉۫ ݑ َڭ݊ݐ ݄ ݈ۡ حَ ݊ ۡܰ ܤ ݗَݔ
Artinya: “… dan jika mereka istri-istri yang sudah ditalak itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hinggga
mereka bersalin …” Ath-Thalaq [65]: 6.
b.
Hak anak dalam kesucian dan keturunannya.
َۡمݏݒܯ ۡ܍ َ
َ ܯَ ܦ سۡق أَ ݒݏَ ۡمݐئٓ۲ ۵ِٓ َۚڭّ
َ َ ۡمݏ ءٓ۲ ۵۱ ءَ ۱ٓݒ݈ ݄ ۡܰ ۻَ ۡمڭَ݃ ݉۬ ف
َݖفَ ۡم݀ ݒ ۡخ۬ ف َ݊ݗگ݃
َ مۻۡأ ط ۡخ أَٓ۲ ݈ݘفَ ٞ܅۲ جَ ۡم݀ۡݘ ݄ ܯَ سۡݘ ݃ ݑَ ۚۡم݀ݘ݃ ݒ م ݑ
َ َݎ۵
َ َ ݉۲ ك ݑَ ۚۡم݀۵ݒ݄قَ ۡ۹ ڭ݈ ܰ ۻَ۲ڭمَ݊݀ ݃ ݑ
َڭّ َ
َاܑݒܸ غ ۱َ
۲ ݈ݘحڭܑ َ
Artinya : “Panggilah mereka anak-anak angkat itu dengan
memakai nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah SWT, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak
mereka, maka panggilah mereka sebagai saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap
apa yang kamu khilaf padanya, tetapi yang ada dosanya apa yang disengaja oleh hatimu, dan adalah Allah Maha Pengampun lagi
Maha P enyayang.” Al-Ahzab [33] : 5.
81
Maulana Hasan Wadong. Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta : Grassindo, 2000. Hal. 33.
c. Hak anak dalam penerimaan nama baik.
َ۵َ۱ݑܔ ۵۲ ۻَ َ ݑ َۖ۴ قۡ݃ ِۡ
َ َ سۡ۰۵
َۡسِ َم
َܹݒسܸۡ݃ َ
َ ۡܰ ۵ َۚ݊ ݈ݗ ۡۡ
َ َ ۡ۴ۼ ݗَ ۡمڭَ݃݊ م ݑ
َمݏَ ك۰ٓ ݃ݑأ ف َ ݉ݒ݈݄ڭܬ݃
Artinya : “dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung
ejekan, seburuk-buruk panggilan adalah panggilan yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka
itulah orang0orang yang zalim”. Al- Hujurat49 : 11.
d. Hak anak dalam menerima susuan.
َ ݑ َ۹ ݃ ݒۡ݃
َ َڭمۼݗَ ݉ أَ ܍۱ ܑ أَ ۡ݊ َ݈݃ ۖ݊ۡݘ ݄م۲ كَ ݊ۡݘ ݃ ۡݒ حَ ڭ݊ݏ ݃ ۡݑ أَ ݊ ۡܰض ۡܒݗ
َ ۸ ܯ۲ ضڭܒ݃
Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama
dua tahun penuh. Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”. Al- Baqarah2 : 233.
e.
Hak anak dalam menerima asuhan, perawatan dan pemeliharaan.
َݔ ݄ ܯ ݑ َ܍ݒ݃ ۡݒ ݈ۡ݃
َ َݎ ݃
َ َ۵َ ڭ݊ݐۻ ݒ ۡسك ݑَ ڭ݊ݐق ۡܓܑ
َۚفݑܒ ۡܰ ݈ۡ݃ َ
ٌَسܸۡ َفڭ݄ ݀ۻَ َ
۲ ݐ ܰ ۡسݑَ ڭَ۫
Artinya : “…dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara ma’ruf, seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya…”. Al- Baqarah2 : 233.
f. Hak anak dalam memiliki harta benda hak waris, demi
kelangsungan hidup yang bersangkutan.
َ۱ݒۻ۱ ء ݑ َ
َٓݔ ݈ ۼ ݘۡ݃ َ
َ۱ݒ݃ڭ ۶ ۼ ۻَ َ ݑَ ۖۡمݐ ݃ ݒ ۡم أ َ ۾ݘ۶ ܌ۡ݃
ََ۵ َۖ۴گݘڭط݃
َ َ۱ٓݒ݄كۡأ ۻَ َ ݑ
َݎڭَ۫ ۚۡم݀݃ ݒ ۡم أَٓݔ َ݃۫ ۡمݐ ݃ ݒ ۡم أ َ
ݒحَ ݉۲ ك ۱ اܒݘ۶ كَ۲ا۵
Artinya: “Dan berilah kepada anak-anak yatim yang sudah baligh harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk
dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan0tindakan menukar dan memakan itu,
adalah dosa yang besar”. An-Nisa [4] : 2.
g. Hak anak dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
َ َ ݑ َ
َ ك َ݃ سۡݘ َ݃۲ مَفۡق ۻ َ
َݎ۵ َ
َ ڭَ݉۫ ٌۚم݄ۡܯ َ ܮ ݈ۡڭس݃
َ َ ݑ
َ ܒ ܠ ۶ۡ݃ َ
َ ݑ َ ܍۱ ۪ܸۡ݃
َ َڮ݂ك
َۡس مَݎۡ ܯَ ݉۲ كَ ك۰ ٓ ݃ݑأ
َ َ َ اَݒ
٦٣ َ
Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya”. Al- Isra [17]: 36.
Larangan penelantaran anak sangatlah relevan, karena istri dan anak merupakan tanggung jawab dari seorang suami yang sekaligus seorang ayah
dari seorang anak. Hal ini dikuatkan oleh firman Rasulallah SAW, ketika beliau menerima aduan Hindun binti „Utbah:
82
Artinya: “Dari Aisyah, bahwa Hindun bin “Utbah berkata: “Wahai Rasulallah SAW. sesungguhnya Abu Sufyan suamiku adalah seorang
laki-laki yang sangat kikir, ia tidak memberiikan nafkah sesuatu yang mencukupiku dan mencukupi anakku, kecuali aku mengambilnya
sendiri sementara dia tidak mengetahui. Maka beliau berkata: “Ambillah apa yang dapat mencukupi kebutuhanmudan anakmu
secara makruf”. Riwayat al-Bukhari.
Berdasarkan penjelasan di atas, walaupun secara eksplisit jelaslah bahwa pemeliharaan perlindungan anak merupakan tanggung jawab orang
tua yang harus terpenuhi sesuai dengan kemampuannya. Sebab kegagalan pemeliharaan atau penelantaran anak dalam membekali kebutuhan mereka,
terutama bekal keagamaan, bukan saja merupakan diri si anak yang bersangkutan, namun kedua orang tua pun akan menderita kerugian yang
tidak suci, karena kelak di akhirat mereka orang tua dituntut untuk
82
Al-Bukhori, Shahih Al-Bukhori, Beirut : Dar al-Fikr, 1401H1981M. VI: 193.
mempertanggungjawabkannya. Karena dalam hukum Islam memiliki dua dimensi hukuman bagi pelaku tindak kejahatan, yaitu sanksi dunia dan
akhirat.